Anda di halaman 1dari 13

Penyakit Paru Akibat Paparan Debu Kapas

Pendahuluan
Penyakit paru yang disebabkan oleh pajanan bahan berbahaya (hazard) di tempat kerja
telah membawa dampak kesehatan yang besar dalam kesehatan pekerja. Sistem pernapasan
merupakan jalur masuk toksikan yang utama karena permukaannya yang luas berkontak
langsung dengan udara luar, aliran darah yang tinggi dan epitel alveol yang tipis.1
Pada kasus dimana seorang laki-laki mengalami rasa berat di dada dan napas pendek,
salah satu penyakit yang dapat menjadi diagnosis adalah bisinosis. Dalam makalah ini akan
dibahas lebih lanjut mengenai bisinosis, bagaimana menentukan diagnosis okupasi dan
penatalaksaannya.
Tujuh Langkah Diagnosis PAK (Penyakit Akibat Kerja)
1. Menentukan Diagnosis Klinis
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan adalah secara auto-anamnesis. Selain identitas dan keluhan
utama pasien, hal penting untuk ditanyakan dalam riwayat penyakit sekarang pasien, antara lain:
apakah rasa sesak yang dialami berlangsung terus menerus sepanjang hari? Kapan rasa sesak
akan muncul? Adakah mengi? Adakah gejala penyerta seperti: demam, batuk, nyeri otot, mual
dan muntah? Dalam riwayat penyakit dahulu dan keluarga dapat ditanyakan: Apakah pasien
memiliki riwayat alergi dan sebelumnya pernah mengalami hal yang sama? Apakah pasien punya
penyakit hipertensi, diabetes? Adakah di keluarga pasien mengalami hal yang sama? Riwayat
pengobatan pasien dan apakah ada perbaikan dari pengobatan yang dilakukan? Riwayat sosial
pasien, yaitu apakah teman kerja atau tetangga pasien ada yang mengalami hal serupa? Riwayat
merokok dan minum minuman beralkohol? Di samping hal-hal ini dapat ditanyakan hal terkait
dengan pekerjaan pasien, seperti: apa pekerjaannya, sudah berapa lama bekerja, di bagian mana
pasien bekerja, bagaimana proses kerja pasien, waktu kerja sehari, apakah memakai alat
pelindung diri (APD), adakah pekerjaan sampingan lain yang dilakukan pasien, apakah ada
perbaikan kondisi pernapasan saat pasien berlibur/berakhir pekan?2
Hasil anamnesis yang didapatkan pada kasus, yaitu: pasien merupakan seorang laki-laki
berumur 40 tahun dengan keluhan utama rasa berat di dada dan napas pendek sejak 1 tahun lalu.
Gejala penyerta pada pasien yaitu demam dan nyeri otot. Pasein diketahui bekerja di pabrik
1

garmen sejak 1 tahun lalu dan keluhan biasanya muncul di hari pertama kerja dari setelah libur
panjang atau akhir pekan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, meliputi: keadaan umum, kesadaran,
pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respiratory rate, dan suhu). Selain itu
pemeriksaan fisik paru dapat dilakukan, meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada
paru dan jantung. Pada pemeriksaan fisik umumnya tidak ditemui kelainan yang khas dari
bisinosis. Pada pasien bisinosis dengan efek kronik biasa memiliki ciri obstruksi jalan napas dan
secara klinis tidak dapat dibedakan dengan bronkhitis kronik dan emfisema.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain: pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan spirometri untuk menguji fungsi paru, foto thoraks, CT scan dan bronkoskopi.3
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah ditujukan untuk mengetahui adanya faktor atopi yang berperan pada
timbulnya gejala penyakit. Hasil pemeriksaan umumnya cenderung menunjukkan adanya
peningkatan dari eosinofil, leukosit dan laju endap darah.4
Uji Spirometri
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui fungsi ventilasi dengan menggunakan alat
spriometer yang mengukur arus udara dalam satuan isi dan waktu. Dengan spirometri ini, dapat
diketahui uji fungsi paru dasar yang meliputi: kapasitas vital (KV), kapasitas vital paksa (KVP),
dan volum ekspirasi paksa (VEP). KV merupakan jumlah udara maksimal yang dapat
diekspirasikan sesudah melakukan inspirasi maksimal, KVP merupakan pengukuran kapasitas
vital pada ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin dan VEP merupakan volume
udara yang dapat diekspirasikan dalam satu detik.
Dalam pemeriksaan spirometri dapat diketahui gangguan yang disebabkan oleh karena
obstruksi paru atau gangguan akibat restriksi paru. Kelainan obstruksi adalah keadaan hambatan
aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran nafas, nilai VEP/KVP <75%.
2

Sedangkan gangguan restriksi adalah gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru
sehingga membatasi pengembangan paru-paru, nilai VEP/KVP <80%.1,5
Pada kasus ini dapat dilakukan pemeriksaan spirometri di hari pertama bekerja, sebelum
bekerja dan sesudah terkena pajanan selama 6 jam di akhir minggu. Pada bisinosis hasil yang
tampak yaitu adanya penurunan FEV1 yang bermakna (10% atau lebih). Hal ini dapat
menunjukkan adanya gangguan obstruksi paru yang akut. Pemeriksaan spirometri juga
bermanfaat untuk mengevaluasi adanya perbaikan terhadap obstruksi dengan melakukan
pemeriksaan sebelum giliran tugas setelah dua hari pasien tidak terpajan.5
Foto Thoraks
Merupakan tes diagnostik yang amat penting terutama untuk pneumokoniosis. Dalam
beberapa keadaan diagnosis penyakit paru sudah dapat ditegakkan dengan foto toraks dan riwayat
paparan yang tepat (silikosis, coal workers pneumonkoniosis ataupun asbestosis dengan kelainan
pleural), meskipun ada penumonkoniosis simptomatis tetapi foto toraks normal.2
Bronkoskopi
Yang dilakukan adalah bronkoskopi dengan transbronkial biopsi atau lavage bronkoalveolar
dapat membantu dalam diagnosis penyakit paru kerja. Biopsi transbronkial untuk mengambil
spesimen untuk diagnosis pneumonitis atau fibrosis interstitial, proses granulomatosa
interstitial (sarkoidosis, beriliosis, pneumonitis hipersensitif, proses keganasan dan
sebagainya). Bahan dari lavase bronko-alveolar dapat dipakai untuk mendeteksi (jenis) partikel
debu penyebab penyakit paru kerja.2
Diagnosis Kerja
Penyakit Paru Akibat Paparan Debu Kapas (Bisinosis)
Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas,
vlas, henep atau sisal. Debu kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik
tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan
kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.5
Masa laten dari penyakit ini dapat terjadi beberapa tahun, yaitu khususnya pada pekerja
dibagian karding dan blowing, sedangkan untuk pekerja lainnya masa laten lebih panjang lagi.
3

Penyebab sesungguhnya masih belum diketahui, namun terdapat beberapa hipotesis mengenai
etiologi bisinosis, antara lain: efek mekanis debu kapan yang terhirup dalam paru, adanya
endotoksin bakteri gram negatif, gambaran reaksi alergi dari pekerja terhadap debu kapas,
adanya zat kimia pada debu kapas yang menimbulkan bronkokonstriksi dan reaksi psikis
pekerja.6
Diagnosis Banding
Pneumonia
Pneumonia adalah terjadinya peradangan paru oleh karena proses infeksi akut yang
penyebab terseringnya Streptococcus pneumoniae. Tanda-tanda fisik pada pneoumonia klasik
didapatkan berupa demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak,
ronki nyaring, suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik primer berupa bronkopneumonia,
pneumonia lobaris, atau pleuropneumonia.2
Pada pemeriksaan darah biasanya ditemukan leukositosis, menandakan adanya infeksi
bakteri, leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Faal hati
mungkin terganggu.2
Pada foto polos thoraks, secara umum tidak mungkin mendeteksi agen penyebab dari
jenis bayangannya. Bagian paru yang terkena menunjukkan adanya peningkatan densitas dengan
eksudat dan cairan inflamasi yang menempati ruang alveolus. Udara yang tetap memgisi bronkus
yang terlibat tampak sebagai lusensi berbentuk garis. Konsolidasi dapat menetap, seringkali
setelah gejala-gejala pasien membaik.7

Asma Bronkial
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang
dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis
adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada
ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang
kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.8 Asma dipengaruhi oleh dua faktor
4

yaitu genetik dan lingkungan. secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik saluran napas
yang menyebabkan hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala
episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam
dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. 9
Karena dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka obat-obat antiinflamasi berguna untuk
mengurangi reaksi inflamasi pada saluran napas. Kortikosteroid merupakan obat antiinflamasi
yang paten dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini dapat diberikan secara
oral, inhalasi maupun sistemik.8
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel.10 Keterbatasan aliran udara ini biasanya progresif dan terkait dengan
respon inflamasi abnormal dari paru terhadap udara atau partikel berbahaya terutama rokok.10
Pada PPOK terjadi peradangan kronis di seluruh pernapasan dan vaskulatur paru. Dalam
trakea, bronki dan bronkioli terdapat sel-sel radang yang menginfiltrasi sel epitel permukaan
sehingga terjadi hipersekresi mukus dan bertambahnya sel goblet. Hal ini menimbulkan batuk
yang produktif. Pada bronki dan bronkioli yang kecil (diameter internal < 2 mm), peradangan
berhubungan dengan adanya remodeling dinding saluran napas, bertambahnya kolagen dan
jaringan parut, serta penyempitan lumen sehingga adanya obstuksi saluran napas yang menetap
dan akhirnya timbul sesak napas. Pada pembuluh darah terjadi penebalan intima dinding
pembuluh darah diikuti proliferasi otot polos dan infiltrasi radang yang menimbulkan perubahan
fisiologis.9
Pasien PPOK mengalami gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di
saluran napas. Pasien dengan PPOK biasanya memiliki riwayat merokok yang lama dan berusia
tua. Gejala klinis PPOK yaitu batuk produktif pada dini hari dan adanya peningkatan sputum
yang purulen jika adanya infeksi (Haemophilus influenza dan Streptococcus pneumonia), sesak
nafas, mengi (meskipun jarang), dan nilai VEP < 80% dan KVP < 70%.7 Ada dua penyakit yang
tergolong dalam PPOK, yaitu: (1.) Bronkitis Kronik, dimana terjadi batuk disertai sputum setiap
hari setidaknya 3 bulan dalam setahun paling sedikit 2 tahun berturut turut. (2) Emfisema,

terjadinya pembesaran rongga udara di sebelah distal bronkiolus terminal (terkecil) disertai
perubahan dekstruktif pada dinding alveolus.9
Bronkitis Kronik
Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan
mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan
pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua
tahun berturut-turut. Etiologi utama dari bronkitis kronik ini adalah merokok dan polusi udara
yang lazim terjadi di daerah industri.9
Gejala dan Manifestasi Klinis
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Gejala pada bisinosis
umumnya berupa bronkokonstriksi yang akan timbul setelah terpajan debu kapas atau debu rami.
Sesak napas biasanya muncul pada hari masuk kerja dan akan berkurang pada hari berikutnya
hingga menghilang di akhir masa kerja. Gejala ini akan terus berulang di hari pertama masuk
kerja sehingga sering disebut sebagai Monday morning sickness. Hal ini dapat dirasakan pada
bisinosis tingkat dini (1/2 dan 1). Gejala lain yang dapat timbul yaitu adanya batuk berulang dan
wheezing. Gejala-gejala ini akan terus berkembang hingga dapat menimbulkan kelainan fungsi
paru seperti bronkitis kronik dan emfisema.5,6 Gejala bisinosis dapat di bagi dalam 4 derajat
berdasarkan intensitas gejalanya, yaitu:6
Derajat 0
Derajat

Tidak ada gejala


Kadang-kadang dada tertekan pada hari

Derajat 1

pertama kerja
Dada tertekan atau sesak napas tiap hari

Derajat 2

pertama minggu kerja


Rasa berat didada dan sukar bernafas tidak
hanya pada hari pertama tapi pada hari lain

Derajat 3

minggu kerja
Gejala seperti derajat 2 ditambah toleransi
terhadap

aktivitas

secara

menetap

dan

pengurungan kapasitas ventilasi


6

Disamping gejala, tingkat penyakit bisinosis juga dapat dibedakan berdasarkan hasil
pemeriksaan fungsi paru ventilasi ekspirasi paksa 1 detik (VEP1), yaitu:6
Tingkat
F0
F1/2
F1
F2
F3

Perubahan Akut

Nilai VEP1, sebagai presentase

<5%
5 - <10%
10% atau lebih
10% atau lebih
10% atau lebih

terhadap prediksi
80%
80%
80%
60-79%
60%

2. Pajanan yang Dialami


Epidemiologi
Bisinosis tidak akan menjadi masalah penting selama perusahaan tekstil baru berumur
beberapa tahun, namun dampak yang luar biasa besar apabila sudah berdiri dalam jangka waktu
yang lama. Angka kesakitan akibat bisinosis dapat mencapai 60-70% dari seluruh pekerja yang
menghadapi risiko.6
Pekerja-pekerja dilingkungan pabrik tekstil, yang mengolah kapas sejak penguraian
kapas, pembersihan, pemintalan dan penenunan memiliki risiko timbulnya bisinosis. Diketahui
bahwa pada bagian tersebut konsentrai debu kapas tidak sama, maka besar risiko juga berbedabeda. Studi klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian bronkitis kronik pada para
pekerja pabrik tekstil sebesar 4,5-26%. Pekerja yang bekerja pada bagian pembersihan kapas
untuk dipintal dan pembersihan mesin memiliki risiko paling tinggi.2

Etiologi
Penyakit akibat Kerja dapat disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan dan manusia.
Faktor-faktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain:6

Faktor fisik, misalnya: penerangan, suara, radiasi, suhu, kelembaban dan tekanan udara,
ventilasi.

Faktor kimia, misalnya: gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, abu terbang dan benda
padat.

Faktor biologi, misalnya: virus dan bakteri baik dari golongan tumbuhan atau hewan.
7

Faktor ergonomi atau fisiologis, misalnya: konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.

Faktor mental-psikologis, misalnya: suasana kerja, hubungan diantara pekerja dan


pengusaha
Pajanan yang di alami pada kasus bisinosis terutama berupa faktor kimia organik, berupa

debu kapas yang berperan sebagai etiologi dari penyakit tersebut. Debu merupakan salah satu
bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara Suspended Particulate
Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Debu industri yang terdapat
di udara dibagi menjadi 2, yaitu: (1). Deposite particulate matter yaitu partikel debu yang hanya
sementara di udara. Partikel ini akan segera mengendap karena daya tarik bumi. (2). Suspended
particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap.6
Nilai ambang batas untuk debu kapas menurut WHO yaitu 0,2 mg/m 3 untuk pemintalan
dan 0,75 mg/m3. Sedangkan penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai
berikut: 1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat
menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis. 2. Partikel diameter 0,5
5,0 mikron terkumpul di paru-paru hingga alveoli, ini dapat menimbulkan efek berupa
bronchitis, alergi, atau asma. 3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat
terabsorbsi ke dalam darah.6
Faktor lain yang dapat ditemu dalam industri tekstil dapat berupa faktor fisis udara panas
dan lembab terutama pada bagian karding dan blowing. Suhu biasanya dapat mencapai 28-36 oC
dengan kelembaban sekitar 80-90% sehingga pendinginan tubuh tidak berjalan dengan baik
karena terhambatnya penguapan keringat. Kebisingan juga dapat menjadi faktor fisis karena
umumnya pekerja dibagian pemintalan dan penenunan sering ditemukan intensitas bunyi
melebih 85 dB.6
Pajanan kimia yang digunakan dalam industri tekstil untuk meningkatkan kualitas serat
juga dapat bersifat korosif. Pelarut warna dapat menjadi hal yang memiliki efek mengganggu
kesehatan dan menyebabkan penyakit akibat paparan terhadap kulit dan paparan uap terhadap
paru pada bagian finishing yang menimbulkan keluhan pusing pada pekerja.6
Faktor biologis yang perlu diwaspadai adalah infeksi bakteri yang hidup dalam kapas
kotor tersebut. Bakteri penyebab yang mungkin ditemukan adalah Achromobacter cloaceae yang
biasa hidup di tanah basah. Gejala yang ditimbulkan tidak berbeda dari pneumonia akut.6

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit


Patofisiologi
Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia mempunyai ukuran 0,1 mikron
sampai 10 mikron. Pada hidung dan tenggorokan bagian bawah ada cilia yang berfungsi
menahan benda-benda asing seperti debu dengan ukuran 5-10 mikron yang kemudian
dikeluarkan bersama sekret waktu nafas. Partikel-partikel debu yang berdiameter lebih dari 15
mikron tersaring keluar pada saluran nafas bagian atas. Partikel 5-15 mikron tertangkap pada
mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar,
selanjutnya akan ditelan. Bila partikel ini mengiritasi saluran nafas, atau melepaskan zat-zat yang
merangsang respon imun, dapat timbul penyakit pernafasan misalnya bronkhitis. Partikel 0.5-5
mikron melewati sistem mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta alveoli. Dari sana
debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan dihantar kembali ke system
limfatik atau sistem mukosiliar. Partikel berdiameter kurang dari 0.5 mikron kemungkinan tetap
mengambang dalam udara dan tidak di retensi. Partikel-partikel panjang atau serta yang
berdiameter kurang dari 3 mikron dengan panjang sampai 100 mikron dapat mencapai saluran
nafas terminal, namun tidak dibersihkan oleh makrofag, akan tetapi partikel ini mungkin pula
ditelan oleh lebih dari satu makrofag dan dibungkus dengan protein sehingga terbentuk abses.6
Secara ringkas dapat dikatakan reaksi yang timbul akibat debu yang terinhalasi pada paru
tergantung pada sifat alamiah kimia dari debu, ukuran debu, distribusi dari debu yang terinhalasi,
kadar partikel debu, lamanya paparan, kerentanan individu dan pembersihan partikel debu.6
Disamping itu debu kapas juga dapat menimbulkan reaksi alergi sebagaimana debu yang
lain seperti serpihan kayu, tenun, wol dan kapur. Hal ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I
dimana debu kapas yang menempel pada permukaan mukosa saluran nafas disertai dengan media
reaksi immunoglobulin E (lgE) akan mengikat sel mukosa yang dapat berakibat sel mukosa akan
melepaskan bahan vasoaktif termasuk histamin. Reaksi alergi ini menyebabkan terjadinya
bronkonstriksi, peningkatan sekresi mukus, dan permeabilitas kapiler sebagai akibat dari rekasi
histamin yang dilepaskan.6
4. Pajanan Cukup Besar
Kadar partikel debu yang rendah dalam udara inhalasi, dapat dibersihkan secara komplit,
namun semakin tinggi kadarnya maka semakin banyak dalam mengalami deposisi dalam paru.
9

Angka-angka prevalensi bisinosis antara 20-50% telah dilaporkan pada ruang penyisiran
(cadroom) kapas dengan kadar debu respirasi antara 0,35 mg/m3, dan 0,60 mg/m3. Prevalensi
kurang dari 10% ditemukan pada ruang dengan kadar debu respirasi kurang dari 0,1 mg/m 3.
Penurunan VEPI pertahun lebih besar didapatkan diantara para pekerja tekstil dengan riwayat
paparan debu yang lama, bila dibandingkan dengam subjek yang tidak terpapar. Perokok juga
lebih rentan terhadap bisinosis dan mungkin mengalami bentuk lanjut dari penyakit ini. Lamanya
paparan dan kerentanan individu yang terpapar perlu diperhatikan.6
5.

Faktor Individu
Status kesehatan fisik dari masing-masing individu, mempengaruhi berat-ringannya

penyakit bisisnosis. Pada penderita bisinosis yang mempunyai riwayat atopi atau alergi,
kebiasaan olahraga yang jarang bahkan tidak pernah atau riwayat penyakit dalam keluarga yang
lain, dapat menimbulkan gejala yang lebih berat serta memperburuk keadaan bisinosis yang
dialami. Kerentanan masing-masing individu juga mempengaruhi cepat-lambat munculnya
bisinosis ini.
Demikian juga dengan higene perorangan sangat penting dalam timbulnya penyakit ini.
Higene perorangan yang baik, meminimalisasikan adanya pajanan yang dapat masuk dalam
tubuh seseorang. Semakin meningkatnya umur maka lebih rentan terhadap suatu penyakit.
Kerentanan individu ini sulit di perkirakan karena individu yang berbeda dengan paparan yang
sama akan menimbulkan gambaran berbeda bahwa peranan saraf otonom cukup penting dalam
respon terhadap iritan. Gangguan keseimbangan antara rangsangan vagus dan simpatolitik
tampaknya mempengaruhi sensitivitas seseorang terhadap rangsang debu. Diperkirakan juga
dalam paparan terhadap debu dapat merusak epithelium saluran napas, sensitasi reseptor sensoris
sehingga dapat meningkatkan reflex bronkokonstriksi.
6. Faktor lain di Luar individu
Selain dari pada kualitas dan kuantitas paparan dalam pekerjaan, bisisnosis juga dapat
ditimbulkan dari faktor lain diluar pekerjaan seperti kebiasaan, pekerjaan dirumah ataupun
pekerjaan sambilan.
Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap bisinosis oleh karena
zat yang terkandung di dalam nya dapat merusak sistem pertahanan alamiah dalam tubuh kita,
10

sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, selain itu rokok juga dapat memperberat
kondisi pasien terhadap penyakit, bahkan dengan merokok seseorang lebih mungkin mengalami
bentuk lanjut dari pada bisinosis itu sendiri dan bahkan mempercepat timbulnya komplikasi yang
lebih berat. Pekerjaan dirumah ataupun pekerjaan sambilan yang berkaitan dengan adanya
paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor munculnya penyakit bisinosis.
Adanya kelainan pada selaput lendir akan menimbulkan gejala berupa penyumbatan.
Sedangkan emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif yang melibatkan kerusakan pada
kantung udara (alveoli) di paru, sehingga membuat pasien sulit bernapas/sesak napas.
Tatalaksana
Pengobatan terpenting pada bisinosis adalah menyingkirkan pajanan dari lingkungan
kerja yang potensial tinggi. Dalam pelaksanaannya biasanya akan dilakukan rotasi dalam kerja.
Uji faal paru serial perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan faal paru masing-masing. Tidak
ada obat spesifik untuk bisinosis. Apabila terjadi tanda-tanda obstruksi maka dapat diberikan
bronkodilator seperti teofilin dengan dosis oral 150 mg 3-4 kali sehari.2
Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu upaya
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pada upaya pencegahan primer terdiri dari pencegahan
promotif dan prefentif. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu: penyuluhan kepada tenaga kerja
mengenai penggunaan APD saat bekerja, penyuluhan mengenai kesehatan para tenaga kerja
berdasarkan pekerjaan yang dilakukannya, kebersihan perorangan, makanan yang nilai gizinya
sesuai dengan jenis pekerjaan, gerak badan untuk kesehatan (olahraga), pertolongan pertama
pada kecelakaan, perilaku K3 yang baik dan lain-lain.1
Pada pencegahan sekunder, hal yang dapat dilakukan, antara lain: 1. memelihara
kerumahtanggaan yang baik di perusahaan, sehingga serat kapas udara tempat bekerja berada
pada kadar aman. Pengambilan sampel serat debu kapas menggunakan alat pengambil sampel
khusus yang dapat memisahkan debu kapas respirabel dan yang tidak respirabel. 2. Pembersihan
mesin karding sebaiknya dengan pompa hampa udara, jadi tidak secara mekanis yang
menyebabkan berhamburannya debu serat kapas. 3. Membersihkan lantai dengan sapu tidak
boleh dilakukan karena menyebabkan udara berdebu. 4. Ventilasi dengan meniupkan udara ke
11

ruang kerja (ventilasi umum) tidak dilakukan, sebaiknya digunakan ventilasi yang menghsiap
udara.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan cara: 1. Pemeriksaan kesehatan pekerja
sebelum bekerja, terutama tidak mempekerjakan calon pekerja dengan penyakit paru, seperti
TBC paru, asma bronkial, bronkhitis kronik, atau PPOK. 2. Pemeriksaan kesehatan berkala
dengan melakukan wawancara rinci mengungkapkan keluhan alat pernapasan dan melakukan uji
fungsi paru terutama ventilasi ekspirasi paksa guna mendapat data awal dari perubahan fungsi
paru selama bekerja untuk deteksi penyakit stadium dini. 3. Pekerja yang memiliki bisinosis
harus segera dihentikan pemaparannya dengan depu serat kapas atau debu penyebab bisinosis
lainnya dengan melakukan rotasi atau penempatan pada pekerjaan yang udara ruang kerjanya
tidak dicemari oleh debu kapas.6
Kesimpulan
Bisinosis merupakan penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu
kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Gejala klinis
bisinosis biasanya sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari awal bekerja yang
sering disebut Monday morning sickness. Pengobatan yang terpenting adalah menghilangkan
sumber pemaparan dari bahan penyebab, untuk meringankan gejala. Bisinosis dapat dicegah
dengan promosi kesehatan, pemakaian alat pelindung diri dan cara mengurangi kadar debu di
dalam pabrik pengolahan tekstil melalui perbaikan mesin atau sirkulasi udara.

Daftar Pustaka
1. Kurniawidjaja ML. Program perlindungan kesehatan respirasi di tempat kerja manajemen
risiko penyakit paru akibat kerja. JRI 2010;30(4):217-29.
2. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrta MK, Setiati S. Pneumonitis dan penyakit paru
lingkungan. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed. 5. Jakarta : Interna Publishing;2009.
p. 2196-9, 2230-47, 2256-7, 2279-91.
3. Bickley LS. Pemeriksaan torak dan paru. Dalam: Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat
kesehatan Bates. Ed.5. Jakarta : EGC. 2008. p.110

12

4. Dube KJ, Ingale TL, Ingle TS. Respiratory impairment in cotton-ginning workers exposed to
cotton dust. JOSE 2013;19(4):55160.
5. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC;2010.p.85-6.
6. Sumamur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta : Sagung Seto;2014.p.31822.
7. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.32-9.
8. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon 2008 November;
58(11):444-51.
9. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis in: Lecture notes. Ed.6. Jakarta:
Erlangga;2007.p.274-85.
10. Oemiati R. Kajian epidemologis penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Media Litbangkes

2013 Maret 7;23(2):82-8.

13

Anda mungkin juga menyukai