Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

PNEUMOTHORAKS

Disusun oleh :
Annisa Ichsani Tamaya
Yusuf Taqwa Muladi
Pembimbing :
dr. Ivan Joalsen, Sp. BTKV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA

STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Tn. NA
Usia

: 25 Tahun

MRS : 12 Desember 2014

1. Anamnesis
- Keluhan Utama
Nyeri bekas tusukan di bagian dada kanan belakang
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri dibagian dada kanan belakang.Nyeri luka tusuk pisau pada
dada kanan belakang sejak kurang lebih 15 menit sebelum masuk rumah sakit.Pasien
sadar (+), pasien mengeluhkan sakit kepala (+), sesak napas (+).
- Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit lain disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Diabetes mellitus, Hipertensi, Asma disangkal
2. Pemeriksaan Fisik
- Status Generalisata
Kesadaran : E4V5M6. KomposMentis
Tanda Vital : TD : 100/60 mmHg
N

: 104 x/menit

RR : 35x/menit

Kepala, Leher : Anemis -- , Ikterik -- , Sianosis - , Normocephali, Pembesaran KGB -,


Peningkatan JVP
Thorax

: Status Lokalis

Abdomen

: Flat, Bising usus (+) normal, Nyeri Tekan (-), Organomegali (-),
Timpani (+)

Ekstremitas

: Akral Hangat, Edema (-)

- Status Lokalis
Inspeksi : Gerak napas simetris kanan = kiri
Perkusi : Hipersonor pada hemithorax kanan
Palpasi : Nyeri tekan hemithorax kanan (+), Krepitasi (-)
Auskultasi : Suara napas hemithorax kanan lebih redup dari hemithorax kiri, Ronki (-),
Wheezing (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
- Foto thorax PA

Sesudah tube thoracostomy


3

Sehari sebelum KRS

-Darah lengkap
Leukosit : 13.300

CT : 9

Hb

: 16,2 g/dl

BT : 3

Hct

: 43,6%

GDS 120 mg/dl

Plt

: 300.000

Ureum : 27,5mg/dl
Kreatinin : 1,0 mg/dl

Natrium : 141 mmol/L


Kalium : 4,1 mmol/L
Chloride : 111 mmol
4

4. Diagnosa
Open Pneumothorax
5. Penatalaksanaan
- Tube Thoracostomy + Debridement
- Rl 20tpm
- Inj ceftriaxone 2x1g
- Inj tramadol 3x100g dalam NaCl
- Inj Ranitidin 2x50mg

PNEUMOTHORAKS
A. Definisi
Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara di rongga pleura (rongga
potensial antara pleura visecal dan pleura parietal paru). Manifestasi klinis tergantung pada
derajat kolaps paru pada sisi yang terkena. Pneumothoraks dapat menurunkan ventilasi dan
atau oksigenasi. udara dapat memasuki rongga pleura melalui hubungan dari dinding
thoraks akibat trauma atau melalui parenkim paru yang melewati pleura viseral (1).
B. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1)(2):
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
pada orang yang tidak memiliki penyakit paru dan tidak adanya riwayat trauma
sebelumnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik, ,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
6

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena


kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan
untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum
era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis,
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada),
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
saluran udara yang mungkin membentuk broncho-pleural fistula (BPF). Namun jika
lubang yang dilalui udara ini kecil maka tekanan intra pleura akan berfluktuasi selama
respirasi.
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Hal ini
akan menyebabkan udara dapat masuk saat inspirasi namun tidak dapat keluar saat
ekspirasi. Pneumothoraks jenis ini merupakan kegawatdaruratan medis karena tekanan
udara yang terus meningkat sehingga paru semakin kolaps. tekanan intrapleura yang
tinggi juga menyebabkan mediastinum bergeser dan vena besar tertekan sehingga
menurunkan venous return ke jantung.
.

C. Etiologi
Etiologi umum dari pneumothoraks(3) :
a. Iatrogenic seperti insersi kateter vena sentral saat penangan pasien syok
b. Emphysema mediastinal
c. Spontan (ruptur bula)
d. Trauma
Etiologi yang langka dari Pneumothoraks (3):
a. Broncho-pleural fistula dari abses paru atau granuloma (tuberculosis)
b. Fibrocystic disease pada pankreas
7

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Honeycomb lung
Hyaline membrane disease
Oxygen toxicity; Wilson-Mikity syndrome
perforasi oesophagus
Pneumonia
Pneumoperitoneum
Neopalasma primer atau sekunder
Pulmonary infarction

D. Patofisiologi
Pneumothoraks dapat terjadi pada kasus trauma maupun spontan. Pada kasus trauma dapat
diakibatkan oleh trauma tumpul, trauma tembus maupun trauma pada trakeobronkial. Pada
kasus pneumothoraks spontan sering diakibatkan oleh bleb akibat. Pneumothoraks
iatrogenic dapat terjadi akibat intervensi medic seperti prosedur biopsy thoraks, insersi
kateter vena sentral, ventilasi mekanik tekanan positif, mediastinostomi dan pencabutan
selang dada(3).
Pada respirasi yang normal, rongga pleura memiliki tekanan yang negatif. Saat dinding dada
mengembang,

tekanan

permukaan

antara

pleura

parietal

dan

pleura

visceral

mengembangkan paru-paru. Secara intrinsik jaringan paru-paru memiliki kemampuan recoil


elastic, sehingga cenderung kolaps ke dalam(4). Sehingga adanya defek pada parenkim paru
atau dinding dada dapat menyebabkan udara masuk kedalam kavum pleura dan
mengakibatkan perubahan tekanan dalam pleura yang semula negative menjadi lebih positif
atau sama dengan tekanan atmosfir udara luar, sehingga paru tidak dapat mengembang dan
terjadi kolaps jaringan parusehingga kapasitas vital menurun. Pada pneumothoraks juga
terjadi Gangguan ventilasi-perfusi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami
ventilasi sehingga tidak terjadi oksigenasi (perfusi tanpa ventilasi atau shunting) (5).
Kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau dinding dada dapat masuk ke dalam
rongga pleura melalui mekanisme berikut(3):
1. Tension Pneumothoraks
Udara dari luar masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi karena adanya
mekanisme one way valve atau ventile. Hal ini menyebabkan tekanan di interpleura
meningkat dan paru-paru menjadi kolaps. Selain itu hal ini juga menyebabkan
mediastinum terdorong ke sisi yang paru sehat dan penghambatan pengembalian darah
vena ke jantung.
2. Simple/ Close Pneumothoraks

Terdapat dua mekanisme terjadinya simple/close pneumothoraks. Mekanisme pertama


udara masuk melalui defek pada dinding dada yang pernah terbuka, namun saat ini defek
tersebut telah tertutup. Mekanisme kedua yaitu perubahan tekanan rongga pleura akibat
defek pada pleura parietalis. Sehingga tekanan dalam rongga pleura meningkat dan paruparu menjadi kolaps. Simple pneumothoraks ringan harus tetap di waspadai karena
dapar berubah menjadi tension pneumothoraks yang merupkan suatu kegawatan yang
dapat mengancam nyawa
3. Open Pneumothoraks
Pneumothoraks jenis ini diakibatkan oleh defek atau kebocoran yang besar pada dinding
dada. Hal ini menyebabkan tekanan di rongga pleura menjadi sama dengan tekanan
atmosfir. Jika defek pada dinding dada diameternya mendekati 2/3 diameter trakea maka
udara akan cenderung mengalir melalui defek tersebut karena memiliki tahanan yang
kurang atau lebih kecil dari trakea.
E. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang sering muncul pada pneumothoraks adalah(1)(5):
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 64-85% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, Nyeri dirasakan tajam pada terasa berat, menjalar ke bahu ipsilateral dan
meningkat pada inspirasi
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis
pneumotoraks spontan primer.
Gejala klinis pada tension pneumothoraks biasanya lebih berat dibandingkan gejala pada
pneumothoraks jenis lain. Secara klasik tension pneumothoraks ditandai dengan hypotensi,
hypoxia, dan takikardi(1)
F. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik Thoraks didapatkan(6) :
9

1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper-ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Distensi vena jugularis
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara napas melemah atau menghilang. Dapat disertai dengan suara napas tambahan
seperti rhonki atau wheezing pada sisi kontralateral

b. Pemeriksaan Penunjang
i. Foto Thoraks
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara
lain (1):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada
di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

10

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai


berikut (1):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai
dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah
mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal
ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan
ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah


merupakan bagian paru yang kolaps
ii. Analisis Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat
secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.(1)
iii. CT Scan Thoraks
11

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrboraks. CT Scan
merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya namun tidak direkomendasikan untuk
mendiagnosis pneumothoraks. CT scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk mendeteksi pneumothoraks yang ukurannya kecil.(1)
G. Diagnosa banding(3)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Myocardial infarction.
Pulmonary embolism.
Pulmonary infarction.
Perforated peptic ulcer.
Extensive bullous emphysema (vanishing lung).
Pneumomediastinum.
Pneumopericardium.

F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pneumothoraks(5) :
a. Mempertahankan airway
b. Mempertahankan ventilasi yang adekuat
c. Terapi oksigen
d. Terapi penyebab, mengeluarkan udara dari pneumothoraks
e. Jika ventilasi masih inadekuat penggunaan endotracheal tube atau tracheostomy
mungkin dibutuhkan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan
pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O 2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan
ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka(1)
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara

(2)

:
12

1) Torakosintesis jarum
Prosedur ini dilakukan pada tension pneumothoraks. Jika tindakan ini dilakuakan
pada pneumothoraks non-tension dapat terjadi kerusakan parenkim paru.
Prosedur torakosintesis jarum ini dilakuakn dengan menginsersi jarum kateter
(panjang 3-6 cm) ke kulit secara langsung tepat diatas sela iga II di linea
midklavikula pada sisi yang mengalami tension pneumothoraks. Jarum
ditusukkan hingga menembus pleura parietal, jika berhasil maka akan terdengar
keluarnya udara yang menandakakna pneumothoraks telah diatasi. Komplikasi
dari prosedur ini adalah hematom local, infeksi pleura dan empyema(6).
2) Tube Torakotomy
Hampir seluruh pasien dengan pneumothoraks spontan sekunder
seharusnya dimanagement dengan tube thorachostomy. Walaupun
pneumothoraks kecil, evakuasi melalui hal ini akan mempercepat
perbaikan gejala, seperti perbaikan hasil analisi gas darah dalam 24 jam
setelah tube torakostomy(3).
Tempat insersi tube biasanya setinggi ICS V anterior linea mid aksilaris
pada hemitoraks yang terkena. Untuk menginsersi tube dilakukan insisi
horizontal 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi tumpul
melalui jaringan sub kutan tepat di atas iga. Kemudia tusuk pleura parietal
dengan ujung klem dan masukkan jari untuk mencegah melukai organ lain
dan melepaskan perlekatan. Klem ujung proksimal tube torakostomi dan
dorong

tube

ke

dalam

rongga

pleura

sesuai

panjang

yang

diingnkan.Kemudian sambungkan torakostomy ke WSD dan jahit tube di


tempatnya. Untuk evaluasi segera lakukan pemeriksaan foto rontgen dan
analisis gas darah(7)
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.Pemasukan
troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan
insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior.Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
13

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke


rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks
yang masih tertinggal di rongga pleura.Selanjutnya ujung kateter toraks
yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya.Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm
di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (7), (8).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif.Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam
rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut(6).

D. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis
dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (9).
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (9).

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Daley, Brian James. Pneumothorax. Medscape. [Online] april 28, 2014. [Cited: desember 19,
2014.] www.emedicine.medscape.com/article/424547.
2. Townsend , Courtney M., et al., et al.Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of
Modern Surgical Practice. Canada : SAUNDERS ELSEVIER, 2007. ISBN 978-1-4160-3675-3.
3. jain, DG, Gosavi, SN and Jain, Dhruv D Understanding and Managing Tension
Pneumothorax.. 1, New Delhi : JIACM, 2008, Vol. IX.
4. Guyton, Arthur and Hall, Jhon.Text book of Medical Physiology. Philadelphia : Elsevier Inc.,
2006. ISBN 0-7216-0240-1.
5.Puruhito, et al., et al.Pedoman Diagnostik dan Terapi. Surabaya : FK UNAIR, 2010.
6. Reksoprodjo, Sularto.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. jAKARTA : Binarupa Aksara, 2008.
7. Advanced Trauma Life SUpport. United State : s.n., 2008.
8. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
9. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. p. 162-179

15

Anda mungkin juga menyukai