I.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu Negara berkembang dan Negara Agraris yang sebagian
penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan kelompok
kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja
yang bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah sekitar 40% dari angkatan kerja.
Banyak wilayah kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk
perkebunan sebagai sumber Penghasilan Utama Daerah. Menurut Said (1994), kondisi
pertanian di Indonesia di masa mendatang banyak yang akan diarahkan untuk
kepentingan agroindustri. Dengan meningkatnya pembangunan nasional dan juga
terjadinya peningkatan industrialisasi maka sangat diperlukan sarana-sarana yang
mendukung lancarnya proses industrialisasi tersebut.
Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar dapat
dicapai hasil yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi kebutuhan nasional
dalam bidang pangan / sandang dan meningkatkan perekonomian nasional dengan
mengekspor hasilnya ke luar negeri. Sarana-sarana yang mendukung peningkatan hasil
di bidang pertanian tersebut adalah alat-alat pertanian, pupuk, bahan-bahan kimia yang
termasuk di dalamnya adalah pestisida.
Dalam bidang pertanian, pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama
tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal
mutlak harus dilakukan mengingat bahwa pestisida adalah bahan yang beracun.
Penggunaan
bahan-bahan
kimia
pertanian
seperti
pestisida
tersebut
dapat
pertanian.
Ketika
pestisida
disemprotkan
pada
tanaman,
angin
akan
Pestisida yang menempel pada tanaman akan bercampur dengan air ketika terkena
hujan. Air hujan yang mengandung pestisida ini akan mengalir melalui sungai atau
aliran irigasi dan dapat menyuburkan ganggang di perairan tempat sungai atau irigasi
tadi bermuara. Keberadaan ganggang yang terlalu banyak di permukaan muara tadi
mengakibatkan cahaya matahari sulit masuk ke dalam air. Hal ini mengakibatkan
hewan-hewan ataupun fitoplankton tidak mendapat cahaya. Jika fitoplankton tidak
mendapat cahaya, maka tidak akan dapat berfotosintesis dan tidak dapat lagi
menghasilkan makanan untuk hewan-hewan air.
Selain itu, dampak negatif penggunaan pestisida dapat mengakibatkan kebalnya hama
terhadap pestisida, munculnya hama baru, penumpukan sisa bahan kimia di dalam hasil
panen, terbunuhnya musu alami dari hama, dan kecelakaan bagi pengguna, merusak
kulit dan paru-paru.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun pasal 4 tercantum: setiap orang yang melakukan kegiatan
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun wajib mencegah terjadinya pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup. Bahan berbahaya dan beracun adalah bahan-bahan karena
sifat, konsentrasi ataupun jumlahnya, secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan merusak lingkungan sehingga membahayakan kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya. Peranan pestisida dalam sistem pertanian sudah
menjadi dilema yang sangat menarik untuk dikaji. Berpihak pada upaya pemenuhan
kebutuhan produksi pangan sejalan dengan peningkatan perumbuhan penduduk
Indonesia, maka pada konteks pemenuhan kuantitas produksi pertanian khususnya
produk hortikultura, pestisida sudah tidak dapat lagi dikesampingkan dalam sistem
budidaya pertaniannya. Mengingat penciptaan kultur sosial yang telah tercipta
sedemikian rupa oleh pemerintah tahun 1980-an dengan subsidi biaya penggunaan
pestisida dan pendewaan pestisida sebagai penyelamat produksi dan investasi petani.
Di pihak lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat terhadap
kesehatan petani dan konsumen akibat mengkonsumsi produk hortikultura yang
mengandung residu pestisida. Menurut WHO, setiap setengah juta kasus pestisida
terhadap manusia, 5000 diakhiri dengan kematian. Dampak lain yang tidak kalah
pentingnya adalah timbulkan pencemaran air, tanah dan udara yang dapat mengganggu
sistem kehidupan organisme lainnya di biosfer ini.
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1986 telah mengluarkan kebijakan dan tindakan yang
dapat membatasi dan mengurangi penggunaan pestisida . Kemudian pada tahun 1996
pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Mentri Kesehatan dan Mentri
Pertanian telah membuat keputusan tentang penetapan ambang batas maksimum residu
pestisida pada hasil pertanian. Namun pada kenyataannya, belum banyak pengusaha
pertanian atau petani yang perduli. Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering
terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan.
Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun
sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan
menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan
kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas
keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
II.
PESTISIDA
II.1
Pengertian Pestisida
Menurut Soemirat (2003), pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan
cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk
membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Pestisida mempunyai arti yang
sangat luas, yang mencakup sejumlah istilah lain yang lebih tepat, karena pestisida
lebih banyak berkenaan dengan hama yang digolongkan ke dalam senyawa racun
yang mempunyai nilai ekonomis dan diidentifikasikan sebagai senyawa kimia yang
dapat digunakan untuk mengendalikan, mencegah, menangkis, mengurangi jasad
renik pengganggu.
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah
sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya
seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan.
Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan
atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep
Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk
memberantas
atau
membunuh
hama,
namun
lebih
dititiberatkan
untuk
Memberantas rerumputan.
II.2
Jenis-jenis Pestisida
II.2.1 Berdasarkan organisme target
Pestisida dikategorikan berdasarkan jenis organisme yang populasinya akan
dikendalikan. Adapun kategori ini antara lain (Soemirat, 2003) :
-
Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau
hidup di akar).
Herbisida, berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi
Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung.
Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi
burung.
Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk
membunuh ikan.
Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk
membunuh telur.
Algisida, berasal dari kata alge yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang
(PCP), stiker (zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap
angin dan hujan), surfaktan dan agen penyebar (zat untuk meratakan pestisida pada
permukaan daun), inhibitor (zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas),
dan stimulan tanaman (zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan
memastikan terjadinya buah). Pestisida yang terakhir ini, selain menguatkan
tanaman dari gangguan, dapat juga bertindak layaknya pemberi nutrien.
II.2.2 Berdasarkan tingkat toksisitas (racun) dan kegunaannya
Berdasarkan tingkat toksisitas (racun) dan kegunaannya, pestisida dikelompokkan
ke dalam empat golongan, yaitu (Soemirat, 2003):
Golongan A
Golongan B
10
Pestisida digolongkan ke dalam golongan B didasarkan pada jenis bahan kimia yang
terkandung di dalamnya. Jenis-jenis pestisida yang digolongkan menurut cara
ini,yaitu (Tabel 1):
Tabel 1. Jenis dan bahan pestisida golongan B
Pestisida
Organik
Anorganik
Organoklor
Organofosfat
Karbamat
Fumigan
Mikrobial
Botanikal
Bahan
Kimia organik
Kimia anorganik
Senyawa karbon mengandung klor
Senyawa karbon mengandung fosfat
Senyawa karbon mengandung asam karbamat
Racun berasap
Bahan kimia dari mikroorganisme
Bahan kimia tanaman
Golongan C
Pengaruh
Dapat menjauhkan serangga
Dapat menggugurkan daun
Dapat menggagalkan pertumbuhan
Repelant
Defoliant
Perencat
Golongan D
11
Cara Tindakan
Membunuh jika termakan
Membunuh jika menyentuh kulit
Membunuh jika masuk ke dalam sistem
Racun pracambah
organism
Membunuh terhadap beni
Organofosfat
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain :
Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat,
Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan,
meskipun hanya dalam jumlah sedikit, dapat menyebabkan kematian pada
manusia. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma
dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut
secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan kholin. Pada saat
enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer.
Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada
seluruh bagian tubuh.
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul
sangat bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang
12
diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi,
lakrimasi, urinasi dan diare (SLUD) terjadi pada keracunan organofosfat secara
akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil
kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.
Karbamat
Insektisida karbamat berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya
daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat,
tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta. Pestisida golongan karbamat ini
menyebabkan karbamilasi dari enzim asetil kholinesterase jaringan dan
menimbulkan akumulasi asetil kholin pada sambungan kholinergik neuroefektor
dan pada sambungan acetal muscle myoneural dan dalam autonomic ganglion,
racun ini juga mengganggu sistem saraf pusat.
Organoklorin
Organoklorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa
kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling popular dan
pertama kali disinthesis adalah Dichloro-diphenyl-trichloroethan atau disebut
DDT. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan
keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD 50 untuk
manusia adalah 300-500 mg/Kg.
II.3
Peranan Pestisida
13
rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang
pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk
pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.
Menurut Sudarmo (1991), berdasarkan ketahanannya di lingkungan, maka pestisida
dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu yang resisten dimana meninggalkan
pengaruh terhadap lingkungan dan yang kurang resisten. Pestisida yang termasuk
organochlorines
termasuk
pestisida
yang
resisten
pada
lingkungan
dan
meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan
melalui rantai makanan, contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane
(HCH), endrin. Pestisida kelompok organofosfat adalah pestisida yang mempunyai
pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya
Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain .
Selanjutnya, menurut Sudarmo (1991), dalam bidang pertanian pestisida merupakan
sarana untuk membunuh jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep Pengendalian
Hama Terpadu, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian, yang
mana harus sejalan dengan komponen pengendalian hayati, efisien untuk
mengendalikan hama tertentu, mudah terurai dan aman bagi lingkungan sekitarnya.
Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai teknologi,
seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta
usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering
kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad penganggu. Cara lain untuk
mengatasi jasad penganggu selain menggunakan pestisida kadang-kadang
memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada
kondisi tertentu. Sampai saat ini hanya pestisida yang mampu melawan jasad
penganggu dan berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil Informasi
yang terperinci tentang tingkat keracunan, keberadaan dalam tanah, jalan
pengangkutan yang lebih dominan dari berbagai herbisida, insektisida dan fungisida
hendaknya diketahui. Kondisi cuaca penting diperhatikan pada saat pengaplikasian
(Loehr, 1984).
14
Relatif aman bagi pemakai (LD50 dermal dan oral relatif tinggi)
Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat ini
belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan
penggunaannya semakin meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan
pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi
15
masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama, hingga
meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil karena hama dapat ditekan.
Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat
penggunaan pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar
dan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian.
Usaha intensifikasi pertanian yang dilakukan dengan menerapkan berbagai
teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan dan
pola tanam akan menyebabkan perubahan ekosistem yang sering diikuti oleh
meningkatnya problema serangan jasad pengganggu. Demikian pula usaha
ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang berarti
melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya masalah
serangan jasad pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk
melawan jasad pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang
tersedia cara lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang
memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang besar, hanya dapat
dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak dapat diharapkan efektifitasnya.
Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil yang
disebabkan oleh jasad pengganggu.
Menurut Said (1994), pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan
lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu
golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa
organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka
terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. Penyemprotan dan pengaplikasian
dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran
lingkungan sejak bahan-bahan kimia tersebut dipergunakan di lingkungan. Sebagian
besar bahan-bahan kimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan
didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer
dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah .
16
III.
DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA
III.1 Dampak terhadap Lingkungan
Dampak penggunaan pestisida bagi lingkungan bisa dikelompokkan menjadi dua
kategori (Said, 1994):
1) Bagi lingkungan umum
Pencemaran Udara
pestisida berkontribusi sebagai polutan udara. Pestisida kimiawi yang tersuspensi ke
dalam udara yang akan dibawa oleh angin ke seluruh penjuru mampu menjadi
kontaminan yang berbahaya terhadap lingkungan. Kecepatan angin merupakan salah
satu faktor pendukung pendispersian polutan udara termasuk polutan pestisida.
Pestisida umumnya bersifat volatil. Hal inilah yang merupakan jalan bagi zat ini
untuk terdispersi ke dalam udara. Faktor lain yang amat mendukung adalah faktor
cuaca seperti angin, suhu lingkungan, dan kelembaban udara.
17
(bioakumulasi)
Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi pestisida dalam
tingkat trofik rantai makanan semakin keatas akan semakin tinggi (bioakumulasi).
OPT menjadi kebal terhadap suatu pestisida (timbul resistensi OPT terhadap
pestisida)
Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida
Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting maupun
18
berada di sekitar tanaman apabila berinteraksi dengan tanaman tersebut dari dekat
maka akan mengalami keracunan yang tidak dikehendaki. Hal yang cukup
mengkhawatirkan adalah masuknya residu pestisida ke dalam rantai makanan,
contohnya ketika seekor burung memakan serangga yang telah terkena pestisida.
Dengan sendirinya burung tersebut akan mengalami keracunan. Beberapa pestisida
dapat mengalami bioakumulasi secara permanen atau sementara pada tubuh
organisme. Hal ini akan mempengaruhi kualitas hidup beberapa hewan yang gagal
dalam mempertahankan dirinya dari keracunan secara bertahap
Menurut Said (1994), pestisida masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan
yakni dengan menghirup aerosol, debu, atau uap yang mengandung pestisida.
Masuknya pestisida juga dapat melalui konsumsi bahan makanan dan air yang telah
tercemar kimia pestisida, atau dengan kontak langsung dengan bagian terluar (kulit)
yang mengakibatka iritasi serius. Tingkat bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida
bergantung kepada daya toksisitas kimiawi penyusun pestisida tersebut. Daya
toksisitas tergantung kepada tingkat kereaktifan molekul-molekul senyawa
penyusun pestisida dalam kaitannya menyerang atau merusak sel-sel hidup.
Umumnya, anak-anak lebih sensistif terhadap polutan daripada orang dewasa.
Bahaya yang diakibatkan pestisida kimiawi pada manusia antara lain : iritasi kulit,
kanker, perubahan genetik atau mutasi, bayi lahir cacat, gangguan pada peredaran
darah dan saraf, gangguan pada sistem reproduksi, CAIDS (Chemically Acquired
Deficiency Syndrom), bahkan koma dan atau kematian langsung dapat terjadi.
Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam
kesehatan manusia adalah pestisida golongan organoklorin yang bersifat resisten.
Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi
dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan
tidak mudah terurai.
III.3
19
20
Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja
bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun
terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisme
berguna lainnya.
Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan
kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan
mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat
pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan
penyemprotan. Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama
dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan.
Mereka dapat
21
Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun
pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak
memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan
saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari
plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan
hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga
cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida
digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan
yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi
yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan,
dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit
tanaman.
Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui
mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk
ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan
mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis,
ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan
kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat
karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik
untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang
keracunan).
Menurut Soemirat (2003), selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa
mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali
tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun
(residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi
manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut,
tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang
dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada
tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman
22
tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen. Adapun dampak dari
pemakaian pestisida sebagai berikut ( Said, 1994) :
23
IV.
24
25
Hati-hati
bekerja
dengan
pestisida,
lebih-lebih
pestisida
yang
26
Pengguna diharapkan juga mempelajari klasifikasi dan simbol bahaya yang terdapat
pada kemasan pestisida atau pada brosur/ leaflet pestisida. (Tabel 4)
Tabel 4: Klasifikasi dan simbol bahaya pestisida
IV.3
Untuk menghindari terjadinya pencemaran udara oleh adanya pestisida maka pada
saat penggunaan pestisida, pengguna harus memperhatikan beberapa hal yang
mampu mempengaruhi pendispersian polutan tersebut di udara. Faktor lingkungan
seperti temperatur, kecepatan dan arah angin, serta kelembaban udara, berdasarkan
27
Menurut Soemirat (2003), yang dimaksud dengan pestisida organik adalah racun
bagi hama tumbuhan, terbuat dari dari bahan alami tanpa campuran zat kimia
berbahaya. Dengan penggunaan pestisida organik keselamatan ekosistim terjaga
dengan baik.
Penggunaan pestisida organik hama terusir dari tanaman petani tanpa mematikannya.
Penggunaan pestisida organik dapat mencegah lahan pertanian menjadi keras dan
menghindari ketergantungan pada pestisida kimia. Pembuatan pestisida sangat
mudah dan terbukti hemat biaya daripada penggunaan pestisida kimia.
Beberapa jenis pestisida organik yang dapat dipergunakan adalah (Anonymous,
2011):
1. Ikan Mujair. Pestisida dari ikan mujair dapat mengatasi hama pada tanaman
terong dan pare. Caranya adalah dengan menyimpan 1 kg ikan mujair di
dalam plastik selama tiga hari. Kemudian direbus dengan dua liter air selama
dua jam lalu disaring.
2. Kunyit, jahe, biji mahoni,cabe dan serai. Pembuatannya dengan dihaluskan,
diberi air, diperas dan disaring, kemudian disemprotkan pada tanaman.
Bahan-bahan diatas tidak dicampur, melainkan cukup dipilih salah satunya.
Pestisida dari mahoni untuk mengatasi hama tanaman terong dan pare.
Kunyit, jahe, serai untuk mengatasi jamur tanaman dan buah. Cabe untuk
mengatasi semua jenis hama kecuali hama di dalam tanah.
3. Akar tuba. Akar tuba direbus dengan air dan disemprot kepada tanaman. Akar
tuba mengandung senyawa retenon yang bekerja sebagai racun sel yang
sangat kuat, menyebabkan serangga dan tungau berhenti makan. Kematian
serangga terjadi beberapa jama sampai beberapa hari kemudian.
28
29
yang baik dalam terbukti dapat menekan tekanan kandungan residu pestisida
pada sayuran.
DAFTAR PUSTAKA
30