Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program pengendalian HIV di Indonesia sejak beberapa tahun belakangan ini telah
mengalami banyak kemajuan. Berbagai layanan terkait HIV telah dikembangkan dan
dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Namun teridentifikasi bahwa
perkembangan dari efektifitas maupun kualitas intervensi dan layanannya masih belum
maksimal. Situasi ini dapat dilihat dari rendahnya cakupan, adanya kesenjangan koordinasi
antara layanan dengan pelaksana program yang lain, retensi klien pada layanan, dan beberapa
wilayah yang memiliki tantangan komprehensif yang tinggi.
Situasi di atas salah satunya disebabkan masih kuatnya stigma dan diskriminasi terhadap
orang dengan HIV positif maupun berbagai program yang terkait dengannya. Akibatnya,
upaya penanggulangan HIV maupun peningkatan kualitas hidup ODHA mengalami banyak
hambatan pula.
Dari berbagai segi, stigma dan diskriminasi memberikan mempengaruh yang jauh lebih luas
dibandingkan virus HIV itu sendiri. Stigma dan diskriminasi bukan hanya mempengaruhi
hidup orang yang Positif HIV, namun juga orang-orang yang hidup di sekitarnya seperti
misalnya pasangan hidup, keluarga, atau bahkan perawat atau pendampingnya. Bahkan,
stigma juga mempengaruhi orang yang melakukan stigma, yakni melalui sikap-sikapnya atau
tindakannya di tengah masyarakat, dalam pekerjaan, di tempat-tempat umum maupun di
media.
Masih kuatnya stigma tersebut berdampak sangat serius bagi orang Positif HIV maupun
upaya pengendalian HIV secara keseluruhan. Stigma, mengakibatkan ODHA enggan
mencari layanan kesehatan dan dukungan sosial yang semestinya dapat mereka peroleh.
Banyak ODHA harus kehilangan pekerjaan atau kehilangan kesempatan mendapatkan
pekerjaan, asuransi, layanan-layanan umum lainnya, bahkan seorang anak pun dapat ditolak
untuk mendapatkan pendidikan di sekolah.
Stigmatisasi juga dapat mengakibatkan terhambatnya upaya pencegahan penularan HIV. Hal
ini disebabkan kuatnya nilai dan keyakinan yang dianut oleh sebagian orang di dalam
masyarakat. Mereka lebih memilih untuk menahan informasi mengenai cara-cara yang benar
untuk mencegah penularan HIV, serta lebih mendukung adanya peraturan dan kebijakan yang
justru membuat populasi yang berisiko bahkan menjadi lebih rentan.
Oleh karenanya sangatlah penting untuk memasukkan berkelanjutan.komponen pengetahuan
stigma dan diskriminasi serta aksi untuk menghapusnya dalam kegiatan layanan
komprehensif berkesinambungan.
Kegiatan Layanan komprehensif HIV yang berkesinambungan (LKB) mencakup semua
bentuk layanan HIV dan IMS, seperti kegiatan KIE pengetahuan komprehensif, promosi
penggunaan kondom, pengendalian faktor risiko, layanan Konseling dan Tes HIV (KTS),

Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP), Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak
(PPIA), Pengurangan Dampak Buruk NAPZA (LAJSS, PTRM, PTRB), layanan IMS.
Pencegahan penularan melalui darah donor dan produk darah lainnya, kegiatan monev dan
surveilan epidemiologi, Puskesmas, Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Mengapa Stigma dan Diskriminasi sangat kuat mempengaruhi upaya pengendalian
HIV serta hidup ODHA?
Utamanya karena ketakutan, kurangnya pengetahuan dan prasangka yang menciptakan
stigma serta diskriminasi pada ODHA. Masyarakat hanya mengetahui HIV-AIDS itu
merupakan sebatas penyakit menular dan penderitanya berbahaya dan belum memahami
secara benar cara penularannya. Adanya ketidakpahaman ini menyebabkan timbulnya sikap
berlebihan yang tidak mendukung kehidupan Odha.
ODHA secara fisik tidak dapat dibedakan dengan orang sehat pada umumnya sehingga
dengan melihat saja tidak dapat diketahui apakah seseorang itu menderita HIV-AIDS atau
tidak. Banyak anggapan bahwa HIV tinggal menunggu waktu mati. HIV bukanlah vonis
mati. Selama Odha menjaga kondisi tubuhnya maka ia akan hidup dengan sehat dan wajar,
dan dengan menjaga serta merubah perilakunya maka penularan tak akan terjadi.
HIV-AIDS kini telah mengancam semua orang, termasuk ibu-ibu rumah tangga maupun
bayi-bayi tanpa dosa yang baru lahir.
B. Tujuan
1. Memberikan pembekalan pengetahuan mengenai Stigma dan Diskriminasi bagi pembaca
dan masyarakat.

BAB II
PENGERTIAN STIGMA DAN DISKRIMINASI

A. Pengertian Stigma
Stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan untuk memisahkan
atau mendeskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap atau pandangan
buruk. Dalam prakteknya, stigma mengakibatkan tindakan diskriminasi, yaitu tindakan tidak
mengakui atau tidak mengupayakan pemenuhan hak-hak dasar indvidu atau kelompok
sebagaimana selayaknya sebagai manusia yang bermartabat.
Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka dianggap sebagai
musuh, penyakit, elemen masyarakat yang memalukan, atau mereka yang tidak taat
tehadap norma masyarakat dan agama yang berlaku. Implikasi dari stigma dan diskriminasi
bukan hanya pada diri orang atau kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga dan pihakpihak yang terkait dengan kehidupan mereka.
Tindakan menstigma atau stigmatisasi terjadi melalui beberapa proses yang berbeda-beda
seperti:

Stigma aktual (actual) atau stigma yang dialami (experienced): jika ada orang atau
masyarakat yang melakukan tindakan nyata, baik verbal maupun non verbal yang
menyebabkan orang lain dibedakan dan disingkirkan.

Stigma potensial atau yang dirasakan (felt): jika tindakan stigma belum terjadi tetapi ada
tanda atau perasaan tidak nyaman. Sehingga orang cenderung tidak mengakses layanan
kesehatan.

Stigma internal atau stigmatisasi diri adalah seseorang menghakimi dirinya sendiri
sebagai tidak berhak, tidak disukai masyarakat

Proses stigma tidak bersifat tunggal, beberapa proses tersebut dapat terjadi secara bersamaan
dan dapat bersifat stigmatisasi ganda (misalnya: perek sekaligus penasun).
Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap Orang dengan HIV-AIDS:

HIV-AIDS adalah penyakit mematikan

HIV-AIDS adalah penyakit karena perbuatan melanggar susila, kotor, tidak bertanggung
jawab

Orang dengan HIV-AIDS dengan sengaja menularkan penyakitnya

Kurangnya pengetahuan yang benar tentang cara penularan HIV.

Perubahan perkembangan pengobatan, perawatan dan dukungan yang diharapkan


mempengaruhi paradigma stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIVAIDS:

HIV-AIDS dapat mengenai siapapun, tanpa membedakan status sosial, pendidikan,


agama, warna kulit, latar belakang seseorang. adalah penyakit mematikan.

HIV-AIDS dapat mengenai orang yang tidak berdosa yaitu bayi dan anak.

HIV-AIDS sudah ada obatnya sekalipun tidak menyembuhkan, tetapi mengembalikan


kualitas hidup penderitanya.

Penularan HIV-AIDS ke bayi/anak dapat dicegah

Kepatuhan berobat dan minum obat adalah kunci utama pencegahan dan pengendalian
HIV-AIDS.

Setiap orang memiliki hak yang sama untuk akses pelayanan kesehatan paripurna yang
komprehensif.

Ketidaktahuan seseorang bahwa ia menderita penyakit termasuk HIV-AIDS dan IMS


yang membuat orang menularkan penyakitnya.

B. Pengertian Diskriminasi
UNAIDS mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV sebagai ciri negatif
yang diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar dan tidak
adil terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-nya.
Contoh-contoh diskriminasi meliputi:

Keluarga yang tega mengusir anaknya karena menganggapnya sebagai aib.

Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang menolak untuk menerima ODHA atau
menempatkan ODHA di kamar tersendiri karena takut tertular.

Atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status HIV mereka.

Keluarga/masyarakat yang menolak ODHA.

Mengkarantina ODHA karena menganggap bahwa HIV-AIDS adalah penyakit kutukan


atau hukuman Tuhan bagi orang yang berbuat dosa.

Sekolah tidak mau menerima anak dengan HIV karena takut murid lain akan
ketakutan.

Odha mengalami masalah dalam mengurus asuransi kesehatan.

BAB III
STIGMA DAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI KONTEKS

A. Kerangka Kerja Konseptual Stigma Dan Diskriminasi Serta Kerentanan


Stigma dan diskriminasi saling menguatkan satu sama lain dan beroperasi dalam suatu
siklus yang dinamis. Tanda atau label sebagai ODHA, dapat menyebabkan stigma.
Stigma dapat menyebabkan diskriminasi yang selanjutnya dapat mengakibatkan:
Isolasi
Hilangnya pendapatan atau mata pencaharian
Penyangkalan atau pembatasan akses pada layanan kesehatan
Kekerasan fisik dan emosional
Ketakutan pada penghakiman dan diskriminasi dari orang lain mempengaruhi
bagaimana cara ODHA melihat diri mereka sendiri dan mengatasi kesulitan terkait status
atau perilaku berisikonya.
Bayangan/perasaan terstigma dan stigma internal sangat mempengaruhi upaya
pencegahan HIV dan PDP.Hal ini dapat mengakibatkan kerentanan dan risiko lebih besar
pada HIV. Stigma dan diskriminasi sendiri tidak tetap dan diam, tetapi berkembang.Oleh
karena itu penting bagi pelaksana program pencegahan HIV untuk memahami elemenelemen stigma dan mengadaptasinya dalam konteks saat ini dan konteks lokal.

Bentuk Dan Akibat Stigma Dan Diskriminasi


Akibat
Bentuk
Isolasi dan kekerasan fisik dari
keluarga, teman dan komunitas

Gossip, olok-olok, sebutan negatif,


pengucilan, pengutukan, penghinaan,
penghakiman
Kehilangan hak dan kekuasaan untuk
mengambil keputusan atas dirinya
sendiri

Diusir dari keluarga, rumah, pekerjaan,


organisasi, depresi, menyendiri,
melarikan diri.

Pencemaran nama baik, tidak percaya


pada diri sendiri dan orang lain, merasa
dibedakan, merasa ditolak
Kehilangan pekerjaan, kehilangan
kesempatan untuk bekerja, putus
sekolah, tidak dapat memimpin

Stigma diri (ODHA menyalahkan dan


mengisolasi diri mereka sendiri)

Depresi, tidak percaya diri, menyendiri,


menarik diri dan menghindar dari
lingkungan sosialnya

Stigma karena apresiasi diri

Tidak percaya diri, merasa tidak


dihargai, rendah diri, kehilangan jati
diri.

Stigma karena penampilan atau jenis


pekerjaan

Kehilangan kesempatan kerja,


dikucilkan, menyendiri.

B. Dampak Stigma Dan Diskriminasi


Stigma dan diskriminasi masih menjadi masalah didalam upaya pengendalian
HIV/AIDS di dunia sehingga masih banyak yang enggan untuk mengetahui status
HIVnya karena takut kalau ketahuan mengidap HIV akan diperlakukan
diskriminatif dalam kehidupan bermasyarakat. Padahal makin dini orang
mengetahui status HIVnya makin baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Stigma dan diskriminasi dalam kaitan dengan HIV-AIDS sebenarnya tidak
ditujukan kepada jenis kelamin melainkan kepada penyakitnya yang amat ditakuti.
Masalah akan timbul dalam situasi ketidak-setaraan gender. Perempuan yang
termarginalkan dan berada dalam posisi subordinat bisa menjadi tumpuan
kesalahan, selanjutnya memperoleh label sebagai sumber penularan. Padahal yang
terjadi adalah sebaliknya: Dari sisi anatomi, fisiologi dan kedudukan sosial,
perempuan lebih rentan tertular HIV/AIDS daripada laki-laki.
Diperlukan komitmen dan upaya-upaya komprehensif terpadu oleh pemerintah
dan seluruh unsur masyarakat untuk memberdayakan perempuan melalui
pendekatan non diskriminatif dan persamaan sebelum menuju kesetaraan. Hasil

yang diharapkan adalah perempuan mempunyai akses terhadap pendidikan,


ketrampilan, informasi dan ekonomi, sehingga memiliki pengetahuan yang cukup
tentang reproduksi dan penyakit serta mempunyai akses untuk meningkatkan
ekonominya sehingga mampu memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang setara
dengan laki-laki baik di sektor formal maupun informal.
Bentuk lain dari stigma berkembang melalui internalisasi oleh Odha dengan
persepsi negatif tentang diri mereka sendiri. Stigma dan diskriminasi yang
dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologi yang berat tentang
bagaimana Odha melihat diri mereka sendiri.Hal ini bisa mendorong, dalam
beberapa kasus, terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan
keputusasaan.
Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat
orang takut untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi atau tidak, atau bisa pula
menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan praktek seksual yang
tidak aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status HIV mereka.
Akhirnya, Odha dilihat sebagai "masalah", bukan sebagai bagian dari solusi untuk
mengatasi epidemi ini.
Deklarasi Komitmen yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB dalam sesi khusus
tentang HIV-AIDS menyerukan untuk memerangi stigma dan diskriminasi. Ini
menunjukkan fakta bahwa diskriminasi merupakan pelanggaran HAM. Ini juga
secara jelas menyatakan bahwa melawan stigma dan diskriminasi adalah
merupakan prasyarat untuk upaya pencegahan dan perawatan yang efektif.

C. Prinsip--Prinsip
Diskriminasi

HAM

Sebagai

Filosofi

Penghapusan

Stigma

Dan

Hak Asasi Manusia dan untuk hak-hak perempuan, kesempatan kerja serta
perlindungan, terkait dengan pekerjaan dan fungsi reproduksi mendapat tempat
khusus dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Antara lain adalah upah yang sama dan adil disebutkan dalam Hak Atas
Kesejahteraan Pasal 38(3): Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan
pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syaratsyarat perjanjian kerja yang sama, dan pasal 38(4): Setiap orang, baik pria maupun
wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat
kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat
menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.
Hak-hak perempuan dituangkan dalam Hak Wanita, Pasal 45 51. Hak perempuan
sebagai hak asasi ditegaskan dalam Pasal 45 yang berbunyi: Hak wanita dalam
Undang-undang ini adalah hak asasi manusia. Sedangkan perlindungan terkait
dengan pekerjaan dan fungsi reproduksi disebutkan dalam Pasal 49(2): Wanita
berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau
profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau
kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita, dan Pasal 49(3):
Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya,
dijamin dan dilindungi oleh hukum.

Hak Asasi dan Diskriminasi, Pasal 2 Undang-Undang RI No: 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan menyebutkan: Pembangunan kesehatan diselenggarakan
dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif,
dan norma-norma agama. Kemudian pada Pasal 57 (1) disebutkan: Setiap orang
berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan dengan pengecualian pada Pasal 57 (2) .....
tidak berlaku dalam hal a. Perintah Undang-Undang; b. Perintah pengadilan; c. Izin
yang bersangkutan; d. Kepentingan masyarakat; atau e. Kepentingan orang
tersebut.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan senantiasa memperhatikan hak asasi manusia
yang merupakan amanat Undang-Undang. Di dalam Kebijakan Umum Rencana
Aksi Pengendalian HIV-AIDS Sektor Kesehatan Tahun 2009 2014 disebutkan
bahwa setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV didahului dengan penjelasan
yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent) serta
menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan. Pemeriksaan bersifat sukarela, dilakukan
konseling dulu baru dilaksanakan test HIV (Voluntary Counseling and Testing).
Petugas kesehatan bisa menawarkan test (Provider Initiated Conselling and
Testing), namun apabila yang bersangkutan tidak bersedia maka test HIV tidak
dilaksanakan Pada prinsipnya testing harus bersifat sukarela dan tidak ada testing
tanpa persetujuan klien.

D. Diskriminasi Yang Sering Dijumpai :

Odha lebih sulit diterima oleh dunia kerja dengan alasan kesehatan dan
produktivitas.

Karena kurangnya informasi orang akan menghindari Odha karena takut


tertular melalui keringat dan sentuhan.

Odha mengalami masalah dalam mengurus asuransi kesehatan.

Ada pendapat bahwa Odha sebaiknya di karantina saja supaya tidak


menularkan ke orang lain. Tetapi hal ini melanggar hak asasi manusia.

Sekolah tidak mau menerima anak dengan HIV karena takut murid lain akan
ketakutan.

BAB IV
CARA PENGHAPUSAN STIGMA DAN DISKRIMINASI

A. Mengapa Perlu Menangani Stigma Dan Diskriminasi ?


Stigma dan diskriminasi sangat mempengaruhi upaya pencegahan HIV,
pengobatan dan perawatan:
1. Memperlemah upaya pencegahan dan perubahan perilaku. Ketakutan terhadap
stigma dan diskriminasi membuat orang tidak berani dan tidak percaya diri
dalam usaha menegosiasikan seks yang lebih aman atau untuk melakukan tes
HIV. Ketidaktahuan tentang risiko yang dimiliki seseorang, karena persepsi
HIV hanya menular pada kelompok tertentu, bisa mengakibatkan tidak
diambilnya perilaku pencegahan secara serius.
2. Kesulitan atau keterlambatan mengakses layanan PDP. Ketakutan terhadap
stigma dan diskriminasi mengakibatkan mereka yang hidup dengan HIV
terlambat atau tidak mau mengakses layanan PDP yang mereka butuhkan
karena takut membuka status mereka kepada yang lain.
Dengan mengatasi stigma dan diskriminasi, kita dapat:

Memperkuat respon efektif pada HIV

Mendorong pengembangan dan rasa percaya diri yang kuat pada ODHA

Menciptakan role model positif dan memahami upaya anti stigma


dan diskriminasi lebih jauh

Memperkuat ikatan ODHA, keluarga mereka dan komunitas untuk


bersama-sama melakukan upaya pencegahan

B. Bagaimana Cara Menghadapi Stigma Dan Diskriminasi


Kita semua turut bertanggung jawab untuk menghadapi stigma dan diskriminasi.
Bukan hanya ODHA yang harus melakukannya. Kita semua dapat memainkan
peran untuk mengedukasi pihak lain, menyuarakan dan menunjukkan sikap dan
perilaku baru.
Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk menghadapi Stigma
dan Diskriminasi adalah sebagai berikut:

Jadilah contoh yang baik. Terapkan apa yang sudah kita ketahui. Pikirkanlah
kata-kata yang kita gunakan dan bagaimana kita memperlakukan ODHA, lalu
cobalah untuk mengubah pikiran dan tindakanmu.

Berbagilah pada orang lain mengenai hal-hal yang sudah kita ketahui dan
ajaklah mereka untuk membicarakan tentang stigma dan bagaimana
mengubahnya.

Atasilah masalah stigma ketika Anda melihatnya di rumah, tempat kerja


maupun masyarakat. Bicaralah, katakan masalahnya dan buatlah orang
paham bahwa stigma itu melukai.
Lawanlah stigma melalui kelompok. Setiap kelompok dapat menemukan
stigma dalam situasi mereka sendiri dan setuju untuk melakukan satu atau dua
tindakan praktis agar terjadi perubahan.
Mengatakan stigma sebagai sesuatu yang salah atau buruk tidaklah
cukup. Bantulah orang untuk bertindak melakukan perubahan. Setuju pada
tindakan yang harus dilakukan, mengembangkan rencana dan lakukan.
Berpikir besar. Mulai dari yang kecil, dan bertindak sekarang.

Hal-hal yang dapat dilakukan secara individual:

Waspada pada bahasa yang kita gunakan dan hindari kata-kata yang menstigma.

Sediakan perhatian untuk mendengarkan dan mendukung anggota keluarga


ODHA di rumah.

Kunjungi dan dukung ODHA beserta keluarganya di lingkungan tempat tinggal


kita.

Doronglah ODHA untuk menggunakan layanan yang tersedia seperti konseling,


test HIV, pengobatan medis, ART, dan merujuk mereka pada siapa pun yang dapat
menolong.

Hal-hal yang dapat kita lakukan dengan melibatkan orang lain

Gunakan percakapan informal sebagai kesempatan untuk membicarakan stigma.

Gunakan kisah nyata sehingga dapat menggambarkan stigma dalam konteks


praktis seperti misalnya: cerita mengenai perlakuan buruk pada ODHA dapat
mengakibatkan depresi; demikian juga sebaliknya kisah nyata mengenai
perlakuan baik pada ODHA dan hasil yang dapat dipetik.

Tanggapi kata-kata stigma ketika kita mendengarnya, namun lakukanlah dengan


cara-cara yang bijak sehingga membuat orang mengerti bahwa kata-kata mereka
dapat melukai hati orang.

Doronglah orang untuk berbicara mengenai ketakutan dan kekhawatirannya


mengenai HIV dan AIDS.

Koreksilah mitos dan persepsi tentang AIDS dan ODHA.

Promosikan ide mengenai menjadi pendengar yang baik dan bagaimana kita
dapat mendukung ODHA beserta keluarganya.

Hal-Hal Yang Dapat Dilakukan Agar Masyarakat


Membicarakan Dan Bertindak Melawan Stigma

Testimoni oleh ODHA maupun keluarganya mengenai pengalaman


mereka hidup dengan HIV atau hidup dengan orang yang positif HIV.

Pengawasan bahasa (language watch). Lakukan survei mendengarkan untuk


mengidentifikasi kata-kata yang menstigma yang sering digunakan dalam
masyarakat (di media maupun lagu-lagu populer)

Community mapping mengenai stigma. Tunjukkan peta pada tempat


pertemuan.

Community walk untuk mengidentifikasi titik stigma di masyarakat.

Pertunjukan Drama berdasarkan kisah nyata.

Anda mungkin juga menyukai