Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pendahuluan
Tanah sulfat masam memiliki lapisan bahan sulfidik dan/atau
horizon
sulfurik yang mengandung pirit dengan ketebalan dan kedalam bervariasi dari
permukaan tanah. Jika lapisan bahan sulfidik atau horizon sulfurik dekat dengan
permukaan tanah, maka pengelolaan tanah ini perlu lebih hati-hati. Kesalahan
dalam pengelolaan tanah dapat mengakibatkan tingkat produktivitas tanah
menurun.
mempertahankan lapisan pirit dalam keadaan reduktif dan pelindian secara alami.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa perbaikan tanah seperti ini memerlukan waktu puluhan tahun.
33
Metode
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB dari
Maret hingga Juli 2009.
Percobaan ini merupakan percobaan laboratorium yang menggunakan
Rancangan Acak Lengkap faktorial dengan tiga ulangan. Sebagai faktor I adalah
sumber air pelindi yang terdiri dari: (1) air hujan, (2) air payau, dan (3) air
gambut, sedangkan faktor II adalah beberapa kondisi awal Eh tanah sulfat masam
masing-masing: (1) -100 25, (2) 0 25, (3) 100 25, (4) 200 25, (5) 300
25, dan (6) 400 25 mV.
Perubahan pH dan Eh bahan sulfidik tanah selama
proses oksidasi di
laboratorium, diketahui melalui contoh tanah yang diambil mengikuti cara yang
dilakukan (Konstens et al., 1990). Bahan sulfidik tanah sulfat masam diambil
menggunakan pipa paralon berdiameter 10,8 cm (4 inchi) dengan kedua bagian
ujungnya ditutup rapat. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada saat pasang
besar sehingga lapisan bahan sulfidik dalam keadaan tergenang (tidak
teroksidasi). Untuk memudahkan proses oksidasi pirit di laboratorium, tabung
terlebih dahulu dibelah, diikat kuat, kemudian baru dimasukkan ke dalam lapisan
bahan sulfidik tanah. Setelah di laboratorium tabung langsung dibuka tutupnya
dan diputus ikatannya, sehingga terbelah menjadi dua bagian, kemudian
dilakukan pengukuran pH dan Eh tanah.
Contoh tanah diambil dari kedalaman 85-125 cm, yang merupakan bahan
sulfidik dengan kadar pirit 3,8 % diangkat ke atas, sehingga mengalami oksidasi
dan pada beberapa bagian permukaan tanahnya telah terbentuk goetit. Waktu
yang diperlukan untuk proses tersebut adalah enam bulan dari September 2008
hingga Maret 2009.
34
Pelindian tanah menggunakan air hujan, air payau, dan air gambut dilakukan
setelah tercapai kondisi Eh sesuai dengan perlakuan yang diinginkan.
Tanah dengan kondisi Eh 400 mV diperoleh dari pengukuran contoh tanah
yang telah ditumbuk dan diayak dengan saringan 2 mm pada keadaan kering
udara. Sedangkan kondisi Eh 300 mV terjadi setelah tanah dijenuhi dengan air
hujan, air payau, dan air gambut selama 12 jam. Berikutnya kondisi Eh 200 mV
untuk tanah yang dijenuhi dengan air payau setelah penjenuhan selama 14 jam,
sedang untuk tanah yang dijenuhi dengan air hujan dan air gambut kondisi Eh 200
mV diperoleh setelah penjenuhan berlangsung 24 jam. Selanjutnya kondisi Eh
100 mV terjadi setelah penggenangan tanah dengan air hujan, air payau, dan air
gambut selama tujuh hari.
Kondisi ini
konsentrasi Fe-total (3.680 ppm), SO42- (13,338 ppm), dan Al (18,32 me/100 g)
sangat tinggi.
35
Tabel 2.
36
Nilai
Keterangan
3,21
0,20
1,26
0,26
0,46
0,84
18,32
13.338
3.680
3,80
Sangat Masam
Rendah
Sangat Rendah
Sedang
Sangat Rendah
Rendah
-
Tu
2,50
5,50
5,39
1,81
1,35
2,12
4,72
0,50
3,75
5,70
6,88
3,80
87,00
4,20
12,90
0,50
3,75
5,60
6,18
3,20
16,51
3,15
7,22
Jumlah air hujan, air payau, dan air gambut yang digunakan untuk melindi
tanah setara dengan curah hujan sebesar 25 mm/hari, yaitu 25 x 1.250 mm2 (luas
tabung dengan diameter 3,99 cm) = 31.250 mm3 atau 31,3 ml/tabung setiap 24
jam. Agar mendekati kondisi lapang, maka pelindian dilakukan dua kali dalam
24 jam yaitu 16 ml/tabung setiap 12 jam, sesuai dengan interval pasang surut air.
Air hasil lindian ditampung dalam tabung berkapasitas 500 ml untuk dianalisis
konsentrasi Fe2+, Fe-total, SO42-, dan Al3+. Agar tidak terjadi perubahan Fe2+
menjadi Fe3+ akibat kenaikan pH, maka air hasil lindian diberi HCl 1 N sebenyak
3 sampai 7 tetes sehingga nilai pH dipertahankan 2,5.
Parameter yang diukur meliputi: (1) Sifat-sifat tanah awal terdiri dari:
pHH2O, Al-dd, Fe-total, SO42-, N-total, P-tds, K-dd, Ca-dd, dan Mg-dd;
(2)
konsentrasi Fe2+, Fe-total, SO42-, dan Al-dd tanah setelah dilindi selama delapan
minggu; (3) konsentrasi Fe2+, Fe-total, SO42-, dan Al3+ pada air hasil lindian
(setiap minggu); (4) konsentrasi Fe2+, Fe-total, SO42-, dan Al3+ pada air pelindi;
dan (5) perubahan pH dan Eh selama sebelas minggu.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi Fe2+, Fe-total,
SO42-, dan Al pada air hasil lindian serta tanah yang dilindi dilakukan analisis
ragam. Jika hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang signifikan, maka
dilakukan uji lanjutan dengan Uji Jarak Ganda Duncan.
2+
SO42-,
Selanjutnya untuk
lindian dengan waktu pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh
dilakukan analisis regresi.
menjadi Mn4+, dan pada Eh + 150 hingga +180 mV terjadi oksidasi Fe2+ menjadi
Fe3+, kedua proses ini menghasilkan ion H+ dan berlangsung dalam waktu cepat.
Alloway dan Ayres (1997) menyatakan bahwa masuknya oksigen ke dalam tanah
menyebabkan terjadinya reaksi pirit dengan O2 dan H2O membentuk ion Fe2+,
H+, dan SO42-. Adanya ion H+ dan SO42- menyebabkan tanah menjadi masam,
jika pH tanah lebih rendah dari 4, maka Fe3+ larut dan mengoksidasi pirit dengan
kecepatan lebih tinggi.
Nilai Eh tanah meningkat cepat pada tiga minggu pengukuran kemudian
melandai setelah pengukuran minggu ketiga. Keadaan ini disebabkan oleh
peningkatan kandungan dan laju difusi oksigen di dalam bahan sulfidik yang
disebabkan oleh pergantian isi pori tanah dari semula air berubah menjadi udara.
Difusi oksigen mula-mula terjadi pada pori makro yang berlangsung cepat,
kemudian kecepatannya menurun setelah difusi oksigen mengarah ke pori mikro.
Peningkatan kadar dan laju difusi oksigen di dalam bahan sulfidik tanah oleh
pergantian isi pori mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai Eh tanah.
Peningkatan nilai Eh tanah menyebabkan terjadinya perubahan kondisi bahan
sulfidik tanah yang semula reduktif menjadi oksidatif.
Gambar 10. Hubungan antara pH dengan Eh (x 100 mV) bahan sulfidik tanah
sulfat masam yang dioksidasi pada kondisi laboratorium selama
sebelas minggu
38
Dent (1986)
3,33 A
Kuarsa
4,24 A
Kuarsa
3,56 A
Kaolinit
2,70 A
Pirit
Gambar 11. Hasil analisis difraksi sinar-X terhadap bahan sulfidik tanah sulfat
masam yang diambil pada kedalaman 85-125 cm di KP Balandean,
Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan
Hasil analisis mineral pada bahan sulfidik tanah yang telah dioksidasi
selama sebelas minggu di laboratorium menunjukkan bahwa bahan sulfidik
mengandung goetit dan sulfur (Gambar 12). Berry (1974) menyatakan bahwa
puncak 4,18 Ao merupakan mineral goetit, puncak 3,29 Ao mineral sulfur, dan
39
puncak 2,43 Ao mineral goetit . Hasil ini menunjukkan bahwa oksidasi bahan
sulfidik tanah sulfat masam pada kondisi laboratorium akan membentuk mineral
goetit dan sulfur. Prasetyo (1990) menyatakan bahwa bahan sulfidik yang terus
menerus dioksidasi, pirit akan berubah menjadi goetit tidak menjadi jarosit. Hal
ini disebabkan oleh proses pembentukan jarosit memerlukan kondisi basah
(reduksi) dan kering (oksidasi). Menurut Dent (1986), jarosit terbentuk pada
kondisi oksidasi kuat (Eh > + 400 mV) yang menyebabkan tanah sangat masam
(pH < 3,7. Selain itu dalam proses pembentukan jarosit diperlukan ketersediaan
K tanah yang tinggi, sedang bahan sulfidik tanah sulfat masam mengandung K
tersedia sangat rendah (0,090 me/100 g).
Gambar 12. Hasil analisis difraksi sinar-X terhadap bahan sulfidik tanah sulfat
masam yang telah dioksidasi pada kondisi laboratorium selama
sebelas minggu
(16,51 ppm), dan K+ (3,20 ppm) lebih besar dibandingkan dengan air hujan Ca2+
(2,12 ppm ), Mg2+ (4,72 ppm), Na+ (1,35 ppm), dan K+ (1,81 ppm). Akibatnya
kemampuan pertukaran kation antara kation-kation tersebut dengan ion Fe2+ yang
terjerap pada permukaan koloid tanah yang dilindi menggunakan air payau dan air
gambut lebih besar dibandingkan dengan air hujan. Rata-rata konsentrasi Fe2+
pada air hasil lindian untuk tanah yang dilindi menggunakan air payau (348,86
ppm) dan air hujan (348,52 ppm) lebih besar dibandingkan dengan air gambut
(345,83 ppm).
Rata-rata konsentrasi Fe2+ pada air hasil lindian turun dari kondisi Eh -100
mV (354,21 ppm) hingga 400 mV (330,99 ppm) dan dari minggu I (413,43 ppm)
hingga minggu V (318,78 ppm), kemudian naik minggu VI (349,43 ppm) dan
turun lagi hingga minggu VIII (253,79 ppm). Perubahan ini disebabkan oleh
adanya bentuk keseimbangan antara Fe2+ (sukar larut) Fe2+ (mudah larut)
Fe2+ (larut) dalam tanah. Mula-mula yang terlindi Fe2+ larut, kemudian Fe2+
mudah larut, selanjutnya baru Fe2+ sukar larut. Oleh karena itu, konsentrasi Fe2+
pada air hasil lindian di minggu I pelindian lebih besar, kemudian turun. Pada
minggu VI terjadi pergeseran keseimbangan reaksi ke kanan, sehingga konsentrasi
Fe2+ pada air hasil lindian meningkat. Konsentrasi Fe2+ pada kondisi Eh 400 mV
minggu I (376,76 ppm) dan II (396,33 ppm) pelindian nyata lebih rendah
dibandingkan dengan kondisi Eh 200 mV (407,78 dan 419,40 ppm), 100 mV
(438,72 dan 426,38 ppm), 0 mV (430,61 dan 433,24 ppm), dan -100 mV (432,37
dan 431,63 ppm). Sedangkan pada minggu III pelindian konsentrasi Fe2+ pada air
hasil lindian untuk kondisi Eh 200 (378,10 ppm), 300 (380,32ppm), dan 400
mV(381,63 ppm) tidak berbeda nyata.
pelindian
konsentrasi Fe
2+
(394,87 ppm) nyata lebih besar dibandingkan dengan kondisi Eh 200 mV (378,10
ppm).
nyata lagi terhadap konsentrasi Fe2+ pada air hasil lindian. Hal ini menunjukkan
bahwa pelindian tanah pada kondisi Eh 100 mV menyebabkan rata-rata
konsentrasi Fe2+ pada air hasil lindian terbesar (362,48 ppm). Ritsema et al.
(1992) menyatakan bahwa tanah sulfat masam semakin dioksidasi, maka
konsentrasi Fe2+ semakin menurun, karena terjadi perubahan Fe2+ menjadi Fe3+.
41
Tabel 3. Pengaruh sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah sulfat masam
terhadap konsentrasi Fe2+ pada air hasil lindian setiap minggu selama
delapan minggu pelindian
Perlakuan
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
(Eh1)
(Eh6)
432,61
430,71 442,68 414,39
395,95
383,26
434,96 430,95 403,64
390,80
372,57
434,16
426,16 442,52 405,32
396,21
374,45
430,33
432,37 c 430,61 c 438,72 c 407,78 b 394,32 ab 376,76 a
Rataan S
416,60 a
411,18 a
412,50 a
435,78
439,27 435,92 424,86
402,76
396,09
430,47 432,07 426,11
403,14
397,47
431,43
427,67
429,99 411,15 407,22
400,90
395,43
431,63 c 433,24 c 426,38 c 419,40 bc 402,27 ab 396,33 a
421,45 a
420,12 a
412,06 a
382,73
384,07 387,67 373,70
400,50
397,50 403,43 370,40
411,70
416,17 416,47 390,20
398,31 b 399,25 b 402,52 b 378,10 a
367,90
371,50
401,57
380,32 a
375,17 378,54 a
375,90 386,54 ab
393,83 404,99 b
381,63 a
380,57
387,60
395,40
386,20
392,87
394,63
389,61 ab 389,48 ab
391,00 373,70
367,90
371,83 378,77 a
390,47 370,40
371,50
375,90 381,65 ab
403,13 390,20
402,23
393,83 396,15 b
394,87 b 378,10 a 380,54 ab 380,52 ab
308,26
306,07
282,94
299,09 a
289,51
335,77
322,43
315,90 a
343,50
350,37
295,87
329,91 a
327,10 a
333,42 a
295,82 a
328,23
353,84
320,60
334,22 a
353,71 a
350,54 a
344,04 a
226,77
219,28
218,16
221,40 a
259,26 a
252,42 a
247,42 a
222,74
247,73
211,13
227,20 a
252,69 a
255,02 a
253,65 a
340,26
338,89
379,78
352,98 a
366,71
345,99
340,45
351,05 a
269,59
265,09
256,93
263,87 a
259,68
264,98
242,28
255,65 a
251,69
269,93
275,84
265,82 a
247,47
269,56
238,01
251,68 a
Keterangan: Angka-angka yang dikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut UJGD pada taraf = 0,05. S1 = air hujan, S2 = air payau, S3 = air
42
gambut, Eh1 = -100, Eh2 = 0, Eh3 = 100, Eh4 = 200, Eh5 = 300, dan Eh6 = 400
mV.
Persamaan regresi hubungan antara konsentrasi Fe2+ pada air hasil lindian
dengan waktu pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah
disajikan pada Tabel 4. Hubungan antara konsentrasi Fe2+ pada air hasil lindian
dengan waktu pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah
diperlihatkan pada Gambar 13. Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi Fe2+
pada air hasil lindian menurun sejalan dengan bertambahnya waktu pengukuran
yang ditandai oleh bobot nilai dari X negatif. Penurunan konsentrasi Fe2+ pada air
hasil lindian yang paling curam untuk air hujan dan payau terjadi pada kondisi Eh
100 mV, ditandai oleh nilai koefisien regresi terbesar masing-masing (507,2) dan
(505,8) dan bobot nilai dari X masing-masing (-0,08) dan (-0,07). Sedangkan
untuk air gambut terjadi pada kondisi Eh 200 mV dengan koefisien regresi (504,7)
dan bobot nilai dari X (-0,10). Hasil ini menunjukkan bahwa pelindian
menggunakan air hujan dan payau pada kondisi Eh 100 mV dan air gambut pada
kondisi Eh 200 mV akan menyebabkan penurunan konsentrasi Fe2+ pada air hasil
lindian lebih cepat. Menurut Dent (1986); Jaynes et al. (1984) proses reduksi
pada tanah sulfat masam akan menghasilkan
Hermann (1991) menyatakan bahwa oksidasi pirit terjadi pada pH tanah < 4 dan
dapat menyebabkan perubahan besi II menjadi besi III, akibatnya konsentrasi besi
II tanah turun dan besi III meningkat.
Tabel 4.
Eh
(mV)
-100
0
100
200
300
Hujan
y = 492,9 e-0,08 X
R = 0,897
y = 504,5 e-0,08 X
R = 0,880
y = 507,2 e-0,08 X
R = 0,878
y = 455,4 e-0,04 X
R = 0,643
y = 451,2 e-0,06 X
R = 0,739
Gambut
y = 488,6 e-0,07 X
R = 0,697
y = 488,4 e-0,07 X
R = 0,795
y = 475,8 e-0,05 X
R = 0,812
y = 504,7 e-0,10 X
R = 0,825
y = 483,7 e-0,08 X
R = 0,786
43
400
y = 472,7 e-0,08 X
R = 0,781
y = 457,2 e-0,07 X
R = 0,645
y = 482,7 e-0,09 X
R = 0,770
Gambar 13. Hubungan antara konsentrasi Fe2+ pada air hasil lindian dengan
waktu pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh
tanah sulfat masam (, ------ = air hujan; , = air payau; dan ,
= air gambut)
Konsentrasi Fe-total pada Air Hasil Lindian
Sifat kimia tanah tergenang lebih didominasi oleh Fe dibandingkan dengan
unsur-unsur redoks lainnya (H2O, N2, Mn2+, S2-, CH4, dan H2). Penyebab yang
umum dari dominasi ini adalah banyak Fe yang dapat direduksi, biasanya sepuluh
kali lebih banyak dibandingkan dengan unsur redoks lainnya (Patrick dan Reddy,
1978). Meskipun senyawa Fe dalam tanah sulit dikurangi dan seringkali berada
44
dalam bentuk ferri selama ada O2, NO3-, dan NO2- (Van Breemen dan Buurman,
1998).
Tabel 5 memperlihatkan rata-rata konsentrasi Fe-total pada air hasil
lindian turun dari minggu I (503,43 ppm) hingga minggu V (374,54 ppm),
kemudian naik pada minggu VI (399,84 ppm) dan turun kembali hingga minggu
VIII 310,26 ppm). Keadaan ini disebabkan oleh keseimbangan antara Fe (sukar
larut) Fe (mudah larut) Fe (larut) pada tanah. Oleh karena itu pada awal
pelindian, Fe yang terlindi adalah Fe larut, kemudian Fe mudah larut, selanjutnya
baru Fe sukar larut.
45
Tabel 5. Pengaruh sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah sulfat masam
terhadap konsentrasi Fe-total pada air hasil lindian setiap minggu
selama delapan minggu pelindian
Perlakuan
(S1)
(S2)
(S3)
(Eh1)
469,33 b 478,67 a
(a)
(a)
466,33 ab 476,67 a
(a)
(a)
457,67 a 469,33 a
(a)
(b)
(Eh6)
Rataan S
452,67
459,00
480,67
531,33
581,67
452,67
472,33
495,67
533,33
443,33
441,67
455,00
462,33
471,67
493,00
445,89 a 455,56 ab 471,78 ab 499,56 bc 536,00 cd
597,33 517,11 b
568,33 494,28 ab
562,33 481,00 a
575,99 d
426,00 425,67
423,67
428,33
415,67
423,33
421,78 a 425,78 a
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
397,33 404,67
402,67
406,67
403,00
406,67
401,00 a 406,11 a
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
322,33 326,33
321,67
348,00
301,33
306,67
315,11 a 327,00 a
436,00
426,67
429,33
430,67 a
430,00
419,33
429,00
426,11 a
398,33
408,67
423,67
410,22 a
455,33
386,33
334,67
392,11 a
348,33
438,00
389,00
391,78 a
399,00 370,78 a
445,67 395,89 a
414,33 356,95 a
419,67 a
351,67 368,33
417,67
449,67
429,33
356,67
364,00
446,33
421,00
420,00
389,33
372,33
416,00
390,33
392,67
365,89 a 368,22 a 426,67 a 420,33 a 414,00 a
(S1)
(S2)
(S3)
Eh
277,67
270,00
304,00
285,00
297,00
335,67
268,00
287,00
307,33
276,89 a 284,67 a 315,67 a
(S1)
(S2)
(S3)
Eh
274,33
271,33
314,67
305,33
280,67
341,33
290,67
289,00
364,33
290,11 a 280,33 a 340,11 a
393,33 401,67 a
420,67 404,78 a
397,67 393,06 a
403,89 a
46
348,33
317,33
280,33
315,33 a
Keterangan: Angka-angka yang dikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut UJGD pada taraf = 0,05. Huruf dalam tanda ( ) dibaca arah
horizontal dan huruf tanpa tanda ( ) dibaca arah vertikal. S1 = air hujan,
S2 = air payau, S3 = air gambut, Eh1 = -100, Eh2 = 0, Eh3 = 100, Eh4 = 200,
Eh5 = 300, dan Eh6 = 400 mV.
Hasil ini
menunjukkan bahwa pelindian tanah menggunakan air payau pada kondisi Eh 400
mV lebih cepat menurunkan konsentrasi Fe-total pada air hasil lindian.
Tabel 6.
Eh
(mV)
-100
0
100
200
300
400
Hujan
y = 529,7 e-0,08 X
R = 0,926
y = 542,7 e-0,08 X
R = 0,896
y = 543,3 e-0,06 X
R = 0,853
y = 548,5 e-0,05 X
R = 0,695
y = 565,1 e-0,06 X
R = 0,701
y = 624,8 e-0,08 X
R = 0,872
Gambut
y = 506,6 e-0,07 X
R = 0,747
y = 519,7e-0,07 X
R = 0,839
y = 507,2 e-0,05 X
R = 0,730
y = 556,7 e-0,08 X
R = 0,871
y = 574,0 e-0,07 X
R = 0,943
y = 620,7 e-0,09 X
R = 0,900
47
Gambar 14. Hubungan antara konsentrasi Fe-total pada air hasil lindian dengan
waktu pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh
tanah sulfat masam (, ------ = air hujan; , = air payau; dan ,
= air gambut)
Konsentrasi SO42- pada Air Hasil Lindian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap
konsentrasi SO42- pada air hasil lindian dari minggu I hingga minggu VIII (Tabel
7). Rata-rata konsentrasi SO42- pada air hasil lindian meningkat dari kondisi Eh 100 mV (549,07 ppm) hingga kondisi Eh 400 mV (741,95 ppm). Jaynes et al.
(1984) menyatakan bahwa sulfida stabil pada kondisi tergenang (anaerobik) tetapi
48
Tabel 7. Pengaruh sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah sulfat masam
terhadap konsentrasi SO42- pada air hasil lindian setiap minggu selama
delapan minggu pelindian
Perlakuan
(S1)
(S2)
(S3)
(Eh1)
650,73a
(a)
649,76 a
(a)
646,72 a
(a)
743,52 a
(b)
746,48 a
(b)
760,95 a
(b)
739,1
738,3
841,3
772,9 a
750,4
776,0
947,0
824,5 a
(Eh6)
Rataan S
864,0
955,1
1.023,1
885,7
1.007,2 1.086,8
1.030,4
1.111,4
1.220,0
926,7 ab 1.024,6 bc 1.110,0 bc
1.059,3 898,5 a
1.095,5 931,6 ab
1.289,4 1.073,2 b
1.148,1 c
549,32
565,85
586,90
604,33
635,16 754,20 615,96 a
530,97
536,71
604,18
622,48
661,91 797,12 625,56 ab
576,59
587,24
630,92
712,18
799,93 829,51 689,40 b
552,29 a 563,27 a 607,33 ab 646,33 bc 699,00 c 793,61 d
499,28
507,72
516,86
528,13
526,68
479,73
505,26
525,31
553,48
567,56
519,87
546,67
570,58
659,10
656,28
499,63 a 519,88 ab 537,58 ab 580,24 bc 583,51 bc
571,88 525,09 a
623,88 542,54 ab
692,05 607,43 b
629,27 c
704,17
693,97
728,98
724,41
723,28
742,15 719,49 b
568,82
623,18
649,64
697,43
665,06
636,30 640,07 a
548,40
603,18
615,10
651,89
630,54
642,52 615,27 a
607,13 a 640,11 ab 664,57 ab 691,24 b 672,96 ab 673,66 ab
414,73
509,18
505,28
476,40 a
434,21
530,15
514,89
493,08 a
593,53
580,72
670,39
649,04
755,78
533,75
673,23 a 587,84 a
433,40
458,43
543,71
568,07
472,25
483,96
593,93
628,11
482,23
480,11
569,56
559,37
462,63 a 474,17 ab 569,07 bc 585,18 c
600,65
583,57
604,09
595,10 c
586,00 531,71 a
577,41 556,54 a
642,51 539,65 a
601,97 c
356,52
375,89
385,06
372,49 a
367,19
424,31
433,75
381,50
441,33
480,12
393,23
452,25
487,01
380,64 a 439,30 ab 466,96 b
467,92
482,14
514,65
488,24 b
467,91 419,60 a
504,46 444,24 ab
548,21 463,40 b
506,86 b
Keterangan: Angka-angka yang dikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut UJGD pada taraf = 0,05. Huruf dalam tanda ( ) dibaca arah
horizontal dan huruf tanpa tanda ( ) dibaca arah vertikal. S1 = air hujan, S2 =
air payau, S3 = air gambut, Eh1 = -100, Eh2 = 0, Eh3 = 100, Eh4 = 200, Eh5 =
300, dan Eh6 = 400 mV.
49
bila oksigen masuk ke dalam sistem tersebut, maka sulfida akan teroksidasi
menjadi asam sulfat. Sedangkan Schwab dan Lindsay (1983) memperlihatkan
hubungan antara Eh dengan SO42-, penurunan nilai Eh tanah dari 450 mV menjadi
-200 mV akan menyebabkan penurunan konsentrasi SO42- dari 144 menjadi 6
ppm. Kemudian Ritsema (1992) menyatakan bahwa tanah sulfat masam semakin
dioksidasi, kelarutan SO42- dalam larutan tanah akan meningkat semakin cepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelindian tanah sulfat masam
menggunakan air gambut pada minggu I, II, III, IV, dan VIII dapat menyebabkan
konsentrasi SO42- pada air hasil lindian tidak berbeda nyata dengan air payau,
namun berbeda nyata dengan air hujan (Tabel 7). Keadaan ini disebabkan oleh
terjadi pertukaran anion antara anion SO42- yang terikat pada ion logam yang
terjerap di permukaan koloid tanah dengan asam-asam organik pada air gambut.
Akibatnya konsentrasi SO42- pada air hasil lindian untuk tanah yang dilindi
menggunakan air gambut menjadi lebih besar.
50
Tabel 8.
Eh
(mV)
-100
0
100
200
300
400
Hujan
y = 782,6e-0,08 X
R = 0,653
y = 805,0e-0,09 X
R = 0,802
y = 836,6e-0,07 X
R = 0,558
y = 895,2e-0,07 X
R = 0,594
y = 917,2e-0,07X
R = 0,503
y = 1079,0e-0,09 X
R = 0,769
Gambut
y = 790,0e-0,08 X
R = 0,746
y = 857,1e-0,08 X
R = 0,705
y = 929,1e-0,09 X
R = 0,694
y = 1073,0e-0,10 X
R = 0,826
y = 1152,0e-0,11 X
R = 0,741
y = 1205,0e-0,10 X
R = 0,773
51
Gambar 15. Hubungan antara konsentrasi SO42- pada air hasil lindian dengan
waktu pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh
tanah sulfat masam (, ------ = air hujan; , = air payau; dan ,
= air gambut)
Konsentrasi Al pada Air Hasil Lindian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap
konsentrasi Al3+ pada air hasil lindian hingga minggu VI. Konsentrasi Al3+ pada
air hasil lindian lebih besar terjadi pada pelindian menggunakan air payau (Tabel
9). Keadaan ini disebabkan oleh terjadinya pertukaran kation-kation antara
52
Tabel 9. Pengaruh sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah sulfat masam
terhadap konsentrasi Al3+ pada air hasil lindian setiap minggu selama
delapan minggu pelindian
Perlakuan
(S1)
(S2)
(S3)
(Eh1)
72 b
(a)
63 ab
(a)
51 a
(a)
(S3)
60 a
(a)
51 a
(a)
57 a
(a)
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
57
45
42
48 a
(S1)
(S2)
(S1)
(S2)
(S3)
75 b
(abc)
48 a
(a)
42 a
(a)
(S3)
42 b
(a)
27 a
(a)
39 a
(a)
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
48
30
30
36 a
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
39
24
30
31 a
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
45
45
21
37 a
(S1)
(S2)
(Eh6)
165 a
(d)
195 b
(d)
180 ab
(c)
102 a
(c)
114 a
(c)
114 a
(c)
102
102
93
99 b
Rataan S
76,00 b
76,33 b
64,00 a
96 a
(c)
120 b
(c)
96 a
(c)
87 a
(c)
111 b
(d)
90 a
(c)
63
48
48
53 ab
52,0 b
30,5 a
42,0 ab
39
42
48
43 a
41.5 a
44.5 a
37.5 a
27
54
51
44 a
39,00 a
40,50 a
29,50 a
Keterangan: Angka-angka yang dikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut UJGD
pada taraf = 0,05. Huruf dalam tanda ( ) dibaca arah horizontal dan huruf tanpa
tanda ( ) dibaca arah vertikal. S1 = air hujan, S2 = air payau, S3 = air gambut, Eh1 = 100, Eh2 = 0, Eh3 = 100, Eh4 = 200, Eh5 = 300, dan Eh6 = 400 mV.
53
kation-kation Ca2+, Mg2+, Na+, dan K+ pada pada air payau dengan ion Al3+ yang
terjerap pada permukaan koloid tanah.
Tanah yang dioksidasi hingga kondisi Eh 400 mV menyebabkan rata-rata
konsentrasi Al3+ (91,13 ppm) pada air hasil lindian lebih besar dibandingkan
dengan kondisi Eh -100 mV (45,13 ppm). Yuliana (1989) menyatakan bahwa
oksidasi tanah sulfat masam akan meningkatkan konsentrasi Al-dd dari 7,61
menjadi 18,21 me/100 g. Sedangkan Konsten (1990) menyatakan bahwa reduksi
pada tanah sulfat masam akan mengakibatkan peningkatan pH dan penurunan
tingkat aktivitas Al3+.
Persamaan regresi hubungan antara konsentrasi Al3+ pada air hasil lindian
dengan waktu pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah
menunjukkan bahwa bobot nilai dari X negatif. Hal ini berarti bahwa konsentrasi
Al3+ pada air hasil lindian menurun sejalan dengan bertambahnya waktu
pengukuran. Hubungan antara konsentrasi Al3+ pada air hasil lindian dengan
waktu pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah
diperlihatkan pada Gambar 16. Nilai koefisien regresi terbesar (28,6) terjadi pada
pelindian menggunakan air payau dan kondisi Eh 400 mV. Ini berari bahwa
penurunan konsentrasi Al3+ pada air hasil lindian tercepat terjadi pada pelindian
menggunakan air payau dan kondisi Eh 400 mV. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peningkatan kondisi Eh tanah hingga 400 mV akan meningkatkan
konsentrasi Fe-total dan SO42- pada air hasil lindian. Peningkatan konsentrasi
kedua ion tersebut akan menyebabkan penurunan pH dan peningkatan kelarutan
Al3+. Kollmeier et al.
konsentrasi Fe dan SO42- tinggi, akibatnya pH tanah turun dan mobilitas Al3+
dalam tanah meningkat. Van Mensvoort dan Dent (1998) menyatakan bahwa
proses oksidasi pirit pada tanah sulfat masam akan menghasilkan ion-ion Fe3+,
SO42-, dan H+. Adanya ion H+ menyebabkan kemasaman tanah meningkat yang
diikuti oleh meningkatnya konsentrasi Al3+. Dent (1986) menyatakan bahwa
pemanfaatan air laut untuk memperbaiki sifat kimia tanah sulfat masam
digambarkan menurut persamaan reaksi kimia berikut:
Al-liat(s) + Na+(aq) + Mg 2+(aq) Na/Mg-liat(s) + Al3+ (aq)
54
Hujan
y = 75,69 e-0,07 X
R = 0,606
y = 93,78 e-0,11 X
R = 0,745
y = 93,39 e-0,12 X
R = 0,874
y = 104,7 e-0,10 X
R = 0,838
y = 153,6 e-0,17 X
R = 0,881
y = 206,4 e-0,22 X
R = 0,899
Gambut
y = 65,54 e-0,12 X
R = 0,896
y = 101,2 e-0,18 X
R = 0,889
y = 86,25 e-0,13 X
R = 0,667
y = 148,6 e-0,21 X
R = 0,693
y = 183,0 e-0,19 X
R = 0,833
y = 185,9 e-0,18 X
R = 0,873
55
Gambar 16. Hubungan antara konsentrasi Al pada air hasil lindian dengan waktu
pengukuran pada setiap sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah
sulfat masam (, ------ = air hujan; , = air payau; dan , =
air gambut)
56
dengan yang dilindi menggunakan air hujan (448,52 dan 382,97 ppm) dan air
gambut (375,09 dan 370,23 ppm).
lindian terbesar terjadi pada kondisi Eh 100 mV (362,68 ppm), sedang konsentrasi
Fe2+ pada tanah terkecil (299,81 dan 297,13 ppm) terjadi pada kondisi Eh 300400 mV. Keadaan ini disebabkan oleh perbedaan waktu pengukuran, dimana air
hasil lindian diukur setiap minggu sedang tanah setelah pelindian berakhir.
Akibatnya pengaruh kondisi awal Eh tanah tidak berpengaruh lagi terhadap
konsentrasi Fe2+ tanah.
Tabel 11. Pengaruh sumber air pelindi dan kondisi Eh tanah sulfat masam
terhadap konsentrasi Fe2+, Fe-total, SO42-, dan Al3+ tanah setelah dilindi
selama delapan minggu
Perlakuan
(S1)
(S2)
(S3)
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
(Eh1)
(Eh5)
(Eh6)
385,46 a
(ab)
390,85 a
(b)
371,36 a
(a)
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
12,34
11,88
11,93
12,05 a
(S1)
(S2)
(S3)
Rataan Eh
3,24
3,14
3,25
3,21 a
Keterangan: Angka-angka yang dikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut UJGD pada taraf = 0,05. Huruf dalam tanda ( ) dibaca arah
horizontal dan huruf tanpa tanda ( ) dibaca arah vertikal. S1 = air hujan, S2 =
air payau, S3 = air gambut, Eh1 = -100, Eh2 = 0, Eh3 = 100, Eh4 = 200, Eh5 =
300, dan Eh6 = 400 mV.
57
Konsentrasi
Fe-total tanah yang dilindi dengan air gambut (3.099,67 ppm) lebih kecil
dibandingkan dengan yang dilindi menggunakan air payau (3.211,95 ppm) dan air
hujan (3.338,61 ppm). Sedangkan rata-rata konsentrasi Fe-total pada air hasil
lindian terbesar terjadi pada tanah yang dilindi menggunakan air payau (407,07
ppm). Terjadi ketidak selarasan antara total konsentrasi Fe-total pada air hasil
lindian dengan konsentrasinya pada tanah. Harusnya tanah yang dilindi dengan
air payau konsentrasi Fe-total lebih kecil, namun kenyataannya tanah yang dilindi
menggunakan air gambut konsentrasi Fe-total tanah lebih kecil.
Total konsentrasi SO42- pada air hasil lindian sesuai dengan konsentrasi ion
tersebut pada tanah yang dilindi.
menggunakan air gambut dapat menyebabkan rata-rata konsentrasi SO42- pada air
hasil lindian terbesar (791,81ppm). Akibatnya konsentrasi SO42- pada tanah
dengan kondisi Eh 400 mV dan dilindi menggunakan air gambut lebih kecil
(307,53 ppm).
Konsentrasi Al3+ pada tanah juga sesuai dengan rata-rata konsentrasi ion ini
pada air hasil lindian. Nilai rata-rata konsentrasi Al3+ pada air hasil lindian
terbesar (98,25 ppm) terjadi pada tanah dengan kondisi Eh 400 mV dan dilindi
menggunakan air payau.
me/100 g) terjadi pada tanah dengan kondisi Eh 400 mV dan dilindi menggunakan
air payau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar nilai Eh tanah, maka
nilai pH tanah semakin meningkat. Keadaan ini disebabkan oleh waktu
pengukuran pH tanah setelah pelindian selesai, akibatnya kondisi awal Eh tanah
tidak berpengaruh lagi terhadap pH tanah. Pada penelitian ini perubahan pH tanah
lebih disebabkan oleh perubahan konsentrasi Fe2+, Fe-total, SO42-, dan Al3+ tanah.
Pada kondisi Eh -100 mV, rata-rata nilai pH tanah 3,21 dan rata-rata konsentrasi
Fe2+, Fe-total, SO42-, dan Al3+ masing-masing (382,56 ppm Fe2+; 3.283,89 ppm
Fe-total; 578,07 ppm SO42-; dan 12,05 me/100 g Al). Kemudian pada kondisi Eh
400 mV, rata-rata nilai pH naik menjadi 3,38 dan rata-rata konsentrasi Fe2+, Fe-
58
total, SO42-, dan Al3+ turun menjadi masing-masing (350,11 ppm Fe2+; 3.095,00
ppm Fe-total; 345,25 ppm SO42-; dan 11,79 me/100 g Al).
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelindian tanah menggunakan air payau dapat menyebabkan rata-rata
konsentrasi Fe2+, Fe-total, dan Al3+ pada air hasil lindian terbesar (348,86 ppm
Fe2+, 407,07 ppm Fe-total,
Daftar Pustaka
Alloway, B. J. and Ayres, D. C. 1997. Chemical Principles of Environmental
Pollution. Second Edition. London. Blackie Acad. & Professional.
Berry, L. G. 1974. Selected Powder Diffraction Data for Minerals. Dept. of
Geological Sciences, Queen`s University, Kingston, Ontario, Canada.
Bourbonniere, R. A. and I. F. Creed. 2006. Biodegradability of dissolved
organic matter extracted from a chronosequence of forest-floor materials.
Journal of Plant Nutrition and Soil Sci. 169:101-107.
Dent, D. L. 1986. Acid sulphate soils: A baseline for research and development,
Pub. 39, Int. Inst. Land Reclamation and Improvement, Wageningen. ISBN
90 70260 980.
59
60
Van Breemen N. and Buurman P. 1998. Soil Formation. Kluwer Academic Pub.
Dordrecht, The Netherlands.
Van Mensvoort, M. E. F. and D. L. Dent. 1998. Acid Sulphate Soil. p. 301330. In. Lal, R., W. H., Blum, C.Valentine, and B. A. Steward (ed.).
Method for Assessment of Soil Degradation. Florida. CRC Prees LLC.
Van Ranst, E. 1995. Clay Mineralogy: Crystal structures, identivication analysis,
and chemestry of clay mineral and clay. ITC. Ghent. Belgium.
Wakao, N., M. Mishina, Y. Sakurai, and H. Shiota. 1984. Bacterial pyrite
oxidation III. Adsorption of Thiobacillus ferrooxidans on solid surfaces and
its effect on iron release from pyrite. J. Gen. Appl. Microbiol. 30: 63-77.
Yuliana, E. D. 1998. Pengaruh lama pengeringan dan kedalaman muka air tanah
terhadap sifat-sifat dan produktivitas tanah berpirit dari Karang Agung Ulu.
Sumatera Selatan [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
61