Oleh :
Isnawan Widyayanto
Moderator :
dr. Innawati Jusup, Sp.KJ
Metode : Dua ratus enam belas pasien stroke iskemik yang masuk
rumah sakit dalam kurun waktu 24 jam setelah onset stroke dipilih secara
consecutive dan diikuti 3 bulan kemudian. Berdasarkan gejala-gejalanya,
diagnosis depresi dibuat menurut kriteria DSM-IV terhadap pasien paska
stroke pada hari ke-90. Pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) digunakan untuk mengukur kadar serum BDNF pada saat masuk
rumah sakit. Analisis multivariat dengan menggunakan cara logistik
regresi.
mayor
setelah
bulan.
Pasien
dengan
depresi
mayor
menunjukkan kadar serum BDNF yang lebih rendah [8.1 (5.69.4) vs. 13.7
(10.416.5)ng/ ml,
0.79(0.720.87),
dalam
bulan.
Penelitian
lebih
lanjut
diperlukan
untuk
1. Pendahuluan
Depresi
sangat
umum
di
kalangan
penderita
stroke,
yang
oleh Komite Etika Penelitian Medis di Rumah Sakit Xin Qiao, Universitas
Kedokteran Militer Ketiga.
2.2. Variabel klinik
Pada pemeriksaan awal (baseline), usia, jenis kelamin, indeks massa
tubuh dan riwayat faktor risiko diperoleh. Subtipe stroke diklasifikasikan
menurut kriteria TOAST (Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment)
(Adams dkk., 1993). Pemeriksaan darah rutin dan biokimia, CT scan/ MRI
otak dilakukan pada semua pasien saat masuk. MRI dengan diffusion
weighted imaging (DWI) tersedia pada beberapa pasien. Volume infark
dihitung dengan menggunakan rumus 0,5 x a x b x c (Sims et al., 2009).
Keparahan
stroke
dievaluasi
oleh
spesialis
saraf
terlatih
dengan
biomarker
diukur
di
laboratorium
pusat
oleh
petugas
Kadar
serum
BDNF
diukur
dengan
sandwich-ELISA,
untuk
mengevaluasi
keakuratan
serum
BDNF
untuk
mendapat
terapi
tissue
plasminogen
activator
(t-PA)
adalah
65(30,1%).
3.2. Temuan utama
Sembilan puluh empat pasien (43,5%) menunjukkan depresi (mayor
dan minor) pada 3 bulan setelah masuk rumah sakit dan pada 59 pasien
(27,3%) diklasifikasikan sebagai depresi mayor. Karakteristik dasar dari
216
pasien
stroke
dibedakan
dengan
depresi
atau
tidak
depresi
ditunjukkan dalam Tabel 1. Pasien dengan depresi, usianya lebih tua dan
lebih sering pada wanita, hidup dengan keturunannya, menjanda, lebih
parah klinis stroke saat masuk rumah sakit, kadar serum Hs-CRP lebih
tinggi dan kadar serum BDNF yang lebih rendah. Tidak terdapat hubungan
yang ditemukan antara subtipe etiologi atau volume infark dan munculnya
depresi. Demikian pula, jika depresi ringan dimasukkan, didapatkan
kesimpulan yang sama.
Tabel 1. Karakteristik dasar pasien stroke dengan depresi dan tanpa depresi
Gb. 1. Kadar BDNF serum pada kelompok pasien stroke dengan depresi dan tanpa depresi.
Mann-Whitney U-test. Semua data berdasarkan nilai median dan interquartile ranges
(IQR). (a) Pasien depresi adalah depresi mayor;
(b) Pasien dengan depresi minor
juga dimasukkan.
Gb. 2. Korelasi antara kadar BDNF serum dan prediktor lainnya. (a) Korelasi antara kadar
BDNF serum dan skor (NIHSS); (b) Korelasi antara kadar BDNF serum dan skor HAM-D.
Berdasarkan kurva ROC, nilai cut-off optimal kadar BDNF serum saat
masuk rumah sakit yang diprediksi akan berkembang menjadi depresi
pada 3 bulan adalah 10,2 ng/ml, yang menghasilkan sensitivitas dan
spesifisitas tertinggi [berturut-turut, 80,3% dan 81,8%; area under curve
(AUC) = 0,854, 95% CI: 0,791-0,917; P < 0.0001]. Lihat Gambar. 3a.
Kadar BDNF memiliki akurasi prognostik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Hs-CRP [AUC 0,58 (0,47-0,65), P = 0,013], HCY [AUC 0,69 (0,510,82), P = 0,008] dan skor NIHSS saat masuk [AUC 0,66 (0,54-0,77), P =
0,007]. Dalam analisis regresi logistik, kadar BDNF saat masuk rumah
sakit secara independen terkait dengan depresi (OR, 0,79; 95% CI, 0,720,87,
Gb. 3. Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) digunakan untuk menilai akurasi
kadar BDNF serum untuk memprediksi PSD. (a) Pasien depresi adalah depresi mayor;
(b) Pasien dengan depresi minor juga dimasukkan.
Tabel 2. Adjusted OR depresi untuk kadar BDNF pada pasien stroke
Tabel 3. Adjusted OR depresi (depresi minor dimasukkan) untuk kadar BDNF pada pasien
stroke
dengan
pasien
stroke
tanpa
depresi.
Hasil
kami
terkait dengan insiden PSD pada tahap akut stroke (OR = 28,992; 95% CI,
8,014 -104,891; p < 0,001 setelah penyesuaian variabel). Dengan
demikian, dapat membuka jalan untuk usulan pilihan terapi baru pada
pasien dengan stroke iskemik. Sebagai tambahan, hasil kami juga
menunjukkan korelasi negatif signifikan antara skor HAM-D, tingkat
keparahan gejala depresi, dan kadar BDNF serum. Beberapa studi
menunjukkan korelasi negatif antara kadar BDNF dan keparahan gejala
depresi (Shimizu dkk., 2003).
Prevalensi PSD bervariasi dari waktu ke waktu dengan puncak yang
jelas 3-6 bulan setelah stroke dengan kisaran 9-34% selama kurun waktu
ini dan kemudian menurun mencapai sekitar 50% dari angka awal pada
satu tahun (Whyte dan Mulsant., 2002). Dalam penelitian kami, kami
menemukan bahwa 27,3% pasien stroke diklasifikasikan sebagai depresi
mayor pada 3 bulan, sedangkan prevalensi depresi dilaporkan berkisar
antara
dkk ., 2004; Cheng dkk, 2014). Selain itu, konsentrasi BDNF sirkulasi yang
rendah diamati pula pada pasien dengan penyakit arteri koroner, Diabetes
mellitus tipe 2, sindrom metabolik, stroke dan kurangnya aktivitas fisik
(Autry dan Monteggia, 2012; Pikula dkk, 2013). Sesuai dengan hasil
tersebut, dalam penelitian kami, kami menemukan kadar BDNF serum
rendah pada pasien stroke dan pasien depresi. Depresi telah banyak
didokumentasikan dapat mengurangi ekspresi BDNF baik pada studi
hewan maupun studi klinis (Gazal et al., 2012).
Suatu studi meta-analisis menunjukkan bukti kuat bahwa kadar
BDNF lebih rendah pada subyek depresi dibandingkan subyek kontrol
yang sehat (P < 6.8 x 10-8), dan bahwa kadar BDNF secara signifikan (P =
0,003) meningkat setelah pengobatan antidepresan (Sen dkk., 2008).
Studi Meta-analisis lainnya sama menunjukkan bahwa kadar BDNF
meningkat secara signifikan setelah pengobatan antidepresan (ukuran
efek: 0,62), dan bahwa terdapat korelasi yang signifikan (P = 0,02) antara
perubahan kadar BDNF dan perubahan skor depresi (Brunoni dkk., 2008).
Beberapa bukti menunjukkan bahwa ekspresi BDNF mungkin target hilir
berbagai pengobatan antidepresan; Oleh karena itu BDNF mungkin
menjadi target yang penting untuk pemulihan terapi depresi, dan mungkin
juga
memberikan
perlindungan
terhadap
kerusakan
saraf
yang
hipotesis
tunggal
manapun
dapat
menjelaskan
apa
yang
perilaku seperti depresi pada saat dipaksa berenang dan tes preferensi
sukrosa, menunjukkan bahwa produksi BDNF yang rendah dapat memicu
gangguan depresi. Penjelasan lain yang mungkin adalah bahwa stress
yang menginduksi penurunan BDNF mungkin menyebabkan kerusakan
neuronal, yang pada gilirannya akan menyebabkan kerentanan biologis
yang didapat. Stres, yang dapat memicu dan memperburuk depresi,
dkk.,
menginduksi
2003)
perubahan
membuat
kemungkinan
hippocampus
bahwa
mungkin
menjadi
stress
yang
hal
pokok
2000).
Tingkatan
pada
PSD
mungkin
mencerminkan
runtuhnya sistem adaptasi stres dan kegagalan melindungi otak dari stres
yang menginduksi degenerasi neuronal. Ketiga, BDNF telah terbukti
memiliki efek antidepresan pada hewan model depresi (Hashimoto.,
2010). Telah dilaporkan bahwa pemaksaan berenang dapat menurunkan
mRNA BDNF pada daerah tertentu (CA1, CA3, dan girus dentatus) dari
hippocampus, dan bahwa kombinasi dari aktivitas fisik dan pengobatan
antidepresan meningkatkan kadar mRNA BDNF hippocampal jauh di atas
nilai awal serta meningkatkan waktu berenang pada hewan model (RussoNeustadt dkk., 2001). Pensinyalan BDNF tampaknya mencukupi untuk
efek antidepresan, seperti infus langsung BDNF ke daerah mesencephalon
atau hippocampus menginduksi respon perilaku yang serupa dengan yang
dihasilkan oleh antidepresan (Rantamaki dkk., 2006).
Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan. Keterbatasan utama
penelitian ini adalah bahwa kami tidak mampu memeriksa faktor risiko
episode depresi termasuk kurangnya dukungan sosial, kemiskinan,
kekerasan keluarga, dan peningkatan stres kehidupan. Selain itu, subyek
penelitian hanya sedikit dan tidak dipilih secara acak. Penelitian ini
dilakukan hanya dalam satu klinik. Oleh karena itu, temuan kami mungkin
tidak bisa digeneralisasikan untuk pasien stroke Cina lainnya. Penelitian
lebih lanjut diperlukan. Ketiga, kadar BDNF serum hanya diukur pada fase
akut stroke pada pasien dan, karenanya, penelitian ini tidak menghasilkan
data mengenai kapan dan berapa lama biomarker berubah pada pasien
ini. Keempat, penilaian depresi dibuat hanya sekali, pada 3 bulan follow
up, sedangkan NIHSS digunakan hanya pada tahap akut. Selain itu, pasien
stroke lebih parah yang meninggal sebelum 3 bulan follow up tidak
dimasukkan dalam penelitian. Beberapa pasien yang meninggal dan
mengalami depresi mungkin dikeluarkan. Terakhir, status depresi mungkin
dipengaruhi oleh tingkat keparahan stroke itu sendiri. Schbitz dkk. (2007)
BDNF
antidepresan,
meningkat
dan
secara
menyarankan
signifikan
penerapan
setelah
kadar
pengobatan
BDNF
sebagai
Daftar Pustaka
Adams, H.P., Bendixen, B.H., Kappelle, L.J., Biller, J., Love, B.B., Gordon,
D.L., Marsh, E., 1993. Classification of subtype of acute ischemic stroke.
Definitions for use in a multicenter clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172
in Acute Stroke Treatment. Stroke 24 (1), 3541.
Autry, A.E., Monteggia, L.M., 2012. Brain-derived neurotrophic factor and
neuropsychiatric disorders. Pharmacol. Rev. 64 (2), 238258.
Brott, T., Marler, J.R., Olinger, C.P., Adams, H.P., Tomsick, T., Barsan, W.G.,
Walker, M., 1989. Measurements of acute cerebral infarction: lesion size
by computed tomography. Stroke 20 (7), 871875.
Bonita, R, Beaglehole, R, 1988. Modification of rankin scale: recovery of
motor function after stroke. Stroke 19, 14971500.
Brunoni, A.R., Lopes, M., Fregni, F., 2008. A systematic review and metaanalysis of clinical studies on major depression and BDNF levels:
implications
for
the
role
of
neuroplasticity
in
depression.
Int.
J.
J.,
Elzinga,
B.M.,
2011.
Serum
levels
of
brain-derived
endothelial growth factor levels are associated with risk of stroke and
vascular brain injury framingham study. Stroke 44 (10), 27682775.
Rajkowska, G., 2000. Postmortem studies in mood disorders indicate
altered numbers of neurons and glial cells. Biol. Psychiatry 48 (8), 766
777.
Rantamki, T., Knuuttila, J.E., Hokkanen, M.E., Castrn, E., 2006. The
effects of acute and long-term lithium treatments on trkB neurotrophin
receptor activation in the mouse hippocampus and anterior cingulate
cortex. Neuropharmacology 50(4), 421427.
Russo-Neustadt, A., Ha, T., Ramirez, R., Kesslak, J.P., 2001. Physical
activityantidepressant treatment combination: impact on brain-derived
neurotrophic factor and behavior in an animal model. Behav. Brain Res.
120 (1), 8795.
Sears, C., Markie, D., Olds, R., Fitches, A., 2011. Evidence of associations
between bipolar disorder and the brainderived neurotrophic factor (BDNF)
gene. Bipolar Disord. 13 (78), 630637.
Sandhofer, A., Tatarczyk, T., Kirchmair, R., Iglseder, B., Paulweber, B.,
Patsch, J.R., Schratzberger, P., 2009. Are plasma VEGF and its soluble
receptor sFlt-1 atherogenic risk factors? Cross-sectional data from the
SAPHIR study. Atherosclerosis 206 (1), 265269.
Schbitz, W.R., Steigleder, T., Cooper-Kuhn, C.M., Schwab, S., Sommer, C.,
Schneider, A., Kuhn, H.G., 2007. Intravenous brain-derived neurotrophic
factor
enhances
poststroke
sensorimotor
recovery
and
stimulates
Sims, J.R., Gharai, L.R., Schaefer, P.W., Vangel, M., Rosenthal, E.S., Lev,
M.H., Schwamm, L.H., 2009. ABC/2 for rapid clinical estimate of infarct,
perfusion, and mismatch volumes. Neurology 72 (24), 21042110.
Taliaz, D., Stall, N., Dar, D.E., Zangen, A., 2010. Knockdown of brainderived neurotrophic factor in specific brain sites precipitates behaviors
associated with depression and reduces neurogenesis. Mol. Psychiatry 15
(1), 8092.
Tang, W.K., Chan, S.S., Chiu, H.F., Wong, K.S., Kwok, T.C., Mok, V., Ungvari,
G.S.,
2004.
Can
the
geriatric
depression
scale
detect
poststroke