TINJAUAN PUSTAKA
rumah sakit, yaitu sebanyak 41.081 kasus, dengan angka kematian sebesar 274
orang dan case fatality rate (CFR) sebesar 0,67 %.16
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Demam Tifoid
2.3.1. Etiologi
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit menular per-oral, yaitu
melalui air atau makanan atau lainnya yang terkontaminasi oleh bakteri yang
kemudian masuk ke saluran pencernaan dan menimbulkan penyakit. 2,4,7,12 Bakteri
penyebab yaitu Salmonella enterica serotype typhi (S.typhi), sementara terdapat
pula Salmonella enterica serotype paratyphi (S.paratyphi)yang menyebabkan
paratifoid.2,7,13 Sebagian besar penyebaran S.typhi diketahui melalui makanan dan
atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri S.typhi pada kotoran atau feses
orang dengan demam tifoid (fekal-oral).
S.typhi merupakan bakteri gram negatif bersifat anaerobik fakultatif, tidak
berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel
kariotik.7 Bakteri S.typhi membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa
dan manosa, dan biasanya membentuk H2S.2,7 Bakteri ini berbentuk batang, motil,
berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas, seperti di dalam air, es, sampah dan
debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 oC) selama 15 20 menit,
pasteurisasi, pendidihan dan klorinisasi.4,7,12,13
Salmonella typhi mempunyai struktur yang dapat diketahui secara
serologis berdasarkan adanya 3 macam antigen, yaitu : 6,7,17
a.
Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
bakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid. Titer antibodi O selalu lebih rendah dari titer
antibodi H karena aglutinasi O berlangsung lebih lambat dan bersifat
kurang imunogenik. 6,7,17
b.
dinyatakan telah sembuh secara klinis setelah 2 3 bulan namun pada masa
tersebut masih dapat ditemukan bakteri S. typhi di feces atau urin.11 Selain itu,
karier demam tifoid dapat juga merupakan jenis chronic carrier (karier kronismenahun) dimana pihak tersebut dapat menjadi sumber penularan dalam waktu
yang lebih lama, yaitu 1 tahun pasca sembuh dari gejala akut.18 Pada demam
tifoid, sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal
(infeksi kronis, batu atau kelainan anatomis). Oleh sebab itu, apabila terapi
medika-mentosa dengan obat untuk mengeradikasi tifoid gagal, harus dilakukan
operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya. 2,4,12,13
Ibu yang hamil dan memiliki status sebagai penderita juga mampu
menularkan penyakit ini pada janin. Penyebaran demam tifoid secara kongenital
dapat terjadi melalui infeksi transplasenta dari ibu pada kondisi bakteremia
kepada janinnya. Penyebaran intrapartum juga dapat terjadi, yaitu dengan jalan
fekal-oral dari ibu pengidap.2,4 Di sisi lain, penularan demam tifoid juga dapat
diperantarai vektor berupa lalat, kecoa maupun tikus dengan cara membawa
bakteri yang terdapat dalam urin ataupun feses yang kemudian masuk bersama
makanan. Oleh sebab itu, sangat penting untuk menjaga kebersihan lingkungan
sekitar sehingga bebas dari vektor-vektor tersebut.12,13
2.5 Patogenesis
Bakteri S. typhi dan S. paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi.7,8 Masuknya S.typhi melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi, setelah mencapai lambung, sebagian akan
dimusnahkan di dalam lambung dan sebagian lagi berkembang biak.
2,12,13
Bakteri
Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat dalam makrofag ini masuk
ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. 14
Bakteremia pertama ini terjadi 24 72 jam setelah infeksi. 2 Di organ-organ ini
kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel
atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan
sakit perut. Fase mulai masuknya bakteri hingga timbul gejala dianggap sebagai
masa inkubasi (7-14 hari). 2,7,12-14
Bakteri melalui ductus torasikus dan mencapai organ organ tubuh seperti
limpa, usus halus dan kantong empedu. Bakteri yang masuk kedalam kantong
empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara
intermiten ke dalam lumen usus.14 Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus.12-14 Proses ini terus
berlangsung berulang kali, hal ini terutama terjadi akibat makrofag yang telah
teraktivasi dan menjadi hiperaktif. Saat fagositosis bakteri salmonella terjadi
pelepasan mediator inflamasi, terutama endotoksin yang merupakan kompleks
polisakarida dan dianggap berperan penting pada perkembangan patogenesis
demam tifoid.2,4,7 Endotoksin bersifat pirogenik serta memperbesar reaksi
peradangan bakteri dimana bakteri salmonella berkembang biak. Di samping itu,
toksin ini merupakan stimulator yang kuat untuk memproduksi sitokin oleh sel-sel
makrofag dan sel lekosit di jaringan yang meradang. Sitokin ini merupakan
mediator timbulnya demam dan gejala pro-inflamasi. Oleh karena basil
Salmonella bersifat intraselular maka hampir semua bagian tubuh dapat terserang
dan terkadang pada jaringan yang terinvasi dapat timbul infeksi lokal. 2,4,12-14
Di dalam plak payer (payers patches), makrofag yang hiperaktif ini
menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Pada proses ini makrofag akan
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, yang kemudian akan terjadi
hiperplasia jaringan pada minggu pertama dan nekrosis organ yang terjadi pada
minggu kedua.12-14 Hal yang lebih berat terjadi pada minggu ketiga yaitu ulkus.
Ulkus ini mudah mengalami pendarahan dan perforasi yang merupakan
Minggu 2
Gejala
Demam, influenza-like illness, sakit
kepala, tidak enak badan, anorexia,
mual, muntah, diare/konstipasi,
tidak enak di perut, batuk, epitaksis
Demam derajat tinggi (39o-40o C)
Minggu 3
Tanda
Lidah kotor, nyeri tekan
pada abdomen, hepatosplenomegali,
bradikardi
relatif
Rose spot, lidah kotor,
bradikardi
relatif,
hepatosplenomegali,
meteorismus,
gangguan
mental
Penurunan demam, lidah
penderita tampak bersih,
kebingungan, apatis, pasien
stupor
b.
Complicated disease dialami oleh sekitar 10% dari pasien.20 Komplikasi dapat
berupa gejala intestinal maupun ekstraintestinal. 4,12-14,17
1.
Komplikasi Intestinal
a) Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi.4,12 Perdarahan hebat dapat terjadi hingga
penderita mengalami syok.12-14 Secara klinis perdarahan akut darurat
ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.14,17
b) Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Keluhan yang muncul berupa nyeri perut yang hebat terutama di
daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh
perut. 4,12-14,17
8
2.
Komplikasi Ekstraintestinal
a) Kardiovaskuler: syok, sepsis, miokarditis, trombosis, tromboflebitis.
b) Hematologi: anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, sindrom uremia
hemolitik.
c) Paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
d) Hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolelitiasis.
e) Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
f) Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.
g) Neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, sindrom katatonia.
2.7 Diagnosis
Menurut WHO, definisi kasus demam tifoid dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu:2
1. Confirmed Case: pasien dengan demam 38C yang berlangsung minimal 3
hari, dengan konfirmasi hasil kultur yang positif (darah, sumsum tulang,
cairan usus) S.typhi.
2. Probable Case: pasien dengan demam 38C yang berlangsung minimal 3
hari, dengan serodiagnosis atau deteksi antigen yang positif tanpa isolasi S.
typhi.
3. Chronic Carrier: adanya bukti S.typhi pada feses atau urin atau kultur
empedu yang positif selama lebih dari 1 tahun setelah onset demam tifoid
akut.
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (laboratorium, mikrobiologi, atau
serologi).2,4,17 Selain itu, penentuan terhadap adanya komplikasi atau kondisi
penyerta pada penetapan diagnosis akan membantu menggolongkan pasien dalam
kategori penatalaksanaan yang sesuai dan mencegah perburukan kondisi pasien.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus demam tifoid dilakukan berdasarkan
gejala dan tanda yang muncul berdasarkan proses perjalanan penyakitnya. Pada
daerah yang endemik tifoid, demam selama seminggu tanpa penyebab yang pasti,
harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti dari demam dapat diketahui.
Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari isolasi terhadap S.typhi dari
9
darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi yang spesifik. 17 Sedangkan
adanya gejala klinis atau deteksi antibodi spesifik hanya merupakan diagnosis
sugestif, bukan definitif. Kultur darah merupakan mainstay untuk diagnosis
sampai saat ini, namun kultur sumsum tulang merupakan gold standard-nya.2,4,7,1214
pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
untuk
10
b. Pemeriksaan Mikrobiologi
1. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, namun
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.2,4 Faktor yang
mempengaruhi yaitu telah mendapat terapi antibiotik, volume darah
yang kurang, riwayat vaksinasi, atau pengambilan darah saat minggu
pertama.14 Lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, hasil kultur
darah positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun secara
signifikan setelah pemakaian obat antibiotik menjadi 40%.12-14 Kultur
dilakukan pada hari 1, 2, 3, dan 7 pada agar non-selektif.14,19
2. Kultur Feses atau Rectal Swab
Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari
90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan
Salmonella typhi dalam feses untuk jangka waktu yang lama.12-14
3. Kultur Sumsum Tulang
Kultur sumsum tulang memiliki sensitivitas tinggi (95%). Selain
itu, pemeriksaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotika dan
fase penyakit.2,4,14
c. Pemeriksaan Serologis
1. Tes Widal
Tes ini mengukur kadar aglutinin yang spesifik terhadap S. typhi,
bisa ditemukan dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang
pernah tertular S. typhi, dan pada orang yang pernah mendapatkan
vaksin demam tifoid.2,4,7,14 Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada
akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan
mencapai puncak pada minggu ke-4, tetap tinggi selama beberapa
minggu. Biasanya antibodi O terukur pada hari ke-6 sampai 8,
sedangkan antibodi H pada hari ke-10 sampai 12 setelah onset. Pada
orang yang telah sembuh, aglutinin O masih dapat dijumpai setelah 46 bulan dan aglutinin H 9-12 bulan.14,17,19
Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan
didiagnosis sebagai demam tifoid.2 Pada infeksi yang aktif, titer
11
penyakit
tertentu
seperti
leukemia,
pengobatan
pada
partikel
lateks
yang
berwarna
dengan
Interpretasi
Negatif
Borderline
4-5
>6
Positif
Positif
Keterangan
Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif
Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari kemudian
Menunjukkan infeksi tifoid aktif
Indikasi kuat infeksi tifoid
4. Uji Typhidot
Tes Typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang
terdapat pada protein membran luar S. typhi. Hasil positif didapatkan
2-3 hari setelah infeksi. Uji ini memiliki sensitivitas 78% dan
spesifisitas 89%.14
5. Uji IgM Dipstik
Tes ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.
typhi. Tidak diperlukan peralatan khusus apapun serta prosesnya
cepat, namun akurasi pemeriksaan lebih baik jika dilakukan 1 minggu
setelah timbul gejala. Uji ini memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas
100%.14,17
d. Uji Sensitivitas
Dari beberapa penelitian di berbagai tempat di dunia, S. typhi
dengan strain yang dikategorikan multi-drug resistance sering muncul;
maka dari itu tes ini direkomendasikan dalam penentuan pengobatan.
Organisme
ditemukan
resisten
terhadap
ampisilin,
kloramfenikol,
dengue, pasien biasanya datang dengan keluhan demam yang berlangsung terus
menerus 2-7 hari, terdapat nyeri tulang belakang dan perasaan lelah, disertai tanda
perdarahan seperti: uji bending positif, petekie (bintik merah pada kulit),
13
epistaksis (mimisan), atau berak darah berwarna hitam (melena). Tipe demam
pada infeksi virus dengue sedikit berbeda dengan tifoid antara lain adanya demam
tinggi selama 1-3 hari dan kemudian demam turun dan disertai dengan penurunan
trombosit pada hari berikutnya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
jumlah trombosit menurun (trombositopenia), kadar hematokrit meningkat
(hemokonsentrasi), SGOT/SGPT meningkat, dan hasil tes serologis positif antigen
virus dengue (NS 1 dan IgM dan IgG). Pada malaria, demam dirasakan dialami 27 hari berturut-turut, disertai keluhan nyeri kepala, otot-otot, seluruh badan,
menggigil dan berkeringat dingin. Adanya riwayat mengenai onset demam yang
tiba-tiba (terutama pada fase awal) dan dapat turun sampai normal atau di bawah
normal, dapat disertai adanya anemia berat namun jarang terjadinya gangguan
pencernaan. Pada malaria juga ditemukan trias malaria, antara lain: periode
dingin, dimana pasien merasakan menggigil dan diikuti dengan peningkatan suhu
tubuh; periode panas dimana penderita muka merah, nadi cepat, panas badan tetap
tinggi beberapa jam dan diikuti keadaan berkeringat; dan periode berkeringat
dimana penderita akan berkeringat banyak dan suhu turun kemudian penderita
merasa sehat. Pemeriksaan darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan
hasil positif terhadap salah satu parasit plasmodium yang menginfeksi. Pada
influenza, biasanya keluhan awal adalah pilek, batuk, demam 1-2 hari (suhu tinggi
dengan onset cepat), sakit kepala, dan gangguan saluran pernafasan lainnya
seperti sesak nafas, hidung tersumbat, sakit tenggorokan. Dari hasil pemeriksaan
darah hanya ada sedikit peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih), kriteria
darah lengkap lainnya umumnya dalam batas normal.2,4,7,14
2.9 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien demam tifoid
antara lain:
2.9.1. Terapi Antibiotik
Antibiotik dapat segera diberikan bila diagnosis telah dibuat. Lebih dari
90% pasien bisa menjalani rawat jalan dengan antibiotik oral; namun ini juga
harus disertai follow-up yang ketat terhadap komplikasi atau kegagalan terapi.2,4,1214,17
14
a.
Kloramfenikol
Obat ini masih menjadi pilihan pertama di Indonesia sampai saat
ini, berdasarkan dari efikasi, keamanan, dan harganya. 2,17,21 Dosis yang
diberikan adalah 4 x 500 mg sehari secara oral atau intravena sampai
dengan 7 hari bebas panas.14 Kekurangannya adalah jangka waktu
pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan
relaps.17 Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil,
terutama pada trimester III, karena dapat menyebabkan partus prematur
dan kematian fetus intrauterin.2,14,17,25
b.
Tiamfenikol
Dosis
dan
efektivitas
tiamfenikol
hampir
sama
dengan
Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini sama dengan kloramfenikol. Dosis yang
diberikan adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400
mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.2,14,17
d.
e.
f.
Fluorokuinolon
Golongan ini terdiri dari beberapa jenis, antara lain:2,14,22-26
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
15
g.
Azitromisin
Jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara
signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama
untuk bakteri yang multi-drug resistance. Obat ini juga dapat mengurangi
relaps jika dibandingkan dengan ceftriakson. Dosis yang diberikan adalah
2 x 500 mg.2,7,14,25
h.
i.
Kortikosteroid
Penggunanaan kortikosteroid hanya diindikasikan pada toksik
tifoid atau syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.2,14,17
Secara ringkas, pemberian antibiotik dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 sesuai
dengan derajat keparahannya:
Tabel 3. Tatalaksana Antibiotik untuk uncomplicated typhoid fever 2
Optimal therapy
Alternative effective drugs
Susceptibili
Antibiotic
Daily
Days
Antibiotic
Daily
Days
ty
dose
dose
mg/k
mg/kg
g
Fully
Fluroquinolone 15
5-7
Chloramphenicol 50-75
14-21
sensitive
e.g Ofloxacine
Amoxicillin
75-100 14
or
TMP-SMX
8-40
14
Ciprofloxacin
Multidrug Fluroquinolone 15
5-7
Azitromycin
8-10
7
resistance
or
15-20 7-14
Cefixime
15-20
7-14
Cefixime
Quinolone Azytromycine 8-10
7
Cefixime
20
7-14
resistance
or Ceftriaxone 75
7-14
Tabel 4. Tatalaksana Antibiotik untuk severe typhoid fever2
Optimal parenteral drug
Susceptibility
Antibiotic
Daily
dose
mg/kg
Fully sensitive
Fluroquinolone 15
e.g ofloxacine
Days
10-14
Multidrug
Fluroquinolone 15
resistant
Quinolone
Ceftriaxone or 60
resistant
Cefotaxime
80
2.9.2. Terapi Suportif
10-14
10-14
Ceftriaxone
Cefotaxime
Fluroquinolone
60
80
20
10-14
7-14
17
dari
enteric
vessel.4,12-14,21
Komplikasi
ini
juga
menentukan
Kardiovaskular
1. Perubahan elektrokardiografi asimtomatik
2. Miokarditis
3. Shock
Neuropsikiatri
1. Ensefalopati
2. Delirium
3. Status psikotik
4. Meningitis
5. Gangguan koordinasi
Respirasi
1. Bronkitis
2. Pneumonia (Salmonella enteric serotype typhi, Streptococcus
pneumoniae)
Hematologi
1. Anemia
2. Disseminated intravascular coagulation (umumnya subklinis)
Komplikasi lain
1. Abses fokal (Focal abscess)
2. Faringitis
3. Miscarriage
4. Relapse
5. Chronic carriage
2.11 Prognosis
Umumnya penderita dengan gejala minimal memiliki prognosis yang baik
dibandingkan penderita dengan gejala berat maupun dengan komplikasi.
Prognosis demam tifoid cenderung berakhir pada 3-4 minggu tanpa pengobatan
dengan angka kematian sekitar 12-30%, namun penatalaksanaan yang tepat dapat
mempersingkat waktu perawatan dan menurunkan 1-4% indikator tersebut.1
Diantara demam tifoid yang sembuh klinis pada 20% diantaranya masih
ditemukan bakteri S.thyphi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan
ke-3 serta 3% masih ditemukan setelah 1 tahun. 2,4 Kasus karier meningkat seiring
peningkatan umur dan adanya penyakit kandung empedu serta gangguan traktus
urinarius.9
19