Anda di halaman 1dari 18

Jenis-Jenis Auditing

Menurut Arens, Elder, & Beasley (2012), terdapat 3 jenis audit yang
dilaksanakan oleh akuntan publik, yaitu:
1. Audit operasional
Audit operasional dilaksanakan untuk mengevaluasi efisiensi dan
efektivitas bagian-bagian dari prosedur dan metode kegiatan operasional
perusahaan. Dalam audit operasional, pelaksanaan review tidak terbatas
hanya pada akuntansi, tetapi juga dapat mencakup evaluasi atas struktur
organisasi, operasi komputer, metode produksi, pemasaran, dan bagianbagian lainnya yang sesuai dengan kualifikasi auditor. Berbeda dengan
jenis audit lainnya, kriteria yang ditetapkan dalam pelaksnaan audit
operasional merupakan suatu hal yang bersifat subjektif sehingga audit
operasional tergolong sebagai konsultasi manajemen. Hasil dari audit
operasional biasanya berupa pernyataan mengenai efektivitas dan
efisiensi operasi atau sejumlah rekomendasi kepada manajemen untuk
memperbaiki atau meningkatkan kinerja operasional perusahaan
2. Audit kepatuhan
Audit kepatuhan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang
diaudit telah mengikuti prosedur, kebijakan, dan regulasi yang telah
ditetapkan oleh badan/otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit
kepatuhan biasanya berupa pernyataan atau temuan tingkat kepatuhan
dan dilaporkan kepada pihak tertentu dalam unit organisasi yang diaudit.
3. Audit laporan keuangan
Audit laporan keuangan dilaksanakan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan telah dilaporkan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Dalam menentukan tingkat kewajaran
penyajian laporan keuangan, auditor perlu melaksanakan serangkaian uji
yang tepat untuk menentukan apakah terdapat error atau misstatement
lainnya yang bersifat material dalam laporan keuangan. Hasil dari audit
laporan keuangan berupa laporan audit yang berisi opini atas audit
laporan keuangan.
Berikut merupakan contoh dari pelaksanaan 3 jenis audit:
Tabel 1. Contoh Pelaksanaan Jenis Audit

Jenis audit

Contoh

Audit
Operasional

Mengevaluasi
- Jumlah catatan
apakah proses
gaji yang
penggajian yang
diproses
menggunakan
selama satu
sistem komputer
bulan
untuk perusahaan - Biaya per
departemen
anak berjalan
Jumlah
dengan efisien dan
kesalahan
efektif
yang dibuat
Menentukan
Catatan
apakah persyaratan perusahaan
yang diberikan
bank untuk
kelanjutan
peminjaman telah
dipenuhi
Audit tahunan
Laporan
laporan keuangan
keuangan
perusahaan
perusahaan

Audit
Kepatuhan

Audit laporan
keuangan

Informasi

Kriteria yang
ditetapkan
Aturan standar
perusahaan
untuk efisiensi
dan efektivitas
dalam
departemen
penggajian

Bukti yang
tersedia
- Laporan
kesalahan
- Catatan
penggajian
- Biaya proses
penggajian

Ketentuan
perjanjian
pinjaman

Laporan
keuangan dan
perhitungan oleh
auditor

Standar
Dokumen,
akuntansi yang catatan, dan
berlaku
sumber bukti
lainnya.

Sumber: Tuanakotta (2013)


Asersi Dalam Laporan Keuangan
Dalam ISA 315 alinea 4(a) asersi didefinisikan sebagai representasi oleh
manajemen secara eksplisit atau dalam bentuk pernyataan maupun implisit atau
tersirat yang terkandung dalam laporan keuangan. Representasi ini digunakan
auditor untuk memperhatikan berbagai salah saji dalam laporan keuangan yang
mungkin terjadi. Dengan menyerahkan laporan keuangannya kepada auditor atau
pihak lain, manajemen membuat representasi secara tersurat atau tersirat.
Menurut Tuanakotta (2013) representasi manajemen kepada auditor yang
paling umum dikenal adalah laporan keuangan secara keseluruhan atau secara
menyeluruh disajikan secara wajar sesuai dengan kerangka pelaporan yang
berlaku.Di dalam representasi umum tersebut terkandung beberapa asersi
(embedded assertions). Asersi-asersi ini berhubungan dengan pengakuan
(recognition),

pengukuran

(measurement),

penyajian

(presentation),

dan

pengungkapan (disclosure) dari berbagai unsur dala laporan keuangan. Berikut ini
merupakan contoh-contoh dari asersi:
2

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Semua aset dalam laporan benar-benar ada (exist)


Semua transaksi penjualan telah dicatat dalam periode terjadinya
Persediaan dicantumkan dengan nilai yang tepat
Utang merupakan kewajiban entitas
Semua transaksi yang dicatat terjadi dalam periode berjalan
Semua jumlah disajikan dengan tepat dan diungkapkan (dengan
penjelasan yang memadai) dalam laporan keuangan

Asersi-asersi ini disingkat dengan satu kata bahasa inggris seperti:


1.
2.
3.
4.
5.

Completeness (sesuatu itu lengkap)


Existence (sesuatu itu ada)
Occurance (sesuatu itu terjadi)
Accuracy (sesuatu itu akurat atau secara matematis benar)
Valuation (sesuatu itu dinilai sesuai dengan kaidah kerangka pelaporan
yang berlaku)

Auditor menggunakan asersi-asersi di atas sebagai pertimbangan salah saji


dalam laporan keuangan. Jika manajemen memberikan asersi yang benar, maka
dampak kesalahan keuangannya (extent of monetary error) tidak ada. Hal ini
menunjukkan bahwa angka-angka yang disajikan benar (khusus untuk transaksi
dan saldo, karena pengungkapan/disclosure bersifat kualitatif. Jika manajemen
memberikan asersi yang salah, maka dampak kesalahan keuangannya bisa berupa
angka-angka yang dinyatakan terlalu rendah (understated) atau bisa juga terlalu
tinggi (overstated).
ISA 315 alinea A111 menjelaskan kelompok asersi yang dapat digunakan
auditor untuk mempertimbangkan berbagai salah saji dalam laporan keuangan.
Berikut ini tabel kelompok asersi beserta penjelasannnya.
a. Asersi untuk Jenis Transaksi

Tabel 2. Asersi untuk Jenis Transaksi


Asersi
Occurance

Completenes
s
Accuracy

Penjelasan
Transaksi dan peristiwa yang sudah dicatat, memang terjadi
dan merupakan transaksi dan peristiwa dari entitas yang
bersangkutan
Semua transaksi dan peristiwa yang seharusnya dicatat,
memang sudah dicatat
Angka-angka, jumlah-jumlah, dan data lain yang terkait
dengan transaksi dan peristiwa yang dicatat, sudah dicatat
dengan akurat
3

Cut-off

Transaksi dan peristiwa dicatat dalam periode akuntansi yang


benar
Transaksi dan peristiwa dicatat dalam akun yang benar

Classificatio
n
Sumber: Tuanakotta (2013)

b. Asersi untuk Saldo akun


Tabel 3. Asersi untuk Saldo Akun
Asersi
Existence
Rights and
obligations
Completeness

Penjelasan
Aset, kewajiban, dan ekuitas benar ada
Entitas memiliki dan menguasasi aset, dan utang merupakan
kewajiban entitas
Semua aset, kewajiban, dan ekuitas yang seharusnya dicatat,
sudah dicatat
Valuation and
Aset, kewajiban, dan ekuitas dicantumkan dalam laporan
allocation
keuangan dalam jumlah yang benar, dan semua penyesuaian
untuk penilaian dan alokasi telah dicatat dengan benar.
Sumber: Tuanakotta (2013)
c. Asersi tentang Penyajian dan Pengungkapan
Tabel 4. Asersi tentang Penyajian dan Pengungkapan
Asersi
Occurance, rights, and
obligations

Penjelasan
Transaksi, peristiwa, dan hal-hal lain yang sudah
diungkapkan dalam laporan keuangan, memang
terjadi dan berkaitan dengan entitas yang
bersangkutan
Completeness
Semua pengungkapan yang seharusnya
dicantumkan, memang sudah dicantumkan dalam
laporan keuangan
Classification and
Informasi keuangan disajikan dan dijelaskan dengan
understandability
tepat, dan pengungkapan dinyatakan dengan jelas
Accuracy and
Informasi keuangan dan informasi lainnya
valuation
diungkapkan dengan wajar dan dalam jumlah yang
benar
Sumber: Tuanakotta (2013)
ISA 315 membolehkan auditor untuk menggunakan asersi di atas dengan
cara yang berbeda selama semua aspek yang dibahas di atas telah tercakup.
Sebagai contohnya, untuk memudahkan penggunaan asersi dalam entitas kecil,
asersi-asersi ini dapat digabungkan. Penggabungan asersi-asersi di atas disingkat
sebagai berikut.
1. C-Completeness
2. E-Existence

3. A-Accuracy and cut-off


4. V-Valuation
Penggabungan asersi dalam 4 kombinasi tersebut, memudahkan penerapan
pada tiga kelompok asersi (jenis transaksi, saldo akun, dan penyajian serta
pengungkapan). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai asersi gabungan.
Tabel 5. Penjelasan Asersi gabungan
Asersi
CCompleteness

Penjelasan
Segala sesuatu yang harus dicatat atau diungkapan dalam
laporan keuangan telah dicakup. Tidak ada aset, utang, dan
kewajiban, transaksi yang belum dicatat atau
diungkapkan, dan juga tidak ada catatan dalam laporan
keuangan yang hilang/dihilangkan atau tidak lengkap
E-Existence
Segala sesuatu yang harus dicatat atau diungkapkan dalam
laporan keuangan, memang ada pada tanggal yang
bersangkutan, dan memang harus dicakup. Aset,
utang/kewajiban, transaksi, dan hal-hal lain dalam catatan
laporan keuangan memang ada, terjadi, dan terkait dengan
entitas
A-Accuracy
Semua kewajiban, pendapatan, beban, dan hak atas aset
and cut-off
(yang dikuasai atau di bawah pengendalian) merupakan
kewajiban atau kekayaan entitas dan telah dicatat dalam
jumlah yang benar dan dialokasikan ke periode yang
benar. Juga telah dilakukan pengklasifikasian dan
pengungkapan yang benar dalam laporan keuangan
V-Valuation
Aset, kewajiban, dan ekuitas dicatat dalam jumlah atau
nilai yang benar dalam laporan keuangan. Penyesuaian
untuk penilaian atau alokasi yang diperlukan karena
sifatnya atau sesuai dengan prinsip akuntansi yang
diterapkan, telah dicatat sebagaimana mestinya
Sumber: Tuanakotta (2013)
Asersi dalam Auditing
Dalam ISA 315 alinea 25 disebutkan bahwa auditor wajib mengidentifikasi
dan menilai risiko salah saji pada tingkat laporan keuangan dan tingkat asersi
untuk jenis transaksi, saldo akun, dan pengungkapan untuk merancang dan
melaksanakan prosedur audit selanjutnya. Seperti disebutkan sebelumnya, laporan
keuangan mengandung berbagai asersi. Asersi ini dapat digunakan auditor dalam
menilai risiko di tingkat laporan keuangan dan di tingkat asersi. Berikut ini
penjelasan mengenai penilaian risiko di tingkat laporan keuangan dan di tingkat
asersi (Tuanakotta, 2013):

a. Penilaian risiko di tingkat laporan keuangan


Risiko salah saji material pada tingkat laporan keuangan cenderung
bersifat pervasif (tersebar luas) dan karenanya mencakup semua asersi.
Sebagai contoh, jika kepala pembukuan tidak cukup kompeten, sangat boleh
jadi kekeliruan dalam laporan keuangan. Kekeliruan semacam ini seringkali
tidak terbatas pada satu saldo akun, satu jenis transaksi, atau suatu
pengungkapan saja, dan juga pada satu asersi saja, seperti lengkapnya
(completeness) transaksi penjualan. Namun kekeliruan juga dengan mudah
merambah ke asersi lain seperti accuracy, existence, dan valuation.
b. Penilian risiko di tingkat asersi
Risiko pada tingkat asersi berkaitan dengan saldo dari akun tertentu
(secara individu) pada saat tertentu (misalnya akhir tahun), atau untuk
transaksi tertentu pada suatu periode tertentu (misalnya dalam tahun buku
bersangkutan), dan berkenaan dengan penyajian dan pengungkapan tertentu
dalam laporan keuangan. Relevansi setiap asersi untuk saldo akun (atau jenis
transaksi, atau penyajian dan pengungkapan tertentu, akan berbeda, tergantung
pada ciri saldo akun itu dan potensi salah saji material.
Sebagai contoh, karena kemungkinan hilangnya persediaan relatif kecil
maka auditor menilai risiko salah saji material yang berkenaan dengan
completeness assertion rendah. Akan tetapi, kelemahan dalam menangani
transaksi penjualan menyebabkan auditor menilai risiko salah saji material
karena tidak lengkapnya saldo akun penjualan sebagai risiko yang tinggi.
Perbedaan dalam penilaian risiko pada kedua tingkat tersebut (laporan
keuangan dan asersi) dapat dilihat pada contoh gambar sederhana di bawah
ini.

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa risiko pada tingkat laporan
keuangan bersifat pervasif dan dapat terjadi pada banyak asersi. Dalam contoh ini,
risiko tersebut disebutkan rendah (low). Kemudian pada risiko tingkat asersi,

risiko yang disajikan dalam setiap kelompok asersi hanyalah beberapa contoh saja
seperti:
a. Pada saldo akun : inventory, cash, dan payables
b. Pada jenis transaksi: revenue dan expenses
c. Pada penyajian dan pengungkapan: commitment dan related parties
Risiko

untuk

masing-masing

asersi

harus

dinilai,

dan

hasilnya

dikelompokkan sebagai low (rendah), moderate (sedang), high (tinggi). Dalam


contoh di atas pada bagian inventory, asersi completeness dinilai low, existence
dinilai moderate, accuracy dinilai low, valuation dinilai high. Dengan klasifikasi
risiko ini, auditor dapat menanggapi risiko yang dihadapinya dengan prosedur
audit yang responsif.
Auditor dapat menggunakan penilaian asersi ini untuk membantu dalam:
a. Menentukan jenis risiko salah saji yang bisa terjadi
b. Menilai seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko salah saji material
c. Merancang prosedur audit selanjutnya sebagai jawaban atau tanggapan
terhadap risiko yang dinilai.
Kode Etik
Kode etik profesi dapat bersifat global, seperti yang dikeluarkan IESBA
(International Ethics Standards Boards of Accountats) atau nasional, yang
ditegaskan dengan kode etik KAP. Selai kode etik yang merupakan payung moral
profesi, terdapat juga aturan-aturan mengenai perilaku anggota profesi (rules of
profesional conduct). Dalam budaya aristokratis, di awal lahirnya profesi, cara
berpakaian dan sapaan kepada sesama anggota profesi, diatur dalam aturan
perilaku. Di abad ke-21 kode etik dan aturan perilaku tidak lagi terbuai dengan
keagungan profesi semata, tapi telah membumi dan berkaitan langsung dengan
pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap profesi.
Code of Ethichs dibagi menjadi tiga bagian. Ketiga bagian menurut
Tuanakotta (2015) adalah sebagai berikut:
1. Prinsip-Prinsip Dasar (Fundamental Principles) etika profesi akuntansi.
2. Prinsip-Prinsip Dasar yang diterapkan untuk akuntan profesional dalam
praktik publik, atau akuntan publik.
3. Prinsip-Prinsip Dasar yang diterapkan untuk akuntan profesional dalam
bisnis, akuntan internal.

Tuanakotta (2015) menyatakan prinsip-prinsip dasar mengenai kode etik


menjadi kerangka konseptual yang wajib diterapkan akuntan ketika:
1. Mengidentifikasi ancaman (threats) terhadap kepatuhan atas prinsipprinsip dasar.
2. Mengevaluasi seberapa signifikannya ancama yang diidentifikasi (threats
identified).
3. Melakukan pengamanan (safeguards) untuk mengeliminasi atau menekan
ancaman (threats) ke tingkat yang dapat diterima (acceptable level).
Tuanakotta (2015) mengutarakan kutipan dari Code of Ethics mengenai
Prinsip-Prinsip Dasar. Seorang akuntan wajib mematuhi prinsip-prinsip dasar
berikut ini:
1. Integritas lurus/tidak berbelok ke kanan atau ke kiri, lugas, dan jujur
dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
2. Objektif tidak membiarkan bias, benturan kepentingan atau tekanan
pihak lain menghilangkan kearifan dan akal sehat profesional dan bisnis.
3. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional memelihara pengetahuan dan
keterampilan profesional untuk memastikan bahwa klien atau karyawan
mendapatkan jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan
terakhir dalam praktik, ketentuan perundangan dan teknik, dan bertindak
sesuai dengan standar teknis dan profesional.
4. Konfidensialitas menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari
hubungan profesional dan bisnis, tidak mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak ketiga tanpa hak atau wewenang yang tepat dan spesifik,
kecuali jika ada hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk
mengungkapkannya. Juga, tidak mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak ketiga untuk keuntungan pribadi akuntan atau pihak lain.
5. Perilaku Profesional memenuhi ketentuan undang-undang dan aturan
perundangan lain dan menghindari perbuatan yang merendahkan martabat
profesi.
Code of ethics menggunakan pendekatan kerangka konseptual. Pendekatan
ini menjelaskan secara umum ancaman terhadap kode etik profesional, bagaimana
mengidentifikasinya, dan apa penangkal terhadap ancaman yang diidentifikasi.
Tidak mungkin mendefinisikan seluruh ancaman yang dihadapi, dan penangkal
untuk menekan ancama tersebut yang dapat diterima. Tuanakotta (2015)

mengutarakan Code of Ethics membagi Threats ke dalam kategori ke dalam


kategori berikut:
1. Ancaman terhadap kepentingan pribadi ancaman berupa kepentingan
keuangan atau kepentingan lain yang mempengaruhi secara tidak wajar,
akal sehat atau perilaku akuntan.
2. Ancaman akibat mereviu perkerjaan sendiri ancaman di mana akuntan
profesional tidak akan dapat mengevaluasi hasil (opini, kesimpulan,
temuan, dan lain-lain) yang diperoleh dari pelaksanaan tugas sebelumnya
oleh akuntan profesional tersebut, atau orang lain dari KAP yang sama.
3. Ancaman berkenaan dengan nasihat yang diberikan ancaman terhadap
akuntan profesional akibat mempromosikan posisi klien atau karyawan,
sehingga ia mengorbankan objektivitasnya.
4. Ancaman karena kedekatan ancama yang berkaitan dengan hubungan
dekat yang terlalu lama dengan klien atau karyawan, sehingga akuntan
profesional menjadi terlalu bersimpati dengan kepentingan mereka atau
terlalu ingin menerima pekerjaan mereka.
5. Ancaman intimidasi ancama yang membuat akuntan profesional tidak
dapat bertindak objektif karena tekanannya, termasuk upaya untuk
menekan akuntan profesional.
Ancaman pada poin satu hingga empat merupakan ancaman yang datang
dari internal atau dari akuntan itu sendiri. Sedangkan ancaman intimidasi (poin 5)
merupakan ancaman dari luar.
Penangkal terhadap ancaman-ancama di atas, disebut Safeguards. Contoh
Safeguards yang ditetapkan oleh profesi akuntan, undang-undang, atau ketentuan
lain, yaitu:
1. Persyaratan mengenai jenjang pendidikan, jenis dan jumlah pelatihan,
2.
3.
4.
5.
6.

serta jenis dan lamanya pengalaman, ketika akan memasuki profesi


Persyaratan mengenai pengembangan profesional berkelanjutan
Pereaturan tentang tata kelola perusahaan
Standar profesi
Prosedur pemantauan dan prosedur disiplin profesi
Reviu oleh pihak eksternal atas laporan, komunikasi, atau informasi yang
dihasilkan akuntan
Seorang akuntan profesional dapat diminta menyelesaikan konflik-konflik

yang dihadapinya berupa pelanggaran prinsip-prinsip dasar. Menurut Tuanakotta

10

(2015) faktor-faktor yang relevan dalam proses penyelesaian konflik semacam ini,
baik formal maupun informal antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Fakta yang relvan


Butir-butir etika yang dipermasalahkan
Potensi pelanggaran terhadap prinsip dasar yang mana
Apa prosedur internal yang ada untuk konflik seperti ini
Tindakan apa saja yang bisa diambil
Setelah

profesional

mempertimbangkan

wajib

menentukan

faktor-faktor
tindakan

yang

yang
akan

relevan,

akuntan

diambil

dengan

mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing alternatif. Berikut ini adalah


kemungkin yang dapat terjadi dalam penyelesaian konflik:
1. Jika konfliknya tidak dapat diselesaikan, akuntan perlu berkonsultasi
dengan orang-orang terterntu di KAP-nya atau di entitas yang
mempekerjakannya untuk membantu mencari penyelesaian.
2. Jika suatu konflik terjadi terhadap atay di dalam organisasi, akuntan
profesional wajib menentukan apakah akan berkonsultasi dengan TCWG
(Those Charged with Governance) seperti dewan komisaris atau komite
audit.
3. Jika konflik yang signifikan tidak dapat diselesaikan, akuntan profesional
perlu mempertimbangkan nasihat lembaga atau badan yang relevan atau
penasihat hukum.
4. Jika sesudah menjajaki berbagai kemungkinan penyelesaian, konflik etika
masih belum terselesaikan, akuntan profesional wajib berada di tengahtengah situasi yang menimbulkan konflik tersebut. Akuntan profesional
wajib menentukan apakah tepat baginya untuk mengundurkan diri dari
anggota tim atau penugasan tersebut, atau KAP sama sekali mundur dari
klien yang bersangkutan, atau akuntan profesional yang menjadi karyawan
sama sekali mindur dari entitas yang mempekerjakannya.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011 membahas tentang
akuntan publik. Etika profesi akuntan publik dijelaskan pada Bab V terkait dengan
hak, kewajiban, dan larangan akuntan publik.
I.

Pasal 24, Hak Akuntan Publik


Akuntan Publik berhak untuk:
a. memperoleh imbalan jasa

11

b. memperoleh perlindungan hukum sepanjang telah memberikan jasa


sesuai dengan SPAP
c. memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya yang berkaitan
dengan pemberian jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
II.

perundang-undangan.
Pasal 25, Kewajiban Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
Akuntan Publik wajib:
a. berhimpun dalam Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan
oleh Menteri
b. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
bagi Akuntan Publik yang menjadi pemimpin KAP atau pemimpin
cabang KAP wajib berdomisili sesuai dengan domisili KAP atau
cabang KAP dimaksud
c. mendirikan atau menjadi Rekan pada KAP dalam jangka waktu
180 (seratus delapan puluh) hari sejak izin Akuntan Publik yang
bersangkutan diterbitkan atau sejak mengundurkan diri dari suatu
KAP
d. melaporkan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak:
1. menjadi Rekan pada KAP
2. mengundurkan diri dari KAP, atau
3. merangkap jabatan yang tidak dilarang dalam UndangUndang ini
e. menjaga kompetensi melalui pelatihan profesional berkelanjutan
f. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, dan mempunyai
integritas yang tinggi.
Akuntan Publik dalam memberikan jasanya wajib:
a. melalui KAP.
b. mematuhi dan melaksanakan SPAP dan kode etik profesi, serta
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan.
c. membuat kertas kerja dan bertanggung jawab atas kertas kerja

III.

tersebut.
Pasal 28
1. Dalam memberikan jasa asurans sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1), Akuntan Publik dan KAP wajib menjaga
independensi serta bebas dari benturan kepentingan.

12

2. Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi antara lain, apabila:
a. Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi mempunyai
kepentingan

keuangan

atau

memiliki

kendali

yang

signifikan pada klien atau memperoleh manfaat ekonomis


dari klien;
b. Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi memiliki hubungan
kekeluargaan dengan pimpinan, direksi, pengurus, atau
orang yang menduduki posisi kunci di bidang keuangan
dan/atau akuntansi pada klien; dan/atau
c. Akuntan Publik memberikan jasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) dan jasa lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam periode yang sama
atau untuk tahun buku yang sama.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai benturan

kepentingan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan


Menteri setelah berkonsultasi dengan Komite Profesi Akuntan
IV.

Publik.
Pasal 29
1. Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi wajib menjaga
kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari klien.
2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan
apabila digunakan untuk kepentingan pengawasan oleh Menteri.
3. Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya
dari Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan

V.

perundang-undangan.
Pasal 30
1. Akuntan Publik dilarang:
a. memiliki atau menjadi Rekan pada lebih dari 1 (satu) KAP;
b. merangkap sebagai:
pejabat negara
pimpinan atau pegawai pada lembaga pemerintahan,
lembaga negara, atau lembaga lainnya yang dibentuk

dengan peraturan perundang-undangan; atau


jabatan lain yang mengakibatkan benturan kepentingan

13

c. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat


(1), untuk jenis jasa pada periode yang sama yang telah
dilaksanakan oleh Akuntan Publik lain, kecuali untuk
melaksanakan

ketentuan

undang-undang

dan

peraturan

pelaksanaannya;
d. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (3) dalam masa pembekuan izin;
e. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (3) melalui KAP yang sedang dikenai sanksi
administratif berupa pembekuan izin;
f. memberikan jasa selain jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) melalui KAP;
g. melakukan tindakan yang mengakibatkan kertas kerja dan/atau
dokumen

lain

yang

berkaitan

dengan

pemberian

jasa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak dapat


dipergunakan sebagaimana mestinya;
h. menerima imbalan jasa bersyarat;
i. menerima atau memberikan komisi; atau
j. melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi,
dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan.
2. Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dikecualikan bagi Akuntan Publik yang merangkap sebagai
pimpinan atau pegawai pada lembaga pendidikan bidang akuntansi
dan lembaga yang dibentuk dengan undang-undang untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk kepentingan profesi
di bidang akuntansi.

Standar Profesi
Pembahasan ini khusus ditujukan untuk standar standar internasional
untuk penugasan audit (ISA). ISA adalah standar audit yang relatif baru untuk
Indonesia. Cara yang mudah untuk membaca ISA ialah dengan memahami
struktur dan sistematika setiap ISA. Ini dijelaskan dalam tabel 6.
Tabel 6. Struktur dan Sistematika ISA

14

Seksi-seksi
Introduction

Penjelasan
Seksi ini dapat memuat informasi tentang tujuan, lingkup,

(pengantar)

dan pokok bahasan dari ISA tersebut, di samping


pembahasan tentang apa yang diharapkan dari auditor dan

Objective

pihak-pihak lain yang secara spesifik dalam ISA.


Setiap ISA memuat pertanyaan yang jelas tentang tujuan

(tujuan)

auditor mengenai hal-hal yang dibahas dalam ISA


tersebut. Auditor wajib untuk:
a. Menentukan
disamping

apakah
yang

setiap

diwajibkan

prosedur
ISAs

audit

memang

diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang


ditetapkan ISAs.
b. Mengevaluasi apakah bukti audit yang cukup
Definition

sudah diperoleh.
Sebagai
penegasan,

(definisi)

mencamtumkan istilah-istilah yang berkenaan dengan hal-

ISA

yang

bersangkutan

hal yang dibahasnya. Definisi ini diberikan untuk


penerapan dan penafsiran yang konsisten dari berbagai
Requirements

ISAs
Setiap tujuan didukung oleh penjelasan mengenai

(persyaratan)

persyaratan yang diwajibkan. Kewajiban ini senantiasa


dinyatakan dengan frasa the auditor shall atau auditor

Application and

wajib.
Seksi ini menjelaskan lebih lanjut persyaratan/kewajiban

Other

dari ISA tersebut, dan petunjuk untuk melaksanakan

Explanatory

persyaratan/kewajiban tersebut. Secara khusus, seksi ini

Material
(penerapan dan
materi penjelasan
lain)

dapat:
a. Menjelaskan

lebih

tepat

makna

dari

suatu

persyaratan atau apa yang ingin dicakup


b. Mencantumkan pertimbangan yang spesifik untuk
entitas kecil
c. Memasukkan contok prosedur yang mungkin tepat
dalam situasi yang dihadapi. Namun, prosedur
yang sebenarnya dipilih auditor, ditentukan oleh
penerapan kearifan profesionalnya pada situasi
15

yang dihadapi dan risiko yang dinilainya mengenai


kemungkinan salah saji yang material.
Meskipun

petunjuk

ini

tidak

dengan

sendirinya

merupakan kewajiban, namun ia relevan untuk penerapan


yang tepay dari kewajiban suatu ISA. Seksi ini juga dapat
memberikan informasi latar belakang mengenai masalah
Appendices

yang dibahas dalam ISA tersebut.


Appendices merupakan bagian dari seksi terdahulu.

(lampiran)

Tujuan dan maksud digunakannya suatu appendix


dijelaskan

dalam

batang

tubuh

dari

ISA

yang

bersangkutan, atau dalam judul dan pengantar dari


appendix itu sendiri.
Sumber: Tuanakotta (2015)
Makna Perubahan Standar Audit
Ketika terdapat perubahan standar audit, pertanyaan yang sering diajukan
ialah: apa perubahannya, apa perbedaan dengan standar yg lama dan yang baru?
Berikut ini beberapa contoh dari perbedaan ISA dan SPAP yang lama, yang
bersifat substantif dan mendasar. Tentu masih ada contoh-contoh lain, yang bisa
menjadi bahan penelitian auditing. Contoh perbedaan yang akan dibahas berikut
ini:
I.

Penekanan Pada Risiko


Audit berbasis ISA tidak lain dari audit berbasis risiko. SPAP tidak
mengabaikan aspek risiko. Bahkan istilah risiko seperti inherent risk,
control risk, detection risk, dan audit risk dikenal dalam SPAP.
Tuanakotta (2015) menyatakan hal yang berbeda ialah tekanan
yang sangat besar pada risiko, dalam satiap tahap audit. Tahap audit yang
pertama dan kedua bahkan menggunakan istilah risiko, tahap pertama risk
assassment dan tahap kedua risk response. Meskipun tahap ketiga tidak
menggunakan istilah risiko, nuansa ini dalam tahap ketiga sangat kental

II.

terlihat dalam ISAs tentang tahap ketiga (pelaporan).


Standar Berbasis Prinsip
Standar terbitan IFAC adalah standar berbasis prinsip yang
merupakan perubahan dari SPAP sebelumnya yang berbasis aturan.

16

Perubahan ini sangat signifikan. Tuanakotta (2015) menyatakan filsafat


dasar dalam standar berbasis prinsip ialah:
a. Ketahui tujuan yang ingin dicapai
b. Kenali lapangan dengan baik (kenali klien, industri, dan
lingkungannya)
c. Ketahui apa yang wajib dilakukan, agar audit ini sesuai standar dan
auditnya bermutu
d. Senantiasa waspada, gunakan

profesional judgment, untuk

mencapai tujuan.
Dalam standar berbasis aturan, lembaga yang menetapkan standar
menetapkan langkah demi langkah dengan banyak petunjuk teknis yang
diharapkan membantu auditor mencapai tujuan. Ada dua sifat yang
membedakan standar berbasis aturan dari standar berbasis prinsip.
Pertama, standar berbasis aturan sangat rumit dan memberi kesan eksak
atau tepat. Kedua standar berbasis aturan mengekang kearifan profesional.
III.

Pengukuran Berkesan Eksak


ISA tidak mengabaikan model-model matematis. Namun, ISA
memberikan keleluasaan menerapkan kearifan profesional, terutama jika
model matematis menimbulkan keraguan besar. Salah satu sifat dari model
matematis adalah kerumitannya. Kompleksitas model matematis sering
memberikan kesan keliru, seolah model tersebut memberikan jawaban
yang precise atau exact.
Penekanan pada penerapan professional judgement merupakan
contoh perubahan mendasar yang ditekankan ISA. Gagasan mengenai
professional judgement sebenarnya bukan barang baru. Mahasiswa
auditing 1960-an mengenalnya lewat penelitian dasar dan tulisan Mautz

IV.

dan Sharaf, Philosophy of Auditing.


Gunakan Kearifan Profesional
Jika keputusan audit yang penting dibuat oleh asisten yang belum
berpengalaman, ISAs menegaskan bahwa auditnya tidak sesuai dengan
ISAs. Ciri penugasan audit menggunakan kearifan profesional adalah
keterlibatan auditor yang berpengalaman dan mumpuni. Dalam praktik
akuntan publik, ini berarti keterlibatan partner yang mempunyai
pengalaman, pendidikan dan pelatihan yang tepat dengan penugasannya,

17

dan ciri kepribadian tertentu seperti sikap skeptis (professional


V.

skepticism).
Senantiasa Terapkan Kewaspadaan Profesional
Kewaspadaan profesional dalam makna lama, terbatas pada sikap
wapada jika ada bukti awal yang mencurigakan. Makna baru dalam konsep
kewaspadaan profesional adalah, auditor sejak awal harus waspada, calon
kliennya pun bisa membohonginya dengan melakukan manipulasi laporan
keuangan.
Kewaspadaan profesional adalah tanggapan wajar dari auditor
yang berhadapan dengan risiko salah saji yang material dalam laporan
keuangan, baik yang tidak disengaja maupun yang berniat jahat.

VI.

Pengalaman

manipulasi

laporan

keuangan,

shenanigans

membuat

auditor

wajib

fraud,

menerapkan

atau

financial

kewaspadaan

profesional, setiap ketika melaksanakan auditnya.


Pengendalian Internal
Perbedaannya ialah ISA menjadikan sistem pengendalian internal suatu
kewajiban yang harus dipenuhi oleh entitas. Entitas wajib menetapkan,
membangun, memelihara, dan mengimplementasikan lingkungan dan
sistem pengendalian internal. Jika lingkungan dan sistem pengendalian
tidak ada atau sangat tidak memadai, risiko audit menjadi sangat tinggi,

VII.

auditor wajib menolak penugasan audit ini.


Those Charged with Governance
Perkembangan dalam tata kelola pada dua dekade terakhir menekankan
perlunya orang atau lembaga dengan wewenang yang cukup dalam
mengawasi entitas, mereka ini lah yang disebut TCWG. Konsekuensinya
adalah bahwa jika orang atau lembaga TCWG itu eksis dalam entitas
tersebut, auditor wajib berkomunikasi dengan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. 2012. Auditing and Assurance
Services. 14thedition: Pearson.
Tuanakotta, T. M. 2013. Audit Berbasis ISA (International Standard on Auditing).
Jakarta: Salemba Empat.
Tuanakotta, T. M. 2015. Audit Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat

18

Anda mungkin juga menyukai