Claudia Fetricia
102012318
B6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: f3tricia@yahoo.com
Pendahuluan
Penularan virus hepatitis B biasanya terjadi akibat selaput lendir atau kulit
yang terluka terpajan dengan darah, semen, cairan otak, saliva, dan urine yang
terinfeksi. Dengan demikian, petugas kesehatan yangs sering kontak dengan darah
pasien, misalnya petugas yang bertugas di laboratorium klinis, kamar bedah, unit
gawat darurat, unit dialasis, unit karsinoma, bank darah, dan petugas yang sering
kontak dengan cairan tubuh lainnya.1 Oleh karena itu, dibutuhkan keamanan dan
keselamatan kerja pada instansi medis yang terkait. Kesehatan/kedokteran kerja
adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang
bertujuan, agar pekerja memperoleh derajat kesehatan sebaik-baiknya (dalam hal
dimungkinkan; bila tidak, cukup derajat kesehatan yang optimal), fisik, kuratif,
mental, emosional, maupun social, dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
pekerjaan dan/atau lingkungan kerja, serta terhadap penyakit pada umumnya. 2 Berikut
akan dibahas mengenai pajanan biologis yaitu hepatitis B virus terhadap pekerjaan
seorang perawat senior di rumah sakit.
Pembahasan
I.
Lingkungan kerja
Bila pekerja terpajan lingkungan yang tercemar pajanan biologis yang berasal
langsung dari proses kerja di tempat kerja. Ini termasuk penyakit akibat kerja.
Sebagai contoh, penyakit hepatitis pada petugas laboratorium kesehatan dan
perawat di rumah sakit.
Bila pekerja terpajan bahan biologis akibat tercemarnya lingkungan kerja oleh
suatu bahan biologis yang tidak langsung akibat proses kerja seperti hygene
dan pemeliharantempat kerja yang tidak baik bukan merupakan PAK.
Contohnya penyakit hepatitis pada pekerja pabrik sepatu
Pekerjaan
perkebunan, peternakan
kehutanan, perikanan, pengolahan makanan,
penyimpanan
produk,
penyamakan
kulit,
pengolahan kayu
Kesehatan
Perawatan
pasien
medis,
dental,
ventilasi,
karpet,
laboratorium, farmasi
Pemeliharaan
Pembersihan
system
penanganan limbah
Pajanan biologis yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja terdiri dari:
(1) golongan mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, jamur; (2) vertebrata
seperti ternak dan binatang liar; (3) invertebra (serangga); (4) binatang dalam air.3
Centers for Disease Control/CDC mengkategorikan berbagai penyakit di
tingkat Biohazard, Level 1 menjadi risiko minimum dan Level 4 menjadi risiko
ekstrim. Laboratorium dan fasilitas lainnya dikategorikan sebagai BSL (Biosafety
Level) 1-4. Pembagiannya adalah:4
II.
Diagnosis Klinis
Anamnesis
Pada anamnesis hal-hal yang perilu ditanyakan adalah :
o Identitas pasien
Nama
: Ny. A
Usia
: 32 tahun
Pekerjaan
Apakah gejala yang timbul membaik pada saat istirahat atau liburan?
o Riwayat pekerjaan1
Apakah terjadi pajanan debu, uap, atau partikel-partikel zat kimia yang
beracun di lingkungan kerja?
o Riwayat pengobatan
o Riwayat kebiasaan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus selalu disertai riwayat serinci dan setepat mungkin.
Pertama-tama, dilakukan pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital. Selain itu
juga dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi1
6
IV.
KU : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TTV : 120/75mmHg, N : 70/min, RR : 22/min, Suhu : 37,8oC
Inspeksi : Sklera icterus +/+
Palpasi : Hepar 1 jari bawah arcus costae
Konjungtiva : Normal
Pemeriksaan Penunjang
SGOT/AST
Pada hepatitis viral akut, sebelum ikterus (2-3hari) kadar SGOT sangat tinggi.
Lambat laun menurun dan bilirubinnya naik. Sedangkan pada malaria kadar SGOT
(AST) hanya meninggi sedang kurang lebih sekitar 100-400 U/L.7
SGPT/ALT
GGT merupakan yang paling peka pada hepatitis, tetapi GGT tidak spesifik. Pada
hepatitis tanpa komplikasi, GGT hanya meninggi sedikit atau sedang. GGT meninggi
pada kerusakan hati karena alcohol dan hepatoma serta pada kolestasis.
Biasanya dilakukan tes SGPT/SGOT dan GGT biasanya dilakukan bersama-sama.
SGOT dan SGPT untuk mendeteksi kerusakan parenkim hati. Dan GGT mendeteksi
reaksi terhadap zat toksik dan kolestatis, meninggi pada alkoholisme.
Tes SGOT dan SGPT umumnya sudah meninggi pada awal hepatitis akut sebelum
ikterus menjadi manifest. Pada hepatitis viral tanpa penyulit (antara lain kolestatis) tes
transaminase umumnya menurun pada minggu ke 2 atau ke 3 setelah mulainya
ikterus.8
Serologi
HBsAg :
hepatitis B. apabila HBsAg tetap muncul selama lebih dari 6 bulan setelah
serangan akut, maka hal ini merupakan tanda adanya hepatitis B kronik.3-5
Anti-HBs : merupakan antibody spesifik untuk HBsAg (Anti- HBs) muncul
pada hamper seluruh individu setelah pembersihan HBsAg dan setelah vaksinasi
hepatitis B. dengan hilangnya HBsAg dan munculnya Anti-HBs ini merupakan
8
suatu sinyal pertanda bahwa sudah sembuh dari infeksi hepatitis B, tidak adanya
infeksi, dan imunitas.
Anti-HBc : IgM Anti HBc muncul setelah HBsAg terdeteksi. Merupakan sutau
tanda adanya hepatitis B akut. Anti-HBc ini bisa terus muncul selama 3-6 bulan
atau lebih lama. Namun IgG Anti-HBc juga muncul selama hepatitis B akut atau
pada hepatitis B kronik yang berkembang (dibarengi dengan kehadiran HBsAg)
HBeAg :
Differential Diagnosis
Hepatitis A : memiliki gejala klinik seperti demam, lemah, letih, dan lesu, pada
beberapa kasus, seringkali terjadi muntah muntah yang terus menerus
sehingga menyebabkan seluruh badan terasa lemas, penyakit kuning (kulit dan
mata menjadi kuning), air kencing berwarna tua, tinja pucat, tetapi gejala
kuning tidak selalu ditemukan.4-6
Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti
demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll. Waktu
terekspos sampai kena penyakit kira-kira 2 sampai 6 minggu.
Untuk memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan enzim hati,
SGPT, SGOT. Karena pada hepatitis A juga bisa terjadi radang saluran
empedu, maka pemeriksaan gama-GT dan alkali fosfatase dapat dilakukan di
samping kadar bilirubin.
Hasil seroogi : IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6
bulan sesudahnya dan Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV
mengindikasikan infeksi lampau.3,4
Hepatitis C
Penderita Hepatitis C sering kali tidak menunjukkan gejala, walaupun
infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang
samar diantaranya adalah lelah, hilang selera makan, sakit perut bagian
kuadran kanan atas, urin menjadi gelap dan adanya jaundice pada kulit atau
mata (jarang terjadi).
Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada
pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru
terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.4
Hasil serologi : Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama
fase akut dari penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu
atau bulan kemudian. Tetapi bisa saja Anti HCV tidak muncul pada <5%
pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV, anti HCV tidak muncul dalam
persentase yang lebih besar).
Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang
panjang, baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang
berlanjut menjadi kronik. Adanya HCV RNA merupakan petanda yang paling
awal muncul pada infeksi akut hepatitis C. Muncul setelah beberapa minggu
infeksi. Ditemukan pada infeksi kronik HCV.9
Hepatitis D
Penderita hepatitis D berhubungan penderita hepatitis B dan biasanya
epidemiologi dengan transmisinya sama. Resiko terbesar pada pasien dengan
hepatitis B kronik, dan pasien yang terpapar secara parenteral berulang. Pasien
akan terdiagnosis terkena hepatitis D apabila ditemukan HbsAg, anti HDV,
dan IgM anti HBc serum. Paling baik mendiagnosis dengan anti HDV, namun
membutuhkan biaya yang mahal. Hepatitis D ini lebih berat infeksinya dan
kerusakan yang ditimbulkan daripada hepatitis B.
10
Hepatitis E
Hepatitis E jarang sekali terjadi di daerah amerika dan eropa.
Transmisi melalui tikus, faecal oral, melalui air yang terkontaminasi, dan
lingkungan yang sanitasinya buruk.mas ainkubasinya 15-60 hari. Pada
pemeriksaan serologi, ditemukan sedikit peningkatan alkali fosfatase dan
bilirubin. Diagnosis untuk hepatitis E bisa ditegakkan apabila gejala klinik
sama seperti hepatitis lainnya yang akut, tetapi harus disertai dengan bukti
bahwa pasien habis berpegian di daerah endemik, perternakan, adanya kontak
dengan hewan yang dapat menjadi reservoir hepatitis E.4
VI.
Working Diagnosis
Seorang perawat perempuan berusia 32 tahun, diduga menderita Hepatitis B akut.
VII.
Gejala Klinis
Manifestasi klinik dari hepatitis akut sangatlah bervariasi, tergantung dari
VIII.
Faktor Resiko
Berbagai faktor risiko yang menyebabkan terjadinya Hepatitis B. Di Indonesia,
faktor risiko penularan dari 32 orang anti-HBs positif terbanyak melalui pencabutan
gigi yaitu sebanyak 29 orang (90,6%) diikuti dengan pernah tertusuk jarum tidak steril
sebanyak 18 orang (56,2%). Hanya 3 (9,3%) dari 32 orang pernah menderita Hepatitis
B sebelumnya. Pada 1 orang dengan HBsAg positif, faktor risiko penularan melalui
tertusuk jarum tidak steril, pengobatan akupuntur, cabut gigi, dan ada anggota
keluarga serumah yang pernah menderita Hepatitis B. Faktor risiko penularan
terbanyak pada tenaga kesehatan di Pekanbaru adalah melalui cabut gigi dan tertusuk
jarum bekas atau jarum tidak steril.
Kelompok orang yang menghadapi risiko infeksi termasuk pasangan seks orang
yang terinfeksi, pengguna narkoba suntik, bayi yang dilahirkan oleh wanita yang
terinfeksi, orang yang mempunyai banyak pasangan seks, pria yang berhubungan
kelamin dengan pria, pasien hemodialisis, petugas kesehatan dan anak yang dilahirkan
di negara dengan angka tinggi infeksi hepatitis B. Faktor risiko juga termasuk riwayat
keluarga dengan kanker hati, infeksi Hepatitis C, sirosis hati, hemochromatosis, dan
peminum alkohol kronis.5,6
IX.
Pajanan
Identifikasi penyakit akibat kerja melalui pendekatan klinis dengan menggunakan
tujuh langkah diagnosis okupasi untuk mencari tahu pajanan yang dialami oleh pasien
dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Pajanan yang dinilai haruslah meliputi
12
pajanan yang dialami saat ini dan juga pajanan yang dialami sebelumnya. Informasi
mengenai pajanan yang dialami oleh pasien boleh didapatkan melalui Anamnesis.7
Dimana berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien pasien bekerja sebagai
perawat di RS Ukrida, bagian IGD.
Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya
faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:10
1. Golongan fisik
4. Golongan fisiologis
cara kerja.
5. Golongan psikososial
X.
Bukti Epidemiologi
Penularan dari hepatitis B dapat melalui jarum suntik, transfusi darah, kulit
yang terabrasi atau tepotong, absorpsi dari permukaan mukosa, kontak langsung
dengan cairan tubuh seperti air mata, cairan serebrospinal, cairan sinovial, cairan
pleura, semen, urin, muntahan, dll. Transmisi dari ibu ke anak merupakan infeksi
yang paling sering terjadi pada neonatus. Anak yang terlahir dari ibu yang terinfeksi
HBV memiliki 90% kemungkinan terinfeksi dari saat jalan lahir. Hampir seluruhnya
menjadi carrier kronik dan sekitar 75% menebabkan kematian. HBV dapat ditemukan
di sekresi vagina, darah, cairan amnion, saliva, dan air susu ibu.3
Bukti Kualitatif
Bukti kualitatif meliputi beberapa hal seperti cara dan proses kerja, lama kerja
dan lingkungan kerjanya.
Lingkungan Kerja.
Pasien bekerja di Rumah sakit sebagai perawat di bagian IGD
Pemakaian APD.
Berdasarkan kasus tidak diberitahukan apakah pasien dalam melakukan
pekerjaan di pabrik menggunakan alat pelindung diri.
Jumlah pajanan
Untuk jumlah pajanan diperlukan pengukuran langsung besarnya pajanan di
tempat kerja pasien.7
14
XII.
dengan menggunakan tujuh langkah diagnosis okupasi adalah dengan mencari tahu
apakah ada factor individu yang boleh menimbulkan penyakit yang dialaminya.
Factor individu mencakup status kesehatan fisik pasien, factor kesehatan mental
pasien dan higinis perorangan pasien.7 Berdasarkan kasus, tidak dijelaskan adanya
pajanan factor individu.
XIII.
klinis dengan menggunakan tujuh langkah diagnosis okupasi adalah dengan mencari
tahu apakah ada factor lain di luar pekerjaan termasuk hobi, kebiasaan sehari-hari,
pajanan di rumah dan juga pajanan dari kerja sambilan seandainya ada. 7 Berdasarkan
kasus tidak dijelaskan adanya pajanan factor lain di luar pekerjaan.
XIV.
Diagnosis Okupasi
Langkah terakhir dalam identifikasi penyakit akibat kerja melalui pendekatan
Penyakit Akibat kerja (PAK) atau Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK)
Hasil dari pendekatan klinis terhadap perempuan berusia 32 tahun yang didasari
dengan bukti ilmiah dapat ditarik kesimpulan bahwa perempuan berusia 32 tahun
mengalami infeksi virus hepatitis B akut akibat kerja.
XV.
Penatalaksanaan
15
Pada sebagian kasus terjadi pemulihan spontan dan hanya diberikan pengobatan
suportif , seperti pada hepatitis A. Keadaan karier biasanya asimptomatik namun
berhubungan dengan hepatitis kronis dan kanker hepatoseluler. Infeksi di masa kanakkanak lebih mungkin menjadi kronis daripada infeksi di masa dewasa. Pada karier,
pemerian interferon disertai inhibitor reverse transcriptase (misalnya lamivudin)
akan direspons dengan menghilangkan HepBeAg dan DNA virus hepatitis B dari
serum.9
Tabel 2. Tatalaksana Hepatitis B.10
HbeAg
HBV DNA
ALT
Terapi
(>105)
+
2xBANN
2xBANN
>2BANN
XVI.
Pencegahan
Pencegahan primer
Melaksanakan kewaspadaan standar. Seperti pengendalian lingkungan berupa
proses alat sesuai standar, dekontaminasi, pencucian, dan sterilisasi,
membersihkan permukaan dari barang yang terkontaminasi cairan tubuh.3
Pencegahan sekunder
Penggunaan alat pelindung diri. Seperti menggunakan sarung tangan pada
waktu melakukan tindakan yang memungkinkan kontak dengan cairan tubuh
16
atau mencuci alat yang telat terkontaminasi, menggunakan alas kaki tertutup,
menggunakan alat pelindung wajah (google mask) bila melakukan tindakan
yang memungkinkan terkena cipratan vaksinasi. Bagi yang kulitnya terpajan
harus dilakukan mencuci bersih dengan air dan sabun. Untuk mata hidung atau
mulut bilas dengan air selama 10 menit. Kalau tertusuk atau tersayat cuci
dengan air dan sabun, biarkan darah mengalir kemudian luka ditutup. Lakukan
pemeriksaan HbsAg pada sesudah terpajan dan 6 bulan berikutnya.3
Jadwal yang sering untuk vaksinasi hepatitis B adalah 0,1 dan 6 bulan. Mereka
yang telah hanya satu/dua dosis tidak perlu mengulang series, mereka hanya
perlu melengkapi dosis yang telah mereka terima ( seperti vaksin lain yang
memerlukan dosis tambahan).3
Pencegahan tersier
Deteksi dini atau melakukan medical check up. Pada petugas kesehatan
termasuk petugas lab dianjurkan pemeriksaan laboratorium (fungsi liver, status
vaksinasi hepatitis/HbsAg). Pada dasarnya ada 2 jenis pemeriksaan kesehatan
berkala, yaitu: (1) Pemeriksaan berkala umum yang dilakukan terhadap
seluruh pekerja sebagai bagian program pemeliharaan kesehatan karyawan,
atau bila dicurigai terjadinya suatu kemungkinan gangguan kesehatan akibat
berbagai kondisi kerja yang memadai.1,3 (2) Pemeriksaan kesehatan yang
dihubungan dengan ancaman gangguan kesehatan di lingkungan kerja tertentu
yang beresiko tinggi, dilaksanakan secara berkala untuk memantau pekerja
tertentu yang bekerja dalam kondisi spesifik.1,3
XVII.
Rujukan
Rujukan kasus: diagnosis, terapi, dan rawat inap
Rujukan untuk mendapatkan
informasi
pemeriksaan HBsAg
Rujukan unurk pengendalan di perusahaan
17
Kesimpulan
Wanita 32 tahun dengan keluhan lemas dan demam selama 5 hari setelah di lakukan
identifikasi terpapar penyakit infeksi hepatitis B akibat pekerjaan.
Daftar Pustaka
1. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit
EGC; 2010, h. 162-9.
2. Sumamur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta:
CV Sagung Seto; 2011, h. 78-86, 401-57.
3. Eugene RS, Michael FS, Wills CM. Sciffs Diseases of the Liver. Volume 1.
Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia; 2013.p.3-15,715-7,746-86.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simahadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 5thed.Jakarta: Interna Publishing; 2014, h.644-77.
5. McPhee.SJ, Papadakis MA. Lange 2010 Current Medical Diagnosis &
Treatment. 49th ed. Mc Graw Hill: Philadelphia; 2010.p. 602-18.
6. Egi KY, Esty W, Devi Y. Buku Saku Patofisiologi. 4 th ed. EGC: Jakarta;
2010.h.665-672
7. Barry S, Levy, et al. occupational and environmental helath. Ed.5.
USA;2012.h. 505-9.
8. Shanahan JF, Barahona M, Boyle PJ. Current occupational and environment
medicine. America; McGraw-Hill Companies Inc. p. 266-7.
9. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta:
Eirlangga; 2007.h.244.
10. Kementerian Kesehatan RI. Penyakit akibat kerja karena pajanan biologi.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011. h. 3-5,16-8.
18
19