Anda di halaman 1dari 18

EKSTRASI AGAR

Oleh :
Nama
NIM
Kelompok
Rombongan
Asisten

:
:
:
:
:

Marsha Nidiaratri
B1J013008
1
I
Rendie Prasetyo

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan mempunyai potensi yang besar
sebagai negara penghasil rumput laut. Usaha pembudidayaan rumput laut harus
disikapi dengan serius seiring kebutuhan pasar dalam negeri maupun luar negeri
terhadap rumput laut yang semakin meningkat. Kebutuhan rumput laut tidak
terpenuhi hanya dengan mengandalkan produksi alami, hal tersebut mendorong
usaha pembudidayaan rumput laut dibeberapa perairan yang potensial di
Indonesia. Usaha pembudidayaan rumput laut tersebut harus ditunjang dengan
sumber daya manusia yang berkualitas (Fahrul, 2008).
Rumput laut (seaweed) merupakan salah satu komoditi laut yang memiliki
nilai ekonomis tinggi, karena pemanfaatannya yang demikian luas, baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia industri, sehingga memiliki pasar
yang luas di dalam negeri maupun luar negeri. Kenyataan dalam kehidupan
sehari-hari, rumput laut sudah dimanfaatkan secara luas sejak tahun 1920, dan
tercatat sekitar 22 spesies rumput laut yang dimanfaat secara tradisional sebagai
sayuran dan bahan obat tradisional, hal ini dapat dipahami mengingat rumput laut
memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap antara lain air (27,8%), protein
(5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%), serat kasar (3%) dan abu (22,25%)
(Abdullah, 2011).
Rumput laut juga mengandung senyawa hidrokoloid, seperti karagenan,
agar dan alginat. Peneliti sebelumnya melaporkan karaginan dan agar dihasilkan
oleh rumput laut (alga) merah (Rodhophycae), sedangkan alginat dihasilkan oleh
alga coklat (Phaeophycae). Ketiga senyawa hidrokolid tersebut memiliki nilai
ekonomis yang tinggi, mengingat manfaatnya yang demikian luas sebagai
pengemulsi dan pengental dalam industri makanan, kosmetik, obat-obatan, tekstil
dan lain-lain. Mengingat potensi ekonominya yang demikian besar dan
ketersediaannya yang beraneka ragam di perairan laut Indonesia yang demikian
luas, maka rumput laut telah ditetapkan sebagai salah satu komoditi unggulan
program revitalisasi kelautan, disamping udang dan tuna (Abdullah, 2011).

B. Tujuan
Tujuan praktikum ekstraksi agar adalah untuk mengetahui nilai rendemen
agar dan proses ekstraksi agar dari rumput laut Gracilaria verrucosa.
C. Tinjauan Pustaka
Rumput laut yang dikonsumsi sebagai bahan pangan mempunyai beberapa
nilai gizi tinggi di dalamnya. Kandungan gizi yang terdapat dalam rumput laut
adalah protein, vitamin, dan beberapa mineral essensial yang dibutuhkan manusia.
Rumput laut mempunyai kandungan protein antara 4% sampai 25% dari berat
kering. Kandungan asam amino dalam protein bervariasi bergantung pada faktor
iklim, habitat, umur, bagian thalus, serta kondisi pertumbuhan seperti cahaya,
nutrien, dan salinitas (Insan dan Widyartini, 2001).
Jenis-jenis rumput laut yang banyak dimanfaatkan oleh manusia pada
umumnya dari kelas rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput laut merah juga
mengandung berbagai senyawa diantaranya adalah agar-agar, karaginan, porpirin,
maupun furcelaran yang penggunaanya sudah semakin berkembang dalam
berbagai industri. Pigmen yang terkandung di dalam rumput laut merah adalah
pigmen fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin (Darmawan et al.,
2004).
Agar-agar adalah produk kering tak berbentuk (amorphous) yang
mempunyai sifat-sifat seperti gelatin dan merupakan hasil ekstraksi dari rumput
laut jenis tertentu. Molekul agar-agar terdiri dari rantai linear galaktan. Galaktan
sendiri merupakan polimer dari galaktosa. Agar-agar yang dijual di pasaran
terdapat dalam tiga bentuk, yaitu berbentuk batang, bubuk, dan kertas. Namun,
yang paling umum dijumpai adalah yang berbentuk bubuk. Masyarakat luas lebih
mengenal agar-agar sebagai hidangan pencuci mulut yang lezat dan menarik.
Bentuk agar-agar dapat direka-reka sesuai selera dan dipadu dengan berbagai
macam warna, aroma, dan rasa. Sifat yang paling menonjol dari agar-agar adalah
larut di dalam air panas, yang apabila didinginkan sampai suhu tertentu akan
membentuk gel. Di rumah tangga, umumnya digunakan untuk pembuatan puding,
bahan campuran berbagai macam kue, atau dimasak bersama-sama beras untuk
menghasilkan nasi yang lebih pulen dan lengket (Afrianto dan Liviawati, 1989).

Rumput laut dari Gracilaria sp. mempunyai nilai ekonomis yang sangat
tinggi karena penggunaannya sangat luas dalam berbagai bidang industri. Menurut
Fachrul (2006), rumput laut hidup dengan cara menyerap zat makanan dari
perairan dan melakukan fotosintesis, intensitas cahaya matahari merupakan faktor
pembatas dalam proses fotosintesis. Kandungan zat kimia rumput laut dipengaruhi
oleh jenis rumput laut, lokasi pertumbuhan, umur panen dan teknik budidaya yang
intensif serta penanganan pasca panen yang tepat.

II. MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat-alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, saringan, kain saring,
pengaduk, blender, baki, panci, kompor, gelas ukur 100 ml.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah rumput laut Gracilaria
verucossa, KOH 10% 100 ml, KCl 10% 100 ml, H2O2 6% 100ml, akuades 1000
ml.
B. Metode
Glacilaria verrucosa sebanyak 50 gram dicacah atau diblender

Rumput laut dijemur diatas alat atau da


Dimasak dengan akuades sebanyak 500 ml selama 15 menit

Ditambah KCl 5% sebanyak 100 ml dan KOH 10% 100 ml 15 menit

Dimasak dan diaduk kemudian disaring


Hasil setelah disaring, dimasak lagi dengan ditambah 500 ml akuades dan larutan
H2O2 6% 100 ml

Disaring kemudian dikeringkan selama 5 hari

Dihitung rendemen
Rendemen agar (g) = Produk Akhir (g)
x 100%
Bobot Bahan Baku (g)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Gambar 1. Glacilaria verrucosa


dimasak dengan akuades 500 ml

Gambar 2. Penambahan KCl 5%


100 ml

Gambar 3. Penambahan KOH


10% 100 ml

Gambar 4. Siap disaring

Gambar 5. Hasil penyaringan


pertama

Gambar 7. Penambahan H2O2

Gambar 9. Penjemuran

Gambar 6. Penambahan akuades


500 ml

Gambar 8. Penyaringan terakhir

Gambar 10. Bobot kering untuk


perhitungan rendemen

Rendemen agar (%) = Produk akhir (g)


x 100%
Bobot bahan baku (g)
= 14,1 gram x 100%
100 gram
= 14,1 %

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa kandungan agar adalah 14,1%.
Perhitungan rendemen agar diperoleh dari bobot rumput laut setelah diekstrasi dan
menjadi agar kering (bobot akhir) sebesar 14,1 gram dibagi bobot agar awal
sebelum diberi perlakuan (bobot awal) sebesar 100 gram, dan dikali 100%.
Kandungan agar Gracilaria verrucosa di Indonesia mencapai 47,3%. Kandungan
agar yang diperoleh pada praktikum ini masih sangat rendah. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh lokasi penanaman yang kurang sesuai, metode
budidaya yang tidak sesuai sehingga menyebabkan pertumbuhan kurang baik,
akibatnya agar yang dikandungnya sedikit. Faktor lainnya disebabkan oleh
Gracilaria yang dipakai masih terlalu muda untuk dibuat ekstraksi, jenis rumput
laut yang digunakan, lama perendaman, lama ekstraksi, serta konsentrasi zat yang
digunakan dalam perendaman dan pelembutan (Fateha, 2009). Munaf (2002)
menambahkan bahwa skala produksi juga mempengaruhi rendemen, dimana skala
produksi yang besar akan menghasilkan rendemen yang besar pula. Besar
kecilnya rendemen agar dipengaruhi oleh suhu, pada suhu yang maksimum
struktur agar tidak stabil dan mudah rusak.
Rumput laut Gracilaria verrucosa merupakan salah satu jenis alga merah
(Rhodophyta) yang tumbuh di daerah tropik dan subtropik perairan laut dangkal.
Gracilaria verrucosa dapat dibudidayakan di kawasan pertambakan dengan
kondisi lingkungan yang sesuai. Gracilaria verrucosa merupakan jenis rumput
laut yang berpotensi dikembangkan untuk ekspor karena mengandug agar-agar
yang sangat tinggi dan bermanfaat untuk berbagai keperluan. Rumput laut
Gracilaria umumnya mengandung agar, atau disebut juga agarofit sebagai hasil
metabolisme primernya. Kandungan serat agar-agar relatif tinggi sehingga agaragar dikonsumsi pula sebagai makanan diet. Agar-agar diproduksi juga untuk
kegunaan di laboratorium sebagai media kultur bakteri atau kultur jaringan
melalui proses tertentu (Subaryono et al., 2003).
Gracilaria sp. merupakan jenis rumput laut yang dibudidayakan di muara
sungai atau di tambak, meskipun habitat awalnya berasal dari laut. Hal ini terjadi
karena tingkat toleransi hidup yang tinggi sampai pada salinitas 15 per mil. Jenis
rumput laut ini dapat ditanam secara polikultur dengan bandeng dan udang karena

ketiganya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya.


Hingga saat ini hasil budidaya Gracilaria sp. di tambak Kabupaten Brebes masih
menggunakan teknik sebaran dengan bibit yang belum dibudidayakan dengan
optimal sehingga belum dapat mencukupi tingginya permintaan pasar terutama
industri agar-agar akan Gracilaria sp. kering sebagai bahan baku utama penghasil
agar. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi Gracilaria sp. adalah dengan
cara memperkenalkan budidaya rumput laut dengan bibit unggul yaitu bibit dari
hasil kultur jaringan, dan hasil seleksi dengan menggunakan metode longline
(Trawanda et al., 2014).
Klasifikasi dari Gracilaria verrucosa menurut Indriani dan Suminarsih
(1999) adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Rhodophyta

Class

: Florideophyceae

Ordo

: Gracilariales

Family

: Gracilariaceae

Genus

: Gracilaria

Spesies

: Gracilaria verrucosa
Hasil studi dinyatakan bahwa Gracilaria verrucosa bisa dibudidayakan

dalam kondisi rumah kaca. Tergantung pada tingkat pertumbuhannya, serta


konsentrasi minyak mentah, fosfor protein dan agar-agar dari Gracilaria yang
menyebabkan Gracilaria verrucosa dapat dibudidayakan di kondisi rumah kaca.
Rumput laut memiliki peran penting dalam produksi primer dan banyak
digunakan diberbagai industri seperti makanan, pertanian, kosmetik dan farmasi.
Gracilaria (Gracilariales, Rhodophyta) merupakan salah satu dari rumput laut
yang paling penting karena memiliki nilai komersial yaitu bisa digunakan dalam
pembuatan ekstraksi agar. Komposisi proksimat rumput laut adalah baik karena
memiliki nilai gizi yang tinggi yaitu sebagai sumber protein, karbohidrat dan
lemak untuk dikonsumsi. Komposisi proksimat dan isi agar-agar dari Gracilaria
bervariasi menurut teknik kultur dan itu menunjukkan bahwa ada korelasi positif
antara kadar protein dan ketersediaan nitrogen (Cirik et al., 2010).
Ciri umum Gracilaria sp. menurut Aslan (1991), adalah:

1. Thalli berbentuk silindris atau gepeng dengan percabangan, mulai dari yang
sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun.
2. Di atas percabangan umunya bentuk thalii agak mengecil.
3. Perbedaan bentuk, struktur dan asal-usul pembentukan organ reproduksi
sangat penting dalam perbedaan tiap spesies.
4. Warna thalli beragam, mulai dari warna hijau-coklat, merah, pirang, merahcoklat dan sebagainya.
5. Substansi thalli menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan.
Pertumbuhan Gracilaria umumnya lebih baik di tempat dangkal daripada
di tempat dalam. Substrat tempat melekatnya dapat berupa batu, pasir, lumpur dan
lain-lain, kebanyakan lebih menyukai intensitas cahaya yang lebih tinggi. Suhu
merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan pembiakan. Suhu optimum
untuk pertumbuhan adalah antara 20-280C, tumbuh pada kisaran kadar garam
yang tinggi dan tahan sampai pada kadar garam 50 permil. Gracilaria verrucosa
dapat tahan hidup di atas permukaan air (exposed) selama satu hari dalam keadaan
basah (Aslan, 1991).
Ganggang laut tropis, termasuk Gracilaria verrucosa, telah terbukti
menjadi sumber yang kaya senyawa bioaktif dengan potensi biomedicinal. Alga
laut telah dilaporkan sebagai zat biologis aktif dengan kapasitas imunostimulan,
antijamur dan antivirus, termasuk antiherpes. Kepedulian fungsi kelautan mencari
ganggang laut Glacilaria verrucosa (kelas: Rhodophyta) adalah salah satu jenis
ganggang laut yang dapat dengan mudah ditemukan di air laut Indonesia
(Maftuch, 2014).
Agar-agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan,
tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel.
Satari (2001) menyatakan bahwa agar-agar merupakan polisakarida yang disusun
dari dua fraksi utama yaitu agarosa dan agaropektin. Rasio antara agarosa dan
agaropektin dalam agar-agar berkisar antara 50-90%. Agarosa umumnya bebas
sulfat dan terdiri dari -1,3-D-galaktosa dan ,1-4,3-6 anhydrogalaktosa.
Agaropektin kompleks merupakan campuran beberapa polisakarida. Agaropektin
mengandung 3-10 % sulfat. Rumus bangun agar-agar adalah sebagai berikut:

Rumus molekul : (C12H14O5(OH)4)n


Agar adalah senyawa kompleks polisakarida yang merupakan hasil
ekstraksi dari beberapa jenis rumput laut dengan struktur dasar agarobiosa.
Struktur dasar agarobiosa adalah polisakarida yang pada dasarnya terdiri dari dua
fraksi yaitu agaropektin dan agarosa. Agarosa mempunyai kemampuan gel yang
kuat sehingga digunakan sebagai bahan pengental dan bahan penguat gel.
Sebagian besar agar digunakan dalam industri makanan seperti kue, serbat, es
krim, yogurt dan makanan kaleng (Aslan, 1991).
Satari (2001) menyatakan bahwa sifat agar-agar antara lain dapat
membentuk gel dalam larutan yang sangat encer, misalnya konsentrasi 1% dan
konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0,04%. Agar-agar membentuk gel yang stabil
dalam larutan 1,5% pada suhu 320- 390C dan tidak meleleh pada suhu di bawah
850C. Munaf (2002) menambahkan bahwa beberapa sifat dari agar-agar adalah
pada suhu 250C dengan kemurnian tinggi tidak larut dalam air dingin tetapi larut
dalam air panas. Agar berbentuk padat pada suhu 32-390C dan mencair pada suhu
60-970C pada konsentrasi 1,5%. Agar-agar dalam keadaan kering sangat stabil
pada suhu tinggi dan pada kondisi pH rendah akan mengalami degradasi.
Agar terdiri dari serangkaian polisakarida diekstraksi dari rumput laut
Rhodophyta (alga merah). Agar saat ini digunakan untuk banyak aplikasi biologi
dan industri memiliki juga peranan penting dalam berbagai bidang bioteknologi.
Fraksi netral agar bernama agarosa, yang larut dalam air mendidih, tetapi tidak
larut dalam air dingin, dan diekstraksi dengan air pada suhu tinggi. Banyak
ganggang merah mengandung galaktan lebih kompleks tanpa kemampuan
membentuk gel. Selain itu, beberapa alga merah mungkin berisi mannan sulfat
atau xylan netral bukan galaktan dan sulfat sebagai struktur polisakarida utama.
Sifat gel pembentuk agar secara langsung berhubungan dengan kehadiran residu
3,6-anhydro-Lgalaktopyranosa karena tiga atom hidrogen dan siklus kendala

yang memungkinkan molekul untuk membentuk heliks ganda. Asosiasi heliks


ganda adalah dasar dari gel termoreversibel dibentuk dengan agarosa dan juga dan -karaginan yang diekstrak dari ganggang merah. Kemampuan untuk
membentuk gel secara luas dipengaruhi oleh substituen kimia serta oleh massa
molar dan distribusi massa molar polimer agar (Rahelivao et al., 2014).
Fungsi utama agar-agar adalah sebagai bahan pemantap, bahan pembuat
emulsi, bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pembuat gel. Luasnya
pemanfaatan agar-agar ini digunakan dalam beberapa industri seperti industri
makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kulit, dan sebagai media pertumbuhan
mikroba. Pemanfaatan agar-agar dalam pembuatan makanan antara lain berfungsi
sebagai thickener dan stabilizer. Pemanfaatan dalam industri farmasi agar-agar
berguna sebagai pencahar atau peluntur serta sebagai media kultur bakteri.
Pemanfaatan dalam industri kosmetik agar-agar digunakan dalam industri salep,
cream, sabun dan pembersih muka. Beberapa industri lain menggunakan agar-agar
sebagai bahan aditif, misalnya dalan proses industri kertas, tekstil, fotografi, semir
sepatu, pasta gigi, pengalengan ikan atau daging serta untuk kepentingan
mikrotomi (Aslan, 1991). Menurut Deguchi et al. (2006), agar dimanfaatkan
untuk membantu perkembangan otak sehingga dapat beregenerasi sehingga
potensial otak tetap terjaga. Indriani dan Suminarsih (1999) menambahkan bahwa
rumput laut Gracilaria verrucosa memiliki kandungan agar-agar yang lebih
rendah yaitu sekitar 21,30%-23,70% dari berat rumput laut keringnya.
Proses pembuatan agar-agar kertas menurut Afrianto dan Liviawati (1989),
dilakukan dengan cara:
1. Rumput laut yang telah dipanen dari laut kemudian dibersihkan dari kotoran
yang ada.
2. Setelah bersih kemudian dijemur selama satu sampai tiga hari, tergantung dari
keadaan cuaca.
3. Selanjutnya rumput laut tersebut direndam dalam air kapur atau kaporit
selama 3x24 jam kemudian direndam dalam air tawar yang bersih selama 1-3
jam.

4. Proses selanjutnya adalah perendaman rumput laut di dalam bak yang telah
diisi asam sulfat (H2SO4) sambil diaduk selama 15 menit dan setelah itu
dicuci dengan air tawar yang bersih selama 15 menit kemudian ditiriskan.
5. Proses selanjutnya, masukkan rumput laut ke dalam sebuah wadah aluminium
yang telah diisi air. Volume air berkisar antara 20-25 kali berat rumput laut.
Tambahkan asam cuka ke dalam wadah kemudian panaskan selama kurang
lebih 2-3 jam. Setelah air mendidih, cairan yang ada kemudian dituangkan ke
dalam suatu wadah sedangkan rumput laut yang ada dipadatkan atau dipres
dengan alat khusus. Cairan yang keluar dari mesin tersebut segera disaring
dan dimasukkan ke dalam cetakan-cetakan kecil yang terbuat dari bahan seng.
6. Biarkan beberapa saat hingga airnya dingin dan mulai membeku. Ampas hasil
pengepresan tadi dapat dipergunakan untuk makanan ternak maupun pupuk.
7. Proses selanjutnya adalah memasukkan cetakan-cetakan tadi ke dalam ruang
pendingin khusus selama 6-8 hari. Usahakan agar temperatur ruangan tetap
berkisar antara -630C. Setelah membeku, lepaskan agar-agar dari cetakan
dan irislah dengan alat pengiris khusus sehingga masing-masing mempunyai
ketebalan 1 cm. Irisan ini kemudian direndam dalam larutan kaporit dan
dijemur hingga kering. Perendaman ke dalam kaporit mempunyai tujuan
untuk menghasilkan agar-agar yang lebih putih. Jumlah agar-agar kertas
yang terbentuk adalah kurang lebih 10 % dari berat total bahan.
Fungsi beberapa larutan yang dipakai dalam ekstraksi agar adalah KOH
10% berfungsi untuk meningkatkan gel agar. KCl 10% berfungsi untuk memecah
talus. H2O2 6% berfungsi untuk mencerahkan warna rumput laut. Air juga
dibutuhkan dalam proses ini yaitu sebagai pelarut. Fungsi alat yang dipakai yaitu
kompor

sebagai

alat

untuk

memasak/memanaskan,

pengaduk

untuk

menghomogenkan agar terjaga dari kegosongan, panci sebagai wadah, baki untuk
wadah agar yang diekstrak sedangkan beaker glass sebagai wadah pengukur
larutan. Selain fungsi larutan dan alat, beberapa perlakuan juga memiliki tujuan
masing-masing. Berikut adalah fungsi dari masing-masing perlakuan menurut
(Darmawan et al., 2004):
1

Pemblenderan dilakukan untuk mempermudah pembentukan serat agar.

Pemanasan dilakukan untuk melunakkan dinding sel dari Gracilaria


verrucosa.

Perendaman memiliki tujuan sebagai berikut:

Membuat rumput laut menjadi lunak dan komponen agar yang larut
dalam air dapat larut dalam bahan perendam sehingga menyebabkan
hasil baik jumlah rata-rata berat kering, tekstur, maupun warna.

Menarik protein dan bahan lain seperti NaCl, kalium, yodium, dan tidak
menutup kemungkinan sama halnya dengan zat warna.

Rumput laut menjadi elastis dan tidak mudah pecah.

Menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisika kimia yang mengarah


pada denaturasi dinding sel dari rumput laut tersebut. Perubahan
komponen internal dalam proses perendaman menyebabkan rendemen
agar yang diekstrak meningkat.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1.

Persentase rendemen agar dari Gracilaria verrucosa adalah 41,1 %.


2. Tahapan ekstraksi agar adalah pencucian dan pembersihan, pengeringan,
perendaman

dan

pemucatan,

pelembutan,

penghancuran,

pemasakan

(ekstraksi), pengepresan, pendinginan, pengeringan, dan perhitungan


rendemen agar.
B. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah nyala api kompornya jangan terlalu
besar supaya rendemennya tidak berbusa.

DAFTAR REFERENSI

Abdullah, A. A. 2011. Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)


dengan metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Sarongi,
Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
3(1), pp. 95-105. Afrianto, E. dan E. Liviawati. 1989. Budidaya Rumput
Laut dan Cara Pengolahannya. Bhatara. Jakarta.
Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Cirik, Skran, Z. etin, I. Ak, S. Cirik, T. Gksan. 2010. Greenhouse Cultivation
of Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfuss and Determination of
Chemical Composition. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences
Vol.10(1): 559-564.
Darmawan, M., Tazwir dan H. E. Irianto. 2004. Fortifikasi Kue Keik
menggunakan Bubuk Gracilaria sp dan Sargassum filipendula Sebagai
Sumber Asam Lemak Omega-3 dan Iodium. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia Vol.10(3):85-93.
Deguchi, K., K. Tsuru, T. Hayashi, M. Takaishi, M. Nagahara, S. Nagotani, Y.
Sehara, G. Jin, H. Zhe Zhang, S. Hayakawa, M. Shoji, M. Miyazaki, A.
Osaka, N. Huh and K. Abe. 2006. Implantation Of a New Porous Gelatin
Siloxane Hybrid into a Brain Lesion as a Potential Scaffold For Tissue
Regeneration. Journal of Cerebral Blood Flow and Metabolism
Vol.26(1):12631273.
Fachrul. 2006. Pelatihan Budidaya Laut (Coremap Fase II, Kabupaten Selayar),
Panen dan Pasca Panen. Yayasan Mattirotasi. Makassar.
Fahrul. 2008. Penelitian Budidaya Laut Panen dan Pasca Panen. Pelatihan
Budidaya Laut Coremap Tahap II Kabupaten Selayar. Makasar: Yayasan
Mattirotasi.
Fateha. 2009. Teknik Penanganan Pasca Panen Rumput Laut Coklat, Sargassum
filipendula Sebagai Bahan Baku Alginat. Teknisi Litkayasa Balai Besar
Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
Indriani, H dan Suminarsih. 1999. Budidaya, Pengelolaan serta Pemasaran
Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Insan, A. I. dan D. S. Widyartini. 2001. Makroalgae. Fakultas Biologi Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Maftuch., Toban M. H., dan Yenny R. 2014. Administration of marine algae
(Gracilaria verrucosa) immunostimulant enhances some innate immune
parameters in black tiger shrimp (Penaeus monodon Fabricus) against Vibrio
harveyi infection. Journal of Applied Sciences Research, 8(2), pp. 10521058.

Munaf, D.J. 2002. Rumput Laut Komoditi Unggulan. PT Grasindo. Jakarta.


Rahelivao, M. P., H. Andriamanantoanina, A. Heyraud, and M. Rinaudo. 2014.
Structure and Rheological Behaviour of Agar Extracted From Madagascar
Sea Coast Algae. The Open Macromolecules Journal Vol.7:1-6.
Satari, R. 2001. Karakterisai Polisakarida Agar dari Gracilaria sp. dan Gelidium
sp. Kumpulan Makalah Seminar Maritim Indonesia, Perikanan: 227-245.
Subaryono, B. S., B. Utomo, T. Wikanta, dan N. Satriyana. 2003. Polikultur udang
Vanamey dan Rumput Laut pada Lahan Tambak. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia, Vol. 9(5):1-9.
Trawanda, S. A., Sri R., dan Restiana W. A. 2014. Kuantitas Dan Kualitas Rumput
Laut Gracilaria Sp. Bibit Hasil Seleksi Dan Kultur Jaringan Dengan
Budidaya Metode Longline Di Tambak. Journal of Aquaculture
Management and Technology, 3(2), pp. 150-158.

Anda mungkin juga menyukai