PNEUMOTHORAKS
Disusun oleh :
Annisa Ichsani Tamaya
Yusuf Taqwa Muladi
Pembimbing :
dr. Ivan Joalsen, Sp. BTKV
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Tn. NA
Usia
: 25 Tahun
1. Anamnesis
- Keluhan Utama
Nyeri bekas tusukan di bagian dada kanan belakang
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri dibagian dada kanan belakang.Nyeri luka tusuk pisau pada
dada kanan belakang sejak kurang lebih 15 menit sebelum masuk rumah sakit.Pasien
sadar (+), pasien mengeluhkan sakit kepala (+), sesak napas (+).
- Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit lain disangkal
- Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Diabetes mellitus, Hipertensi, Asma disangkal
2. Pemeriksaan Fisik
- Status Generalisata
Kesadaran : E4V5M6. KomposMentis
Tanda Vital : TD : 100/60 mmHg
N
: 104 x/menit
RR : 35x/menit
: Status Lokalis
Abdomen
: Flat, Bising usus (+) normal, Nyeri Tekan (-), Organomegali (-),
Timpani (+)
Ekstremitas
- Status Lokalis
Inspeksi : Gerak napas simetris kanan = kiri
Perkusi : Hipersonor pada hemithorax kanan
Palpasi : Nyeri tekan hemithorax kanan (+), Krepitasi (-)
Auskultasi : Suara napas hemithorax kanan lebih redup dari hemithorax kiri, Ronki (-),
Wheezing (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
- Foto thorax PA
-Darah lengkap
Leukosit : 13.300
CT : 9
Hb
: 16,2 g/dl
BT : 3
Hct
: 43,6%
Plt
: 300.000
Ureum : 27,5mg/dl
Kreatinin : 1,0 mg/dl
4. Diagnosa
Open Pneumothorax
5. Penatalaksanaan
- Tube Thoracostomy + Debridement
- Rl 20tpm
- Inj ceftriaxone 2x1g
- Inj tramadol 3x100g dalam NaCl
- Inj Ranitidin 2x50mg
PNEUMOTHORAKS
A. Definisi
Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara di rongga pleura (rongga
potensial antara pleura visecal dan pleura parietal paru). Manifestasi klinis tergantung pada
derajat kolaps paru pada sisi yang terkena. Pneumothoraks dapat menurunkan ventilasi dan
atau oksigenasi. udara dapat memasuki rongga pleura melalui hubungan dari dinding
thoraks akibat trauma atau melalui parenkim paru yang melewati pleura viseral (1).
B. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1)(2):
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
pada orang yang tidak memiliki penyakit paru dan tidak adanya riwayat trauma
sebelumnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik, ,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
6
C. Etiologi
Etiologi umum dari pneumothoraks(3) :
a. Iatrogenic seperti insersi kateter vena sentral saat penangan pasien syok
b. Emphysema mediastinal
c. Spontan (ruptur bula)
d. Trauma
Etiologi yang langka dari Pneumothoraks (3):
a. Broncho-pleural fistula dari abses paru atau granuloma (tuberculosis)
b. Fibrocystic disease pada pankreas
7
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Honeycomb lung
Hyaline membrane disease
Oxygen toxicity; Wilson-Mikity syndrome
perforasi oesophagus
Pneumonia
Pneumoperitoneum
Neopalasma primer atau sekunder
Pulmonary infarction
D. Patofisiologi
Pneumothoraks dapat terjadi pada kasus trauma maupun spontan. Pada kasus trauma dapat
diakibatkan oleh trauma tumpul, trauma tembus maupun trauma pada trakeobronkial. Pada
kasus pneumothoraks spontan sering diakibatkan oleh bleb akibat. Pneumothoraks
iatrogenic dapat terjadi akibat intervensi medic seperti prosedur biopsy thoraks, insersi
kateter vena sentral, ventilasi mekanik tekanan positif, mediastinostomi dan pencabutan
selang dada(3).
Pada respirasi yang normal, rongga pleura memiliki tekanan yang negatif. Saat dinding dada
mengembang,
tekanan
permukaan
antara
pleura
parietal
dan
pleura
visceral
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper-ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Distensi vena jugularis
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara napas melemah atau menghilang. Dapat disertai dengan suara napas tambahan
seperti rhonki atau wheezing pada sisi kontralateral
b. Pemeriksaan Penunjang
i. Foto Thoraks
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara
lain (1):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada
di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
10
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrboraks. CT Scan
merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya namun tidak direkomendasikan untuk
mendiagnosis pneumothoraks. CT scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk mendeteksi pneumothoraks yang ukurannya kecil.(1)
G. Diagnosa banding(3)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Myocardial infarction.
Pulmonary embolism.
Pulmonary infarction.
Perforated peptic ulcer.
Extensive bullous emphysema (vanishing lung).
Pneumomediastinum.
Pneumopericardium.
F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pneumothoraks(5) :
a. Mempertahankan airway
b. Mempertahankan ventilasi yang adekuat
c. Terapi oksigen
d. Terapi penyebab, mengeluarkan udara dari pneumothoraks
e. Jika ventilasi masih inadekuat penggunaan endotracheal tube atau tracheostomy
mungkin dibutuhkan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan
pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O 2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan
ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka(1)
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara
(2)
:
12
1) Torakosintesis jarum
Prosedur ini dilakukan pada tension pneumothoraks. Jika tindakan ini dilakuakan
pada pneumothoraks non-tension dapat terjadi kerusakan parenkim paru.
Prosedur torakosintesis jarum ini dilakuakn dengan menginsersi jarum kateter
(panjang 3-6 cm) ke kulit secara langsung tepat diatas sela iga II di linea
midklavikula pada sisi yang mengalami tension pneumothoraks. Jarum
ditusukkan hingga menembus pleura parietal, jika berhasil maka akan terdengar
keluarnya udara yang menandakakna pneumothoraks telah diatasi. Komplikasi
dari prosedur ini adalah hematom local, infeksi pleura dan empyema(6).
2) Tube Torakotomy
Hampir seluruh pasien dengan pneumothoraks spontan sekunder
seharusnya dimanagement dengan tube thorachostomy. Walaupun
pneumothoraks kecil, evakuasi melalui hal ini akan mempercepat
perbaikan gejala, seperti perbaikan hasil analisi gas darah dalam 24 jam
setelah tube torakostomy(3).
Tempat insersi tube biasanya setinggi ICS V anterior linea mid aksilaris
pada hemitoraks yang terkena. Untuk menginsersi tube dilakukan insisi
horizontal 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi tumpul
melalui jaringan sub kutan tepat di atas iga. Kemudia tusuk pleura parietal
dengan ujung klem dan masukkan jari untuk mencegah melukai organ lain
dan melepaskan perlekatan. Klem ujung proksimal tube torakostomi dan
dorong
tube
ke
dalam
rongga
pleura
sesuai
panjang
yang
D. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis
dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (9).
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (9).
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Daley, Brian James. Pneumothorax. Medscape. [Online] april 28, 2014. [Cited: desember 19,
2014.] www.emedicine.medscape.com/article/424547.
2. Townsend , Courtney M., et al., et al.Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of
Modern Surgical Practice. Canada : SAUNDERS ELSEVIER, 2007. ISBN 978-1-4160-3675-3.
3. jain, DG, Gosavi, SN and Jain, Dhruv D Understanding and Managing Tension
Pneumothorax.. 1, New Delhi : JIACM, 2008, Vol. IX.
4. Guyton, Arthur and Hall, Jhon.Text book of Medical Physiology. Philadelphia : Elsevier Inc.,
2006. ISBN 0-7216-0240-1.
5.Puruhito, et al., et al.Pedoman Diagnostik dan Terapi. Surabaya : FK UNAIR, 2010.
6. Reksoprodjo, Sularto.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. jAKARTA : Binarupa Aksara, 2008.
7. Advanced Trauma Life SUpport. United State : s.n., 2008.
8. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
9. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. p. 162-179
15