Anda di halaman 1dari 5

PROSEDUR UNTUK MENGURANGI RASA TAKUT DAN CEMAS

Beebrapa prosedur modifikasi prilaku digunakan untuk menolong orang mengatasi


masalah akan rasa takut dan cemas. Prosedur ini melibatkan pelatihan relaksasi, desensitisasi
sitemik, dan desensitisasi in vivo (Masters, Burish, Hollon & Rimm, 1987; Spiegler
&Guevremont, 1998, 2010), dan prosedur tersebut berdasar pada prinsip dari respondent
conditioning, operant conditioning, atau kombinasi dari keduanya.
Pelatihan Relaksasi
Prosedur pelatihan relaksasi merupakan strategi yang digunakan untuk mengurangi
respon otonom yang mereka rasakan sebagai bagian dari masalah akan rasa takut dan cemas.
Individu diminta melakukan perilaku relaksasi spesifik sehingga tubuh berespon sebaliknya
dari respon yang timbul secara otonom. Reaksi tubuh berupa ketegangan otot, peningkatan
denyut jantung, tangan menjadi dingin dan nafas yang cepat merupakan bagian dari respon
otonom, latihan relaksasi mengurangi ketegangan otot, penurunan denyut jantung dan
pernafasan, serta tangan menjadi hangat. Ketika seseorang menunjukkan respon tubuh yang
sebaliknya, maka dia dikatakan mengalami penurunan kecemasan. Empat pendekatan yang
biasa digunakan pada training relaksasi antara lain, relaksasi otot yang progresif, pernafasan
diafragma, latihan pemusatan perhatian (Davis, Eshelman, & McKay, 1988), dan latihan
relaksasi perilaku (Poppen, 1988).
Relaksasi Otot Progresif
Pada Relaksasi Otot Progresif (PMR), setiap kelompok otot pada individu diregangkan
dan direlaksasi secara teratur. Peregangan dan relaksasi ini membuat otot lebih relaks
dibanding pada saat awal. Relaksasi Otot Progresif ini pertama kali dijelaskan oleh Edmund
Jacobson (1938) dan telah dipraktikkan secara luas semenjak saat itu (Benson, 1975;
Bernstein & Borkovec, 1973)
Untuk bisa menggunakan Relaksasi Otot Progresif seseorang harus mempelajari
bagaimana meregangkan dan merelaksasi setiap otot-otot pada tubuh. Mereka bisa belajar
dari para terapis, dengan mendengarkan melalui tape tentang prosedur ini, atau dari membaca
deskripsi yang ada. Tabel 24-1 menjelaskan satu set kelompok otot dan menggambarkan
bagaimana caranya meregangkan otot saat melakukan prosedur PMR (Master et al., 1987)

Setelah mempelajari bagaimana cara meregangkan setiap kelompok otot, klien dapat
mulai prosedur relaksasi. Pertama, posisikan klien pada posisi yang nyaman pada kursi yang
nyaman dengan bersandar. Latihan relaksasi ini dilakukan pada ruangan yang tenang atau
tempat yang tidak ada gangguan. Kemudian klien menutup kedua matanya dan mulai
meregangkan serta merekasasi setiap kelompok otot seperti yang dijelaskan pada tabel 24-1.
Mulai dari kelompok otot yang pertama, yang didominasi tangan dan lengan, klien
meregangkan otot-ototnya secara kencang selama 5 detik kemudian melepaskan regangan.
Hal ini membuat klien bisa merasakan perbedaan antara tegang dan rileks pada sebagian
kelompok otot. Klien fokus untuk menurunkan tingkat ketegangan sekelompok otot selama 510 detik, lalu pindah ke kelompok otot berikutnya, pada tangan dan lengan yang lain. Klien
kembali meregangkan otot secara kencang lalu melepaskannya dan menghilangkan
ketegangan pada otot tersebut. Setelah klien meregangkan otot, penurunan tingkat ketegangan
otot dapat dengan mudah dirasakan serta menyenangkan. Proses ini dilakukan berulang-ulang
hingga semua kelompok otot dilakukan peregangan dan relaksasi. Setelah semua proses
selesai, ketegangan otot akan berkurang dan terasa lebih relaks dibandingkan pada saat awal
sebelum latihan relaksasi.

Banyak orang melakukan PMR pertama kali dengan mendengarkan rekaman audio
relaksasi atau dengan mendengarkan instruksi relaksasi yang disediakan oleh terapis. Ketika
seseorang mencoba melakukan PMR tanpa bantuan terapis atau tape audio, mereka pertama
harus berlatih meregangkan dan relaksasi setiap kelompok otot dan kemudian mengingat
urutannya untuk dapat melakukan prosedur ini secara benar.
Setelah individu sudah berlatih PMR berulang kali, mereka dapat mulai merelaksasi
diri mereka sendiri tanpa harus meregangkan kemudian merelaksasi setiap kelompok otot.
Karena prosedur PMR mengajarkan seseorang untuk mengkontrol ketegangan otot mereka,
mereka dapat mengurangi ketegangan otot pada kondisi yang mana mereka biasanya
mengalami ketegangan otot. Untuk memfasilitasi proses ini, individu sering menggunakan
cue word selama berlatih PMR dan kemudian mengucapkannya lagi untuk membuat mereka
relaks. Sebagai contoh, selama berlatih PMR di ruangannya, Trisha mengulang-ulang cue

word relaks pada dirinya. Cue word ini dikaitkan dengan respon relaks, kemudian ketika
Trisha memulai presentasi di kelas, ia mengucapkan kata relaks untuk merelakskan otot-otot
nya. Cue word ini dibangun ke dalam CS (pengkondisian stimulus) yang menimbulkan
relaksasi sebagai sebuah (pengkondisian respon). Mengucapkan cue word ini juga membantu
seseorang menghindari pikiran yang dapat memicu kecemasan. Jika Trisha mengucapkan
pada dirinya kata Relakssaat menunggu gilirannya bicara di kelas, hal ini membuat dirinya
lebih susah untuk berpikir hal-hal yang menbuatnya gagal ataupun cemas.
Pernafasan Diafragma
Latihan relaksasi yang lain melibatkan pernafasan diafragma (Poppen, 1988) atau
disebut juga deep breathing (Davis dkk, 1988) atau relaxed breathing (Mayo Clinic
Foundation, 1989) dimana seseorang bernafas secara dalam dan lambat secara teratur. Setiap
tarikan nafas, seseorang menggunakan otot diafragma untuk mengambil oksigen ke paruparu. Karena saat cemas respon otonom lebih sering disertai pernafasan yang pendek dan
cepat. Pernafasan diafragma mengurangi kecemasan dengan menggantikan pola pernafasan
tersebut dengan pola yang lebih santai. Untuk lebih menjelaskan poin ini, bayangkan apa
yang terjadi pada orang saat takut atau terkejut: pernafasan mereka menjadi cepat dan
pendek, dan mereka kesulitan mengatur nafas mereka. Seseorang megalami hal serupa saat
hiperventilasi. Berkebalikan dengan orang yang tertidur lelap dan pada kondisi yang santai,
mereka bernafas secara pelan dan dalam.
Untuk mempelajari pernafasan diafragma ini seseorang harus berada pada posisi duduk
yang nyaman, dan tangan berada di atas perut tepat di bawah tulang rusuk. Di sini merupakan
letak otot diafragma. Pada saat menarik nafas, seseorang akan merasakan perut bergerak
keluar saat diafragma mengambil udara ke dalam paru-paru (Poppen, 1988). Bahu jangan
bergerak saat melakukan pernafasan diafragma. Gerakan ke atas dari bahu selama menarik
nafas lebih menandakan pernafasan yang dangkal pada bagian atas dari paru-paru daripada
pernafasan yang dalam kedalam paru-paru. Kebanyakan orang yakin bahwa perut harus
ditarik selama inhalasi. Namun kebalikannya yang benar, yaitu: perut bergerak keluar ketika
seseorang bernafas dalam menggunakan otot diafragma (Mayo Clinic Foundation). Setelah
berlatih cara bernafas yang benar, dengan perut yang mengembang setiap tarikan nafas,
seseorang sudah siap untuk memulai latihan pernafasan ini.
Dalam berlatih pernafasan diafragma untuk mengurangi kecemasan , seseorang duduk,
berdiri atau berbaring pada posisi yang nyaman, dengan kedua mata tertutup, kemudian

menarik nafas perlahan selama 3-5 detik hingga paru-paru terisi terisi udara pernafasan
dengan nyaman. Otot diafragma memperluas perut selama udara pernafasan masuk.
Kemudian hembuskan nafas secara perlahan dalam 3-5 detik. Otot diafragma tertarik ke perut
saat ekspirasi. Lebih baik melakukan inspirasi dan ekspirasi melalui hidung selama latihan
pernafasan diafragma. Selama inspirasi dan ekspirasi seseorang harus memusatkan
perhatiannya merasakan setiap proses yang terlibat saat bernafas (sebagai contoh, perasaan
saat pariu-paru mengembang dan mengecil, saat aliran udara masuk dan keluar, serta gerakan
perut). Dengan memusatkan perhatian pada hal-hal tersebut, dapat mengurangi pikiran yang
dapat memicu timbulnya kecemasan. Sekalinya seseorang bisa mengurangi kecemasan
dengan pernafasan diafragma saat latihan, dia dapat menggunakan pernafasan dalam untuk
mengurangi muncunya kecemasan akibat kondisi tertentu. Sebagai contoh, saat Allison
berdiri 10 kaki dari jaring selama proses latihan, dia melakukan pernafasan diafragma untuk
mengurangi atau mengontrol rasa cemasnya.
Perhatikan, pernafasan diafragma merupakan komponen pada sebagian besar prosedur
relaksasi. Pada PMR, seseorang belajar cara bernafas yang benar, sehingga meningkatkan
efektivitas latihan regangan dan relaksasi otot. PMR tidak efektif jika seseorang bernafas
secara cepat dan dangkal. Seperti telah dibahas sebelumnya, bernafas dalam merupakan
bagian dari latihan pemusatan perhatian.
Attention-Focusing Exercises (Latihan pemusatan perhatian)
Latihan pemusatan perhatian menyebabkan relaksasi dengan mengarahkan perhatian
pada rangsangan yang netral atau menyenangkan untuk mengalihkannya dari rangsangan
yang menimbulkan kecemasan. Latihan seperti meditasi, imajeri, dan hipnosis kesemuanya
menghasilkan relaksasi melalui mekanisme pemusatan perhatian. (Davis dkk, 1988). Pada
meditasi, seseorang memusatkan perhatian pada rangsangan visual, pendengaran atau
gerakan (kinestetik). Sebagai contoh, seseorang memandang sebuah objek, memusatkan
perhatian pada kata yang diulang (kata yang diucapkan) atau fokus pada gerakan pernafasan
yang ia lakukan. Ketika kita sudah fokus pada sebuah objek, atau kata saat melakukan
meditasi, kita tidak akan fokus pada hal yang menimbulkan kecemasan.
Pada imajeri atau latihan visualisasi, seseorang memvisualisasikan atau membayangkan
gambaran yang menyenangkan. Latihan ini memfokuskan perhatian seseorang sehingga kita
tidak akan fokus pada angan-angan yang ditimbulkan oleh kecemasan. Kita mendengarkan
suara dari tape atau dari terapis yang menggambarkan suasana atau gambaran. Seseorang

duduk atau bersandar pada posisi yang nyaman, dengan kedua mata tertutup dan
membayangkan suatu gambaran. Suara dari tape atau terapis menguraikan tentang gambaran,
suara dan bau ketika mereka menggambarkan sesuatu. Contoh, untuk menggambarkan
suasana pantai, mereka akan mengatakan, Rasakan hangatnya sinar matahari pada kulitmu,
rasakan hangatnya pasir yang ada di bawah kakimu, dengarkan ombak yang bergulung di
pantai, hirup wanginya aroma lotion. Semakin banyak indera yang dirangsang, seseorang
akan dapat membayangkan secara lebih lengkap dan menggantikan gambaran kecemasan.
Pada Hipnosis, seseorang memfokuskan perhatiannya pada sugesti hipnotis dari terapis
atau dari tape. Pada kondisi tidak sadar saat hipnotis, perhatian kita lebih mudah terfokus paa
kata-kata yang diucapkan terapis sehingga kita menjadi kurang sadar terhadap respon dari
luar termasuk bayangan kecemasan. Seseorang dapat berlatih self-hipnosis dengan
mengucapkan sugesti hipnosis dari tulisan/script untuk mencapai kondisi relaksasi.
Perhatikan, bahwa bentuk latihan pemusatan perhatian digunakan sebagai bagian pada
latihan relaksasi yang lain. Pada PMR, seseorang memfokuskan perhatiannya pada setiap
kelompok otot yang dilakukan peregangan dan relaksasi. Pada Latihan pernafasan diafragma,
seseorang memfokuskan perhatiannya pada sensasi saat udara pernafasan masuk dan keluar.
Pada saat yang bersamaan, posisi yang rileks merupakan bagian dari latihan pernafasan
diafragma, latihan imajeri, dan PMR. Seperti bisa kita ketahui, ketiga pendekatan relaksasi ini
memiliki banyak komponen secara umum.
Latihan relaksasi perilaku
Latihan relaksasi perilaku diperkenalkan oleh Poppen (1988), seseorang diajarkan cara
relaksasi setiap kelompok otot di tubuh dengan sikap yang rileks. Hal ini mirip PMR, kecuali
seseorang tidak perlu meregangkan dan merelaksasi setiap kelompok otot. Seseorang duduk
pada sandaran, dengan semua bagian tubuhnya disangga kursi dan terapis memberikan
instruksi untuk memposisikan setiap bagian tubuh pada posisi yang benar. Tabel 24-2
menjelaskan 10 perilaku relaksasi yang digambarkan oleh Poppen (1988)

Anda mungkin juga menyukai