Anda di halaman 1dari 18

Etik, Disiplin dan Hukum Kedokteran

Ivanalia Soli Deo 102012359


B9
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Koresponden: ivanalia.deo@gmail.com
Pendahuluan
Dokter adalah salah satu penyedia layanan kesehatan yang memiliki
sumbangsi besar dalam pembangunan dalam bidang masyarakat di setiap negara
termasuk di Indonesia. Landasan utama bagi para dokter untuk melakukan tindakan
medis terhadap pasiennya adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan kompetensi yang
diperoleh malalui pendidikan dan pelatihan. Namun perlu juga dipahami bawah
seorang dokter harus memiliki etika moral yang tinggi dan mengerti mengenai aturanaturan yang ada di sekelilingnya. Oleh karena hal itulah, praktik kedokteran dari
dahulu smapai sekarang dipandu berdasarkan prinsip etik yaitu nil nocere (do no
harm) dan bonum facere (do good for the patients). Semua aturan, kemampuan, dan
prinsip etik yang ada di sekeliling praktik kedokteran, diharapkan dapat memotivasi
dokter untuk memberikan pelayan yang terbaik bagi pasiennya.1
Namun faktanya masih banyak dokter-dokter di Indonesia yang tidak
memahami mengenai prinsip-prinsip etik kedokteran dan hal-hal lain yang tidak kalah
pentingnya. Seperti kasus berikut ini: Dr. P adalah seorang dokter spesialis obgyn
yang berpengalam. Beliau baru saja akan menyelesaikan tugas jaga malamnya di
sebuah rumah sakit ketika seorang wanita muda datang ditemani oleh ibunya untuk
berobat. Si pasien lalu menceritakan keluhannya yaitu mengalami perdarahan
pervaginam dan sangat kesakitan. Dr.P kemudian melakukan pemeriksaan dan
menduga bahwa kemungkinan pasien mengalami keguguran atau mencoba melakukan
aborsi. Dr.P segeramelakukan dilatasi dan currettage dan mengatakan kepada suster
untuk menanyakan kepada keluarga pasien apakah dia bersedia di opname di RS
sampai keadaanya benar-benar baik. Tidak lma kemudian dr. Q datang untuk
menggantikan dr.P yang langsung pulang tanpa berbicara kepada pasien.

Pembahasan
Etik Profesi Kedokteran
Etik (Ethics) berasar dari kata Yunani ethos, yang berarti akhlak, adat
kebiasaan, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Menurut KBBI, etika adalah
ilmu pengethuan tentang azas akhlak. Menurut Kamus Kedokteran, etika aalah
pengethuan tentang perilaku yang benar dalam satu prodesi. Dalam arti lebih sempit,
pengertian etika adalah pedoman atau aturan moral untuk menjalankan profesi. Istilah
etika dan etik sering dipertukarkan pemakaiannya dan tidak jelas pebedaan antara
keduanya, namun etik dapat diartikan sebagai seperangkat asas atau nilai yang
berkaitan dengan akhlak seperti dalam Kode Etik, semntara etika adalah ilmu yang
mempelajari azas akhlak.2
Profesi sendiri berasar dari bahasa latin professio, yang berarti pengakuan atau
pernyataan publik. Menurut Posner, profesi merupakan suatu pekerjaan yang tidak
hanya membutuhkan pengetahuan, pengalamn, dan kecerdasan umum, tetapi juga
penguasaan khusus yang merupakan abstraksi dari ilmu pengetahuan atau beberapa
bidang lain yang diyaki memiliki struktur intelektual. Dalam bidang kesehatan,
profesi kedokteran sudah dikenal sejak ada manusia yang merasa sakit.1
Praktik kedokteran dari dahulu sapai sekarang dipandu berdasarkan prinsip
etik yaitu nil nocere (do no harm) dan bonum facere (do good for the patients).
Prinsip etik tersebut telah diterapkan sebagai norma etik kedokterann, yang
sebenarnya telah dipergunakan sejak adanya orang dalam masyarakat yang
mempunyai tugas mengobati orang sakit. Walaupun tidak tertuis, norma ini
menggariskan kelakukan orang yang mengobati terhadap orang yang diobatinya. 1
Diantara norma tersebut, norma tertua dan telah digariskan adalah sumpah
dokter Hindu yang ditulis pada tahun 1500 sebelum Masehi. Inti dari sumpah tersebut
adalah: jangan merugikan penderita yang sedang diobati. Setelah itu dikenal sumpah
Hippocrates yang memuat azas-azas etika medis yaitu kewajiban berbuat baik,
kewajiban untuk tidak menimbulkan cedera atau menimbulkan kerugian pada pasien,
kewajiban berbudi dan berprilaku luhur, kewajiban menghormati hidup insani sejak
masih dalam kandungan, azas tidak serakah dan menyadari keterbatasan diri sendiri,
dan azas menjaga kerahasiaan pasien.1

Prinsip Moral dalam Kedokteran3


Praktik kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran,
prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak,
arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau
tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya
kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi
para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan
pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung
dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional
dokter, seperti autonomy, beneficence, non maleficence, dan justice. Autonomy
memiliki makna bahwa dokter menghormati hak pasien, terutama hak dalam
memperoleh infomasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakuakan
terhadap dirinya. Beneficence artinya melakukan tindakan untuk kebaikan pasien,
sementara non maleficence berarti tidak melakukan perbuatan yang dapat
memperburuk pasien. Terakhir, justice artinya dokter dapat bersikap jujur dan adil.
Kode Etik Kedokteran
Kode Etika Kedokteran Indonesia mengemukakan betapa luhurnya pekerjaan
profesi dokter. Meskipun dalam melaksanakan pekerjaan memperoleh imbalan, tapi
bebeda dengan usaha penjual jasa lainnya. Dalam Kode Etika Kedokteran Indonesia,
tertulis penjelasan pasa-pasal yang memberi penekanan pada kewajiban dokter dan
larangan bagi dokter yang harus dipahami dan dipergunakan sebagai pedoman dalam
melaksanakan pekerjaan keprofesiannya.1
Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku dokter dalam
hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra kerja.
Rumusan perilaku dokter sebagai anggota profesi disusun oleh organisasi profesi
bersama pemerintah menjadi satu kode etik profesi, yaitu Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI).1 Dibawah ini merupakan isinya.4
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dan atau janji dokter.
3

Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional
dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri .
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun _sik, wajib memperoleh persetujuan pasien/
keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien
tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum
diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan
keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan
atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien
dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada
saat menangani pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
4

Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya,
dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi
hidup makhluk insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif ), baik _sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di
bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling
menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas
persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter
yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa
dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam
beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan
mampu memberikannya.
5

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT


Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang
etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat
bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
Hubungan Dokter Pasien2
Hubungan dokter-pasien merupakan tunjang praktek kedokteran dan asas
kepada etika kedokteran. Deklarasi Geneva menyatakan bahwa seorang dokter harus
meletakkan kesehatan pasiennya sebagai perkara yang paling utama. Kode Etik Medis
Internasional pula menyatakan bahwa seorang dokter wajib memberikan pelayanan
terbaik sesuai sarana yang tersedia atas kepercayaan yang telah diberikan pasien
kepadanya. Prinsip utama moral profesi adalah autonomy, beneficence, non
maleficence dan justice. Prinsip turunannya pula adalah veracity (memberikan
keterangan yang benar), fidelity (kesetiaan), privacy, dan confidentiality (menjaga
kerahasiaan).
Hubungan dokter-pasien pada awalnya merupakan hubungan paternalistic
dengan memegang prinsip beneficence sebagai prinsip utama. Namun cara ini
dikatakan mengabaikan hak autonomy pasien sehingga sekarang lebih merujuk
kepada teori social contract dengan dokter dan pasien sebagai pihak bebas yang
saling menghargai dalam membuat keputusan. Dokter bertanggungjawab atas segala
keputusan teknis sedangkan pasien memegang kendali keputusan penting terutama
yang terkait dengan nilai moral dan gaya hidup pasien. Hubungan dokter-pasien yang
6

baik memerlukan kepercayaan. Maka, dengan memegang pada dasar kepercayaan


pasien terhadap dokter yang merawatnya, seorang dokter tidak boleh menjalin
hubungan di luar bidang profesinya dengan pasien yang sedang dirawat.
Komunikasi Dokter Pasien5
Aplikasi ilmu perilaku di dalam praktik kedokteran terletak pada hubungan
antara dokter dengan pasiennya. Komunikasi pasien-dokter ini diperlukan untuk
mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, agar
dokter dapat membuat diganosis. Selain itu, komunikasi membantu pasien bekerja
sama dengan dokternya dalam proses penyembuhan. Penggunaan komunikasi dokterpasien untuk berbagai tujuan medik telah ada sejak zaman dahulu. Saat itu, alat bantu
penunjang diagnosis sangat terbatas dan ada agama tertentu yang tidak
memperbolehkan pria menyentuh wanita, sehingga komunikasi sangatlah penting.
Menurut DEPKES 2008, komuniasi dokter pasien yang baik meliputi:
mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta
kepercayaan pasien berkaitan dengan keluhan. Memberikan informasi yang diminta
atau diperlukan tentang kondisi, diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana
perawatannya dengan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk
informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan pengobatan, pilihan obat yang diberikan,
cara pemberian serta pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat
yang mungkin terjadi.
Selain itu, diwajibkan memberikan informasi tentang pasien serta tindakan
kedokteran yang dilakukan, kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.
Jika seorang pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan seama dalam
perawatan dokter, dokter yang bersangkutan atau penanggung jawab pelayanan
kedokteran (jika terjadi di sarana pelayanan kesehatan) harus menjelaskan keadaan
yang terjadi akibat jangka pendek atau panjang dan rencana tindakan kedokteran yang
akan dilakukan secara jujur dan lengkap serta memberikan empati.
Terakhir, setiap tindakan kedokteran yang dilakukan, harus mendapatkan
persetujuan pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan dan
penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Dokter harus melalukan
pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana pemeriksaan lebih lanjut
termasuk risiko yang mungkin terjadi secara jujur, transparan dan komunikatif.
Dokter harus yakin bahwa pasien mengerti apa yang disampaikan sehingga pasien
dalam memberikan persetujuan tanpa adanya paksaan atau tekanan.

Informed Consent6
Informed consent merupakan alat paling penting dalam hubungan dokterpasien pada masa kini. Informed consent

yang benar harus disertai dengan

komunikasi baik antara dokter dan pasien. Keterangan yang dapat diberikan kepada
pasien sebelum mendapatkan informed consent termasuklah menerangkan diagnosis
penyakit, prognosis dan pilihan pengobatan penyakit. Perlu juga kebaikan dan
keburukan masing-masing tindakan yang bakal dilakukan.
Informed consent harus memuatkan pilihan untuk pasien menerima atau
menolak tindakan medic yang bakal dilakukan dokter selain mencantumkan pilihan
terapi lain. Pasien yang kompeten boleh memilih untuk menolak tindakan medik
walaupun tanpa tindakan ini dapat mengancam nyawa pasien. Terdapat dua kondisi di
mana informed consent dikecualikan yaitu yang pertama adalah apabila pasien
menyerahkan sepenuhnya keputusan tindakan medik terhadap dirinya kepada dokter.
Apabila pasien menyerahkan semua keputusan kepada dokter yang merawatnya,
dokter tetap harus menerangkan secara lengkap tindakan yang akan dilakukan.
Kedua, adalah keadaan apabila pemberitahuan tentang kondisi penyakit pasien
dapat berdampak besar terhadap pasien secara fisik, psikologis dan emosional.
Contohnya adalah apabila pasien cenderung untuk membunuh diri apabila mengetahui
tentang penyakitnya. Namun, dokter pada awalnya harus menganggap bahwa semua
pasien dapat menerima berita tentang penyakitnya dan memberikan informasi
selengkapnya sesuai dengan hak pasien.
Pasien inkompeten adalah mereka yang tidak mampu membuat keputusan
untuk diri mereka sendiri seperti anak, individu dengan gangguan psikologi atau
neurologi berat dan pasien yang tidak sadar. Mengikut WMA Declaration on the
Rights of the Patients, apabila pasien tidak mampu membuat keputusan untuk dirinya
sendiri, perlulah mendapat kebenaran dari wakilnya. Apabila tidak dapat ditemukan
wakil dan pasien memerlukan tindak medis segera, dokter perlulah memikirkan
bahwa pasien sudah bersetuju dengan tindakan yang bakal dilakukan melainkan telah
tercatat bahwa pasien tidak bersetuju dengan tindakan tersebut sebelumnya. Apabila
pasien adalah anak, hak diberikan kepada mereka yang bertanggungjawab
terhadapnya. Namun, pasien harus ikut serta dalam pembuatan keputusan dan
memahami tindakan yang bakal dilakukan.
Hak dan Kewajiban Pasien2
8

Hak yang dimiliki pasien antaralain adalah: hak untuk hidup, hak atas
tubuhnya sendiri, hak untuk mati secara wajar, memperoleh pelayaan kedokteran yang
manusiawi sesuai standart profesi kedokteran, memperoleh penjelasan tentang
diagnosis dan terapi dari dokter yang mengobatinya, menolak prosedur diagnosis dan
terapi yang direncakan, bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik,
memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya, menolak atau
menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran,
Selain hal-hal diatas, pasien juga berehak dirujuk kepada dokter spesialis
kalau diperlukan dan dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai
konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau tindak lanjut. Pasien
berhak atas kerahasiaan rekam mediknya, memperoleh penjelasan tentang peraturan
rumah sakit, berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniwan yang diperlukan
selama perawatan di rumah sakit, dan memperoleh penjelasan tenang perincian biaya.
Kewajiban pasien antaralain: memeriksakan diri sendini mungkin pada dokter,
memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya, mematuhi
nasihat dan petunjuk dokter, menandatangani surat-surat persetujuan tindakan medik
maupun surat lainnya, yakin pada dokternya, dan terakhir melunasi biaya perawatan.
Hak dan Kewajiban Dokter
Berdasarkan UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 51,
dikatakan bahwa kewajiban dokter antara lain: memberikan pelayanan medis sesuai
dengan standart operasional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien ke dokter
atau dokter gigi lain yang mempunyai kehalian atau kemmapuan yang lebih baik
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia, melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan kecuali
bila ia yakin pada orang lain yang bertugas yang mampu melakukannya, dan
menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi. Selain itu, jangan lupa bahwa dokter juga mempunyai kewajiban
umum, kewajiban dokter terhadap penderita, kewajiban dokter terhadap teman
sejawat, dan kewajiban terhadap dirinya sendiri.2
Selain memiliki kewajiban dan tanggung jawab, dokter juga memiliki hak-hak
yang dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan, hukum, dan personal individu
sebagai manusia. adapun hak-haknya telah diatur antara lain dalam Undang-Undang
Praktik Kedokteran, yaitu: memperoleh perlidungan hukum sepanjang melaksanakan
9

tugas sesuai dengan standart profesi dan standar prosedur, memberikan pelayanan
medis menurut standar prosedur, memperoleh informasi lengkap dan jujur dari pasien
atau keluarganya, dan menerima imbalan jasa.1
Hak dokter sebagai pengemban profesi adalah: gak memperoleh informasi
yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya dari pasien yang akan digunakan
bagi kepentingan diagnosis maupun terapeutik, hak atas imbalan jasa atau honorarium
terhadap pelayanan yang diberikannya kepada pasien, hak atas itikad baik dari pasien
atau keluarganya dalam melaksanakan transaksi terapeutik, hak membela diri
terhadap tuntutan atau guguata pasien atas pelayanan kesehatan yang diberikannya,
dan hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medik dari pasien atau keluarganya.1
Pelanggaran Etika Kedokteran1
Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan
International Code of Medical Ethics dengan landasan idiologi Pancasila dan
landasan sturkturil Undang-Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia
mengatur hubungan antara manusia yang mencangkaup kewajiban umum seorang
dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya
dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir Kode
Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan
ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.
Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, sebaliknya pelanggaran
hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etik kedokteran.
Istilah pelanggaran etik kedokteran dipergunakan untuk menyebut kelakuan
yang tidak sesuai dengan mutu profesional yang tinggi, kebiasaan dan cara-cara atau
kebijakan yang lazim digunakan. Melanggar etik kedokteran berarti juga melanggar
prinsip-prinsip moral, nilai dan kewajiban-kewajiban sehingga perlu diambil
tindakan-tindakan yang bersifat pembinaan. Penilaian pelanggaran etik dilakukan oleh
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).
MKEK adalah satu unsur dalam struktur kepengurusan Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengawasan, penilaian
dan pelaksanaan etik kedokteran termasuk perbuatan anggota yang melanggar
kehormatan dan tradisi luhur kedokteran. Penetapan kategori berat ringannya
pelanggaran etik yang dilakukan dokter sebagai anggota IDI, didasarkan atas kriteria
sebagai berikut: akibat yang ditumbulkan terhadap keselamatan pasien, akibat yang
ditumbulkan terjadap kehormatan profesi, akibat yang ditumbulkan terhadap
10

kepentingan umum, itikad baik terkadu dalam turut menyelesaikan masalah, motivasi
yang mendasarkan timbulnya masalah atau kasus, situasi lingkungan yang mendasari
timbulnya kasus, dan pendapat Biro Hokum dan Pembelaan Anggota (BHP2A).
Sanksi terhadap pelanggaran etik tergantung pada berat dan ringannya pelanggaran
yaitu berupa: penasehatan, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan perilaku,
reschooling, sampai pemecatan sementara.
Disiplin Kedokteran
Dalam menjalankan tugas profesionalnya, seorang dokter selain terkait pada
norma etika dan norma hukum, juga terikat oleh norma disiplin keodkteran, yang bila
ditegakan akan menjamin mutu pelayanan sehingga terjaga martabat dan keluhuran
profesinya. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Pasal 5 ayat 1), disiplin kedokteran adalah aturan-aturan dan atau
ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
dokter. Sebagian dari aturan-aturan dan ketentuan tersebut, terdapat daam UndangUndang Praktik Kedokteran dan sebagian lagi tersebar dalam pelaturan perundangundangan, pedoman, dan ketentuan lainnya. Disamping itu beberapa aturan lain yang
juga harus dipatuhi oleh dokter terdapat dalam berbagai Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia,
Ketentuan Pedoman Organisasi Profesi, Kode Etik Profesi dan juga dalam kebiasaan
umum di bidang kedokteran.1
Pelanggara disiplin kedokteran ditangani oleh Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesa (MKDKI). Keberadaan MKDKI berdasrkan undang-undang dan
merupakan lembaga otonom sesuai Pasal 55 Ayat (2) Undang-Undang No. 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran, yang berbunyi: Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia.
MKDI sendiri merupakan peradilan profesi yang independen bagi tenaga profesi
kesehatan yang beridi berdasarkan undang-undang, yang bertugas dan berfungsi
menerima pengaduan, memeriksa, mengadali dan memutus kasus yang berkaitan
dengan sengketa medik.7
Berdasarkan wewenang yang ada, maka sesuai dengan Pasal 68 UndangUndang N0. 29 Tahun 2009, keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia. Keputusan
dapat berupa dinyatakan tidak persalah atau pemberian sanksi disiplin. Adapun sanksi
disiplin dapat berupa pemberian peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat
11

tanda registrasi atau surat izin praktik dan/atau kewajiban mengikuti pendikan atau
pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.7
Hukum Kedokteran2
Etik dan hukum memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengatur tertib dan
tenteramnya pergaulan hidup dalam masyarakat. Namun pengertian keduanya
beberbeda. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, etik lebih kepada normanorma, nilai-niai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu. Sementara itu,
hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan
dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat. Hukum perdata mengatur subjek dan
antar subjek dalam hubungan interelasi.
Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (PERHUKI) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini
menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat
sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan
keseahatan.
Persamaan etik dan hukum antara lain, sama-sama merupakan alat untuk
mengatur tertibnya hidup bermasyarakat, sebagai objeknya adalah tingkah laku
manusia, mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat agar tidak
saling merugikan, menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi, dan sumbernya
adalah hasil pemikiran para pakar serta pengalaman para anggota senior. Sementara
itu, perbedaan antara etik dan hukum adalah, etik berlaku untuk lingkungan profesi
sementara hukum berlaku untuk umum, etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota
profesi sementara hukum disusun oleh pemerintah, etik tidak seluruhnya tertulis
sementara hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-undang da lembaran
berita negara, sanki terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan sementara sanksi
terhadap pelanggaran hukum berupa tuntutan, pelanggaran etik diselesaikan oleh
MKEK yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ataupun oleh Panitia
Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran (P2EK) yang dibentuk oleh DEPKES
sementara itu pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan. Terakhir,
penyelesaian pelanggaran etik tidak sellau disertai bukti fisik, sementara
penyelesaikan pelanggarann hukum memerlukan bukti fisik.
Aspek Hukum Malpraktek
1. Definisi Malpraktek
12

Malpraktek atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik atau praktek.
Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik, berdasarkan kamus umum
bahasa indonesia berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau
menjalankan pekerjaan (profesi).2 Jadi, malpraktik berarti menjalankan pekerjaan
yang buruk kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat
dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara,
akuntan publik dan wartawan.
Blacks Law dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai malpractice is a
professional misconduct or unreasonable lack of skill or failure of one rendering
professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied
under all circumstances in the community by the average prudent reputable member
of the profession with the result of injury, loss, or damage to the recipient of those
services or to those entitled to rely upon them.8
Menurut WHO (1992), medical malpractice involves the physicians failure
to conform to the standard of care for treatment of the patients condition, or lack of
skill, or negligence ini providing care to the patient, which is the direct cause of an
injury to the patient. Sedangkan Longman dictionary of contempory English
mendefinisikannya sebagai failure to carry out ones professional duty properly or
honestly, often resulting ini injury, loss, or damage to someone. Dengan demikian,
malpraktik medik dapat diartikan sebagai kelalaian atau kegagalan seorang dokter
untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim
dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran
dilingkungan yang sama.2
Apapun definisi malpraktik medik pada intinya mengandung salah satu unsur
berikut: dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan
yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran, dokter memberikan
pelayanan medik di bawah standar (tidak lege artis), dokter melakukan kelalaian berat
atau kurang hati-hati (tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan
atau melakukan suatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan), atau melakukan
tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.2
Dalam praktiknya banyak sekali hal yang dapat diajukan sebagai malpraktik,
seperti salah diagnosis atau terlambat diagnosis karena kurang lengkapnya
pemeriksaan, pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman, kesalahan teknis
waktu melakukan pembedahan, salah dosis obat, salah metode tes atau pengobatan,

13

perawatan yang tidak tepat, kelalaian dalam pemantauan pasien, kegagalan


komunikasi dan kegagalan peralatan.2
2. Sanksi Hukum Pidana8
Pasal 267 KUHP (surat keterangan palsu)
1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu
tentang ada atau tidaknya penyakit , kelemahan atau cacat, diancam dengan
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang
kedalam rumah sakit gila atau menahannya disitu , dijatuhkan pidana paling
lama delapan tahun enam bulan.
3. Di ancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan sengaja memakai
surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran
Pasal 268 KUHP
1. Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter
tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat , dengan maksud
untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung (verzekeraar), diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Diancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan maksud yang sama
memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah
surat itu benar dan tidak dipalsu
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain , diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun
PASAL 360 KUHP
1. Barangsiapa karena kelalainnyamenyebabkan orang lain menderita luka
berat,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun
2. Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian
rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat
menjalankan jabatan atau perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan enam bulan
atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah
14

3. Sanksi Hukum Perdata8


Pasal 1338 KUH Perdata ( wan prestasi )
1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.
2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak, atau karena alas an-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu.
3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik
Pasal 1365 KUH Perdata
1.Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang
lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.
Pasal 1366 KUH Perdata( Kelalaian )
1.Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya , tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena
kelalainnnya atau
kurang hati hatinya
Pasal 1370 KUH Perdata
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain ) dengan sengaja atau
kurang hati hatinya seeorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau
korban orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban
mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut
kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan .
Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan .
2. Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan yang berlaku
4. Perlidungan Hukum Terhadap Dokter yang Diduga Melakukan Tindakan
Malpraktek Medik8
Perlindungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan
malpraktek medik menggunakan Pasal 48, Pasal 50, Pasal 51 Ayat 1 Kitab Undang15

Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004


tentang Praktek Kedokteran, Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dan Pasal 24 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan. Seorang dokter dapat memperoleh perlindungan hukum
sepanjang ia melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan Standar Operating
Procedure (SOP), serta dikarenakan adanya dua dasar peniadaan kesalahan dokter,
yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf yang ditetapkan di dalam KUHP.
Hubungan dokter dengan pasien haruslah berupa mitra. Dokter tidak dapat
disalahkan bila pasien tidak bersikap jujur. Sehingga rekam medik (medical record)
dan informed consent (persetujuan) yang baik dan benar harus terpenuhi. Cara dan
tahapan mekanisme perlindungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan
tindakan malpraktek medis adalah dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang bekerja sama dengan pihak Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI) atas dasar hubungan lintas sektoral dan saling
menghargai komunitas profesi.
Dalam tahapan mekanisme penanganan pelanggaran disiplin kedokteran,
MKDKI menentukan tiga jenis pelanggarannya yaitu pelanggaran etik, disiplin dan
pidana. Untuk pelanggaran etik dilimpahkan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran
(MKEK), pelanggaran disiplin dilimpahkan kepada Konsil Kedokteran Indonesia
(KKI), dan pelanggaran pidana dilimpahkan kepada pihak pasien untuk dapat
kemudian dilimpahkan kepada pihak kepolisian atau ke pengadilan negeri.
Apabila kasus dilimpahkan kepada pihak kepolisian maka pada tingkat
penyelidikannya dokter yang diduga telah melakukan tindakan malpraktek medik
tetap mendapatkan haknya dalam hukum yang ditetapkan dalam Pasal 52, Pasal 54,
Pasal 55, Pasal 57 Ayat 1, Pasal 65, Pasal 68, dan Pasal 70 Ayat 1 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dan apabila kasus dilimpahkan kepada
tingkat pengadilan maka pembuktian dugaan malpraktek dapat menggunakan rekam
medik (medical record) sebagai alat bukti berupa surat yang sah (Pasal 184 Ayat 1
KUHAP).
5. Hukum Kedokteran Akibat Kelalaian9
Akhir-akhir ini tuntutan hukum yang diajukan oleh pasien atau keluarganya
kepada pihak rumah sakit dan atau dokternya semakin meningkat kekerapannya.
Tuntutan hukum tersebut dapat berupa tuntutan pidana maupun perdata, dengan
hampir selalu mendasarkan kepada teori hukum kelalaian. Dalam bahasa sehari-hari,
perilaku yang dituntut adalah malpraktik medis, yang merupakan sebutan genus
16

(kumpulan) dari kelompok perilaku profesional medis yang menyimpang dan


mengakibatkan cedera, kematian atau kerugian bagi pasiennya.
Gugatan perdata dalam bentuk permintaan ganti rugi dapat diajukan dengan
mendasarkan kepada salah satu dari 3 teori yaitu: kelalaian sebagaimana pengertian di
atas dan akan diuraikan kemudian, perbuatan melanggar hukum (misalnya melakukan
tindakan medis tanpa memperoleh persetujuan; membuka rahasia kedokteran tentang
orang tertentu; penyerangan privacy seseorang, dll), dan wanprestasi (pelanggaran
atas janji atau jaminan).
Kesimpulan
Dalam praktik kedokteran terdapat aspek etik, disiplin, dan hukum yang
sangat luas serta saling tumpang tindih pada suatu kasus tertentu. Etik mencangkup
prinsip-prinsil moral dan norma yang berlaku dalam suatu profesi tertentu. Dalam
kedokteran, etik terdapat dalam bentuk Kode Etik Kedokteran. Sanksi bagi
pelanggaran etik biasanya hanya berupa teguran. Sementara itu disiplin kedokteran
adalah aturan-aturan dan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan
pelayanan yang harus diikuti oleh dokter, dalam kata yang lebih sederhana dapat
disebut sebagai standart profesi. Pelanggaran disiplin kedokteran dapat memunculkan
sanksi seperti teguran, reedukasi, hingga pencabutan ijin praktik. Terakhir adalah
hukum, yaitu peraturan yang dibuat oleh negara, yang tertuang dalam UndangUndang maupun berita negara lainnya. Saksi dari pelanggaran hukum adalah sanksi
pidana dan pencabutan ijin praktik. Ketiga hal tersebut adalah hal yang harus
dipahami oleh seorang dokter dalam menjalankan tugas dan kewajibannya di
masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Darwin E, dkk. Etika profesi kesehatan. Yogayakarta: Deepublish; 2014.
2. Hanafiah MJ. Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Ed 4. Jakarta:
EGC;2009.
3. Sachrowardi Q, Basbeth F. Bioetik: isu & dilema. Jakarta: Pensil;2013.
4. Purwadianto A, Soetedjo, Gunawan S, dkk. Kode etik kedokteran indonesia dan
pedoman pelaksanaan kode etik kedokteran indonesia 2012. Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia.
5. Sukardi S, Soetjiningsih, Kandera W, dkk. Modul komunikasi pasien-dokter: suatu
pendekatan holistik. Jakarta: EGC;2008.
6. Penerangan informed consent dalam pelayanan kesihatan [online]. 2009. [cited 12
September 2015]. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/1133/1/A_1_Informed_Consent_Journal__RS.pdf
7. Jayanti NK. Penyelesaian hukum dalam malapraktik kedokteran. Yogyakarta:
Pustaka Yustisia; 2009.
17

8. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar


bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007.h.90-110.
9. Rizaldy P. Strategi 4s untuk pelayanan medik berbasis bukti. Vol 36. Cermin
Dunia Kedokteran;2009.

18

Anda mungkin juga menyukai