Anda di halaman 1dari 2

COMPLETE BOUMA SEQUENCE (!

)
Sebuah cerita rasa senang menemukan
sesuatu
setelah
27
tahun
tidak
menemukannya.
Endapan
volkaniklastik
Formasi
Penosogan (Miosen Awal-Miosen Tengah,
20-12 juta tahun yang lalu) menurut
banyak publikasi geologi adalah endapan
laut dalam. Endapan volkanoklastik
artinya
endapan
yang
diletuskan
gunungapi kemudian bercampur dengan
endapan/sedimen pada umumnya yang
diendapkan di bawah laut. Fisher (1961)
mengusulkan istilah yang lebih tepat
untuknya,
yaitu
epiklastik,
untuk
membedakannya dengan piroklastik yang
melulu disusun oleh endapan hasil letusan
gunungapi. Melihatnya di lapangan, jelas
Formasi Penosogan merupakan endapan
volkanoklastik jenis epiklastik karena
disusun oleh perselingan tipis yang
didominasi tuf, batulempung, napal, dan
kadang-kadang batupasir.
Endapan laut dalam artinya endapan yang
dibentuk di laut dalam, lebih dalam dari
200 m. Secara lebih khusus, meskipun
terbatas pada kedalaman tertentu, sebagian
endapan laut dalam suka disebut sebagai
endapan turbidit sebab diendapkan oleh
arus turbid, yaitu sebuah arus pekat yang
menuruni lereng benua di kedalaman
antara 200-2000 m. Arus ini terjadi karena
gravitasi muatan sedimennya sendiri
(suspension load). Bila di sepanjang lereng
itu
terbentuk
cekungan-cekungan,
terjebaklah sedimen turbidit di dalamnya.
Endapan turbidit telah menarik minat
banyak ahli geologi yang menekuni
masalah
sedimentologi.
Pengetahuan
tentang endapan ini banyak mendapatkan
kemajuan signifikan ketika dilakukan
ekspedisi laut dalam oleh kapal-kapal riset
pada 1950-an dan 1960-an. Penelitianpenelitian di samudera ini jugalah yang
membidani lahirnya teori tektonik

lempeng, suatu teori revolusi dalam


geosains begitu tulis Hallam (1972)
sesuai judul bukunya yang menarik
Revolution in Earth Science.
Pada masa kemajuan itulah Arnold Bouma,
seorang ahli sedimentologi berkebangsaan
Belanda mempublikasikan bukunya yang
terkenal di dalam geologi (Bouma, A.H.,
1962, Sedimentology of Some Flysch
Deposits: A Graphic Approach to Facies
Interpretation,
Elsevier
Publication,
Amsterdam, 168 hal.). Di dalam buku itu,
Bouma mengemukakan bahwa endapan
laut dalam-turbidit mempunyai ciri umum
yang tercetak sebagai motif di atas
permukaan batuannya, para geologist
menyebut motif itu sebagai struktur
sedimen, yang kemudian umum disebut
BOUMA SEQUENCE sebab merupakan
urutan (sequence) struktur sedimen yang
sudah tetap. Ada lima urutan struktur
sedimen tersebut yang dari bawah ke atas
disebut Ta, Tb, Tc, Td, Te (bisa disebut
juga A, B, C, D, E), lalu berulang lagi
seperti itu sampai terdapat banyak paket
urutan/sekuens. Apa motif-motif atau
struktur-struktur sedimen itu, silakan lihat
gambar terlampir. Bagaimana kejadian
setiap struktur ini, terlalu detail untuk saya
tulis di sini. Pendeknya, semua
berhubungan
dengan
mekanisme
sedimentasi seperti misalnya kecepatan
aliran dan besar partikel.
Penelitian-penelitian selanjutnya oleh para
guru sedimentologi kelas dunia seperti
Roger Walker (1976) atau Gerald
Friedman (1978) lalu merangkum bahwa
ciri-ciri endapan akibat arus gravitasi
(antara lain turbidit) adalah: (1)
perselingan
monoton
lapisan-lapisan
batupasir dan batulempung/serpih yang
secara lateral berciri tetap disebut
endapan model flysch, (2) munculnya
struktur sedimen Bouma sequence, (3)
bagian bawah paket awal sedimen
dicirikan oleh batupasir masif atau yang
butirannya bergradasi dari kasar ke halus

atau sebaliknya, (4) awal paket itu juga


kontaknya tajam dengan paket sedimen di
bawahnya, dan dicirikan oleh struktur
sedimen tapak/sole marks - bekas kerukan
arus pada paketsedimen di bawah kontak.
Kepada para mahasiswa geologi di seluruh
dunia akan diajarkan Bouma Sequence,
dan mereka biasanya akan mencoba
menerapkannya di lapangan. Saya pun
dulu, 27 tahun yang lalu, begitu ketika
memetakan Formasi Halang yang juga
merupakan endapan epiklastik turbidit di
area Kuningan. Hanya saya tak pernah
menemukan urutan lengkap Bouma
Sequence. Begitulah memang, kebanyakan
Bouma Sequence ditemukan tidak
lengkap.
TETAPI, sore itu, 26 Juni 2013, di sebuah
alur sungai di area Karanggayam yang
dasar sungainya banyak menyingkapkan
endapan turbidit Penosogan, kami - Tim
fieldtrip Jawa Selatan Pertamina UTC,
menemukan sebuah singkapan yang
panjang melintangi alur sungai dan
menyingkapkan COMPLETE BOUMA
SEQUENCE. Senang sekali saya rasanya,
hampir 25 tahun menjadi geologist, telah
pergi ke banyak lapangan, tak pernah
menemukan Bouma Sequence yang
lengkap, ternyata kini menemukannya
tersingkap lengkap di Karanggayam,
ditemukan sambil lalu menjelang senja.
Semoga singkapan ini kelak tidak lenyap
ditelan erosi sungai atau justru dirusakkan
para
geologist
sendiri
dengan
mengambilnya.
Keempat ciri endapan turbidit yang

dikemukakan Bouma (1962), Walker


(1976) dan Friedman (1978) semua
muncul
untuk
singkapan
Formasi
Penosogan
Karanggayam.
Maka
definitiflah bahwa Formasi Penosogan
adalah endapan laut dalam.
Dan ketahuilah bahwa Jawa pada periode
Oligo-Miosen sampai Mio-Pliosen (30-5
juta tahun yang lalu) - selama 25 juta
tahun, banyak mempunyai lautdalam yang
diisi sedimen-sedimen volkanoklastik dari Bogor, Serayu Utara, sampai Kendeng
dan menerus ke Selat Madura - sebelum
semuanya terangkat menjadi di atas
daratan dalam lima juta tahun terakhir.
Dan ketahuilah pula bahwa endapan
lautdalam, dalam 20 tahun terakhir ini
telah
menjadi
target
eksplorasi
perminyakan di seluruh dunia, dan telah
berhasil menemukan lapangan-lapangan
minyak dan gas raksasa yang akan
memanjangkan umur pemakaian energi
fosil di dunia sampai puluhan tahun ke
depan. Di Jawa, tersembunyi ribuan meter
di bawah permukaan tanah, tertumpuk
endapan volkanik masa kini, ada minyak
dan gas yang menanti untuk dieksplorasi
lebih lanjut, beberapa di antaranya
merembas ke permukaan di antara lereng
dan
kaki
gunung-gunungapi
yang
menutupinya.
Teruslah berjalan di lapangan, teruslah
meneliti, teruslah mengeksplorasi, untuk
energi Indonesia. Jangan menyerah!

Anda mungkin juga menyukai