Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU HIJAUAN MAKANAN TERNAK


Acara Kultur Jaringan

Disusun oleh:
Kelompok XXXVIII
Sigit Debi Pramono

(PT/06215)

Novan Tisnadji

(PT/06337)

Fiqie Hadiyanto

(PT/06380)

Tiffany
Shela Rahmadhani

(PT/06397)
(PT/06417)

Asisten Pendamping: Muhammad Hidayat

LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURA


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

TINJAUAN PUSTAKA
Kultur Jaringan
Pengertian Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman
secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman
dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta
menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik
yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur
jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat
steril (Jumin, 1992).
Semua bagian tanaman dapat digunakan sebagai eksplan tetapi selsel yang telah mengalami diferensiasi lebih lanjut sulit ditumbuhkan
dibandingkan dengan sel-sel meristematik. Ukuran eksplan yang dikulturkan
juga mempengaruhi keberhasilannya. Ukuran yang terlampau kecil akan
mengurangi daya tahan tanaman ketika dikulturkan. Sementara bila terlalu
besar akan sulit mendapatkan eksplan yang steril (Dinarti et al., 2007).
Perkembangan ilmu kutur jaringan secara sejarah dikaitkan dengan
penemuan sel dan munculnya teori sel. Lebih dari 250 tahun yang lalu HenriLouis Duhamel du Monceau (1756) merintis eksperimen pemulihan luka pada
tanaman dan menunjukkan pembentukan kalus yang terjadi secara spontan
pada bagian yang dilukai pada tanaman elm. Kontribusi lebih lanjut terhadap
kultur jaringan tanaman diberikan oleh doktrin sel atau teori sel yang
menyatakan bahwa sel bersifat autonom dan mempunyai kemampuan
totipotensi. Totipotensi merupakan kemampuan suatu sel tunggal untuk
tumbuh, membelah, dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Akivitas

jaringan meristem dapat dikatifkan atau ditekan menurut pola diferensiasi


yang dikendalikan oleh meknisme genetik dan atau lingkungan (Soetrisno et
al., 2008).
Perkecambahan In Vitro
Tahapan penting dalam proses kultur jarigan ialah kalus. Kalus
merupakan sel yang memiliki massa yang aktif membelah dan tak terorgaisir
yang biasanya muncul sebagai respon terhadap pelukaan jaringan dan organ
yang telah mengalami deferensiasi (Prawiro, 1992). Menurut Genta (1997),
menjelaskan dalam kultur jaringan semua tipe organ (akar, batang, daun,
bunga,dll) dan jaringan dapat

digunakan sebagai bahan eksplan untuk

induksi kalus. Aktivitas proses pembelahan sel dan pembentukan organ dan
embrio diperlukan hormon endogen kualitas hormon tersebut ditentukan tipe
bahan awal misal umur tanaman dan posisi eksplan pada tanaman.
Prinsip kerja dari kultur jaringan menggunakan prinsip totipotensi,
berdasarkan prinsip ini, sebuah sel atau jaringan tumbuhan, yang diambil dari
bagian manapun, akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan sempurna kalau
diletakkan dalam media yang cocok. Perbanyakan dengan sistem kultur
jaringan harus dilakukan dalam keadaan steril (Widarto, 1996).
Medium Kultur Jaringan
Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat
bergantung pada media yang digunakan. Media ini tidak hanya menyediakan
unsur hara (makro dan mikro) tetapi juga karbohidrat (gula) sebagai sumber
energi. Hasil yang lebih baik akan kita peroleh, bila ke dalam media tersebut
ditambahkan vitamin, asam amino dan zat pengatur tumbuh. Umumnya
media kultur jaringan tersusun atas komposisi hara makro, hara mikro,
vitamin, gula, asam amino dan N-organik, persenyawaan kompleks alami (air

kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, dan lain-lain), buffer, arang aktif, zat pengatur
tumbuh (terutama auksin dan sitokinin) dan bahan pemadat.
Media kultur jaringan tersusun dari berbagai garam mineral asam amino,
gula, vitamin, dan hormon tumbuhan. Mula-mula campuran media dibuat cair
yaitu dengan menambahkan air suling (aquadest). Selanjutnya setelah
jaringan berada dalam media cair dan digoncang-goncang dengan alat yang
disebut shaker (meja penggojok) tunas-tunas akan muncul berupa tonjolantonjolan yang disebut procorn likabodies (Prawiro, 1990). Tahapan dalam
pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan, inokulasi, pemeliharaan,
dan aklimatisasi. Persiapan

yang

dilakukan

meliputi

sterilisasi

alat,

pembuatan medium, sterilisasi medium, perkecambahan tanaman dalam


media kultur. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf (Marlina,
2004).
Zat Pengatur Tumbuh
Penanaman eksplan dalam proses kultur jaringan yaitu dilakukan pada
media MS yang mengandung garam-garam mineral, asam-asam amino,
vitamin, sumber karbon dan energi (gula) dan zat pengatur tumbuh (ZPT)
dengan komposisi tertentu. Ada beberapa jenis ZPT yang digunakan dalam
kultur jaringan tanaman, seperti auksin (-napthaleneacetic acid (NAA), 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), Indole-3-acetic acid (IAA), IBA, dll.), dan
sitokinin (benzyladenin (BA), kinetin (KI), dan zeatin (ZI). Respon tumbuhan
terhadap ZPT yang ditambahkan ke dalam media berbeda-beda, tergantung
pada jenis tanaman yang dikultur. Efisiensi dan efektifitas dari hormon
pertumbuhan juga berbeda terhadap jenis tanaman yang berbeda. Seperti
kinetin sangat efektif untuk kultur buku batang (Carimi, et al., 1995),
sementara sitokinin konsentrasi rendah dapat memacu perkembangan tunas
sedangkan konsentrasi tinggi merangsang penggandaan tunas (Nurwahyuni,
2004). Auksin pada konsentrasi rendah dapat memacu pertumbuhan akar

dan pada konsentrasi tinggi dapat merangsang pertumbuhan kalus (Magoon


dan Singh, 1995).
Zat pengatur tumbuh didalam media sangat menentukan terhadap
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan kultur. Perbanyakan tanaman
dibutuhkan pemilihan perbandingan konsentrasi auksin, sitokinin dan
suplemen yang tepat, karena hal ini akan menentukan dalam derajat
keberhasilan pembentukan tanaman baru (Nurwahyuni dan Tjondronegoro,
1994).
Tahapan Kerja dalam Kultur Jaringan
Tahapan dalam pembuatan

kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan,

inokulasi, pemeliharaan, dan aklimatisasi. Persiapan yang dilakukan meliputi


sterilisasi alat, pembuatan medium, sterilisasi medium, perkecambahan
tanaman dalam media kultur. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan
autoklaf. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan
tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril (Jumin, 1992). Menurut
Soetrisno et al. (2008), kultur jaringan merupakan suatu proses yang
sebagian kecil jaringan hidup (eksplan) diisolasi dari suatu organisme dan
ditumbuhkan secara aseptis selama periode tertentu pada medium nutrien.
Ukuran eksplan bervariasi, berkisar dari sebesar seedling dan organ (seperti
pada kultur embrio dan ovulum) sampai sekecil sel tunggal dan protoplas.
Teknik perbanyakan tanaman dengan cara teknik kultur in vitro disebut juga
mikropropogasi karena potongan tanaman atau eksplan tersebut berukuran
kecil.

Manfaat Kultur Jaringan


Manfaat dari kultur in vitro ini antara lain menyediakan bibit tanaman
yang sehat dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, dalam
areal yang kecil, tidak tergantung pada musim dan memungkinkan
manipulasi genetik (Yusnita, 2004). Metode kultur in vitro dikembangkan
untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang
sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur
jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat
yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar
sehingga

tidak

terlalu

membutuhkan

tempat

yang

luas,

mampu

menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,


kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat
dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Harianto, 2009).
Manfaat kultur jaringan bagi ternak sangat besar. Karena untuk
menghasilkan ternak dengan produksi dan performan yang baik, dibutuhkan
pakan dengan kualitas yang baik pula. Untuk menjaga kualitas tanaman
pakan tetap baik, tidak cukup hanya mengandalkan metode pengembangan
tanaman akan dengan metode yang biasa. Kultur jaringan muncul sebagai
masalah dari tanaman pakan. Kultur jaringan mampu memproduksi tanaman
pakan dalam jumlah yang banyak dan dengan kualitas yang sama baiknya.
Sehingga kultur jaringan sangat menunjang kualitas dan jumlah tanaman
pakan yang dihasilkan untuk menghasilkan ternak dengan produkksi dan
performan yang baik (Marlina, 2004 ).

BAB II
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini atara lain adalah
botol kultur, pinset, skalpel, entkas, autoklaf, tabung reaksi, cawan petri,
kertas saring, dan pipet steril.
Bahan. Bahan-bahan yan digunakan dalam praktikum ini antara lain
adalah meristem apikal dari akar tanaman kacang pajang (Vigna radiata),
Medium murashige dan skoog (MS) dengan zat pengatur tumbuh auksin 2,4D 2 mg/L dan kinetin, spirtus, alkohol 60%, bayclin, dan aquades steril.
Metode
Tahapan dalam pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan,
inokulasi, pemeliharaan, dan aklimatisasi. Persiapan yang dilakukan meliputi
sterilisasi alat, pembuatan medium, sterilisasi medium, perkecambahan
tanaman dalam media kultur. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan
autoklaf. Autoklaf diisi dengan aquades agar tidak menimbulkan korosi,
dilakukan dalam suhu 121oC dan tekanan 15 atm selama 15 menit. Inokulasi
meliputi penanaman eksplan. Pemeliharaan dilakukan selama inokulasi pada
temperatur 25 sampai 28oC. sedangkan aklimatisasi merupakan proses
adaptasi. Jaringan meristem dari tunas tanaman kacang panjang (Vigna
radiata) diambil dalam lingkungan yang steril, bagian meristem batang
dipotong menggunakan pisau/skalpel dengan ukuran 2 mm sampai 3 mm,
dilakukan inokulasi dalam botol yang berisi medium Murashige dan Skoog,
diinkubasikan

pada

ruang

kultur

bersuhu

20 oC

dan

pencahayaan

menggunakan lampu 40 watt, kemudian diamati pembentukan akar, tunas


dan kalusnya setiap hari dan ada tidaknya kontaminasi jamur, serta dicatat
pertumbuhannya pada hari ke-7 dan ke-14. Ada 3 variabel yang diamati

dalam praktikum ini, yaitu medium, eksplan, dan cahaya. Medium meliputi
perbandingan konsentrasi hormon pertumbuhan auksin dan sitokinin.
Eksplan meliputi bagian tanaman yang akan digunakan, yaitu akar, batang,
dan daun.

Cahaya

meliputi

perlakuan

gelap

terang.

Praktikum ini

menggunakan 16 macam medium yang beredaa berdasarkan konsentrasi


pemberian hormon pertumbuhan auksin dan sitokinin, yaitu seperti pada
tabel berikut:

Sitokinin
(kinetin)
(M)

0
1
3
5

Tabel 1. Medium kultur jaringan


Auksin (2,4 D)(M)
0
1
3
0,0
0,1
0,3
1,0
1,1
1,3
3,0
3,1
3,3
5,0
5,1
5,3

5
0,5
1,5
3,5
5,5

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman
secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman
dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta
menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik
yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Jumin (1992), mengungkapkan
bahwa prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan
yang dilakukan di tempat steril .
Praktikum

kultur

jaringan

bertujuan

mengetahui

teknik

perkembangbiakan tanaman dengan metode aseptis. Tahapan dalam


pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan, inokulasi, pemeliharaan,
dan aklimatisasi. Persiapan

yang

dilakukan

meliputi

sterilisasi

alat,

pembuatan medium, sterilisasi medium, perkecambahan tanaman dalam


media kultur. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Autoklaf
diisi dengan aquades agar tidak menimbulkan korosi, dilakukan dalam suhu
121oC dan tekanan 15 atm selama 15 menit. Inokulasi meliputi penanaman
eksplan. Pemeliharaan dilakukan selama inokulasi pada temperatur 25-28 oC.
sedangkan aklimatisasi merupakan proses adaptasi. Tanaman yang di tanam
secara kultur jaringan adalah kacang hijau. Biji kacang panjang (Vigna
radiata) yang sebelumnya sudah digerminasi menggunakan petri disk dan
kertas saring yang steril diinkubasi selama 2 sampai 3 hari, setelah itu
jaringan meristemdari tunas tanaman kacang hijau dalam lingkungan yang
steril dan ditanam pada medium.

Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman


dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan
yang dilakukan di tempat steril (Jumin, 1992). Menurut Soetrisno et al..
(2008), kultur jaringan merupakan suatu proses dimana sebagian kecil
jaringan hidup (eksplan) diisolasi dari suatu organisme dan ditumbuhkan
secara aseptis selama periode tertentu pada medium nutrien. Ukuran eksplan
bervariasi, berkisar dari sebesar seedling dan organ (seperti pada kultur
embrio dan ovulum) sampai sekecil sel tunggal dan protoplas. Teknik
perbanyakan tanaman dengan cara teknik kultur in vitro disebut juga
mikropropogasi karena potongan tanaman atau eksplan tersebut berukuran
kecil. Berdasarkan hasil praktikum eksplan yang digunakan dalam praktikum
adalah bagian tumbuhan yang telah di potong kecil kecil. Berdasarkan hasil
perbandingan antara literatur dengan data yang didapatkan dalam praktikum,
dapat diketahui bahwa tahapan kultur jaringan yang dilakukan dalam
praktium sudah baik.
Kontaminasi pada Medium dan Eksplan
Berdasarkan

praktikum

yang

telah

dilakukan,

diperoleh

data

kontaminasi pada medium dan eksplan tertera pada tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2. Kontaminasi pada medium dan eksplan
Medium
Eksplan
(auksin,sitokinin)
Akar
Batang
Daun
M
Gelap Terang Gelap Terang Gelap Terang
0,0
1,0
3,0
5,0
0,1
1,1
3,1
5,1
0,3
1,3
3,3

+++
+++
-

5,3
+++
+++
0,5
1,5
3,5
5,5
Ada tidaknya kontaminasi dilihat satu minggu setelah penanaman
eksplan. Tabel diatas menunjukan adanya kontaminasi pada perlakuan
terang menggunakan batang pada medium 1,1; 3,1; dan 0,5 dan kontaminasi
pada perlakuan terang menggunakan akar pada medium 0,5. Hal itu dapat
terjadi karena proses penanaman eksplan yang kurang terjaga kesterilannya
sehingga

terjadi

kontaminasi.

Eksplan

yang

terkontaminasi

akan

menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau
busuk (disebabkan bakteri). Menurut pendapat Smith (200) Eksplan atau
kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur,
bakteri, serangga atau virus. Organisme organisme tersebut secara
universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat nonpatogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang
pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor
menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang
disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi
tinggi,

kelembaban

tinggi

dan

suhu

yang

hangat,

juga

disukai

mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat,


mengalahkan eksplan
Menurut Lestari et al. (2001), serangan jamur dapat dipicu oleh
pencucian bibit kultur yang kurang bersih dari media in vitro sebelum ditanam
pada media berikutnya. Menurut Soetrisno et al. (2008), kontaminasi dapat
dicegah dengan cara sterilisasi yang maksimal. Teknisi menggunakan masker
dan sarung tangan, tidak menyentuh permukaan obyek steril yang terbuka
(misalnya media atau penutup botol). Botol kultur dipegang pada dasarnya
dan tangan dijauhkan dari tabung atau petri yang menerima cairan tersebut

saat penuangan cairan steril. Area kerja harus dilap dengan kain yang telah
direndam dengan alkohol 70% sebelum melakukan prosedur sterilisasi
apapun.
Produksi Kalus
Kalus merupakan sel yang memiliki massa yang aktif membelah dan
tak terorgaisir yang biasanya muncul sebagai respon terhadap pelukaan
jaringan dan organ yang telah mengalami deferensiasi (Prawiro,1992).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data produksi kalus
tertera pada tabel 3 sebagai berikut.

Medium
(auksin,sitokinin)
M

Tabel 3. Produksi kalus


Eksplan
Akar
Batang
Gelap Terang Gelap Terang

0,0
+
++
1,0
++
+++
+
3,0
+
5,0
+++
+
+++
0,1
+
+++
+++
1,1
++
++
3,1
++
+++
+++
5,1
+++
+++
0,3
+
+
+++
1,3
+
++
+++
3,3
+
+++
5,3
++
+++
+++
0,5
+
1,5
+++
++
3,5
++
+++
++
5,5
+
+++
+
Pengamatan terhadap pertumbuhan kalus

Daun
Gelap Terang

++
+++
+++
+++
+++
+++
+
+
+++
+++
++
+++
+++
dilakukan

+
+
+
+
+
+
+++
+
+++
+++
++
+
++
++
+
+++
+
++
+
++
+++
2 minggu setelah

penanaman eksplan. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa


produksi kalus terbanyak dari eksplan akar pada perlakuan terang dengan
medium 1,0; 0,1; 3,1; 5,1; 3,3; 5,3; 3,5 dan 5,5. Produksi kalus terbanyak

dengan eksplan batang terdapat pada perlakuan terang dengan medium 1,0;
3,0; 5,0; 0,1; 5,1; 3,3; 5,3; 3,5 dan 5,5. Produksi kalus terbanyak dengan
eksplan daun terdapat pada perlakuan terang dengan medium 0,1; 3,1; 5,1;
5,2;5,5.Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa umumnya untuk eksplan akar
produksi kalus banyak pada perlakuan terang, sedangkan untuk eksplan
batang banyak terbentuk pada perlakuan terang, dan untuk eksplan daun
kalus banyak terbentuk pada perlakuan terang. Berdasarkan hasil untuk
keseluruhan eksplan banyak terbentuk kalus dengan perlakuan terang,
karena cahaya akan mempengaruhi pertumbuhan kalus. Hal ini sesuai
dengan pendapat Mulyaningsih dan Aluh (2004), intensitas cahaya dan lama
penyinaran akan membuat pertumbuhan kalus semakin tinggi .
Menurut Reksohadiprojo (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam pembentukan kalus ialah komposisi medium nutrien dan faktor-faktor
fisik seperti suhu dan kelembapan dan medium yang digunakan seperti pada
praktikum ini yaitu medium MS (Murashige dan Skoog) atau modifikasinya.
Menurut Soetrisno et al., (2008), ruang kultur baik untuk riset maupun aplikasi
praktis, suhu dan cahayanya harus dapat dikontrol. Ruangan harus terisolasi
dengan baik sehingga tidak terpengaruh oleh perubahan suhu eksternal.
Pencahayaan biasanya diberikan oleh lampu fluorosens.
Menurut Soetrisno et al., (2008), keberhasilan kultur jaringan in vitro
tergantung pada banyak faktor, jika salah satu faktor tidak terpenuhi dapat
menyebabkan kegagalan seluruh pekerjaan yang dilakukan atau setidaknya
hasil yang diperoleh akan berbeda dengan yang diharapkan. Faktor-faktor
tersebut berupa eksplan, media, dan lingkungan fisik kultur. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain genotip, umur
tanaman, umur jaringan atau organ, keadaan fisiologis tanaman, keadaan
kesehatan tanaman, kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada
tanaman, ukuran eksplan, pelukaan, metode inokulasi, nurse effect, ruang

kultur, dan cahaya, suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang
inkubasi.

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan
bahwa proses perkembangbiakan secara kultur jaringan yang dilakukan
cukup berhasil walaupun tedapat sedikit inokulasi yang terkontaminasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontaminasi yaitu sterilisasi dan metode
inokulasi. Pertumbuhan kalus paling baik pada rata rata tumbuh dengan
perlakuan terang karena faktor cahya dan lama penyinaran akan membuat
pertumbuhan kalus semakin cepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kultur jaringan antara lain genotip, umur tanaman, umur jaringan
atau organ, keadaan fisiologis tanaman, keadaan kesehatan tanaman,
kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada tanaman, ukuran
eksplan, pelukaan, metode inokulasi, nurse effect, ruang kultur, dan cahaya,
suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang inkubasi.

DAFTAR PUSTAKA

Carimi,F.; DePasquable, F. Dan Crescimanno, F.G., .1995. Somatic


embryogenesis in Citrus from Styles Culture, Plant Science 105: 81-86
Genta. 1997. Budidaya Tanaman Pangan. Agritec. Surabaya.
Dinarti, D., A. Purwito, dan A.D. Susila. 2007. Optimasi Daya Regenerasi dan
Multiplikasi Tunas In Vitro Bawang Merah untuk Mendukung
Penyediaan Bibit Berkualitas. Jurnal Agronomi dan Hortikultura
Faperta IPB.
Harianto,Wijaya,2009, Pengenalan teknik in vitro, Jakarta : Bumi Aksara
Jumin, H. B. 1992. Etiologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali
Press. Jakarta.
Lestari, E.G., D. Sukmadjaya, I. Mariska, M. Kosmiatin, Y. Rusyadi, dan S.
Rahayu. 2001. Perbanyakan In Vitro dan Pengujian Lanjutan pada
Nomor-Nomor Harapan Panili dan Lada yang Tahan Penyakit.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi
Tanaman, Bogor, 3031 Januari 2001. hlm. 109-119. Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor.
Maggon, R. dan Singh, B.d., 1995. Promotion of adventure bud regeneration
by ABA in Combination with BAP in epicotyl and hypocotyl explants
sweet orange (Citrus sinensis L. Osbeck), Scientia horticulturae 63:
123-128.
Marlina, Nina. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS)
untuk Konservasi In Vitro Mawar (Rossa spp.)
Mulyaningsih T & Aluh N. 2004. Faktor-faktor yang berpengaruh pada
keberhasilan. Mikropropagasi. Unram.ac.id
Nurwahyuni,I. 1994. Perbanyakan tanaman kopi arabika (Cofea arabica L)
secara kultur jaringan, komunikasi penelitian 11 (2):88-102.
Prawiro. 1990. Peningkatan Produksi Pertanian. Kedaong. Bandung.
Reksohadiprodjo, S. 1995. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik Edisi
Revisi BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Smith, R.H. 2000. Plant Tissue Culture : Techniques and Experiments.


Academic press : London
Soetrisno, R. D., Bambang Suhartanto, Nafiatul Umami, dan Nilo Suseno.
2008. Bahan Ajar Pengantar Kultur Jaringan Tanaman Pakan. Fakultas
Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widarto.1996. Pengembangan Tanaman Secara Vegetatif. Dinas pertanian
propinsi jawa timur. Surabaya.
Yunita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai