Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Tifoid


Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri
fakultatif intraselular gram negatif Salmonella enterica,subspecies enterica,
serotype thypi. Organisme yang juga menyebabkan penyakit mirip dengan demam
tifoid namun dalam derajat yang lebih ringan adalah bakteri Salmonella serotype
paratype A.1,2,3 Beberapa ejala klasik akibat infeksi ini meliputi demam dengan
onset gradual dan berlangsung terus menerus dengan sifat naik turun mengikuti
pola step ladder, menggigil-kedinginan, hepato-splenomegali, dan nyeri perut.
Beberapa kasus, penderita ini mengalami ruam (rash), mual, anoreksia, diare atau
konstipasi, nyeri kepala, bradikardi relatif, dan penurunan level kesadaran.2,4,12-14
Demam tifoid disebut juga sebagai enteric fever atau typus abdominalis.1,2,4 Istilah
enteric fever digunakan untuk mendekripsikan demam tifoid dan demam
paratifoid dengan aspek klinis kedua penyakit ini menunjukkan manifestasi
serupa, perbedaannya terletak pada keparahan gejala dan serotype bakteri
penyebabnya.2,4,7,12 Demam paratifoid gejala yang timbul lebih ringan dan
penyebabnya adalah bakteri Salmonella enterica serotype paratyphi.7,12-14
2.2 Epidemiologi
Demam tifoid menjadi masalah kesehatan global saat ini. Penyakit ini
masih sering tidak terdiagnosa karena kurangnya fasilitas laboratorium pada
beberapa tempat, terutama pada negara berkembang.1,4 Menurut data WHO tahun
2009, terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan
insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.15 Menurut Riset Kesehatan Dasar
Nasional (Riskesdas) tahun 2007, angka kejadian tifoid nasional yaitu sebesar
1,5% (1.500 per 100.000 penduduk Indonesia).11 Angka kesakitan demam tifoid di
Indonesia yang tercatat di buletin WHO tahun 2008 sebesar 81,7 per 100.000. 1
Selain itu, berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid juga
menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di

rumah sakit, yaitu sebanyak 41.081 kasus, dengan angka kematian sebesar 274
orang dan case fatality rate (CFR) sebesar 0,67 %.16
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Demam Tifoid
2.3.1. Etiologi
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit menular per-oral, yaitu
melalui air atau makanan atau lainnya yang terkontaminasi oleh bakteri yang
kemudian masuk ke saluran pencernaan dan menimbulkan penyakit. 2,4,7,12 Bakteri
penyebab yaitu Salmonella enterica serotype typhi (S.typhi), sementara terdapat
pula Salmonella enterica serotype paratyphi (S.paratyphi)yang menyebabkan
paratifoid.2,7,13 Sebagian besar penyebaran S.typhi diketahui melalui makanan dan
atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri S.typhi pada kotoran atau feses
orang dengan demam tifoid (fekal-oral).
S.typhi merupakan bakteri gram negatif bersifat anaerobik fakultatif, tidak
berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel
kariotik.7 Bakteri S.typhi membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa
dan manosa, dan biasanya membentuk H2S.2,7 Bakteri ini berbentuk batang, motil,
berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas, seperti di dalam air, es, sampah dan
debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 oC) selama 15 20 menit,
pasteurisasi, pendidihan dan klorinisasi.4,7,12,13
Salmonella typhi mempunyai struktur yang dapat diketahui secara
serologis berdasarkan adanya 3 macam antigen, yaitu : 6,7,17
a.

Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
bakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid. Titer antibodi O selalu lebih rendah dari titer
antibodi H karena aglutinasi O berlangsung lebih lambat dan bersifat
kurang imunogenik. 6,7,17

b.

Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau


vili dari bakteri. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan
tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

Antigen ini merupakan protein termolabil dan bersifat sangat imunogenik.


6,7,17
c.

Antigen Vi (Antigen pada kapsul [envelope]) bakteri yang dapat


melindungi bakteri terhadap fagositosis. Antigen ini merupakan antigen
permukaan dan bersifat termolabil. Antibodi yang terbentuk dan menetap
lama dalam darah dapat memberi petunjuk bahwa individu tersebut
sebagai karier bakteri. 6,7,17

2.3.2. Faktor Risiko


Faktor risiko penularan demam tifoid secara umum meliputi faktor
individu dan komunitas. Faktor individu diantaranya adalah persediaan air yang
terkontaminasi, makanan yang dibeli dari penyedia yang tidak bersih (misalnya
dari pinggiran jalan), konsumsi buah dan sayuran mentah, dan adanya riwayat
kontak dengan penderita demam tifoid atau penderita dengan status karier kronik
(chronic carrier). Faktor risiko di tingkat komunitas diantaranya adalah kepadatan
populasi, temperatur (suhu), hujan, dan jarak dengan sumber air.17,18
2.4. Sumber Penularan (Reservoir)
Syarat awal untuk timbulnya infeksi adanya kontak langsung atau tidak
langsung dengan orang yang terinfeksi. Penularan dapat berlangsung lebih mudah
apabila terdapat kondisi predisposisi pada individu yang memiliki risiko tinggi. 2,4
Penularan penyakit demam tifoid oleh basil S. typhi ke manusia umunya terjadi
melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari
penderita tifoid.7,8,12 Terdapat dua sumber penularan utama S. typhi, yaitu: 2,4,12,13
2.4.1. Penderita Demam Tifoid
Sumber utama infeksi demam tifoid yaitu manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika sedang menderita
sakit maupun yang sedang dalam fase penyembuhan. Pada fase penyembuhan
penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung
empedu dan ginjalnya.2,4,12,13
2.4.2. Karier Demam Tifoid.
Penderita dalam fase karier tifoid adalah seseorang yang kotorannya (feses
atau urin) mengandung S. typhi pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis.
Pada convalescent carrier (karier pasca penyembuhan), penderita demam tifoid
4

dinyatakan telah sembuh secara klinis setelah 2 3 bulan namun pada masa
tersebut masih dapat ditemukan bakteri S. typhi di feces atau urin.11 Selain itu,
karier demam tifoid dapat juga merupakan jenis chronic carrier (karier kronismenahun) dimana pihak tersebut dapat menjadi sumber penularan dalam waktu
yang lebih lama, yaitu 1 tahun pasca sembuh dari gejala akut.18 Pada demam
tifoid, sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal
(infeksi kronis, batu atau kelainan anatomis). Oleh sebab itu, apabila terapi
medika-mentosa dengan obat untuk mengeradikasi tifoid gagal, harus dilakukan
operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya. 2,4,12,13
Ibu yang hamil dan memiliki status sebagai penderita juga mampu
menularkan penyakit ini pada janin. Penyebaran demam tifoid secara kongenital
dapat terjadi melalui infeksi transplasenta dari ibu pada kondisi bakteremia
kepada janinnya. Penyebaran intrapartum juga dapat terjadi, yaitu dengan jalan
fekal-oral dari ibu pengidap.2,4 Di sisi lain, penularan demam tifoid juga dapat
diperantarai vektor berupa lalat, kecoa maupun tikus dengan cara membawa
bakteri yang terdapat dalam urin ataupun feses yang kemudian masuk bersama
makanan. Oleh sebab itu, sangat penting untuk menjaga kebersihan lingkungan
sekitar sehingga bebas dari vektor-vektor tersebut.12,13
2.5 Patogenesis
Bakteri S. typhi dan S. paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi.7,8 Masuknya S.typhi melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi, setelah mencapai lambung, sebagian akan
dimusnahkan di dalam lambung dan sebagian lagi berkembang biak.

2,12,13

Bakteri

melewati barrier asam lambung dapat disebabkan oleh menurunnya derajat


keasaman asam lambung, makanan bersifat basa, atau mengkonsumsi antasida.4,14
Apabila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka
bakteri akan menembus sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina
propia bakteri kembali berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh sel makrofag. Bakteri dapat hidup dan menggandakan diri dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke payers patches ileum distal dan kemudian
ke kelenjar getah bening mesentrika.2,7,14

Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat dalam makrofag ini masuk
ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. 14
Bakteremia pertama ini terjadi 24 72 jam setelah infeksi. 2 Di organ-organ ini
kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel
atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan
sakit perut. Fase mulai masuknya bakteri hingga timbul gejala dianggap sebagai
masa inkubasi (7-14 hari). 2,7,12-14
Bakteri melalui ductus torasikus dan mencapai organ organ tubuh seperti
limpa, usus halus dan kantong empedu. Bakteri yang masuk kedalam kantong
empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara
intermiten ke dalam lumen usus.14 Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus.12-14 Proses ini terus
berlangsung berulang kali, hal ini terutama terjadi akibat makrofag yang telah
teraktivasi dan menjadi hiperaktif. Saat fagositosis bakteri salmonella terjadi
pelepasan mediator inflamasi, terutama endotoksin yang merupakan kompleks
polisakarida dan dianggap berperan penting pada perkembangan patogenesis
demam tifoid.2,4,7 Endotoksin bersifat pirogenik serta memperbesar reaksi
peradangan bakteri dimana bakteri salmonella berkembang biak. Di samping itu,
toksin ini merupakan stimulator yang kuat untuk memproduksi sitokin oleh sel-sel
makrofag dan sel lekosit di jaringan yang meradang. Sitokin ini merupakan
mediator timbulnya demam dan gejala pro-inflamasi. Oleh karena basil
Salmonella bersifat intraselular maka hampir semua bagian tubuh dapat terserang
dan terkadang pada jaringan yang terinvasi dapat timbul infeksi lokal. 2,4,12-14
Di dalam plak payer (payers patches), makrofag yang hiperaktif ini
menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Pada proses ini makrofag akan
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, yang kemudian akan terjadi
hiperplasia jaringan pada minggu pertama dan nekrosis organ yang terjadi pada
minggu kedua.12-14 Hal yang lebih berat terjadi pada minggu ketiga yaitu ulkus.
Ulkus ini mudah mengalami pendarahan dan perforasi yang merupakan

komplikasi yang berbahaya. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel


kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi, seperti gangguan neuropsiatrik,
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.2,4,14
Walaupun demam tifoid melibatkan respon sistem imun lokal dan
sistemik, baik humoral serta respon imun seluler, namun mekanisme ini tidak
dapat mencegah dari kekambuhan atau infeksi berulang. Hal ini dapat terjadi
sebab pada pasien yang tidak mendapatkan penanganan hingga sembuh sempurna,
bakteri dapat tinggal di kantong empedu dan ginjal, sehingga pasien dapat
menjadi karier (carrier). 4,12-14
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien yang telah terinfeksi S.typhi, akan mengalami
proses asimptomatik yang biasanya dimulai dari hari ke 7-14 (rentang 3-60 hari),
dengan onset dari bakteremia ditandai dengan demam dan kelemahan. 2-4 Gejala
demam tifoid biasanya terjadi selama 2-3 minggu. 7 Pada awal sakit biasanya
didapatkan demam yang samar-samar dan naik turun. Pada kasus tifoid demam
mengalami peningkatan terutama sore hingga malam hari (stepladder pattern).2,4
Dari hari ke hari demam dirasakan semakin tinggi disertai dengan berbagai gejala
seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati, pegal-pegal, serta insomnia,
gangguan kesadaran, dan hepatosplenomegali.2,14 Pasien biasanya datang ke
rumah sakit setelah akhir dari minggu pertama dari gejala, dengan keluhan
demam, influenza-like symptoms dengan menggigil, sakit kepala, kelemahan,
anorexia, mual, tidak nyaman pada perut, batuk kering, myalgia, konstipasi/diare,
namun dengan sedikit tanda klinis dari tifoid.2,5,12-14
Gejala klinis yang timbul bervariasi dari gejala ringan sampai berat, dari
asimptomatik hingga simptomatik dengan komplikasi multiorgan.12,14,17 Pada tabel
1 diuraikan kriteria tanda dan gejala demam tifoid berdasarkan durasi waktu
perjalan penyakitnya. Banyak faktor yang mempengaruhi keparahan dan gejala
yang tampak, antara lain durasi penyakit sebelum mendapat terapi yang sesuai,
pemilihan antibiotik, umur, riwayat paparan dan vaksinasi, strain bakteri,
kuantitas bakteri yang masuk, serta status host yang immunocompromised.2,12-14

Tabel 1. Tanda dan Gejala Demam Tifoid 2,4,7,12


Periode
Minggu 1

Minggu 2

Gejala
Demam, influenza-like illness, sakit
kepala, tidak enak badan, anorexia,
mual, muntah, diare/konstipasi,
tidak enak di perut, batuk, epitaksis
Demam derajat tinggi (39o-40o C)

Minggu 3

Perbaikan gejala atau infeksi berat

Tanda
Lidah kotor, nyeri tekan
pada abdomen, hepatosplenomegali,
bradikardi
relatif
Rose spot, lidah kotor,
bradikardi
relatif,
hepatosplenomegali,
meteorismus,
gangguan
mental
Penurunan demam, lidah
penderita tampak bersih,
kebingungan, apatis, pasien
stupor

Berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, penderita dengan demam


tifoid digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan gejala klinis yang timbul,
yaitu:4,12-14,17
a.

Acute non-complicated disease dikarakteristik oleh demam yang lama,


gangguan saluran cerna (dapat berupa konstipasi, normal, atau diare), nyeri
kepala, malaise, anoreksia, dan batuk. Selama periode demam, 25% pasien
menunjukkan tanda rose spots pada dada, perut, atau punggung. 4,12-14,17

b.

Complicated disease dialami oleh sekitar 10% dari pasien.20 Komplikasi dapat
berupa gejala intestinal maupun ekstraintestinal. 4,12-14,17
1.

Komplikasi Intestinal
a) Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi.4,12 Perdarahan hebat dapat terjadi hingga
penderita mengalami syok.12-14 Secara klinis perdarahan akut darurat
ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.14,17
b) Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Keluhan yang muncul berupa nyeri perut yang hebat terutama di
daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh
perut. 4,12-14,17
8

2.

Komplikasi Ekstraintestinal
a) Kardiovaskuler: syok, sepsis, miokarditis, trombosis, tromboflebitis.
b) Hematologi: anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, sindrom uremia
hemolitik.
c) Paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
d) Hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolelitiasis.
e) Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
f) Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.
g) Neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, sindrom katatonia.

2.7 Diagnosis
Menurut WHO, definisi kasus demam tifoid dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu:2
1. Confirmed Case: pasien dengan demam 38C yang berlangsung minimal 3
hari, dengan konfirmasi hasil kultur yang positif (darah, sumsum tulang,
cairan usus) S.typhi.
2. Probable Case: pasien dengan demam 38C yang berlangsung minimal 3
hari, dengan serodiagnosis atau deteksi antigen yang positif tanpa isolasi S.
typhi.
3. Chronic Carrier: adanya bukti S.typhi pada feses atau urin atau kultur
empedu yang positif selama lebih dari 1 tahun setelah onset demam tifoid
akut.
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (laboratorium, mikrobiologi, atau
serologi).2,4,17 Selain itu, penentuan terhadap adanya komplikasi atau kondisi
penyerta pada penetapan diagnosis akan membantu menggolongkan pasien dalam
kategori penatalaksanaan yang sesuai dan mencegah perburukan kondisi pasien.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus demam tifoid dilakukan berdasarkan
gejala dan tanda yang muncul berdasarkan proses perjalanan penyakitnya. Pada
daerah yang endemik tifoid, demam selama seminggu tanpa penyebab yang pasti,
harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti dari demam dapat diketahui.
Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari isolasi terhadap S.typhi dari
9

darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi yang spesifik. 17 Sedangkan
adanya gejala klinis atau deteksi antibodi spesifik hanya merupakan diagnosis
sugestif, bukan definitif. Kultur darah merupakan mainstay untuk diagnosis
sampai saat ini, namun kultur sumsum tulang merupakan gold standard-nya.2,4,7,1214

Kegagalan dalam mengisolasi organisme biasanya terjadi karena beberapa


faktor antara lain terbatasnya sarana laboratoium, penggunaan antibotik, volume
spesimen untuk kultur, dan waktu pengambilan sampel. 14,17 Pengambilan darah
pada remaja hingga dewasa sekitar 10-15 mL sedangkan untuk anak-anak
diperlukan 2-4 mL. Hal ini terkait dengan jumlah atau level bakteremia pada
anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa.2,4,14,17
Beberapa

pemeriksaan

penunjang

yang

dapat

dilakukan

untuk

menegakkan diagnosis demam tifoid antara lain pemeriksaan laboratorium,


mikrobiologis, dan serologis, sedangkan pemeriksaan lain yang dilakukan
tergantung indikasi untuk mengetahui komplikasi dan menyingkirkan diagnosis
banding. Selain itu pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk
mendukung penatalaksaanaan penyakit, terutama dalam hal penentuan terapi
antibiotik. 2,4,14
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan leukopenia
namun dapat pula kadar leukosit normal ataupun leukositosis, eosinofilia,
trombositopenia ringan dan anemia ringan.2,4,14 Terjadinya leukopenia
terjadi akibat depresi dari sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator
endogen yang ada. Sedangkan leukositosis dapat ditemui walaupun tanpa
adanya tanda infeksi sekunder. Trombositopenia terjadi berhubungan
dengan produksi sel darah yang menurun dan destruksi yang meningkat
oleh sel-sel RES, berbeda halnya dengan anemia yang disebabkan oleh
produksi hemoglobin serta pendarahan intestinal yang tidak nyata. Pada
demam tifoid juga terjadi peningkatan laju endap darah. Di sisi lain, hasil
pemeriksaan kimia klinik umumnya ditemukan peningkatan SGOT dan
SGPT. 2,4,14,17

10

b. Pemeriksaan Mikrobiologi
1. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, namun
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.2,4 Faktor yang
mempengaruhi yaitu telah mendapat terapi antibiotik, volume darah
yang kurang, riwayat vaksinasi, atau pengambilan darah saat minggu
pertama.14 Lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, hasil kultur
darah positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun secara
signifikan setelah pemakaian obat antibiotik menjadi 40%.12-14 Kultur
dilakukan pada hari 1, 2, 3, dan 7 pada agar non-selektif.14,19
2. Kultur Feses atau Rectal Swab
Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari
90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan
Salmonella typhi dalam feses untuk jangka waktu yang lama.12-14
3. Kultur Sumsum Tulang
Kultur sumsum tulang memiliki sensitivitas tinggi (95%). Selain
itu, pemeriksaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotika dan
fase penyakit.2,4,14
c. Pemeriksaan Serologis
1. Tes Widal
Tes ini mengukur kadar aglutinin yang spesifik terhadap S. typhi,
bisa ditemukan dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang
pernah tertular S. typhi, dan pada orang yang pernah mendapatkan
vaksin demam tifoid.2,4,7,14 Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada
akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan
mencapai puncak pada minggu ke-4, tetap tinggi selama beberapa
minggu. Biasanya antibodi O terukur pada hari ke-6 sampai 8,
sedangkan antibodi H pada hari ke-10 sampai 12 setelah onset. Pada
orang yang telah sembuh, aglutinin O masih dapat dijumpai setelah 46 bulan dan aglutinin H 9-12 bulan.14,17,19
Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan
didiagnosis sebagai demam tifoid.2 Pada infeksi yang aktif, titer
11

aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan


pada selang waktu paling sedikit 5 hari. 14,17 Peningkatan titer aglutinin
4 kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam
tifoid.2,4,14 Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut:2,14,17
Titer O >160 menunjukkan adanya infeksi akut.
Titer H >160 berarti telah mendapat imunisasi atau pernah
menderita infeksi.
Titer Vi yang tinggi terjadi pada karier.
Sensitivitas dan spesifitasnya tidak begitu tinggi; hasilnya bisa
negatif pada 30% kasus dengan kultur positif.14,19-21 Oleh karena itu,
tes ini bukan untuk menentukan kesembuhan.14 Beberapa faktor yang
mempengaruhi uji widal antara lain gizi buruk yang menghambat
pembentukan antibodi, waktu pemeriksaan, pengobatan dini dengan
antibiotik,

penyakit

tertentu

seperti

leukemia,

pengobatan

imunosupresif atau kortikosteroid, riwayat vaksinasi, dan infeksi


klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya.2,4,14,
2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Ada 2 macam uji ELISA yang bisa dilakukan. Pertama tes yang
menggunakan antigen O, H, dan Vi. Yang kedua tes menggunakan
protein Ag khusus (Dot-EIA). Deteksi ELISA secara teoritis dapat
menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat (3-4 jam).14
3. Tes IDL Tubex
Tes ini bersifat sederhana (hanya diperlukan 1 langkah) dan cepat
(hasil kira-kira 2 menit).2,12-14 Uji ini mendeteksi antibodi anti-S. typhi
O9, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang
terkonjugasi

pada

partikel

lateks

yang

berwarna

dengan

lipopolisakarida S .typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik


lateks. Hasil positif uji ini menunjukkan infeksi serogrup D walau
secara tidak spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi
akan memberikan hasil negatif. Uji ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas tinggi, yaitu 80% dan 90% berturut-turut. 12-14,21 Interpretasi
hasil uji Tubex dijelaskan pada tabel 2.
12

Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Tubex 14


Skor
<2
3

Interpretasi
Negatif
Borderline

4-5
>6

Positif
Positif

Keterangan
Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif
Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari kemudian
Menunjukkan infeksi tifoid aktif
Indikasi kuat infeksi tifoid

4. Uji Typhidot
Tes Typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang
terdapat pada protein membran luar S. typhi. Hasil positif didapatkan
2-3 hari setelah infeksi. Uji ini memiliki sensitivitas 78% dan
spesifisitas 89%.14
5. Uji IgM Dipstik
Tes ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.
typhi. Tidak diperlukan peralatan khusus apapun serta prosesnya
cepat, namun akurasi pemeriksaan lebih baik jika dilakukan 1 minggu
setelah timbul gejala. Uji ini memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas
100%.14,17
d. Uji Sensitivitas
Dari beberapa penelitian di berbagai tempat di dunia, S. typhi
dengan strain yang dikategorikan multi-drug resistance sering muncul;
maka dari itu tes ini direkomendasikan dalam penentuan pengobatan.
Organisme

ditemukan

resisten

terhadap

ampisilin,

kloramfenikol,

sulfonamid, trimetoprim, streptomisin, dan tetrasiklin.2,4,14


2.8 Diagnosis Banding (Differential Diagnosis)
Beberapa diagnosis banding demam tifoid adalah demam berdarah dengue
(dengue hemorrhagic fever), malaria, dan influenza.

Pada demam berdarah

dengue, pasien biasanya datang dengan keluhan demam yang berlangsung terus
menerus 2-7 hari, terdapat nyeri tulang belakang dan perasaan lelah, disertai tanda
perdarahan seperti: uji bending positif, petekie (bintik merah pada kulit),
13

epistaksis (mimisan), atau berak darah berwarna hitam (melena). Tipe demam
pada infeksi virus dengue sedikit berbeda dengan tifoid antara lain adanya demam
tinggi selama 1-3 hari dan kemudian demam turun dan disertai dengan penurunan
trombosit pada hari berikutnya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
jumlah trombosit menurun (trombositopenia), kadar hematokrit meningkat
(hemokonsentrasi), SGOT/SGPT meningkat, dan hasil tes serologis positif antigen
virus dengue (NS 1 dan IgM dan IgG). Pada malaria, demam dirasakan dialami 27 hari berturut-turut, disertai keluhan nyeri kepala, otot-otot, seluruh badan,
menggigil dan berkeringat dingin. Adanya riwayat mengenai onset demam yang
tiba-tiba (terutama pada fase awal) dan dapat turun sampai normal atau di bawah
normal, dapat disertai adanya anemia berat namun jarang terjadinya gangguan
pencernaan. Pada malaria juga ditemukan trias malaria, antara lain: periode
dingin, dimana pasien merasakan menggigil dan diikuti dengan peningkatan suhu
tubuh; periode panas dimana penderita muka merah, nadi cepat, panas badan tetap
tinggi beberapa jam dan diikuti keadaan berkeringat; dan periode berkeringat
dimana penderita akan berkeringat banyak dan suhu turun kemudian penderita
merasa sehat. Pemeriksaan darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan
hasil positif terhadap salah satu parasit plasmodium yang menginfeksi. Pada
influenza, biasanya keluhan awal adalah pilek, batuk, demam 1-2 hari (suhu tinggi
dengan onset cepat), sakit kepala, dan gangguan saluran pernafasan lainnya
seperti sesak nafas, hidung tersumbat, sakit tenggorokan. Dari hasil pemeriksaan
darah hanya ada sedikit peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih), kriteria
darah lengkap lainnya umumnya dalam batas normal.2,4,7,14
2.9 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien demam tifoid
antara lain:
2.9.1. Terapi Antibiotik
Antibiotik dapat segera diberikan bila diagnosis telah dibuat. Lebih dari
90% pasien bisa menjalani rawat jalan dengan antibiotik oral; namun ini juga
harus disertai follow-up yang ketat terhadap komplikasi atau kegagalan terapi.2,4,1214,17

Adapun obat-obatan yang sering digunakan antara lain:2,14,17,22-26

14

a.

Kloramfenikol
Obat ini masih menjadi pilihan pertama di Indonesia sampai saat
ini, berdasarkan dari efikasi, keamanan, dan harganya. 2,17,21 Dosis yang
diberikan adalah 4 x 500 mg sehari secara oral atau intravena sampai
dengan 7 hari bebas panas.14 Kekurangannya adalah jangka waktu
pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan
relaps.17 Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil,
terutama pada trimester III, karena dapat menyebabkan partus prematur
dan kematian fetus intrauterin.2,14,17,25

b.

Tiamfenikol
Dosis

dan

efektivitas

tiamfenikol

hampir

sama

dengan

kloramfenikol, namun komplikasi anemia aplastiknya lebih rendah


dibanding kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg.2,14,25
c.

Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini sama dengan kloramfenikol. Dosis yang
diberikan adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400
mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.2,14,17

d.

Ampisilin dan Amoksisilin


Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 50 - 150
mg/kgBB selama 2 minggu.2,14,25

e.

Sefalosporin Generasi III


Hingga saat ini, golongan ini terbukti efektif untuk demam tifoid
adalah ceftriakson, dengan dosis yang dianjurkan yaitu 3 - 4 gram dalam
dekstrosa 100cc diberikan selama 3 - 5 hari.2,14,25

f.

Fluorokuinolon
Golongan ini terdiri dari beberapa jenis, antara lain:2,14,22-26
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
15

g.

Azitromisin
Jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara
signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama
untuk bakteri yang multi-drug resistance. Obat ini juga dapat mengurangi
relaps jika dibandingkan dengan ceftriakson. Dosis yang diberikan adalah
2 x 500 mg.2,7,14,25

h.

Kombinasi Obat Antibiotik


Kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya diindikasikan pada toksik
tifoid, peritonitis atau perforasi, atau syok septik yang terbukti ditemukan
2 macam organisme dalam kultur darah selain S. typhi.2,14,17

i.

Kortikosteroid
Penggunanaan kortikosteroid hanya diindikasikan pada toksik
tifoid atau syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.2,14,17

Secara ringkas, pemberian antibiotik dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 sesuai
dengan derajat keparahannya:
Tabel 3. Tatalaksana Antibiotik untuk uncomplicated typhoid fever 2
Optimal therapy
Alternative effective drugs
Susceptibili
Antibiotic
Daily
Days
Antibiotic
Daily
Days
ty
dose
dose
mg/k
mg/kg
g
Fully
Fluroquinolone 15
5-7
Chloramphenicol 50-75
14-21
sensitive
e.g Ofloxacine
Amoxicillin
75-100 14
or
TMP-SMX
8-40
14
Ciprofloxacin
Multidrug Fluroquinolone 15
5-7
Azitromycin
8-10
7
resistance
or
15-20 7-14
Cefixime
15-20
7-14
Cefixime
Quinolone Azytromycine 8-10
7
Cefixime
20
7-14
resistance
or Ceftriaxone 75
7-14
Tabel 4. Tatalaksana Antibiotik untuk severe typhoid fever2
Optimal parenteral drug
Susceptibility
Antibiotic
Daily
dose
mg/kg
Fully sensitive
Fluroquinolone 15
e.g ofloxacine

Days
10-14

Alternative effective parenteral drug


Antibiotic
Daily
Days
dose
mg/kg
Chloramphenicol 100
14-21
Amoxicillin
100
14
TMP-SMX
8-40
14
16

Multidrug
Fluroquinolone 15
resistant
Quinolone
Ceftriaxone or 60
resistant
Cefotaxime
80
2.9.2. Terapi Suportif

10-14
10-14

Ceftriaxone
Cefotaxime
Fluroquinolone

60
80
20

10-14
7-14

Manajemen ini meliputi penggunaan antipiretik dan nutrisi yang adekuat.


Pasien dengan gambaran klinis yang jelas, apalagi disertai komplikasi, sebaiknya
memerlukan rawat inap.2,4,14,17 Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan
sempurna untuk mempercepat masa penyembuhan. Tirah baring disertai
perawatan penuh (makan, minum, BAB, dan lain-lain) dan juga perlu menjaga
kebersihan diri dan lingkungan pasien. Bila klinis berat, penderita harus istirahat
total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien.2,14,17
Nutrisi untuk pasien demam tifoid meliputi pemberian cairan oral atau
parenteral dan diet. Cairan parenteral diindikasikan pada derajat berat, ada
komplikasi penurunan kesadaran, serta apabila sulit makan. Cairan harus
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Diet harus mengandung kalori
dan protein yang cukup. Rendah serat direkomendasikan untuk mencegah
perdarahan dan perforasi. Diet biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur
lunak, tim, dan nasi biasa, tergantung pada kebutuhan pasien.2,4,14,17
2.9.3. Terapi Komplikasi
Sekitar 25% pasien demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
akibat perdarahan intestinal. Namun, dapat juga terjadi perdarahan akut darurat (5
ml/kgBB/jam) sampai pasien mengalami syok. Apabila tranfusi tidak efektif,
maka diperlukan tindakan bedah. Perforasi usus terjadi sekitar 3% dari pasien,
yang biasanya timbul pada minggu ketiga. Antibiotik yang diberikan pada kasus
ini biasanya dikombinasikan dengan antibiotik spektrum luas untuk mengatasi
bakteri yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada flora usus. Terapi yang lain
tergantung pada gejala komplikasi lainnya yang timbul, seperti hepatitis,
pakreatitis, dan tifoid toksik. Penanganan tifoid toksik meliputi pemberian
kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan
deksametason 3 x 5 mg.14

17

2.9.4. Manajemen untuk Karier


Individu dikatakan karier kronis untuk demam tifoid apabila asimtomatik
namun terus-menerus positif S. typhi pada kultur tinja 1 tahun setelah sembuh dari
gejala akut. Kurang lebih 1-5% pasien demam tifoid menjadi karier kronis.
Pengobatan yang dapat dipakai yaitu administrasi selama 6 minggu amoksisilin
atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari dengan probenesid 30 mg/kgBB/hari, atau
trimetoprim-sulfametoksazol (TMP-SMZ) 160-800 mg 2 kali sehari; regimen ini
memberi efektivitas sekitar 60%. Administrasi ciprofloksasin 750 mg 2 kali sehari
selama 28 hari memberi efektivitas sebesar 80%.14
Pada demam tifoid, sumber infeksi berasal dari kandung empedu dan
ginjal. Maka dari itu, jika dengan terapi anti-tifoid gagal, harus dilakukan operasi
untuk kelainan anatominya. 2,4,14 Apabila disertai kolelitiasis, dapat dilakukan
kolesistektomi disertai pemberian regimen di atas selama 28 hari. Apabila disertai
infeksi Schistosoma, diberikan prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal.14 Selain
itu, karier harus menghindari kegiatan memasak ataupun menyajikan makanan
sampai saat kultur feses negatif 3 kali berturut-turut dengan selang waktu terpaut
1 bulan untuk masing-masing kultur. Antibodi Vi dapat menentukan status karier;
antibodi ini akan meningkat pada karier kronis demam tifoid.2,14
2.10 Komplikasi
Komplikasi pada demam tifoid terjadi 10-15% kasus dan umumnya terjadi
pada pasien yang telah menderita sakit lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang
paling sering terjadi yaitu pendarahan pada gastrointestinal, dengan kasus sekitar
10%.14,17 Hal ini disebabkan oleh erosi dari necrotic peyers patch melewati
dinding

dari

enteric

vessel.4,12-14,21

Komplikasi

ini

juga

menentukan

penatalaksanaan yang diberikan pada pasien sesuai dengan manifestasi, derajat,


dan keterlibatan organ.2,14 Beberapa komplikasi yang perlu diperhatikan dalam
perjalanan demam tifoid ditunjukkan melalui tabel 5.
Tabel 5. Komplikasi Demam Tifoid 1,3
Abdominal
1. Perforasi gastrointestinal
2. Perdarahan gastrointestinal
3. Hepatitis
4. Kolesistitis (umumnya subklinis)
18

Kardiovaskular
1. Perubahan elektrokardiografi asimtomatik
2. Miokarditis
3. Shock
Neuropsikiatri
1. Ensefalopati
2. Delirium
3. Status psikotik
4. Meningitis
5. Gangguan koordinasi
Respirasi
1. Bronkitis
2. Pneumonia (Salmonella enteric serotype typhi, Streptococcus
pneumoniae)
Hematologi
1. Anemia
2. Disseminated intravascular coagulation (umumnya subklinis)
Komplikasi lain
1. Abses fokal (Focal abscess)
2. Faringitis
3. Miscarriage
4. Relapse
5. Chronic carriage
2.11 Prognosis
Umumnya penderita dengan gejala minimal memiliki prognosis yang baik
dibandingkan penderita dengan gejala berat maupun dengan komplikasi.
Prognosis demam tifoid cenderung berakhir pada 3-4 minggu tanpa pengobatan
dengan angka kematian sekitar 12-30%, namun penatalaksanaan yang tepat dapat
mempersingkat waktu perawatan dan menurunkan 1-4% indikator tersebut.1
Diantara demam tifoid yang sembuh klinis pada 20% diantaranya masih
ditemukan bakteri S.thyphi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan
ke-3 serta 3% masih ditemukan setelah 1 tahun. 2,4 Kasus karier meningkat seiring
peningkatan umur dan adanya penyakit kandung empedu serta gangguan traktus
urinarius.9

19

Anda mungkin juga menyukai