BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1. Beberapa Kasus Di Dunia Asuransi Indonesia
2. Langkah Perbaikan yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia
3. Langkah Pembenahan di Lembaga Asuransi Indonesia
4. Pihak Tertanggung, Broker dan Agen Asuransi
BAB III
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Lembaga perasuransian, sama halnya dengan lembaga perbankan, akan dipercaya apabila
dapat memberikan jaminan kepercayaan kepada masyarakat. Perusahaan asuransi harus
benar-benar dapat memberikan jaminan bahwa dana yang dikumpulkan akan
dikembalikan di kemudian hari sesuai dengan hak nasabah. Masyarakat harus dapat
diyakinkan bahwa perusahaan asuransi akan dapat memenuhi kewajibannya untuk
membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh masyarakat tertanggung.
Kasus-kasus dalam industri perasuransian dapat dijadikan sebagai indikator untuk
mengukur kondisi perasuransian, baik pertumbuhan maupun peranannya dalam
perekonomian nasional. Semakin sedikit kasus asuransi yang muncul mencerminkan
bahwa industri asuransi dikelola dengan baik dan kondisi ini akan menumbuhkan
kepercayaan dari masyarakat tertanggung.
Jumlah pengaduan kasus-kasus asuransi berdasarkan data dari Departemen Keuangan per
Agustus 2006 sejumlah 243 kasus. Kasus yang sudah terselesaikan sebanyak 115 kasus
dan yang belum terselesaikan sebanyak 128 kasus. Diindikasikan banyak masalah
asuransi yang dihadapi oleh masyarakat tertanggung yang tidak dilaporkan resmi ke
Departemen Keuangan karena alasan-alasan tertentu.
Asuransi adalah perjanjian ganti rugi antara tertanggung dan penanggung yang aktanya
disebut polis asuransi. Kontrak asuransi sangat spesifik karena hanya ditandatangani oleh
penanggung (perusahaan asuransi), tetapi mengikat pihak tertanggung. Isi perjanjian
umumnya disusun oleh perusahaan asuransi menjadi sesuatu yang baku atau standar.
Isi kontrak asuransi di samping memuat bahasa-bahasa hukum, juga sangat teknis dan
spesifik, di mana pada umumnya sangat sulit untuk memahami isi polis asuransi.
Jangankan pihak tertanggung, banyak pelaku dalam perusahaan perasuransian juga
kurang memahami isi kontrak.
Dalam bisnis asuransi, ada beberapa prinsip asuransi yang harus diterapkan baik oleh
perusahaan asuransi maupun oleh masyarakat tertanggung.
Prinsip-prinsip asuransi
dimaksud meliputi :
a. prinsip insurable interest;
b.
c.
prinsip indemnity;
d.
e.
Definisi dari prinsip utmost good faith (UGF) menyebutkan bahwa si tertanggung harus
memberitahukan semua fakta material dengan benar, lengkap, serta sukarela atas obyek
pertanggungan, baik diminta maupun tidak diminta. Sebaliknya, perusahaan asuransi pun
dituntut harus menunjukkan itikad baiknya kepada si tertanggung.
Sangat sering terjadi kesalah pahaman atas penerapan prinsip ini dalam bisnis asuransi.
UGF seolah-olah hanya menjadi kewajiban si tertanggung, di mana si penanggung tidak
perlu menunjukkan itikad baiknya kepada penanggung.
Banyak penanggung mengklaim bahwa tertanggung tidak melaksanakan itikad baik
(breach of utmost good faith) sehingga klaim asuransi yang diajukan ditolak oleh
perusahaan asuransi. Dalam banyak kasus, sering sekali niat baik tertanggung untuk
melakukan sesuatu berkaitan dengan klaim asuransi menjadi bumerang karena ternyata
tindakan itu melanggar ketentuan kontrak. Di sisi lain si tertanggung tidak mengetahui
bahwa niat baik itu ternyata menjadi tidak baik, yang pada akhirnya menjadi gray area
timbulnya konflik dari tuntutan ganti rugi.
Adalah menjadi kewajiban si penanggung untuk menjelaskan semua hal yang berkaitan
dengan kontrak asuransi, termasuk sebelum dimulai kontrak. Apabila si penanggung tidak
menjelaskan hak dan kewajiban si tertanggung, maka penanggung telah melanggar
prinsip utmost good faith. karena itu, ia dapat dituntut dan harus bertanggung jawab atas
ganti rugi yang diderita tertanggung.
Karena salah satu peran utama usaha perasuransian adalah menghimpun dana
masyarakat, maka pemerintah sangat berkepentingan atas maju mundurnya usaha
perasuransian. Sekalipun asuransi dan perbankan sama-sama lembaga keuangan yang
salah satu fungsinya menghimpun dana masyarakat, antara kedua lembaga ini
mempunyai perbedaan yang sangat besar.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Beberapa Kasus Di Dunia Asuransi Indonesia
Ada beberapa kasus hukum bisnis asuransi yang pernah terjadi di negeri ini. Sebut
saja kasus pemailitan Asuransi Jiwa Namura, Asuransi Wataka vs Tuan Fred
Rachmat, Asuransi Jasindo vs China Trust Commercial Bank, kasus pemailitan
Asuransi Manulife, dan terakhir kasus Asuransi Prudential.
Dari sekian contoh kasus asuransi tersebut, mungkin yang paling menarik perhatian
adalah kasus Asuransi Manulife dan Asuransi Prudential. Mengapa? karena kedua
kasus ini dinilai banyak pihak ada intervensi dari negara asal dari perusahaan
asuransi dimaksud, karena kedua perusahaan tersebut kebetulan adalah perusahaan
asuransi Joint Venture. Artinya, masyarakat mempertanyakan obyektivitas
Mahkamah Agung.
Namun apa pun masalahnya, dari awal kasus-kasus asuransi yang ada selama ini
terjadi bisa dan akan menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat kepada
lembaga perasuransian, baik perusahaan asuransi nasional maupun joint venture.
Dalam hukum asuransi dikenal istilah contra proferentem of rule. Artinya, apabila
ada kalimat dalam kontrak yang menimbulkan keragu-raguan atas definisinya
(ambiguity), maka yang bertanggung jawab adalah pihak yang membuat kontrak.
Karena kontrak asuransi dibuat oleh perusahaan asuransi, maka akibat ambiguity
perusahaan asuransi harus menjadi pihak yang bersalah dan yang bertanggung
jawab.
Akhir-akhir ini banyak masalah kepailitan perusahaan asuransi. Ada pihak yang
mengatakan sebaiknya oleh Menteri Keuangan, dan pihak lain tetap mendukung
berdasarkan Undang-Undang Kepailitan yang ada sekarang. Masyarakat sebenarnya
tidak peduli siapa yang memailitkan / melakukan gugat pailit, bahkan masyarakat
sebenarnya yang paling berkepentingan agar tidak ada satu pun perusahaan asuransi
yang pailit, karena pada akhirnya masyarakat yang menjadi korban. Bagi
masyarakat, persoalannya bukan pihak atau lembaga mana yang sepantasnya untuk
memailitkan, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hak nasabah terlindungi
dan siapa yang dapat memberikan jaminan atas hak nasabah. Adanya polemik siapa
yang sepantasnya memailitkan usaha perasuransian dikhawatirkan merupakan
bagian dari upaya pihak-pihak di luar tertanggung mencari cari kesempatan meraup
keuntungan.
II.2. Langkah Perbaikan yang Ditempuh oleh Pemerintah Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan sebagai regulator, yang sekaligus
bertindak sebagai pembina dan pengawas usaha perasuransian, supaya melakukan
tugasnya dengan maksimal. Law enforcement harus dilakukan.
Dari segi pembinaan, sebenarnya pemerintah sudah cukup baik dalam tugasnya, di
mana saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perasuransian, ditambah
Perusahaan asuransi harus selektif dalam menjalin kerja sama dengan agen asuransi,
jangan asal terima bisnis. Perusahaan asuransi juga harus menjalankan prinsip
underwriting yang prudent. Harus diingat bahwa tujuan perusahaan asuransi bukan
sekadar bagaimana menjual produk atau bagaimana menghimpun premi sebanyakbanyaknya, jauh lebih penting adalah bagaimana melaksanakan kewajiban kepada
tertanggung kelak.
II.4. Pihak Tertanggung, Broker dan Agen Asuransi
Dari kasus-kasus asuransi yang ada selama ini, memang banyak pula klaim asuransi
sebagai akibat dari moral hazard tertanggung. Terdapat beberapa kasus klaim
asuransi bersifat fraud claim, di mana nasabah asuransi ingin mendapatkan
keuntungan dari kontrak asuransi dengan cara sengaja melakukan perusakan
terhadap obyek asuransi, misalnya sengaja membakar bangunan, adanya konspirasi
pembunuhan terhadap orang lain, dan lain sebagainya.
Tertanggung sebelum membeli polis asuransi harus hati- hati. Mengonsumsi
asuransi jangan hanya diukur dari rendahnya premi, adanya hubungan pertemanan,
perusahaan asuransinya selalu muncul di iklan. Mengukur kinerja perusahaan
asuransi adalah sesuatu yang sulit karena banyak faktor teknis yang harus diukur.
Untuk memilih produk dan perusahaan asuransi yang baik, dapat diminta jasa
konsultan asuransi atau menggunakan jasa broker asuransi.
Sekalipun pihak broker asuransi tidak menanggung risiko atas klaim asuransi,
sesuai dengan peraturan/ketentuan perundang-undangan, maka broker asuransi tetap
10
BAB III
KESIMPULAN
dengan
melalui
penerbitan
Undang-Undang
Perasuransian,
Peraturan
11
Daftar Pustaka
12