Anda di halaman 1dari 14

ISLAM KULTURAL, PERANANNYA DALAM

MASYARAKAT MADANI1
Abdul Hadi W. M.

sia Tenggara merupakan suatu wilayah di benua Asia yang


unik, bukan saja karena letak geografisnya yang strategis, tetapi juga
karena keanekaragaman etnik yang luar
keanekaragaman

agama

dan

sistem

biasa menakjubkan dan

kepercayaan

yang

dianut

masyarakatnya. Penduduk Asia Tenggara memiliki latar kebudayaan dan


agama berbeda-beda, namun

mereka

seakan-akan diikat oleh tali

persamaan dan toleransi yang mengesankan. Konflik antar etnik2 dan


antar agama, yang sering terjadi di belahan dunia yang lain, jarang terjadi
di sini. Ketegangan dan kerusuhan sosial yang dari luar kelihatan
merupakan konflik antar etnik, bila diteliti secara mendalam, ternyata
lebih sering disebabkan oleh kecemburuan ekonomi dan sosial.
Indonesia merupakan negara yang paling luas wilayahnya dan
terbesar jumlah penduduknya di Asia Tenggara. Sejak lama Indonesia
memainkan

peranan

penting

dalam

dunia

perdagangan3,

politik,

penyebaran agama dan kebudayaan. Indonesia paling mencerminkan


etnik, bahasa dan kebudayaan dibanding negeri lain di Asia Tenggara.
Hampir semua agama besar berkembang

di sini. Sukubangsa dan

penduduk yang berbeda-beda itu hidup dalam semangat toleransi yang


besar. Bangsa-bangsa asing yang datang dan kemudian bermukim di
sini, terutama orang Arab, Persia, India, Cina dan Eropa, diterima
dengan tangan terbuka dan segera berintegrasi dengan masyarakat
Nusantara secara keseluruhan. Mereka diberi peluang memainkan
peranan penting dalam

kehidupan

ekonomi, sosial,

politik dan

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 1 No. 1, September 2001: 8-20

Abdul Hadi WM
Islam Kultural Peranannya dalam Masyarakat Madani
kebudayaan sampai ke jenjang yang tinggi4. Ini sukar kita jumpai di
negeri Asia lain seperti Cina, Jepang, Korea dan India.
Penganut agama Islam adalah 45% dari seluruh jumlah penduduk
Asia Tenggara, jauh lebih besar dibanding penganut Kristen

dan

Konfusianisme, dan masih lebih besar dari penganut Buddhisme. Jumlah


terbesar penganut agama Islam berada di Indonesia dan merupakan
komposisi terbesar dan utama di Malaysia dan Brunei Darussalam,
maka dapat dimengerti apabila Islam telah dan akan memainkan peranan
penting di Asia Tenggara dalam masa yang akan datang.
Peranan Islam secara menonjol sebenarnya telah ditunjukkan
dalam sejarah dan sumbangannya sangat besar bagi kebudayaan
Indonesia5. Islam mempelopori perang anti kolonial sejak abad ke-16
sampai

abad ke-20, dan juga berperan

besar

dalam

sejarah

kebangkitan nasional dan perang kemerdekaan . Namun, sebagaimana


pada

zaman

meminggirkan

kolonial,

pada zaman kemerdekaan

upaya

Islam dilakukan melalui berbagai upaya

untuk

sistematis.

Dilihat secara sekilas upaya untuk meminggirkan Islam, yang dilakukan


oleh golongan non-Islam yang dominan pada

awal pemerintahan

Orde Baru, nampaknya berhasil . Bersamaan dengan itu, sebagaimana


nampak pada akhir 1970-an, benih-benih kebangkitan Islam itu sudah
mulai nampak lagi. Yang sangat menarik adalah pandangan sejumlah
sarjana Barat dan Indonesia sendiri. Dalam buku-buku dan karangankarangan
dijumpai

mereka

yang ditulis pada pertengahan 1980-an, banyak

kesimpulan

yang

gegabah.

Menurut

mereka,

dengan

diterimanya Pancasila sebagai asas tunggal oleh organisasi-organisasi


Islam, maka Islam benar-benar telah berhasil dienyahkan dari kehidupan
8

politik, ideologi dan kebudayaan . Namun yang muncul ke permukaan


adalah sebaliknya. Islam tidak dapat ditunda lagi. Agama ini malah
semakin berkembang

dan mengalami revitalisasi. Banyak pengamat

menyaksikan bahwa yang terjadi di Indonesia

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 1 No. 1, September 2001: 8-20


adalah

proses reislamisasi9 yang dahsyat

dalam

berbagai sektor

kehidupan. Pementasan akbar proses reislamisasi itu nampak melalui:


(1) Kian semaraknya kegiatan keagamaan dalam masyarakat, khususnya
di kampus, sekolah, masjid, kantor pemerintah dan lain-lain, dan terutama
lebih melibatkan kawula muda, khususnya pelajar dan mahasiswa; (2)
Suburnya pertumbuhan

lembaga-lembaga

studi keagamaan

dan

keilmuan bercorak Islam di kota-kota besar, misalnya PPM, LSAF,


CIDES, Paramadina; Masjid-masjid

seperti Salman ITB, Salahuddin

UGM, Giffari IPB, Arif Rahman Hakim UI dan lain-lain juga menjadi pusat
pengembangan kegiatan studi keislaman; (3) Sekolah, pesantren dan
perguruan tinggi Islam semakin berkembang pada dasawarsa 1980-an;
(4) Juga mulai tumbuh kegiatan ekonomi dan kewirausahaan Islam; (5)
Maraknya penerbitan buku-buku kajian dan kebudayaan Islam, begitu
pula jurnal, majalah, buletin dan lain-lain. Penerbitan Islam baru juga
bermunculan di berbagai kota, contohnya: Pustaka, Mizan, Pustaka
Firdaus, Rajawali dan lain-lain; (6) Kegiatan seni budaya Islam semakin
berkembang, misalnya pameran lukisan dan kaligrafi, pembacaan sajak,
pagelaran musik dan drama, serta diskusi-diskusi sastra.
Puncak dari semua itu adalah didirikannya ICMI pada awal 1990,
Bank Muamalat pada tahun 1991, dan diselenggarakannya Festival Istiqlal
I tahun 1991 dan Festival Istiqlal II tahun 1995,
berdirinya Museum Istiqlal dan Bayt

al-Qur'an

yang melahirkan
pada tahun 1997.

Lembaga-lembaga ini mewakili bidang yang strategis: Intelektual dan


Sosial Politik (ICMI), Ekonomi (Bank Muamalah) dan Seni

Budaya

(Festival Istiqlal). Kemarakan ini disusul dengan munculnya media Islam


seperti Jurnal Ulumul Qur`an, Harian Republika, Majalah berita Ummat
dan Panjimas. Namun semua peristiwa penting yang dipaparkan di atas
bukan akhir dari cerita, bahkan baru permulaan dari sebuah narasi besar
dengan tantangan yang lebih besar lagi. Hal itu perlu dipaparkan untuk
membangkitkan kesadaran sejarah, dan menyambut terbitnya sebuah
menjelang akhir 1980-an

10

Abdul Hadi WM
Islam Kultural Peranannya dalam Masyarakat Madani
bahasa Indonesia adalah

Asia Tenggara dan Islam, dikarang oleh

seorang orientalis terkemuka, Walter Schach.


Menurut penulis buku Asia Tenggara dan Islam,

pada masa

peralihan ini ke abad XXI, Islam akan memainkan peranan yang kian
penting dan mempengaruhi corak perkembangan peradaban Asia
Tenggara. Selain faktor sejarah sebagaimana dipaparkan di atas, dan
besarnya jumlah penganut Islam di Asia Tenggara, terdapat faktor lain
yang tidak kalah penting. Diantaranya adalah: (1) Sebagian penganut
Islam adalah penduduk dua negara, Indonesia dan Malaysia, yang
peranan politik dan ekonominya sangat menonjol dewasa ini di Asia
Tenggara; (2) Pola

interaksi

dan dialog peradaban Islam dengan

peradaban global Barat sangat dialektis, kritis dan dinamis, sehingga


setiap bentuk dominasi Barat akan mendapat tantangan dari Islam; (3) Di
kalangan penganut Buddhisme

dan

Kristen tidak muncul

gerakan

kebangkitan sebagaimana yang disaksikan dalam kalangan pemeluk


Islam.
Pertama, dalam dua dasawarsa terakhir ini baik Malaysia
maupun

Indonesia

(sebelum

krisis

moneter)

mencatat

rekor

perkembangan ekonomi yang pesat. Pertumbuhan ekonomi dan tingkat


kemakmuran

yang

perkembangan

dicapai

itu

pada

gilirannya

mempengaruhi

lembaga pendidikannya. Giliran berikutnya

terpelajar dan intelektual Muslim semakin meningkat pula.


kenyataan, kebanyakan

jumlah
Dalam

pelopor kebangkitan intelektualisme Islam dan

Islam Kultural pada tahun 1980-an, baik di Indonesia maupun Malaysia,


adalah mereka yang mendapat pendidikan tinggi di sekitar awal atau
akhir 1970-an. Mereka bukan saja mendapat pendidikan di dalam
negeri, tetapi juga di luar negeri. Lagi pula, berbeda dengan terpelajar
non-Muslim,

selain

mempelajari

ilmu

pengetahuan

modern

yang

berkembang di Barat, mereka juga berpeluang mengkaji Islam lebih luas


dan mendalam, berikut s
buku menarik pada akhir tahun lalu di Jerman.

Judul buku itu dalam


11

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 1 No. 1, September 2001: 8-20


kebudayaannya. Produk pendidikan modern 1970-an inilah yang berperan
dalam kebangkitan intelektualisme
Indonesia dan

Malaysia

Islam

pada tahun

dan

Islam

1980-an.

Kultural

Mereka

di

mendapat

pendidikan modern dan metodologi Barat, tetapi juga mengkaji Islam


secara mendalam.
Kedua,

mengenai

pola interaksi dan dialog Islam dengan

kebudayaan Barat. Pola yang diterapkan Islam sangat berbeda dengan


pola Kristen Barat, Buddhis dan Konfusianis. Mengenai Kristen Barat,
karena

dalam

dirinya

sudah

banyak

mengandung

unsur-unsur

kebudayaan Barat, dengan sendirinya tidak mengalami banyak gejolak


dan kerepotan dalam berinteraksi dengan dan menanggapi kebudayaan
Barat. Di lain hal Islam melihat kebudayaan Barat bukan hanya sebagai
sumber ilham dan pencarian metodologi baru, tetapi juga sebagai
tantangan. Seraya mempelajari

ilmu-ilmu

Barat, para cendekiawan

Muslim juga menggali dan menafsirkan kembali ajaran agama

dan

khazanah kebudayaannya. Apabila ini terus iusahakan pasti akan


melahirkan tradisi intelektual dan keilmuan baru. Apa pun yang datang
dari Barat, mesti disaring dan tidak diserap begitu saja, untuk kemudian
diselaraskan dengan ajaran Islam.
Buddhisme
kebudayaan

Barat,

tidak

terlalu

bersemangat

untuk

sedang pengikut Konfusianisme

dengan kebudayaan Barat. Sejak zaman kolonial

menantang

sudah

kebanyakan

akrab
dari

mereka telah merupakan penduduk kota di mana perhubungan dengan


kebudayaan Barat sudah biasa. Di samping itu mereka menempati
posisi istimewa dalam struktur masyarakat kolonial, dan diberi peranan
khusus pula dalam perdagangan.
Ketiga, apabila kebangkitan intelektual Islam dan Islam Kultural
era 1980-an ini dikembangkan terus, dan gagasan golongan neopembaharu ini disosialisasikan secara luas, baik di lembaga-lembaga
pendidikan, kalangan pemimpin agama dan agamawan, serta melalui
ejarah masyarakat, perkembangan politik dan
organisasi-organisasi mahasiswa dan LSM, maka akan besar
12

Abdul Hadi WM
Islam Kultural Peranannya dalam Masyarakat Madani
pengaruhnya bagi perkembangan masyarakat kita

dan

gerak maju

kebudayaannya.
Gambaran di atas tidak lengkap tanpa melihat tantangan dan
kesukaran yang dihadapi setelah gerakan kebangkitan itu berkembang
lebih jauh. Di antara tantangan yang dihadapi, yang mungkin akan
memukul mundur intelektualisme Islam dan Islam Kultural, adalah:
(1) Arus globalisasi jauh lebih cepat dan besar gelombangnya dibanding
gerakan kebangkitan Islam itu sendiri. Lembaga-lembaga yang
merupakan aset umat Islam perlu didayagunakan sungguh-sungguh
untuk

mengimbangi

arus

globalisasi

tersebut.

Di

sini

perlu

ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya sebuah budaya Islam yang


kreatif dan tangguh, serta tanggap terhadap

perubahan. Budaya

Islam, di samping memiliki nilai-nilai universal sebagaimana budayabudaya lain, tentu juga memiliki ciri sendiri. Khususnya sistem nilai,
pandangan hidup, gambaran dunia (weltanschaung), dasar
bentuk

ekspresi, sistem pengetahuan (ephisteme)

ontologis

etika,

dan cakrawala

yang melatarinya.

(2) Krisis ekonomi dan politik yang nampaknya akan berlarut-larut,


mungkin akan membuat surut kegiatan intelektualisme Islam dan
Islam

Kultural.

Penulis

buku

Asia

Tenggara

dan

Islam

meramalkan: Apabila krisis tersebut berkepanjangan, tak ayal yang


akan lebih menonjol adalah peranan Islam militan. Gejala-gejalanya
sudah nampak, tetapi tidak perlu dicurigai, karena ia merupakan
bentuk ekspresi lain dari Islam Kultural ketika krisis hebat melanda
masyarakat luas.
(3) Kesenjangan struktural dalam tubuh masyarakat Islam sendiri telah
membuat sukarnya
dan Islam

Kultural

intelektualisme

Islam

gagasan

pembaharuan intelektualisme Islam

tersosialisasikan dengan
dan

Islam

Kultural

baik. Gagasan
belum

dipahami

sepenuhnya oleh agamawan dan pemimpin agama, belum dapat

13

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 1 No. 1, September 2001: 8-20


dicerna kalangan terpelajar Islam secara luas, belum diakomodasikan
dalam pengajaran Islam

di lembaga-lembaga pendidikan. Pada

umumnya gagasan itu disalurkan melalui media cetak, terutama


buku, maka minat baca (dalam arti sebenarnya) perlu ditingkatkan di
kalangan generasi muda Islam, begitu juga minat untuk mengkaji
masalah-masalah Islam,

baik sejarah, metodologi, filsafat dan

sosiologinya, maupun sains, seni dan kesusastraannya. Generasi


muda Islam, terutama generasi terpelajarnya, perlu digalakkan
mempelajari kembali gagasan pembaharuan dari pendahulu mereka
dan pemikiran cendekiawan mutakhir dari dalam dan luar negeri.
Karya-karya Deliar Noer, Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, Amin
Rais, Kuntowijoyo dan lain-lain perlu dikaji kembali. Begitu pula
karya Mohamad Arkoun, Seyyed Hossein Nasr, Ismail Faruqi, Fazlur
Rahman, Ali Syariati, Hasan Hanafi, Bennabi, Mohammad Iqbal,
Parves Mansour, Ziauddin Sardar dan lain-lain.
(4) Banyak

lembaga

studi

dan

keilmuan

Islam

tidak

dapat

mempertahankan keberadaannya dalam waktu yang lalu yang lama


disebabkan kelemahan manajemen,

pasang

surutnya

sumber

pembiayaan, kurangnya tenaga profesional dan lain-lain. Banyak


lembaga didirikan orang Islam dan tampak berhasil, namun setelah
berkembang lantas menjadi ajang perselisihan dan rebutan. Hal
tersebut terjadi karena semangat mencari kehidupan dari lembaga
atau

organisasi,

lebih

besar

dibanding

semangat

untuk

menghidupkan lembaga dan organisasi dengan komitmen yang tinggi.


(5) Upaya peminggiran Islam masih terus berlanjut di tingkat nasional
maupun internasional. Namun, apabila tantangan dan rintangan itu
dapat diatasi dengan

baik,

maka

umat

Islam

akan

kembali

menjadi umat bermartabat dan dapat membawa bangsa Indonesia


menuju masyarakat

14

Abdul Hadi WM
Islam Kultural Peranannya dalam Masyarakat Madani
Pada akhirnya perlu diingatkan kembali bahwa ada empat tema
besar kebangkitan Islam pada tahun 1980-an, yang meliputi bidang
kehidupan yang luas:
Pertama. Kembali kepada al-Qurn dengan cahaya baru, dengan kaedah
atau metode pemahaman baru. Pemahaman baru dengan

sistem

pengetahuan (ephisteme) baru sangat perlu karena kita hidup dalam


era perubahan besar-besaran, apalagi sedang berada di tengah tuntutan
Reformasi dalam bidang ekonomi, politik,
Walau demikian untuk dapat membaca
zaman kita perlu

membaca makna

hukum dan

kebudayaan.

secara mendalam

isyarat

yang disugestikan al-Qurn dan

ilmu-ilmu al-Qurn.
Kedua.

Islamisasi

Ilmu

Pengetahuan

dan

Kebudayaan,

sebagaimana dibahas dalam The Islamic Conference for Asia and Pacific
di Jakarta, akhir tahun 1987. Walaupun sampai sekarang masalah ini
masih menimbulkan kontroversi, namun ternyata memicu dinamika sendiri
di kalangan cendekiawan Muslim
Ketiga.

Pengaktualan

tradisi ilmu

pengetahuan,

baik

yang klasik

maupun modern. Khazanah intelektual Islam perlu digali dan dinilai


kembali, dan juga perlu diapresiasi, dicari relevansinya dan dikembangkan
dengan pengetahuan baru. Dengan cara ini maka peradaban Islam di
zaman modern tidak kehilangan akar budaya dan sejarahnya.
Keempat. Tema terakhir adalah berkenaan dengan masa depan Islam,
futurologi Islam, antara lain dengan mengantisipasi kejadian-kejadian
yang mungkin muncul di masa depan dan dampaknya10.
Saya berharap 4 tema besar ini masih dipertahankan sebagai
agenda perjuangan Islam Kultural dan juga mendapat perhatian dari
organisasi mahasiswa Islam berikut LSM dan lembaga kajian yang
mereka bentuk dan akan dibentuk.
madani dalam arti sebenarnya.

15

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 1 No. 1, September 2001: 8-20


Catatan
1.

Pengertian masyarakat madani atau civil society dapat dirujuk pada


masyarakat yang dibina oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah setelah
beliau hijrah ke Yatsrib, nama Madinah sebelum Nabi hijrah. Madinat al-Nabi
(Kota Nabi) dapat disebut sebagai contoh negara kota klasik yang
diperintah berdasarkan nilai-nilai Islam. Penduduknya disebut masyarakat
madani. Kata madani dapat diartikan sebagai 'civil', 'urban', dan dari
akar kata yang sama terbentuk kata madinah (kota) dan madaniyah
peradaban. Jadi masyarakat madani adalah masyarakat yang bertamaddun
atau berperadaban. Arti kata peradaban dapat dicari pada makna kata adab
yang digunakan untuk menyebut kesusastraan tinggi atau belles letres.
Yang dimaksud sastra adab adalah sastra yang berkenaan dengan masalah
hukum, undang-undang, pemerintahan, santun, atau tata cara orang yang
berilmu pengetahuan dan memiliki pendidikan tinggi. Menurut Ziauddin
Sardar, negara Madinah memiliki dua aspek utama yang
membuat
penduduknya dapat disebut sebagai masyarakat madani: (1) Ia dibangun
berdasar nilai-nilai moral, spiritual dan kultural tertentu. Nilai-nilai tersebut
ditransformasikan dari ajaran agama Islam. Sistem nilai tersebut bersifat
faktual, direalisasikan dalam kehidupan nyata; (2) Terdapat dinamika dan
mobilitas yang tinggi. Dinamika ini timbul karena adanya cita-cita yang ingin
dilaksanakan dan norma-norma yang disepakati bersama. Berdasar teori
peredaran tamaddun yang dikemukakan Ibn Khaldun dalam bukunya
Muqadimah menyebut sistem nilai sebagai fakta dan dinamika masyarakat
madani sebagai gaya atau pola hidup. Lihat Ziauddin Sardar Rekayasa Masa
Depan Peradaban Muslim. (Mizan, 1986; hal.150-60). Untuk menjadi faktual
sistem nilai harus diaktualisasikan dalam
kehidupan ekonomi, hukum,
sosial politik dan kebudayaan (seni, pendidikan dll).

2.

Malaysia pernah mengalami ketegangan antar etnik Melayu dan Cina pada
bulan Mei 1969. Ketegangan itu berlaku di seluruh negeri selama beberapa
hari dengan korban begitu besar. Tetapi setelah itu tidak ada lagi kerusuhan
antar etnik terjadi. Sebab-sebabnya adalah kesenjangan ekonomi yang
begitu lebar antara etnik Melayu dan Cina pada tahun 1969 tidak terjadi lagi
pada masa
berikutnya. Sejak peristiwa itu pemerintah
Malaysia
melancarkan kebijakan memberdayakan orang-orang Melayu secara
ekonomi, intelektual dan kemahiran. Dengan itu maka kesenjangan ekonomi
yang lebar tidak lagi dirasakan. Menurut para pengamat selama tidak ada
krisis ekonomi yang menyebabkan keadaan orang Melayu terpuruk
sedemikian parah dan orang Cina hidup serba ada, tak akan lagi ada
kerusuhan antar etnik seperti yang terjadi pada bulan Mei 1969. Di Indonesia
kerusuhan yang menjadikan etnik Cina sebagai sasaran berpuluh kali terjadi
sejak awal Orde Baru dan sumbernya selalu kecemburuan sosial dan
ekonomi.

dan 4. Agama Islam tersebar luas bersamaan dengan kian ramainya lalu
lintas perdagangan melalui jalur laut antara negeri Arab dan Cina pada abad
ke-13, dan meningkat pada akhir abad ke-14, di mana kepulauan Nusantara
merupakan persinggahan utama. Pada akhir abad ke-14 atau awal abad ke15, negeri Cina melakukan perdagangan dengan negeri-negeri Arab melalui
jalur laut disebabkan ditutupnya jalan darat oleh Timur Leng yang
menaklukkan Persia dan

16

Abdul Hadi WM
Islam Kultural Peranannya dalam Masyarakat Madani
merupakan laluan penting perdagangan negeri Timur dengan Barat melalui
jalan darat. Selain itu kepulauan Nusantara sendiri sangat kaya dengan hasil
bumi atau tambang, yang sangat diperlukan sebagai barang komoditi baik di
negeri Arab, Persia dan India maupun di Cina. Ramainya arus perdagangan
menyebabkan tumbuhnya kota-kota pesisir yang kemudian menjadi
kerajaan-kerajaan Islam. Misalnya Pasai, Peurlak, Barus, Malaka, Demak,
Ternate, Banten, Tuban, Gresik, Sunda Kelapa, Cirebon, Makassar,
Palembang, Aceh dan lain-lain. Tersebarnya kota-kota dagang di berbagai
pelosok Nusantara ini menyebabkan munculnya peranan suku bangsa selain
Jawa dan Melayu.
Mengenai tumbuhnya kota-kota dagang di sepanjang pesisir Jawa dan
Sumatra yang komposisi terbesar penduduknya beragama Islam dapat
dibaca dalam laporan Ma Huan, seorang ahli sejarah Cina abad ke-14 dan
15 yang mengunjungi Jawa dan Sumatra mengikuti ekspedisi Cheng Ho
pada awal abad ke-15. Seperti Cheng Ho, Ma Huan adalah seorang Cina
Muslim. Dia menceritarakan bahwa di kota-kota seperti Malaka, Tuban dan
lain penduduknya terdiri daripada pedagang Muslim Arab, Persia dan India
(Gujarat) yang makmur dan berpakaian bagus, dan sebagian lagi orangorang Cina Muslim dan non-Muslim. Penduduk pribuminya adalah orangorang urban yang masih hidup bersahaja. Makmurnya para pedagang asing
ini menyebabkan raja setempat tertarik memeluk agama Islam bersama
rakyatnya. Pertumbuhan kota menyebabkan banyak orang desa datang
berurbanisasi untuk mendapat pekerjaan dan akhirnya mereka memeluk
Islam mengikuti agama majikannya. Laporan yang lebih rinci juga ditemui
dalam Suma Oriental, catatan perjalanan seorang pengembara Portugis akhir
abad ke-15 - awal abad ke-16, Tome Pires. Pedagang-pedagang ini
membawa serta sejumlah ulama dan guru agama, yang pada umumnya ahli
tasawuf, untuk mengajar agama. Menurut Tome Pires terdapat banyak
ulama sufi mengajar seni dan ilmu pertukangan, kerajinan tangan dan
kecakapan lain disamping mengajar ilmu agama dan bahasa Arab. Bahasa
pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu, yang pada waktu itu
telah menjelma sebagai bahasa perdagangan. Bahasa Melayu merupakan
bahasa resmi di lingkungan kerajaan Pasai dan Malaka, darimana Islam
tersebar luas ke pelosok Nusantara, dan di dua kerajaan Islam ini
kesusasteraan Islam mula-mula tumbuh.
Apa
yang dinamakan
kesusastraan Pesisir di Jawa digubah berdasar hikayat dalam bahasa
Melayu. Sumber-sumber Nusantara sendiri menjelaskan pentingnya peranan
organisasi dagang ( taifa ) dalam penyebaran Islam di Nusantara. Misalnya
Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat Banjar, Hikayat Malim
Demam dll. Sumber Jawa seperti Nagara Kertagama menyinggung sedikit,
misalnya ketika menggambarkan kunjungan Patih Gajah Mada menemui
utusan Raja Pasundan di Bubat. Patih singgah di Masigit Agung. Perang
Bubat terjadi pada akhir abad ke-14. Sebagai reaksi terhadap
perkembangan Islam raja Majapahit menyuruh Mpu Tanakung pergi ke India
dan mempelajari aliran Syiwa yang berkembang di Bengal. Sepulangnya di
Majapahit Mpu Tanakung (akhir abad ke-15) menulis kitab Siwapratilka, yang
berisi propaganda agama Syiwa.
5. Sejak awal abad ke-18 Aceh mengalami kemunduran sebagai pusat
kebudayaan. Kedudukan bahasa Melayu
negeri di sekitarnya. Persia dan sekitarnya

17

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 1 No. 1, September 2001: 8-20


digantikan bahasa Aceh yang baru merupakan bahasa lokal. Kemunduran
Aceh dan tradisi merkantilismenya bermula ketika Sultan Iskandar Muda
mengumumkan monopoli perdagangan dan juga regulasi pada awal abad ke17 M. Kemunduran bertambah parah pada akhir abad ke-17.
6. Perang Diponegoro di Jawa dan Perang Paderi dibawah pimpinan Imam
Bonjol di Sumatra Barat pada awal abad ke-19 dapat dikatakan sebagai
perjuangan kebangkitan Islam dalam bentuk pemberontakan melawan
kolonial plus kekuatan adat. Pangeran Diponegoro tergugah oleh gerakan
Pan-Islamisme Turki dan Imam Bonjol dipengaruhi gerakan pemurnian
agama dari kaum Wahabi yang dibawa para jemaah haji dari Mekkah seperti
Haji Miskin. Pada awal abad ke-20 kebangkitan Islam dilakukan melalui
jalur ekonomi dan reformasi sosial, sebagaimana terlihat pada bangkitnya
Sarekat Dagang Islam (1911) dan Muhammadiyah (1912).
7. Yusril Ihza Mahendra dalam tulisannya "Islamic Revivalism in Indonesia:
The Response of New Order Government" (1996) menyamakan politik
peminggiran Islam yang dilakukan pada awal pemerintahan Orde Baru
dengan kebijakan pemerintah kolonial yang dibuat mengikuti saran Snouck
Hurgronje pada akhir abad ke-19 M. Snouck Hurgronje membagi Islam
menjadi tiga: (1) Islam ritual; (2) Islam berdasarkan hubungan kemanusiaan
dan (3) Islam politik. Pemerintah kolonial mendukung Islam ritual, tetapi
berhati-hati dan curiga terhadap Islam kedua dan ketiga. Pada masa orde
Baru arsiteknya adalah cendekiawan Katholik, eks-PSI dan nasionalis
sekular yang berkumpul di CSIS dan dipimpin oleh Ali Murtopo dan Sofyan
Wanandi. Untuk merintangi perkembangan Islam politik, mula-mula Masyumi
dilarang dihidupkan kembali dan bekas pemimpinnya seperti Mohamad Rum
dilarang aktif dalam Parmusi. Tahun 1974 aliran kepercayaan dihidupkan
dan dimasukkan GBHN, artinya diakui secara resmi sebagai agama. Misi
Kristen Katholik membina kembali bekas aktivis Partai Komunis Indonesia
yang dapat diperalat untuk membendung kekuatan Islam. Dicipta gerakan
berbentuk kekerasan atas nama Islam untuk memudahkan mereka
melakukan pengkambinghitaman Islam. Tetapi terbongkarnya rahasia bahwa
kelompok anti-Islam ini membina bekas aktivis komunis, menyebabkan
pemerintah Indonesia pada tahun 1978 dan 1979 mengeluarkan kebijakan
baru bagi pengembangan Islam. Sejak masa ini secara politik umat Islam
mendapatkan stimulus baru untuk memulai kebangkitannya kembali. Lihat
Robert W. Hefner "Islam, State and Civil Society: ICMI and the Struggle
for the Indonesian Middle Class". Dalam Indonesia No. 56, October 1993.
8. Robert W. Hefner dalam tulisan di atas juga menyinggung masalah ini.
Menarik pula untuk dikemukakan bahwa majalah Inquiry (Vol. 1 No.5
October 1984/ Muharam 1405:13), sebuah media cendekiawan Muslim yang
terbit di London, dalam laporannya "Exit Islam, Enter Pancasila" menyatakan
bahwa dengan diterimanya Pancasila sebagai asas tunggal maka
eksistensi Islam di Indonesia semakin memprihatinkan. Dikatakan pula
bahwa Indonesia sedang berjalan menuju sistem satu partai. Bersamaan
dengan laporan itu disiarkan pula kritik Muhamad Natsir. Dalam
wawancaranya itu Muhamad Natsir menyerukan agar ahli hukum,
cendekiawan, akademisi dan ulama bangkit menyuarakan bahaya sistem
satu partai atau dominasi partai pemerintah, yaitu Golkar. Dominasi Golkar
akan menjerumuskan
sebagai bahasa regional

18

Abdul Hadi WM
Islam Kultural Peranannya dalam Masyarakat Madani
menyerukan Reformasi Politik yang intinya adalah pemulihan demokrasi dan
dipertahankannya sistem multi partai. Ada lima pokok pemikiran yang
dikemukakan Natsir: (1) Agar demokrasi tumbuh maka dominasi Golkar yang
didukung pemerintah dan ABRI harus dicegah; (2) Semakin menciutnya dua
PPP dan PDI akan membuat kontrol terhadap pemerintah melemah.
Dikuatirkan pula bahwa dua partai ini hanya merupakan satelit Golkar.
Dengan demikian sebarang perubahan konstitusi, termasuk UU Pemilu dan
Kepartaian akan selalu mendapat hambatan; (3) Penerimaan asas tunggal
akan menyebabkan Indonesia menjadi negara totaliter, sebab peranan dan
fungsi organisasi kemasyarakatan sebagaimana partai politik akan diatur
oleh pemerintah; (4) Dominasi Golkar dalam DPR dan MPR hanya akan
mendorong pemerintah bertanggungjawab kepada MPR, bukan kepada
rakyat, sedangkan MPR telah dikuasai pemerintah; (5) Golongan agama,
Islam atau Kristen, akan kehilangan sumber kekuatan dan semangat
perjuangannya untuk memperbaharui keadaan sosial, karena lama kelamaan
kekuatannya akan dikebiri
9.

Lihat Yusril Ihza (Ibid) dan Robert H. Hefner (Ibid). Bahkan tak terhitung
artikel, laporan majalah atau surat kabar, esai dan buku mengemukakan
masalah reislamisasi ini. Dalam kaitanya dengan kebudayaan dapat dibaca
laporan khusus tentang penyelenggaraan Festival Istiqlal di Jakarta pada
bulan Oktober dan November 1991 di Jakarta dalam majalah Arts and the
Islamic World . No. 21, Spring 1992. Judul laporan "Special Supplement
Indonesia`s Festival Istiqlal. Lihat juga Robert W. Hefner. Ibid . Di samping
itu banyak pihak, khususnya golongan Katholik, mengkuatirkan gelombang
reislamisasi yang melanda Indonesia pada akhir 1980an, apalagi dengan
munculnya ICMI dan pengaruh politiknya pada awal 1990an. Misalnya
sebagaimana dikemukakan Franz Magnis Suseno dalam tulisannya
"Kekhawatiran itu Bisa Dimengerti" Ulumul Qur'an (No.1 Vol. VI Th. 1995;
32-9). Kekhawatiran itu juga muncul dari kalangan Islam sendiri disebabkan
kesan bahwa ICMI terlalu dekat dengan birokrasi. Mereka yang
mengkhawatirkan itu antara lain Fachry Ali dalam tulisannya "Keharusan
Demokratisasi Dalam Islam" (Ulumul Qur`n. idem). Bahwa keharusan
demokratisasi dipenuhi oleh ICMI nampak pada statement ICMI tentang
perlunya tuntutan Reformasi dipenuhi, sebagaimana disiarkan oleh pers lima
hari yang lalu. Tetapi mantan Ketua ICMI, yang sempat menjadi Wakil
Presiden dan kemudian Presiden, BJ Habibi bereaksi bahwa statement itu
hanya pernyataan pribadi pimpinan ICMI yaitu Ahmad Tirtosudiro dan Adi
Sasono. (Republika Sabtu 9 Mei 1998).

10. (lihat juga tajuk redaksi Jurnal Ulumul Qur`an. No.1/Th. I/1988. Sebagai
bandingan lihat pula Kuntowijoyo "Islam dan Strukturalisme Transendental".
Republika 20-21 Maret 1998).

DAFTAR PUSTAKA demokrasi. Natsir sebenarnya pada tahun 1984 telah

19

Jurnal Universitas Paramadina Vol. 1 No. 1, September 2001: 8-20


Ali, Fachry. 1995. "Keharusan Demokratisasi Dalam Islam". Ulumul Qur'n No.1,
Vol. VI.
Hefner, Robert W. 1993. "Islam, State and Civil Society: ICMI and the Struggle
for the Indonesian Middle Class". Indonesia . No. 56, Oktober.
Kuntowijoyo. 1998. "Islam dan Strukturalisme Transendental". Republika 20-21
Maret.
Magnis-Suseno, Franz. 1995. "Kekhawatiran itu Bisa Dimengerti".
Qur'an No.1, Vol. VI. 1995: 32-39.

Ulumul

Mahendra, Yusril Ihza. 1996. Islamic Revivalism in Indonesia: The Response of


New Order Government.
Sardar, Ziauddin. 1986. Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim.

20

Bandung:
Mizan.

Anda mungkin juga menyukai