Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Keloid adalah lesi proliferasi jinak dari jaringan ikat di dermis yang
biasanya akibat dari respon jaringan terhadap trauma pada kulit pada individu
yang memiliki faktor predisposisi genetik, dan lesi ini tidak dapat hilang dengan
sendirinya.1
Keloid berbeda dengan hypertrophic scar karena keloid menyebar
melewati garis batas luka awal, menginvasi kulit normal di sekitarnya, tumbuh
mirip pseudotumor dan cenderung rekuren setelah eksisi.2
Area predileksi dari keloid, menurut resiko terkenanya, area presternal,
belakang leher, merupakan resiko tinggi terkena keloid. Area telinga, deltoid dan
dada bagian depan, dagu dan leher bagian depan beresiko sedang, sedangkan kulit
abdomen, lengan bagian depan dan wajah beresiko ringan. 1
Penanganan keloid merupakan tantangan bagi dermatolog, terutama
karena respon terhadap pengobatan yang bervariasi. Berbagai metoda terapi telah
dilakukan untuk mengobati keloid. Metoda terapi keloid yang banyak digunakan
saat ini adalah kortikosteroid, pembedahan, radiasi, laser dan silicone gel sheets.
Keloid sering timbul kembali walaupun telah diterapi dengan berbagai teknik.
Sampai saat ini pun, belum ada gold standard penanganan keloid.sridharani Akan
tetapi, penanganan yang paling sering dilakukan adalah eksisi lesi atau
pemotongan lesi hingga setingkat dengan kulit diikuti dengan injeksi steroid
intralesi dengan kemungkinan keberhasilan yang bervariasi.1

Harus dibedakan antara istilah keloid dan hypertrophic scar. Pada


hypertrophic scar, besar parut masih sesuai dengan lukanya, tidak pernah
melewati batas tepi luka dan pada suatu saat akan mengalami fase maturasi.3

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Definisi
Keloid merupakan jaringan parut akibat luka atau trauma yang
berkembang berlebihan, menimbul dan melebihi ukuran luka atau trauma yang
terjadi. Keloid merupakan tumor jaringan ikat kulit yang umumnya timbul akibat
trauma dan genetik.4
B. Anatomi dan Fisiologi
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang paling esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung
pada lokasi tubuh. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan
utama,yaitu :5
1. Lapisan epidermis atau kutikel, terdiri atas : stratum korneum, stratum
lusidum,stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (terdiri
atas dua jenis sel :sel-sel kolumner dan sel pembentuk melanin).
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin). Secara garis besar dibagi
menjadi dua bagian, yakni : pars papillare dan pars retikulare.
3. Lapisan subkutis (hipodermis) adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan
ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di


bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil
dermis, pleksus yang disubkutis dan di pars papillare juga mengadakan
anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan
dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.5
Ada tujuh fungsi utama kulit adalah fungsi proteksi (pelindung terhadap
cedera fisik, kekeringan, zat kimia, mikroorganisme dan radiasi), absorpsi,
ekskresi, persepsi (faal perasa dan peraba yang dijalankan oleh ujung saraf
sensoris Vater paccini, Meisner, Krause, dan Ruffini yang terdapat di dermis),
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi akibat adanya jaringan kapiler yang luas di
dermis, adanya lemak subkutan, dan kelenjar keringat), pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D, dan keratinisasi).5

Gambar: Tiga Lapisan Kulit.6

C. Etiologi
Faktor-faktor yang memainkan peran utama dalam pembentukan keloid
adalah predisposisi genetik dan beberapa bentuk trauma kulit. Kulit atau luka akan
menimbulkan ketegangan dan menjadi penyebab penting dalam pembentukan
bekas hypertrophic scar dan keloid. Meskipun keloid dapat terjadi pada semua
usia, namun cenderung dialami pada usia pubertas. Bahwa individu yang lebih
muda lebih sering mengalami trauma dan kulit mereka lebih elastis dibandingkan
kulit seseorang yang usianya lebih tua.
Kebanyakan keloid dialami seseorang yang berkulit hitam dan itu
disebabkan oleh faktor genetik. Terbentuknya keloid terutama terjadi pada bagian
tubuh dengan konsentrasi melanosit yang tinggi, dan sangat jarang pada telapak
kaki dan telapak tangan. Terbentuknya keloid juga telah dikaitkan dengan faktor
endokrin. Menopause juga mendorong resesi keloid, sedangkan wanita
melaporkan pembesaran onset keloid selama kehamilan.7

D. Patogenesis
Pemahaman tentang penyembuhan luka normal sangat penting dalam
upaya memahami mekanisme pembentukan keloid. Normalnya, penyembuhan
luka terbagi dalam tiga fase, yaitu: inflamasi, fibroblastik dan maturasi/
remodeling.2
Proses Penyembuhan Luka
Fase inflamasi mulai saat terjadi luka, ketika terjadi aktivasi kaskade
koagulasi menyebabkan pelepasan sitokin yang menstimulasi kemotaksis sel imun
non spesifik (seperti makrofag dan neutrofil) ke dalam luka untuk debridemen
awal luka. Setelah 48-72 jam, proses inflamasi berganti menjadi fase proliferasi
yang berlangsung sekitar 3-6 minggu. Fibroblas tertarik ke luka untuk mensintesis
jaringan granulasi. Jaringan granulasi ini terdiri dari prokolagen, elastin,
proteoglikan, dan asam hyaluronat dan membentuk pola perbaikan struktural agar
pertumbuhan vaskuler bisa terjadi. Myofibroblas yang mengandung myofilamen
(-SMA, desmin) memegang peranan penting dalam kontraksi luka fisiologis,
luka yang imatur dapat berpindah ke fase akhir yaitu fase maturasi, yang dapat
berlangsung beberapa bulan. 7
Pensinyalan berbagai molekul, termasuk growth factor [TGF-, PDGF,
vascular endothelial growth factor (VEGF)], mitogen-activated protein (MAP)
kinases, matrix metalloproteinases (MMP), dan tissue inhibitor metalloproteinases
(TIMP), mengatur proses kompleks penyembuhan luka ini pada tingkat
molekuler. Molekul efektor yang menyambungkan sinyal pengatur dan berbagai

fase penyembuhan luka ini masih kurang dimengerti, akan tetapi ini juga berperan
dalam proses pembentukan hypertrophic scar dan keloid. 7
Patofisiologi Hypertrophic Scar dan Keloid
Pada fase maturasi normal, nodul dan kemerahan luka lebih lembut dan
rata karena proses sintesis dan degradasi kolagen yang berjalan secara bersamaan,
dan juga elemen jaringan ikat mengalami regresi setelah minggu ketiga. Pada
keloid, sintesis kolagen diperkirakan 20 kali lebih besar dibandingkan kulit sehat
dan 3 kali lebih banyak daripada hypertrophic scar. Dari studi menunjukkan
bahwa pada keloid, bukan hanya produksi kolagen yang tinggi pada keloid dan
hypertrophic scar, tapi juga perbandingan kolagen tipe 1 ke tipe 3 tinggi. Pada
keloid, sistem penekanan sintesis kolagen tipe 1 buruk. Produksi berlebih dari
kolagen ini dapat mengakibatkan aktivitas proliferasi yang lebih kuat dari
fibroblas keloid. Selain tingginya sintesis kolagen dan proliferasi dari fibroblas
pada keloid, ditemukan juga bahwa fibroblas derivat keloid menunjukkan laju
biosintesis fibronektin 4 kali lebih tinggi dari fibronektin pada luka normal dan
dermis sehat. 7
Pertumbuhan fibroblas dermis normal distimulasi oleh growth factor epitel
yang dapat dibalikkan oleh growth factor pengubah 1-Transforming GF. Growth
Factor ini juga dapat menstimulasi proliferasi fibroblas keloid yang merespon
terhadap GF epidermal. Sumber utama dari 1-Transforming GF adalah platelet,
makrofag, fibroblas, dan sel otot polos. 1-Transforming GF juga dapat memacu
ekspresi beberapa tipe kolagen oleh fibroblas. Karena itulah, proses ini memegang
peranan penting dalam pembentukan penyakit fibrosis seperti keloid. 7, 8

Interleukin-1 menginduksi ekspresi molekul adesif dan menstimulasi


kemotaksis dan aktivasi dari neutrofil dan sel limfatik. Aktivitasnya di kulit terkait
dengan sel epidermal (fibroblas dermal diinduksi oleh interleukin-1). Aktivitas ini
sangat penting selama fase repair wound healing dan induksi fibrosis. GF seperti
derivat platelet GF dan GF epidermal menginduksi migrasi fibroblas dan
proliferasi. 8
Pada keloid, sel mast melepaskan histamin, sehingga kadar histamin yang
tinggi ini menyebabkan keluhan gatal pada pasien dengan keloid. Sel mast ini
juga terkait dengan penyembuhan luka dan begitu juga dengan pembentukan
histamin. 8
Sintesis kolagen meningkat pada jaringan keloid. Aktivitas enzim
hidroksilase prolyl meningkat yang mana ini menunjukkan peningkatan sintesis
kolagen. Jumlah kolagen yang disintesis tergantung dari umur keloid. Keloid awal
memiliki sintesis yang sangat tinggi. Pada dasarnya, kolagen yang disintesiskan
pada koloid berbeda dengan kolagen pada jaringan normal, dimana jumlah
kolagen tipe III meningkat. Jumlah kolagen tipe III tergantung dari durasi keloid
dan besar luka. Kolagen keloid lebih larut daripada kolagen dermis dan sifat
pengurangan collagen intermolecular cross linking lebih mirip dengan kulit
kolagen muda. 8
E. Gejala klinis
Manifestasi klinis keloid berupa plak atau nodul kenyal, berwarna merah
atau merah muda (sering disertai telangiektasis), biasanya gatal dan nyeri, yang

tidak dapat pulih secara spontan dan ukurannya makin lebar seiring dengan
waktu.9
Area predileksi dari keloid, menurut resiko terkenanya, area presternal,
belakang leher, merupakan resiko tinggi terkena keloid. Area telinga, deltoid dan
dada bagian depan, dagu dan leher bagian depan beresiko sedang, sedangkan kulit
abdomen, lengan bagian depan dan wajah beresiko ringan. 1
Tanda karakteristik keloid adalah skar tebal berwarna merah di area
sternal. Studi melaporkan bahwa dari 28 pasien keloid; 86% mengeluh gatal dan
46% mengeluh nyeri, gatal terutama pada tepi lesi sedangkan nyeri pada bagian
tengah lesi.10
Beberapa peneliti berpendapat bahwa keloid terjadi secara primer pada
area kulit dengan high skin tension. 11

Gambar: Keloid linier kuping


anterior sinistra.

12

Gambar: Dua buah keloid di regio


presternal, lokasi yang sering
terkena.13

F. Histopatolgi

Karakteristik

histologis

keloid

adalah

peningkatan

kolagen

dan

glikosaminoglikan. Terdapat banyak serabut kolagen berhyalin tebal yang


tersusun secara tidak teratur, disebut sebagai keloidal collagen.1 Susunan kolagen
yang tidak beraturan ini berbeda dari serabut kolagen normal yang tersusun secara
paralel terhadap epidermis. Selain itu pada keloid terdapat beberapa gambaran
histologis, diantaranya: tidak adanya pembuluh darah yang tersusun vertikal,
adanya gambaran seperti ujung lidah di bawah epidermis dan papiler dermis yang
tampak normal, gambaran horizontal fibrous band dan fascia like band di dermis
retikuler bagian atas.14

Gambar. Pewarnaan hematoksilin eosin pada paraffin sections jaringan


keloid. Tampak penebalan epidermis dan gambaran seperti ujung lidah di
bawah epidermis dan papiler dermis yang tampak normal. E, epidermis; D,
dermis.14

G. Penatalaksanaan.
Berdasarkan pemahaman tentang patogenesis keloid yang ada saat ini,
terdapat tiga pendekatan terapi yang dapat digunakan: manipulasi terhadap aspek
mekanis penyembuhan luka, koreksi terhadap ketidakseimbangan antara sintesis
dan degradasi kolagen, dan perubahan respon imun/inflamasi.2

10

Penanganan keloid merupakan masalah yang sulit, karena rendahnya


respon penyembuhan terhadap berbagai terapi dan cenderung kambuh. Keloid
yang hanya diterapi dengan pembedahan memiliki angka kekambuhan sampai
80%.11
Pada ukuran dan jumlah lesi keloid harus diukur untuk merencanakan
penanganan keloid. Penggolongan ini penting karena lesi yang kecil (dini) dapat
diterapi secara radikal dengan cara pembedahan dan terapi ajuvan. Terapi laser
sebagai monoterapi juga efektif untuk terapi radikal keloid dini. Terapi konservatif
non bedah, tidak efektif jika digunakan sebagai monoterapi.15
Pasien dengan keloid berukuran besar biasanya disertai infeksi dan nyeri,
sehingga pengurangan ukuran masa keloid dan terapi simtomatik dengan berbagai
modalitas terapi harus dipertimbangkan kasus per kasus.15
Penanganan keloid yang paling sering digunakan dan paling sering
dilaporkan efikasinya adalah injeksi kortikosteroid intralesi, bedah eksisi,
cryotherapy, laser, radiasi dan silicone gel sheeting.

Beberapa metode

penanganan keloid lain lebih jarang digunakan namun secara efikasi cukup efektif
adalah: imiquimod topikal dan antimetabolit (5-fluorouracil dan bleomisin).
1. Injeksi Kortikosteroid Intralesi
Injeksi kortikosteroid intralesi (KIL) merupakan metoda penanganan
keloid yang paling banyak dilakukan karena mudah dikerjakan, dapat diterima
dengan baik dan efektif mengurangi gejala. Triamsinolon asetonid dengan
konsentrasi 10-40 mg/ml, merupakan jenis steroid yang sering digunakan.14,16

11

Secara in vitro triamsinolon asetonid bekerja dengan cara menghambat


pertumbuhan fibroblas. Efek negatif terhadap mitogenesis fibroblas dan
sintesis kolagen mungkin disebabkan oleh penurunan produksi TGF-1 dan
peningkatan produksi beta fibroblast growth factor (bFGF) yang terjadi pada
fibroblas yang diterapi dengan triamsinolon asetonid. Efek antimitotik
kortikosteroid terhadap keratinosit dan fibroblas mengakibatkan perlambatan
proses re-epitelialisasi dan pembentukan kolagen baru. Kortikosteroid juga
menekan inflamasi dengan menghambat migrasi leukosit, monosit dan
fagositosis.

Gambar: Injeksi Intralesi


Dosis triamsinolon asetonid yang diperlukan untuk terapi keloid lebih
tinggi daripada untuk penyakit lain.

11

menganjurkan dosis awal sebesar 40

mg/ml. Injeksi dapat diulang tiap 4-6 pekan tergantung respons keloid. Injeksi
KIL menyebabkan keloid jadi mendatar, lebih lunak dan meringankan gejala
nyeri dan gatal. Namun injeksi KIL jarang sekali menghasilkan perbaikan
komplit dan bertahan lama.11

Komplikasi yang dapat terjadi akibat KIL adalah telangiektasis, atrofi


kulit dan hipo atau hiperpigmentasi. Selain itu tindakan injeksi KIL sendiri

12

merupakan tindakan yang cukup menyakitkan bagi pasien. Untuk mengurangi


nyeri saat injeksi KIL, sebelum injeksi digunakan salap anestetik eutectic
mixture of local anesthetics (EMLA), dapat juga dengan cara triamsinolon
diencerkan dengan lidokain, atau anestesi dengan cara infiltrasi menggunakan
lidokain. Cara yang terakhir disebutkan lebih efektif dalam mengurangi nyeri
saat injeksi KIL. Karena nyeri saat injeksi dan kekhawatiran terhadap
penggunaan kortikosteroid dosis tinggi secara berulang maka injeksi KIL sulit
digunakan untuk keloid yang berukuran besar atau berjumlah banyak.15
2. Bedah Eksisi
Bedah eksisi merupakan cara penanganan keloid yang pertama kali
dikenal. Pertama kali dilakukan oleh Druit di tahun 1844 dan disempurnakan
oleh De Costa pada tahun 1903. Secara umum pembedahan diperlukan sebagai
terapi lini kedua untuk lesi yang tidak berespon terhadap terapi lain. Selain itu
bedah eksisi juga dilakukan pada

lesi keloid yang luas sehingga

membutuhkan debulking lebih dahulu sebelum terapi lain dilakukan.2

Gambar: Bentuk insisi elips pada keloid

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada bedah eksisi


keloid. Semua sumber yang dapat menyebabkan inflamasi, termasuk folikel

13

rambut yang terperangkap, kista epitelial dan sinus tract harus dibuang, karena
hal tersebut dapat berpotensi menjadi sumber fibrogenic growthstimuli.
Rekonstruksi bedah sedapat mungkin didesain untuk mengurangi trauma
jaringan dan wound tension, serta mencegah terjadinya dead space, hematom
dan infeksi. Reorientasi skar harus sejajar dengan garis skin tension.2
Jika kulit sekitar eksisi tidak dalam kondisi tension yang berlebihan,
keloid berukuran kecil dapat dieksisi dan luka ditutup secara primer. Namun
jika penutupan primer tidak mungkin dilakukan dan memerlukan tandur kulit,
maka dilakukan eksisi keloid dengan meninggalkan daerah berbentuk elips
yang akan ditanamkan tandur kulit. Daerah berbentuk elips ini berfungsi untuk
menurunkan central tensile forces, dan diharapkan dapat menurunkan
kemungkinan untuk kambuh. Tandur kulit full thickness lebih baik dibanding
tandur kulit split thickness, karena memungkinkan penutupan luka lebih baik
dan menyediakan struktur mikrovaskuler yang cukup untuk meyakinkan
terjadi anastomosis dengan struktur mikrovaskuler host sehingga mengurangi
angiogenesis dan proliferasi fibroblast.2

14

Gambar: W-Plasty, (1) sebelum pembedahan, (2) setelah pembedahan),


(3) 3 minggu setelah pembedahan
Bedah eksisi pada kebanyakan kasus keloid bukanlah tindakan kuratif.
Rekurensi setelah tindakan berkisar antara 45% sampai 100%. Karena
rekurensi yang tinggi ini, bedah eksisi saja tanpa terapi tambahan bukanlah
terapi terbaik. Eksisi sering menyebabkan skar yang lebih panjang dari keloid
asalnya dan bila kambuh dapat terjadi keloid yang lebih besar lagi. Injeksi
kortikosteroid intralesi untuk menurunkan angka rekurensi dapat dilakukan
intraoperatif atau pasca eksisi. Umumnya digunakan triamsinolon asetonid
intralesi, dimulai dua minggu setelah eksisi, dilanjutkan sampai satu tahun
atau sampai wound bed tetap sejajar dengan kulit sekitar selama. Alternatif
monoterapi tambahan lain adalah imiquimod topikal dan terapi radiasi.15

15

Gambar: Geometric Broken


Line Closure (GBLC)

Beberapa peneliti menyebutkan bahwa wound tension yang berlebihan


mungkin menyebabkan pembentukan keloid, oleh karena itu disarankan
penyatuan tepi luka didesain untuk meminimalisir wound tension. Perawatan
seksama harus dilakukan untuk menjaga wound tension di garis luka supaya
tetap relaks, hal ini dicapai

dengan teknik aseptik dan dengan

mempertahankan wound eversion secara optimal.15


3. Radiasi
Mekanisme terapi radiasi dalam mencegah keloid masih sangat kurang
dimengerti. Radiasi diduga mengontrol sintesis kolagen dengan cara
mengeliminasi fibroblas abnormal dan meningkatkan fibroblas normal yang
telah ada. Radioterapi juga dihubungkan dengan penghambatan pembentukan
neovascular buds dan proliferating young fibroblasts sehingga menurunkan
produksi kolagen pada fase awal penyembuhan luka. Analisis in vitro terapi
radiasi terhadap fibroblas keloid menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
apoptosis sel tersebut akibat radiasi. Kombinasi pembedahan dengan radiasi
pascaoperasi merupakan metoda yang lebih efektif untuk mengatasi keloid
dibandingkan dengan terapi radiasi saja. Tingkat keberhasilan kombinasi ini
bervariasi antara 67 sampai 98% dengan angka rekurensi turun sampai
dibawah 20%. Radiasi biasanya dimulai segera setelah pembedahan dengan

16

dosis total tidak lebih dari 20 Gy selama beberapa kali pemberian. Guix dkk
menyimpulkan bahwa terapi radiasi dengan menggunakan high-dose-rate
brachyterapy

lebih efektif dibanding superficial x-ray atau low-energy

electron beam.17
Efek samping yang sering terjadi adalah transient erythema dan
hiperpigmentasi. Terapi radiasi memiliki resiko karsinogenesis, sehingga
walaupun resiko ini kemungkinan kecil terjadi pada keloid, pasien harus tetap
diberitahu agar waspada karena secara teori hal itu mungkin terjadi. 11
4. Cryotherapy
Cryotherapy menggunakan refrigerant, sebagai terapi tunggal atau
dikombinasi dengan injeksi KIL telah lama digunakan sebagai terapi keloid.
Metoda aplikasi cryotherapy adalah dengan cara ditempelkan, disemprotkan,
dan disuntikkan intralesi. Dalam sebuah penelitian randomized clinical trial,
Layton dkk mendapatkan bahwa lesi vaskuler dini berespon lebih baik secara
signifikan dibanding lesi yang lebih besar, sehingga disimpulkan cara ini
efektif untuk keloid berukuran kecil.18
Bahwa kerusakan sel dan mikrovaskuler yang diakibatkan oleh
cryotherapy, secara langsung menyebabkan stasis dan pembentukan trombus
sehingga terjadi nekrosis serta perlunakan dan pendataran keloid. Secara in
vitro, cryotherapy mampu mengubah sintesis kolagen dan differensiasi
keloidal collagen menjadi normal. Kelemahan cryotherapy adalah nyeri yang
ditimbulkan cukup berat dan waktu penyembuhan yang lama, sehingga pasien
sering tidak datang kembali. Metoda ini memerlukan kombinasi dengan cara

17

pengobatan lain. Pada pasien dengan warna kulit gelap dapat terjadi efek
hipopigmentasi, yang dapat menimbulkan masalah baru.19, 11

5. Laser
Mekanisme yang mendasari efek terapi laser pada keloid, masih belum
jelas sepenuhnya. Coagulation necrosis pembuluh darah akibat efek selective
photothermolysis dan efek panas yang dihasilkan oleh energi laser
menyebabkan penghancuran kolagen, perbaikan susunan serat kolagen,
sintesis kolagen baru dan pelepasan histamin. Nekrosis pembuluh darah juga
menyebabkan penurunan aliran darah kapiler di papila dermis. Kolagen yang
baru terbentuk, bukanlah keloidal collagen melainkan kolagen normal.20
Laser karbondioksida (CO2) merupakan salah satu jenis laser yang
pertama kali digunakan untuk terapi keloid. Pada tahun 1982 continous wave
CO2 laser sukses dalam eksisi keloid. Keuntungan laser adalah bersifat non
traumatik dan memiliki efek anti inflamasi. Namun selanjutnya didapat bahwa
eksisi keloid menggunakan continous wave CO2 laser yang dilanjutkan
dengan penyembuhan luka sekunder, gagal menekan pertumbuhan dan

18

mencegah rekurensi keloid. Saat ini laser CO2 digunakan untuk debulking
keloid berukuran besar, sebelum terapi lain dimulai.2
6. Silicone gel sheeting
Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam
penatalaksanaan keloid dan jaringan skar hipertrofik. Silicone gel sheet
tersebut berupa gel like transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan 3,5
mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan skar
hipertrofik. Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer
polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon membrane backing.
Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan skar atau
direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai
kembali, maksimal sampai 12 hari. Silicone gel sheet didesain untuk
digunakan pada kulit yang intak. Lapisan membran tersebut sebaiknya tidak
digunakan pada luka terbuka atau pada kulit dengan kelainan dermatologi
yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan
pada stadium awal ketika jaringan skar mulai menunjukkan tanda ke arah
berkembangnya jaringan skar hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien
berisiko tinggi untuk menderita jaringan skar abnormal, seperti pasien
berumur di bawah 40 tahun, riwayat skar hipertrofik atau keloid sebelumnya,
atau kulit gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan silicone sheet segera
setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan pada luka).11

19

Gambar: Silicone Gel


Sheeting

Pembalutan dengan gel silikon efektif untuk keloid bila digunakan


setelah bedah eksisi, hal ini bertujuan untuk mencegah kambuhnya keloid.
Gel sheets dilaporkan dapat melembutkan skar dan menurunkan ukuran skar,
mengurangi eritem dan gejala gatal dan nyeri. Silicone gel sheeting sebaiknya
diaplikasikan segera setelah eksisi dan dilanjutkan selama 12 jam per hari
untuk 1 bulan. Lamanya pemakaian membutuhkan tingkat kepatuhan pasien
yang baik.18
Sebuah penelitian yang membandingkan penggunaan silicone gel
sheeting dengan non silicone gel sheets mendapatkan efektifitas yang sama
antara keduanya dalam mengurangi ukuran skar, mengurangi indurasi dan
mengurangi gejala. Hal ini menyiratkan bahwa efek yang menguntungkan dari
metoda ini sebenarnya adalah sifat oklusif dari lapisan gel yang dipercaya
meningkatkan hidrasi keloid, bukanlah materi silikonnya.19
7. 5-Fluorouracil
5-Fluorouracil (5-FU), merupakan analog pirimidin yang banyak
digunakan dalam pengobatan kanker dan glaukoma. Dalam sel 5-FU
dikonversikan menjadi substrat aktif yang menghambat sintesis DNA dengan
cara kompetitif terhadap penggabungan urasil. Penelitian terbaru mendapatkan

20

bahwa 5-FU memiliki efikasi yang baik untuk menangani keloid. Kemampuan
5-FU untuk untuk mengganggu TGF-b signaling merupakan dasar
penggunaan 5-FU untuk menghambat pembentukan keloid. Teknik yang
digunakan dalam penelitian efikasi 5-FU terhadap keloid adalah dengan
injeksi intralesi atau menempatkan kain yang sebelumnya direndam dengan 5FU selama 5 menit sebelum luka ditutup.
Efek samping yang sering terjadi adalah nyeri di lokasi injeksi, ulserasi
dan rasa terbakar.11
Beberapa terapi baru yang potensial adalah:20
1) Panjang gelombang ultraviolet A(340-400 nm, UVA1), dapat
membantu mencegah kekambuhan setelah eksisi keloid melalui
kemampuannya untuk mengurangi sel mast.
2) Quercetin, flavonol, telah berhasil ditemukan untuk menghambat
proliferasi dan kontraksi fibroblas dari bekas luka yang berlebihan.
3) Sedangkan Prostaglandin E2
(Dinoprostone) berfungsi untuk
mengembalikan perbaikan luka yang normal.
4) Pada Zat pemutih yang kuat karena keloid belum ditemukan dialbinos
dan mengalami penurunan ketika vitiligo berkembang pada kulitas
keloid.
5) Sebuah sel mast inhibitor ampuh karena sel mast tidak hanya
meningkat pada keloid, tetapi juga memiliki hubungan yang kuat
dengan fibroblas diantara inflamasi dan stabil keloid. Daerah regresi
contral dari keloid tidak memiliki keintiman sel fibroblast-mast.
6) Terapi gen.
Krioterapi

digunakan

nitrogen

liquid

yang

mempengaruhi

mikrovaskularisasi dan menyebabkan kerusakan sel melalui kristal intrasel

21

yang mengakibatkan anoksia sel. Penggunaan krioterapi tanpa modalitas


tanpa modalitas terapi yang lain menghasilkan resolusi tanpa rekurensi
pada 51 74% pasien setelah 30 bulan observasi. Eksisi Rekurensi dapat
terjadi sekitar 45-100% pada pasien dengan terapi eksisi tanpamodalitas
terapi lain seperti radioterapi atau injeksi kortikosteroid post eksisi.
Terapi laser dapat digunakan laser karbon dioksida, laser argon
atau YAG laser. Dengan laser karbon dioksida, lesi dapat terpotong dan
terbakar dengan trauma jaringan yang minimal.
Menurut studi perbandingan debulking keloid yang dikombinasikan
dengan injeksi intralesi 5-Flurouracil dan Triamcinolon dibandingkan dengan
injeksi intralesi 5-Flouracil dan triamcinolon tanpa pembedahan yang
dilakukan oleh Sharquie, Noaimi dan Al-Karhi, didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan dari hasilnya serta resiko rekurensinya, dan juga meski
semua pasien merespon dengan baik tapi tidak ada yang betul-betul sembuh
dari keloid.1
H. Pencegahan
Pencegahan pembentukan keloid merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan dalam penanganan keloid. Klinisi harus waspada terhadap faktor
resiko keloid, termasuk riwayat keloid, riwayat keloid dalam keluarga, tension
di lokasi trauma dan warna kulit gelap. Keloid timbul jika sebelumnya terjadi
cedera kulit walaupun cedera tersebut ringan sekali.

Keloid

juga dapat

berasal dari proses inflamasi yang lemah, termasuk akne dan injeksi. Perhatian
khusus harus diberikan ketika mengobati pasien dengan riwayat keloid. Faktor

22

yang dapat dikelola untuk mencegah terjadinya keloid adalah daya mekanik
luka (stretching tension), pencegahan infeksi luka dan reaksi benda asing.15
Beberapa hal penting untuk mencegah keloid adalah: 15, 21
1) Hindari gerakan berlebihan yang dapat meregangkan luka
2) Gunakan perban dan kain pembalut luka dengan tepat.
3) Hindarkan luka dari daya mekanis langsung (misalnya gesekan dan
garukan)
4) Gunakan gel sheeting dan plester perekat.
5) Untuk pasien dengan luka di telinga, kurangi kontak dengan bantal ketika
tidur, untuk mencegah gesekan.
6) Untuk pasien wanita dengan luka di dada, gunakan bra dan pakaian dalam
ketat untuk mencegah regangan kulit yang disebabkan oleh berat
payudara.
7) Untuk pasien dengan luka di supra pubik, dianjurkan untuk memakai
korset.
8) Setelah pembedahan dan trauma, luka yang terjadi harus dijaga tetap
bersih dengan cara melakukan irrigasi dan mengoleskan obat antibakteri
atau anti jamur.
9) Setelah pembedahan dan trauma, hindari kontak antara dermis daerah luka
(termasuk lubang tindik telinga) dengan benda asing.

23

BAB III
KESIMPULAN
Penanganan keloid merupakan tantangan bagi dermatolog. Beberapa jenis
terapi telah digunakan

dengan tingkat keberhasilan bervariasi. Berdasarkan

pemahaman tentang patogenesis keloid yang ada saat ini, terdapat tiga pendekatan
terapi yang dapat digunakan manipulasi terhadap aspek mekanis penyembuhan
luka, koreksi terhadap ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen,
dan perubahan respon imun/inflamasi. Berbagai metode terbaru, seperti
penggunaan antineoplastic agent, hasilnya cukup baik dan menjanjikan. Terdapat
algoritma penanganan yang cukup baik, namun diskusi dengan pasien untuk
menentukan tujuan akhir terapi merupakan hal penting yang harus dilakukan
dalam menangani keloid.

24

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sharquie, K.E., Aidil A.N. Mahmood R.A. Debulking of Keloid Combined


with Intralesional Injection of 5-Flurouracil and Triamcinolone versus
intralesional

2.

Injection

of

5-Flurouracil

and

Triamcinolone.

Dermatological Sciences and Applications, Journal of Cosmetics. 2014.


Urioste, S.S., Arndt, K.A., Dover, J.S. Keloids and hypertrophic scars:
Review and treatment strategies. Seminars in Cutaneous Medicine and

3.

Surgery 18(2):159-71. 1999.


Sjamsuhidajat, R, De jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. EGC, Juni
2010.

4.Siregar, RS,. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC. Jakarta.
2005.
5.Moore, KL. Anataomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. 2002.
6.Tedd woods. 2012.
7.

Wolfram, D., .Hypertrophic Scars and KeloidsFA Review of Their

8.

Pathophysiology, Risk Factors, and Therapeutic Management. 2009.


Kakar, A.K., Muhammad S., Tahir S.H., Keloid: Clinical features and
management. Journal of pakistan association of dermatologist 16: 97-103.

9.

2006.
Steifert, O., Mrowietz, U. Keloid scarring: bench and bedside. Arch

Dermatol Res 301:259-72. 2009.


10. Shelley, B.W., Shelley, E.D. Scar. Dalam: Advanced dermatologic
diagnosis. 1st ed. Philadelphia:WB Saunders Company, 1153-6
11. Robles, D.T., Berg, D. Abnormal wound healing: keloids. Clinics in
Dermatology 25:26-32. 2007. 1992.
12. Harting, M., Hicks, M.J., Levy, M.L. 2008. Dermal hypertrophies. Dalam:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
editors. Fizpatricks Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York:
The McGraw-Hill Companies, 553-4
13. Paul A.K . 2004. Medical and surgical therapies for keloids.

25

14. Ong, C.T., Khoo, Y.T., Mukhopadhyay, A., Masilamani, J., Do, D.V., Lim,
J., dkk. Comparative proteomic analysis between normal skin and keloid
scar. British Journal of Dermatology 162:1302-15. 2010.
15. Ulrich, D., Ulrich, F., Unglaub, F., Piatkowski, A., Pallua, N. Matrix
metalloproteinases and tissue inhibitors of metalloproteinases in patients
with different types of scars and keloids. Journal of Plastic, Reconstructive
& Aesthetic Surgery 63:1015-21. 2010.
16. Ogawa, R. The most current algorithms for the treatment and prevention of
hypertrophic scars and keloids. Plast Reconstr Surg 125:557-68. 2010.
17. Hochman, B., Locali R.F., Matsuoka, P.K., Ferreira, L.M. Intralesional
Triamcinolone Acetonide for Keloid Treatment:A Systematic Review.
Aesth Plast Surg 32:705-9. 2008.
18. Speranza, G., Sultanem, K., Muanza, T. Descriptive study of patients
receiving excision and radiotherapy for keloids. Int J Radiation Oncology
Biol Phys 71:1465-9. 2008.
19. Butler, P.D., Longaker, M.T., Yang, G.P. Current progress in keloid
research and treatment. J Am Coll Surg 206:731-41. 2008.
20. Berman, B., Villa A.M., Ramirez, C.C. Novel opportunities in the
treatment and prevention of scarring. J Cutan Med Surg 32-6. 2005.
21. Cho, S.B., Lee, J.H., Lee, S.H., Lee, S.J., Bang, D., Oh S.H. Efficacy and
safety of 1064-nm Q-switched Nd:YAG laser with low fluence for keloids
and hypertrophic scars. JEADV24:1070-4. 2010.
22. Kelly, A.P. Update on the management of the keloids. Semin Cutan Med
Surg. 28:71-6. 2009.

26

Anda mungkin juga menyukai