Case Hemofilia - Rymm
Case Hemofilia - Rymm
Nama Mahasiswa
: Ryan Fernandi
NIM
: 030.10.243
Tanda tangan
I.
IDENTITAS PASIEN
DATA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan
Asuransi
No. RM
II.
PASIEN
AYAH
IBU
An. M
Tn. W
Ny. S
8 tahun
40 tahun
37 tahun
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Ds. Margapadang RT/RW: 008/001, Tarub, Tegal
Islam
Islam
Islam
Jawa
Jawa
Jawa
Akmil
D3
Tentara
IRT/Tenaga Kesehatan
Rp. 8.000.000 per bulan
Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
BPJS Non-PBI
789808
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada
hari Selasa, 22 September 2015, pukul 13.30 WIB, di bangsal PWK Atas RSUD
Kardinah.
a. Keluhan Utama
Kulit preputium tidak dapat ditarik secara penuh.
b. Keluhan Tambahan
Sering mimisan sejak 2 tahun yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar orang tuanya ke Poli Anak RSUD Kardinah Tegal pada
tanggal 19 September 2015 pukul 12.35 WIB dengan keluhan kulit preputium tidak
dapat diretraksi secara penuh dan ingin disunat, keluhan seperti nyeri pada saat
berkemih, BAK sering menetes dan tidak tuntas disangkal. Selain itu pasien juga
sering mimisan sejak umur 6 tahun, pada saat itu pasien dapat mimisan hingga
5x/hari, kemudian pasien diperiksakan ke dokter THT, oleh dokter THT diberi obat
dan diperbolehkan pulang. Kemudian kedua orang tua pasien membawa pasien ke
dokter spesialis Anak, oleh dokter Anak dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium PT/APTT. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan
bahwa hasil APTT memanjang yang kemungkinan disebabkan oleh karena hemofilia
dan dianjurkan ke RSUP DR.Kariadi Semarang untuk memastikan diagnosa
tersebut. Keluhan lain seperti bengkak dan nyeri pada sendi sendi serta sering
memar tanpa sebab yang jelas disangkal, bila terdapat luka perdarahan juga cepat
terhenti, setelah cabut gigi pun perdarahan cepat berhenti. Antara umur 6 hingga 8
tahun pasien tidak pernah kontrol lagi ke dokter Anak untuk masalah hemofilia,
selama itu juga pasien masih sering mimisan 1x dalam 1 3 bulan.
Karena
ingin
disunat
barulah
kedua
orang
tua
pasien
kembali
kurang dari 15 menit. Kemudian pada saat umur 3 dan 6 tahun anak juga kembali
mengalami kejang, didahului oleh demam, bersifat umum dan kurang dari 15 menit.
Telah dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan EEG dan didapatkan hasilnya normal.
Tidak ada riwayat alergi obat atau makanan sebelumnya, tidak ada riwayat operasi.
Riwayat penyakit lain, seperti asma, kurang darah, penyakit jantung, dan sebagainya
disangkal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga di rumah yang mengalami hal yang sama seperti
pasien. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki alergi pada obat-obatan atau
makanan tertentu. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat asma ataupun
alergi tertentu.
f. Riwayat Lingkungan Perumahan
Kepemilikan rumah yaitu rumah sendiri milik sendiri. Rumah berukuran 6 x
12m, beratap genteng, berlantai semen, dan berdinding tembok. Dasar atap terpasang
plafon. Kamar tidur berjumlah 3, kamar mandi berjumlah 1, terdapat dapur dan
terdapat ruang keluarga. Penerangan rumah bersumber listrik dan sumber air minum
dari air galon. Jarak septic tank dengan rumah sekitar 10 meter. Limbah rumah
tangga tersalur di selokan di dalam rumah dengan aliran lancar. Selokan dibersihkan
sebulan sekali. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak
dinyalakan pada siang hari. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak
pengap.
Kesan: Keadaan rumah sanitasi, ventilasi dan pencahayaan baik.
g. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai tentara dan ibu pasien sebagai tenaga kesehatan
serta ibu rumah tangga, penghasila kira kira Rp. 8.000.000. Orang tua
menanggung nafkah 2 orang yaitu 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh
BPJS.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi cukup.
h. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal
Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur di dokter SpOG sebulan sekali.
Tidak mendapatkan suntikan TT. Pernah di USG >2x selama kehamilan oleh dokter
SpOG. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan
3
Tempat kelahiran
: Kamar Operasi
Penolong persalinan
: Dokter SpOG
Cara persalinan
: SC
Masa gestasi
: 40 minggu G2P1A0
Air ketuban
: Jernih
: 3450 gram
: 50 cm
Lingkar kepala
: Ibu lupa
Langsung menangis
: Ya
Nilai APGAR
:789
Kelainan bawaan
: Tidak ada
Penyulit/ komplikasi
: Oligohidramnion
: Ibu lupa
o Tengkurap
: 2,5 bulan
o Mengangkat kepala
: Ibu lupa
o Duduk
: 6 bulan
o Merangkak
: 8 bulan
o Berdiri
: 10 bulan
o Berjalan
: 11 bulan
o Berlari
: 1 tahun 2 bulan
o. Riwayat Imunisasi
VAKSIN
BCG
DASAR (umur)
Saat
ULANGAN (umur)
-
lahir
5
DPT
2 bln
4 bln
6 bln
2 thn
5 thn
POLIO
Saat
2 bln
4 bln
2 thn
5 thn
6 thn
lahir
(Td)
CAMPAK
9 bln
1 thn
2 thn
6 thn
HEPATITIS B
Saat
1 bln
6 bln
lahir
Keterangan:
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
Tekanan darah
: tidak dilakukan
Nadi
Laju nafas
: 18x/menit
Suhu
: 36,50 C (aksila)
c. Data Antropometri
Berat badan sekarang
: 25 kg
: 125 cm
Lingkar kepala
: 51 cm
d. Status Internus
Kepala
Rambut
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorok
Leher
Axilla
Thorax
Pulmo:
Cor:
Perkusi:
Batas atas
Batas Kiri
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Akral Dingin
Akral Sianosis
CRT
Oedem
Tonus Otot
Trofi Otot
IV.
Inferior
-/-/<2
-/Normotonus
Normotrofi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah 14 September 2015 jam 21.21 WIB (RSI Harapan Anda)
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
12.6
g/dL
11.8 15.0
Leukosit
8.87
10^3/ul
4.5 13.5
Netrofil
49.1
32-52
Limfosit
37.7
30-60
Monosit
9.5
2-8
Eosinofil
3.2
1-3
Basofil
0.5
0-1
Hematokrit
35.9
35 43
Trombosit
501
10^3/ul
150 440
Eritrosit
4.77
10^6/uL
4.0 5.3
RDW
12.3
11.6 14.8
MCV
75.3
fL
69 93
MCH
26.4
pg
22 34
MCHC
35.1
g/dL
32 36
SEROIMUNOLOGI
HBsAg
NEGATIF
NEGATIF
Anti HBs
299
mIU/mL
>12 POSITIF
PT
9.3
detik
9.9-11.8
Kontrol PT
8.1
detik
8.1-10.9
APTT
59.6
detik
25-31.3
Kontrol APTT
26.6
detik
22.1-29.9
KOAGULIASI
Laboratorium Darah 17 September 2015 jam 11.53 WIB (RSUP Dr. Kariadi)
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Faktor VIII
166.5
70-150
Faktor IX
32.3
70-120
V.
Pemeriksaan
Hasil
Non-reaktif
Satuan
Nilai Rujukan
Non-reaktif
PEMERIKSAAN KHUSUS
9
Berat badan 25 kg
10
11
IV.
V.
MASALAH
a. Epistaksis berulang
b. APTT memanjang
c. Faktor VIII rendah
DIAGNOSA BANDING
1.
Diathesa Hemoragik
a. Koagulopati : Hemofilia
b. Vaskulopati : HSP, SLE
c. Trombopati : ITP, DHF
2.
Status gizi
a. Status gizi baik
b. Status gizi kurang
c. Status gizi buruk
VII.
DIAGNOSA KERJA
1. Hemofilia B
2. Status gizi baik
VI. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
RL 20 tpm
Non-medikamentosa
Tirah Baring
Observasi KU, tanda vital
12
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
IX.
PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal
13
Genitalia: fimosis
Genitalia: Fimosis
Fimosis
Fimosis
Hemofilia B ringan
Hemofilia B ringan
Medikamentosa:
Medikamentosa:
IVFD RL 15 tpm
IVFD RL 20 tpm
Konsul Bedah
Konsul Anestesi
Tanggal
S
14
Post-op sircumcisi
Post-op sircumcisi
Hemofilia B ringan
Hemofilia B ringan
Medikamentosa pre-op
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Transamin 3x 1 tab
Medikamentosa post-op
IVFD RL 20 tpm
Obat pulang
Kalmicetine 1 tube
Cefadroxil 3 x 500mg
Transamin 3 x 1 tab
Transamin 3 x tab
ANALISA KASUS
Diagnosis Fimosis dan Hemofilia B ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik yang dilakukan.
1. Fimosis
Masalah
Interpretasi
Anamnesis
15
Fimosis
adalah
inabilitas
untuk
meretraksi preputium yang melingkupi
glans penis.
Severitas fimosis (Meuli et al, 1994)
- Grade I
Preputium dapat di-retraksi dengan
adanya cincin stenosis
- Grade II
Preputium dapat di-retraksi secara
parsial (glans penis)
- Grade III
Preputium dapat di-retraksi secara
parsial (meatus)
- Grade IV
Tidak dapat di-retraksi
2. Hemofilia B
Masalah
Interpretasi
Anamnesis
Mimisan berulang sejak usia 6 tahun, Terdapat gangguan dari diatesa hemoragik
yang dapat disebabkan oleh macam-macam
kira-kira 1x dalam 1-3 bulan
Riwayat bengkak pada sendi-sendi, faktor, seperti: faktor pembekuan darah,
memar tanpa sebab yang jelas,
16
Pemeriksaan Penunjang
APTT memanjang
Faktor IX rendah
TINJAUAN PUSTAKA
HEMOFILIA
PENDAHULUAN
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang pertama
dikenal dan sudah banyak diketahui sejak tahun 1911. Pada waktu itu penyakit hemofilia
sudah diketahui sebagai akibat gangguan pembekuan darah bawaan laki-laki yang diturunkan
seorang wanita sehat.1
Faktor pembekuan sendiri diperlukan untuk menghentikan perdarahan setelah terjadi
trauma dan juga untuk mencegah terjadinya perdarahan spontan. Seorang penderita hemofilia
tidak memiliki faktor pembekuan yang cukup banyak di dalam darahnya.2
Istilah hemofilia hanya terbatas pada pengertian ada perdarahan masif pada anak lakilaki dengan masa pembekuan darah yang memanjang. Ternyata definisi dan batasan ini tidak
tepat sehingga mengalami perubahan, ternyata tidak semua penderita hemofilia disertai masa
17
pembekuan yang memanjang. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan masa pembekuan darah
tidak sensitif atau kurang peka.1
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, selain hemofilia A yang
disebabkan kekurangan FVIII atau faktor anti hemofilia, pada tahun 1952 ditemukan
hemofilia B yang disebabkan FIX atau faktor Christmas dan pada tahun 1953 ditemukan
hemofilia C disebabkan kekurangan faktor XI.1
DEFINISI
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang pertama
dikenal dan sudah banyak diketahui sejak tahun 1911. Pada waktu itu penyakit hemofilia
sudah diketahui sebagai akibat gangguan pembekuan darah bawaan laki-laki yang diturunkan
seorang wanita sehat.1
EPIDEMIOLOGI
Laporan dari badan dunia menyebutkan insidensi hemofilia A berkisar antara 1
kasus/5000 laki-laki, dan diperkirakan 1/3 diantaranya tidak didapatkan riwayat keluarga
dengan hemofilia. Hemofilia B berkisar antara 1 kasus/25.000 laki-laki, merupakan dari
seluruh kasus hemofilia.3
Insidensi hemofilia A di Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 1 kasus diantara
5000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Insidensi hemofilia B berkisar antara 1 kasus diantara
30.000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Di Amerika Serikat prevalensi hemofilia A berkisar
antara 20,6 kasus diantara 100.000 laki-laki dan 60% diantaranya berat. Sedangkan untuk
hemofilia B berkisar antara 5.3 kasus/100.000 laki-laki, 44% diantaranya berat.3
Sementara itu menurut Rebecca Elstrom (2002) dari University of Pennsylvania
Medical Center Philadelphia, insidensi hemofilia A pada pria adalah 1 : 5.000, dan insidensi
hemofilia B berkisar 1 : 32.000 pria.4,5
Sedangkan untuk hemofilia C prevalensi tertinggi diderita orang-orang Ashkenazi
Jews (di Israel, diperkirakan sekitar 8%). Di Inggris, 383 pasien menderita hemofilia C dari
sekitar 59 orang penduduk. Di Perancis terdapat 39 penderita diantara 290.000 penduduk.6
Prevalensi hemofilia terendah pada orang Cina. Sedangkan jika ditinjau dari jenis
kelamin, karena hemofilia dikaitkan dengan sex-linked koagulopati yang berkaitan dengan Xlinked; maka prialah yang terkena, wanita hanya menjadi karier yang berkaitan dengan
gennya dan biasanya tidak didapatkan adanya manifestasi gangguan perdarahan.3
18
ETIOLOGI
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada pasangan kromosom.
Defek genetik ini berpengaruh pada produksi dan fungsi dari faktor pembekuan. Semakin
sedikit faktor pembekuan tersebut maka semakin berat derajat hemofili yang diderita.
Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor VIII, sedangkan hemofilia B
disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor IX.7
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat timbul secara
spontan ketika kromosom yang normal mengalami abnormalitas (mutasi) yang berpengaruh
pada gen untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang mewarisi mutasi tersebut dapat
lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya sebagai carrier.7
Sementara itu untuk hemofilia C disebabkan defisiensi kongenital faktor XI yang
disebabkan mutasi gen faktor XI. Hal ini dapat terlihat dari 6 orang Ashkenazi Jewish,
dimana pada pasien hemofilia C tersebut terlihat adanya mutasi gen faktor XI. Akibat dari
mutasi ini terjadi kegagalan produksi protein aktif yang berkaitan dengan disfungsi molekul
faktor pembekuan.6
PATOFISIOLOGI
Mekanisme pembekuan normal pada dasarnya dibagi 3 jalur yaitu:1
1. Jalur intrinsik, jalur ini dimulai aktivasi F XII sampai terbentuk F X aktif.
2. Jalur ekstrinsik, jalur ini mulai aktivasi F VII sampai terbentuk F X aktif.
3. Jalur bersama (common pathway), jalur ini dimulai dari aktivasi F X sampai terbentuknya
fibrin yang stabil.
Faktor XII
Faktor XI
Faktor IX
Faktor trombosit 3
Tromboplastin
jaringan
Faktor VII
Faktor X
Faktor V
Faktor IV
Intrinsik
Protrombin
Ekstrinsik
Trombin
mempunyai dua komponen aktif, suatu enzim yang mengakibatkan faktor VII dan suatu
fosfolipid. Sistem pembekuan ekstrinsik dapat pula bekerja di dalam pembuluh darah, karena
endotelnya mengandung tromboplastin jaringan. Sistem pembkuan intrinsik mula-mula
dipicu melalui aktifasi faktor XII (Hageman) antara lain oleh sejumlah kecil tromboplastin
jaringan, faktor trombosit (PF3) atau serabut kolagen, sedangkan dalam tabung reaksi
sentuhan pada permukaan asing (gelas). Faktor XIIa (aktif) kemudian mengubah faktor XI
menjadi bentuk aktifnya (XIa) dan selanjutnya mengubah faktor IX (PTC) menjadi faktor
Ixa. Faktor IXa ini bergabung dengan faktor VIIIa (AHG yang diaktifkan oleh trombin) dan
bersama-sama akan mengaktifkan faktor X dengan adanya fosfolipid dan ion Ca++.
Kemudian faktor Xa mengubah protrombin menjadi trombin dan ini akan mengubah
fibrinogen menjadi fibri monomer yang labil dan akhirnya oleh faktor XIII dan trombin
diubahj menjadi fibrin polimer yang stabil.
Jalur intrinsik
Jalur ekstrinsik
PK
HMWK
XII
XIIa
XI
XIa
IX
Tissue factor
IXa
VIII
PG
Ca
VIIa
Ca
VII
Xa
V
Pf
3
Ca
Protrombin
Fibrinogen
Trombin
Fibrin
Faktor VIII adalah glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi FVIII
dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. di dalam sirkulasi FVII akan membentuk
kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willibrand adalah protein berat molekul
besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit. Fungsinya sebagai protein pembawa
20
FVIII dan melindunginya dari degradasi proteolisis. Di samping itu faktor von Willebrand
juga berperan pada proses adhesi trombosit. Faktor VIII berfungsi pada jalur intrinsik sistem
koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk F IXa dalam proses aktivasi F X (lihat skema
koagulasi). Pada orang normal aktifitas faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia
A, aktifitas F VIII rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang kadarnya
meningkat jika terdapat kerusakan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar F VIII yang
tinggi merupakan faktor resiko trombosis. Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk
di hati dan memerlukan vitamin K untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup
vitamin K atau ada antagonis vitamin K, maka yang terbentuk adalah protein yang mirip F IX
tetapi tidak dapat berfungsi. Gen yang mengatur sintesis F IX juga terletak pada kromosom
X. Faktor IX berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu mengaktifkan faktor X
menjadi Xa (lihat skema koagulasi). Nilai rujukan aktifitas F IX berkisar 50-150%. Aktifitas
F IX rendah dijumpai pada hemofilia A, defisiensi vitamin K, antikoagulan oral, penyakit
hati.8
MANIFESTASI KLINIS
Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh kadar F VIII C
di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 4 golongan:1,9,10
a. Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2%
Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis) sering
terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
b. Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5%
Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi walaupun
jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat.
c. Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25%
Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan. Perdarahan
biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma.
d. Sub hemofilia
Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia. Kadar F VIII C 26-50%.
Biasanya tidak disertai gejala perdarahan. Gejala mungkin terjadi sesudah suatu operasi
besar dan lama.
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan ke dalam
ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya seperti lengan dan
21
bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka kecil atau spontan dalam
sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia, mengalir dengan cepat mengisi ruangan
sendi. Penderita dapat merasakan permulaan timbulnya perdarahan pada sendi ini karena ada
rasa panas. Akibat perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat, menetap disertai engan spasme
otot, dan gerakan sendi yang terbatas. Karena perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan
sendi terus meningkat dan menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah
kondral. Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen.3
Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi peradangan
dan penebalan jaringan sinovia, kemudian terjadi atropi otot. Keadaan kontraksi sendi yang
stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya. Akhirnya kartilago dan substansi
tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus yang permanen menyebabkan hilangnya gerakan
sendi. Bisa juga terjadi hipertrofi karena radang sinovia kronik dan menghasilkan
pembengkakan sendi yang persisten tanpa disertai nyeri yang nyata.3
Selain hemarthrosis, ada sebuah fenomena perdarahan yang terlambat (delayed
bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini biasanya
ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan berhenti dan sesudah
beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, perdarahan timbul kembali. Hal ini dapat
diterangkan, pada permulaan trombosit dan pembuluh darah dapat menghentikan perdarahan
untuk sementara, tetapi karena jaringan fibrin tidak ada atau kurang terbentuk untuk menutup
luka maka timbul perdarahan kembali.1,9
Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan manifestasi hemofilia
yang paling umum. Lesi ini biasanya dimulai sebagai akibat trauma dan menyebar mengenai
satu daerah yang luas dan sering tanpa ada perbedaan warna kulit diatasnya. Perdarahan
jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa menyebabkan komplikasi yang serius
karena jalan napas bisa tertekan; dan bahkan menyebabkan kematian. Perdarahan di bawah
leher ini dapat terjadi sesudah anestesi mandibular, punksi vena jugular.1,9
Pada penderita hemofili C, pada pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali jika
terjadi manifestasi perdarahan. Pada beberapa tempat dapat terjadi memar-memar. Pasien
juga kadang mengeluhkan demam, kelemahan, dan takikardia jika terjadi perdarahan yang
masif.6
PEMERIKSAAN
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita hemofilia A, B dan
C, diantaranya:3,6
1. Pemeriksaan laboratorium:
22
Derajat berat ringannya hemofilia didasarkan pada konsentrasi FVIII atau FIX di
dalam plasma.
o Kadar beberapa faktor tersebut berlawanan dengan kadar dalam plasma dari orang
o
2. Pemeriksaan pencitraan:
23
konvensional, terutama terdapat pada pasien yang tidak diobati atau diobati dengan
tidak adekuat atau jika sering terjadi perdarahan sendi yang berulang.
Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan dengan
efusi akut atau kronik. Namun tehnik ini tidak didapat digunakan untuk evaluasi
3. Pemeriksaan histologis
Perdarahan sendi
yang
berulang
dengan
pemeriksaan
histologis
akan
DIAGNOSIS
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan,
pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang
terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time
masa protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan
dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemeriksaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit,
uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan Ttdalam batas normal. Pemanjangan APTT
dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalut intrinsik sistem
pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah
satu faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang menguji
jalur intrinsik sistem pembekuan darah.8
DIAGNOSA BANDING
24
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan mana yang kurang
dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau dengan diferensial
APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas masing-masing faktor. Untuk
mengetahui aktifitas F VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A
aktifitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktifitas F IX rendah.8
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari
penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktifitas F VIII yang
rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor von
Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga akan berkurang, karena
tidak ada yang melindunginya dari degradasi proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von
Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena proses adhesi
trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan pemanjangan masa perdarahan aPTT, aPTT bisa normal atau memanjang dan
aktifitas F VIII bisa normal atau rendah. Disamping itu akan ditemukan kadar serta fungsi
faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa
perdarahan normal, kadar dan fungsi von Willebrand juga normal.8
KOMPLIKASI
Sebelum penggunaan terapi pengganti diketahui, pasien dengan hemofilia berat A dan
B, memiliki kesempatan hidup yang pendek dan kualitas hidup yang rendah berkaitan dengan
terjadinya artropati hemofilia. Beberapa komplikasi yang sering terjadi antara lain:1,3
Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. Kematian pertama kali dilaporkan
tahun 1980 yang berkaitan dengan hemofilia dan HIV. Rata-rata serokonversi lebih dari
75% untuk penyakit yang berat, 46% untuk yang moderat, dan 25% untuk penyakit yang
ringan. Pada kasus hemofilia berat, serkonversi yang diobservasi rata-rata 46%. Di
Amerika Serikat kematian akibat hemofilia meningkat dari 0,4 kematian per 1 juta
penduduk dari tahun 1979-1981 menjadi 1,2 kematian per 1 juta penduduk pada tahun
1987-1989. penyebab kematian terutama disebabkan perdarahan intrakranial dan
25
Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini menyebabkan kematian.
Perdarahan lainnya yang dapat timbul terutama pada jaringan lunak akibat obstruksi
khususnya pada orang-orang dengan defisiensi parsial. Manifestasi perdarahan baru muncul
kalau terdapat defisiensi aktifitas faktor XIC kurang dari 20 U/dL. Sebagian besar penderita
mengalami perdarahan spontan setelah tindakan pembedahan. Demikian juga dengan
bertambahnya fibrinolisis setelah aktifitas pencabutan gigi atau tonsilektomi atau operasi
traktus genitalis. Komplikasi lain yang sering timbul adalah perdarahan yang berat dalam
bentuk menoragia.6
PENATALAKSANAAN
Pengobatan kriopresipitat pada penderita hemofilia disesuaikan dengan berat
ringannya perdarahan. Pada perdarahan ringan bila kadar F VIII mencapai 30% sudah cukup
untuk menghentikan perdarahan. 1
Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan pada perdarahan berat
memerlukan F VIII 100%. Jumlah kriopresipitat yang dibutuhkan dapat dihitung dengan
ketentuan bahwa 1 u F VIII/kgBB akan menaikkan kadar F VIII 2%. Sedangkan untuk F IX,
1 u/kgBB akan menaikkan kadar F IX 1%. Rata-rata standard orang normal ialah 1 u/ml
adalah sama dengan 100%. Tabel berikut akan menjelaskan pengobatan hemofilia dengan
kriopresipitat.1
Komponen utama krioprisipitat adalah faktor VIII atau anti hemophylic globulin.
Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena berkurangnya AHG di dalam
darah penderita hemofili A. Faktor VIII atau AHG ini tidak bersifat genetic marker antigen
seperti granulosit, trombosit atau eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang dapat
menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat inhibitor terhadap faktor VIII karena itu
pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal, tetapi diberikan sesuai dosis optimal
untuk suatu keadaan klinis. Untuk jelasnya terlihat dalam tabel kutipan ini.15
Tabel 1. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili
Kadar faktor VIII (%)
Simptom
26
<1
1-5
5-25
25-30
Tabel 2. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili
Lesi
Hemarthrosis
normal)
BB)
15 20%
10-15
20-40%
15-20
80-100%
40-50
ringan,
hematoma
Hemarthrosis berat dan
hematoma
otot
di
daerah-daerah penting
Operasi besar
perdarahan
diinginkan (%)
Ringan
30%
Sedang
50%
Dosis F IX (u/kg/bb)
diperlukan diberikan
seterusnya 10 u/kgBB
2-4 hari
dilanjutkan 10-15
seterusnya 10 u/kgBB
tiap 12 jam
100%
u/kgBB diteruskan
sedang
mL/kg IV, yang selanjutnya diberikan 3-6 mL/kg 4 kali 12 jam setelah hemostasis terjadi.
Selama pemberian harus selalu dimonitor overload cairan terutama pada anak-anak kecil;
adanya reaksi alergi; premedikasi yang diberikan adalah acetaminophen dan anti histamin
(seperti diphenhydramine) untuk mengurangi reaksi alergi. (6)
Para ahli saat ini telah mengembangkan pengetahuan dalam kerangka terapi hemofilia
dengan spesifikasi khusus dari beberapa jenis trauma perdarahan antara lain:13
1. Trauma kepala
Trauma ringan (kalau dari pemeriksaan neurologis nomal) namun disini keluarga
tetap diminta untuk berhati-hati dan tetap diberikan koreksi terhadap perdarahan yang
terjadi.
Trauma yang signifikan (seperti jatuh dari tangga, jatuh saat bermain dan lain-lain),
walau tanpa ada gejala yang berat. Maka koreksi harus tetap diberikan 100% dan
dilakukan pemeriksaan CT scan. Pemberian koreksi diberikan 30-50% per 12 jam
7. Hematuria
29
Hematuria yang dikaitkan dengan trauma abdomen atau tulang belakang. Maka harus
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau radiologis lainnya, dan dilakukan
pemberian terapi pengganti.
8. Fraktur
Pada sebagian besar fraktur diperlukan faktor pengganti untuk jangka waktu 5-7 hari.
Terapi awal diberikan korekti 70% selanjutnya kemudian diberikan kadar 30%,
tergantung dari berat ringannya fraktur.
PROGNOSIS
Pemberian profilaktik anti hemofili faktor lebih awal secara dramatis dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B. Angka bertahan hidup
penderita dapat mencapai 11 tahun atau kurang tergantung dari beratnya penyakit dan
pengobatan yang diberikan. Prognosis ini akan diperburuk oleh komplikasi virus yang terjadi
selama pemberian terapi pengganti. Demikian juga halnya jika terjadi perdarahan intrakranial
maupun organ vital lainnya.3
Prognosis penderita hemofilia C dengan defisiensi parsial cukup baik apalagi jika
tidak didapatkan manifestasi perdarahan. Sedangkan pada pasien dengan tendensi
perdarahan, perdarahan organ harus diobati dengan optimal untuk mencegah terjadinya
pemburukan diagnosis. Jika terjadi perdarahan masif maka diagnosisnya menjadi jelek.6
PENCEGAHAN
Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa hal sebagai tindakan preventif
yaitu pencegahan terjadinya perdarahan akibat trauma disamping pencegahan terhadap
terjadinya trauma sendiri.9
Kalau seseorang mengidap hemofilia maka beberapa hal yang harus diperhatikan :
Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs
-
(NSAIDs).
Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama untuk vaksin
hepatitis B.
Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak laki-laki.14,15
Disamping itu jika diketahui adanya riwayat hemofili dalam keluarga maka selama
masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada ibu hamil untuk
mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan antara lain
amniocentesis dan chorionic villus sampling (CVS), dengan pemeriksaan ini dapat diketahui
adanya defek genetik pada fetus yang menyebabkan terjadinya hemofilia. Jika diketahui fetus
memiliki hemofilia, maka tindakan terpilih yang dapat dilakukan adalah melakukan terminasi
30
kehamilan, walau ini masih kontroversial pada beberapa negara terutama untuk kehamilan
trimester II dan III. Jika ibu tetap menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka
harus diberikan penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang
akan dilakukan.9
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
(eds). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2010 : 452-9.
Elzinga HS. Hemophilia. In : Christopher T. Coughlin (ed). Hematology. 2012.
3.
Http://www.Hemophilia.Html.
Agaliotis DP. Hemophilia, overview. Department of Medicine, Division of
Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science Center at
4.
5.
6.
eMedicine.com.html
Healthwise,Incorporated.Hemophilia.Http://www.Healthwise.Inc.Html.
31