PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia,
seperti untuk aktivitas pertanian, aktivitas industri, daerah pemukiman dan
sebagainya. Sumberdaya lahan sebagai lingkungan fisik terdiri dari air, relief, tanah,
udara, batuan dan vegetasi yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Sejalan
dengan meningkatnya aktivitas pembangunan dan meningkatnya pertambahan
penduduk, kebutuhan akan lahan juga meningkat dengan pesat sedangkan
ketersediaan dan luas lahan pada dasarnya relatif tetap.
Hampir separuh (45%) wilayah Indonesia berupa perbukitan dan pegunungan
yanag ditandai dengan fisiografi yang sangat beragam. Kemiringan lereng dan
panjang lereng merupakan dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap
aliran permukaan dan erosi. Makin curam lereng makin besar pula kecepatan aliran
permukaan yang akan memperbesar energi angkut air.
Praktek budidaya pertanian di lahan pegunungan memiliki posisi yang strategis
dalam pembangunan pertanian di Indonesia.Selain memberikan keuntungan materil
bagi petani, lahan pertanian juga berperan penting dalam menjaga fungsi lingkungan
Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menyangga daerah yang ada di bawahnya.
Seiring dengan perkembangan pembangunan nasional, aktivitas pertanian dapat
mengancam stabilitas pertanian seperti penanaman berdasarkan arah lereng,
penggunaan lereng terjal untuk tanaman semusim, pengolahan tanah secara
berlebihan sampai penggunaan pestisida yang berlebihan.Aktivitas pertanian yang
tidak sesuai tersebut dapat menyebabkan degradasi lahan,berdampak pada terjadinya
erosi.
Degradasi lingkungan dapat diartikan sebagai penurunan kualitas lingkungan
yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan oleh tidak berfungsinya
secara baik komponen-komponen lingkungan sebagaimana mestinya. Degradasi
1
lingkungan pada dasarnya disebabkan oleh adanya intervensi atau campur tangan
manusia yang berlebihan terhadap keberadaan lingkungan secara alamiah.
Dataran tinggi Dieng adalah bagian hulu DAS Serayu dan merupakan sentra
produksi sayuran dataran tinggi Jawa Tengah. Kawasan tersebut memiliki kurang
lebih 20.161 hektar hutan Negara yang dikelola Perhutani dan 19.472 hektar hutan
rakyat. Wilayah ini berada pada ketinggian antara 1.500 sampai dengan 2.095 meter
diatas permukaan laut dengan kemiringan lebih dari antara 15-40% dan dibeberapa
wilayah >40%.
Petani di dataran tinggi Dieng umumnya bertani sayuran pada bedenganbedengan dengan kemiringan lahan di atas 30% tanpa upaya-upaya melestarikan
lahan atau mengendalikan erosi. Bedengan-bedengan tersebut dibuat searah dan
sepanjang lereng tanpa upaya memperpendek atau memotong panjang lereng.
Kebiasaan menanam sayuran seperti itu bertujuan untuk menciptakan kondisi aerasi
atau drainase dan kelembaban tanah yang baik. Hal ini dikarenakan kondisi aerasi
tanah yang buruk dapat membahayakan pertumbuhan tanaman sayuran. Pada
umumnya, petani di sana membuat bedengan atau guludan searah lereng pada terasteras bangku, namun tanpa upaya menstabilkan teras tersebut, sehingga pada bibir
dan tampingan teras cenderung mengalami longsor.
Pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak
mempertimbangkan aspek keberlanjutannya sehingga kelestariannya semakin
terancam.Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang
dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal
(kualitas lahan yang rendah).Hal ini berimplikasi pada semakin berkurangnya
ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan
lingkungan lainnya.
Dengan demikian, secara keseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju
sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung dan daya
tampung yang tidak seimbang. Untuk itu dalam paper ini akan membahas mengenai
permasalahan Penanaman Menurut Arah Lereng yang ada di Dataran tinggi
Dieng serta upaya konservasi yang dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan degradasi lahan yang ada di kawasan
Dataran Tinggi Dieng ?
2. Apakah dampak yang ditimbulkan dari adanya penanaman menurut arah lereng
terhadap sumberdaya lahan di kawasan Dataran Tinggi Dieng ?
3. Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi degrdasi lahan di kawasan
Dataran Tinggi Dieng ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan degradasi lahan yang ada di
kawasan Dataran Tinggi Dieng ?
2. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari adanya penanaman menurut arah
lereng terhadap sumberdaya lahan di kawasan Datarn Tinggi Dieng
3. Mengetahui upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi degrdasi lahan di
kawasan Dataran Tinggi Dieng
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Manfaat bagi kami, diharapkan penulisan ini semakin memberikan wacana
baru, sekaligus memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai
penanaman menurut arah lereng yang mengakibatkan degradasi lahan
2. Manfaat Praktis
1) Sebagai salah satu sumber informasi dalam penelitian dan penyusunan
laporan berikutnya.
2) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber media pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahan dan Lereng
3
keras yang berumur panjang dan jangka waktu yang sama. Hal ini berarti semakin
lama kesuburan tanha semakin menurun dan hasil yang diperoleh juga ikut turun.
(b) Teknik pengolahan tanah dan penanaman searah lereng, akan memberikan
peluang erosi lebih besar. Alur-alur antara barisan tanaman seakan-akan
merupakan saluran air.Keadaan ini apabila dibiarkan cukup lama akan
menimbulkan erosi parit, yang merusak kesuburan tanah.
(c) Tanah yang terbuka tidak ditanam pada waktu cukup lama akan menyebabkan
agrgat-agregat tanah terpecah oleh tenaga air hujan. Akibatnya pori-pori tanah
tersumbat dan tanah menjadi padat. Hal ini akan merusak aerasi tanah. Rusaknya
aerasi tanah mengakibatkan berkurangnya jumlah oksigen dalam tanah. Kondisi
ini berpengaruh pada kecepatan disimilasi (degradasi) bahan organik oleh mikro
organisme, sehingga proses mineralisasi dan humifikasi terganggu. Keterlambatan
mineralisasi dan humifikasi akan menurunkan kesuburan tanah.
Kajian terhadap morfometri lereng dapat dijadikan pertimbangan dalam
melakukan konservasi tanah. Konservasi tanah menurut Sitanala Arsyad (1989)
dibagi sebagai berikut :
1. Metode Vegetatif.
Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisanya
untuk mengurangi daya rusak hujan dan daya rusak aliran permukaan dan erosi.
Yang termasuk dalam metode vegetatif adalah sebagai berikut:
a. Penanaman dalam strip (strip cropping)
Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis
tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang
tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dala m sistem
ini semua pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur
dandikombinasikan dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa
tanaman.
Sistem pertanian hutan adalah suatu sistem usaha tani atau pengguna
tanah yang mengintegrasikan tanaman pohon-pohonan de ngan tanaman
rendah. Berbagai sistem pertanian hutan ini antara lain
a. Kebun pekarangan
Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran
yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buahbuahan, sayuran dan tanaman meramba t, sayuran dan herba yang
menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral
serta obat-obatan sepanjang tahun
b. Talun kebun
Talun kebun adalah suatu sistem pertanian hutan tradisional dimana
sebidang tanah ditanami dengan berbagai macam tanaman yang diatur
secara spasial dan urutan temporal. Fungsi talon kebun adalah:
a) produksi subsistemkarbohidrat, protein, vitamin, dan mineral,
b) produksi komersil komoditiseperti bambu, kayu, ketimun, ubi kayu,
tembakau dan bawang merah,
c) sumber genetic dan koservasi tanah dan d) kebutuhan social seperti
penyediaan kayu baker bagi penduduk desa.
c. Tumpang sari
Tumpang sari adalah sistem perladangan dengan reboisasi terencana. Pada
sistem ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung, ubi
kayu dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman pohonpohonan hutan dan membersihkan gulma. Setelah tiga tahun mereka
dipindah ke tempat baru.
2. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan
2. Kelemahan
10
11
I.
kemampuan II dan III ini manfaat pengelolaan tanah menurut kontur tergantung
pada tipe tanah, bentuk lereng dan iklim.
Sumber: Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
II.
a. Pengertian
Cara penanaman tanaman yang searah garis kontur yaitu garis yang
menghubungkan ttik-titik yang mempunyai ketinggian yangh sama pada
tanah-tanah yang berlereng atau mempunyai kemiringan.
b. Tujuan
c. Persyaratan Teknis
1
13
Tentukan salah satu titik pada lahan yang akan dibuat garis konturnya,
misalnya titik A pada Gambar 2.
14
Buat tiga buah patok yang panjangnya sesuai dengan interval vertikal (IV;
lihat Bab 09 untuk penjelasan tentang interval vertikal) antara garis kontur
yang diinginkan. Misalnya bila IV yang diinginkan adalah 1 m, maka perlu
disiapkan dua patok dengan panjang 1 m (patok 1) dan satu patok 2 m (patok
2). Dua patok yang panjangnya sama (1 m) digunakan untuk menarik garis
kontur, sedangkan patok 1 dan patok 2 digunakan untuk menentukan titik dari
satu garis kontur ke garis kontur berikutnya.
Dengan memancang patok yang panjangnya 1 m pada titik A, stel abney level
dengan bacaan 0 pada puncak patok. Tentukan titik A1, A2, dan seterusnya
dengan membidik puncak patok lain yang panjangnya 1 m. Semakin dekat
jarak antara A Al A2- dan seterusnya, akan semakin halus garis kontur
yang didapat.
4
Gambar 7.2.Pembuatan garis kontur dengan abney level. Sumber: Agus et al.
(1999a).
15
Berilah tanda berupa patok kayu atau bambu pada masing-masing titik yang
telah diperoleh.
16
papan berskala yang berukuran panjangnya 150 cm dan lebar 8 cm, dan (2) selang
plastik tembus pandang berdiameter 1-2 cm dan panjang 15-20 m.
Kedua ujung selang plastik ini, sepanjang 160 cm, dijepitkan pada papan dengan
posisi selurus
mungkin (Gambar 3).
Tahapan pembuatan garis kontur dengan waterpas selang plastik:
1
Tentukan titik awal pembuatan garis kontur, misalnya titik A pada Gambar 4.
3
Gambar 4.Pengukuran kontur dengan waterpas selang plastik. Sumber: Agus
et al. (1999)
Dari titik A tentukan titik yang sama tinggi dengan cara meletakkan ujung
selang plastik yang satu pada titik A, sedangkan ujung selang lainnya pada
17
titik A1 yang sama tinggi dengan titik A yang ditandai dengan bacaan
permukaan air yang sama pada kedua papan berskala.
4
Dari titik A tentukan titik B pada lereng bawah sehingga selisih permukaan air
pada kedua papan berskala sesuai dengan IV yang diinginkan, misalnya 1 m.
Titik B1 ditentukan dari titik B dengan cara yang sama dengan penentuan titik
Al,A2, dan seterusnya.
Berilah tanda berupa patok kayu atau bambu pada masing-masing titik yang
telah diperoleh.
Ondol-ondol
benang, dan pemberat. Panjang kedua kaki masing-masing 2 m dan panjang palang 1
m.
Persis pada bagian tengah palang diberi tanda untuk menentukan bahwa kedua ujung
kaki ondol-ondol terletak pada posisi yang sama tinggi. Ujung benang dikaitkan pada
puncak ondol-ondol, sedangkan pemberatnya dapat bergerak bebas ke kiri dan ke
kanan sejajar palang (Gambar 6).
Tahapan pembuatan garis kontur dengan ondol-ondol:
1
Tentukan titik acuan yang akan dilintasi garis kontur tertinggi, misal titik A
(Gambar 6).
19
Tentukan titik B pada bagian lereng yang lebih rendah sesuai dengan interval
vertikal (IV) yang diinginkan. Dengan menggunakan ondol-ondol, IV hanya
bisa diperkirakan tetapi tidak dapat ditentukan secara tepat.
Dari titik B1 tentukan titik B2 dengan cara yang sama dengan tahap 4.
Tandai titik tersebut dengan patok kayu atau bambu pada masing-masing titik
yang telah diperoleh.
dapat
20
21
Dengan demikian dataran tinggi Dieng memiliki kelas lereng curam dengan
jenis tanah yang peka terhadap erosi serta curah hujan sangat tinggi. Dataran tinggi
Dieng berada pada ketinggian lebih dari 2.000 m dpl, merupakan cagar budaya
yang berupa candi-candi Hindu, merupakan jalur pengaman Daerah Aliran Sungai
dan merupakan hulu Sungai Serayu.
Berdasarkan kondisi tersebut maka Dataran Tinggi Dieng ditetapkan sebagai
kawasan fungsi lindung yang meliputi kawasan yang memberi perlindungan
kawasan dibawahnya dan kawasan cagar budaya. Alokasi ruang di wilayah ini
adalah untuk hutan lidung dan sebagai kawasan resapan air, serta sebagai daerah
konservasi peninggalan budaya yang berupa candi-candi Hindu.
22
bangku tersebut umumnya miring keluar sehingga erosi atau longsor masih
mungkin terjadi.
Selain itu, pada ujung luar teras (talud) tidak ditanami tanaman penguat
teras dan permukaan tanah pada tampingan teras juga terbuka. Lahan di kawasan
Dataran Tinggi Dieng tersebut mempunyai lapisan olah yang sangat tipis dimana
terlihat adanya batu-batu yang nampak di permukaan tanah. Padahal berdasarkan
sumber yang berasal dari penduduk disekitar daerah tersebut, batu-batu itu dahulu
tidak Nampak.
Akibat dari erosi tersebut, sedimentasi di DAS semakin meluas serta
terjadi penurunan kesuburan di dataran tinggi Dieng. Hal ini dikarenakan hara
tanah yang terkandung di lapisan teratas tanah hanyut terseret arus air. Miskinnya
hara tanah otomatis akan berakibat pada penurunan produktivitas lahan pertanian.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pengikisan lapisan olah yang disebabkan
oleh adanya run off yang tinggi pada saat hujan. Run off yang tinggi karena tidak
adanya penguat pada lapisan tanah atas karena tidak adanya tanaman keras
maupun tanaman penutup tanah, terlebih lagi lahan tersebut adalah lahan miring
dengan tersering yang buruk. Pola tanam yang monokultur dan terus menerus
sepanjang tahun juga menjadi penyebab semakin tingginya intensitas pengolahan
tanah yang berakibat pada semakin mudahnya tanah tererosi. Kondisi ini jelas
merupakan faktor yang menjadi pemicu semakin berkurangnya tingkat kesuburan
tanah bahkan lebih parah lagi terjadinya degradasi lahan yang semakin tinggi.
Erosi juga mengakibatkan menurunnya kuantitas dan kualitas air di telaga
yang banyak terdapat di kawasan Dieng diantaranya adalah Telaga Cebong di
Desa Sembungan serta Telaga Warna dan Telaga Pengilon di Desa Dieng.
Pendangkalan yang terjadi di telaga-telaga tersebut menyebabkan penurunan debit
air pada musim kemarau. Pada musim dimana tidak ada hujan maka air telaga
juga digunakan untuk mengairi ladang kentang mereka. Sehingga kondisi telaga
23
semakin lama semakin rusak dan pemenuhan kebutuhan air untuk konsumsi
rumah tangga pun berkurang.
Selain mengakibatkan bertambah luasnya lahan kritis, erosi yang tinggi
juga berakibat pada sedimentasi di daerah hilir. Seperti yang telah dikemukakan
di atas bahwa Dieng merupakan hulu sungai Serayu, dengan beberapa anak
sungainya, yang bermuara di Waduk Panglima Besar Jenderal Sudirman. Erosi
dan sedimentasi yang tinggi menurunkan volume waduk. Selama 15 tahun
volume waduk berkurang sekitar 43%.
Besarnya erosi yang terjadi di dataran tinggi Dieng yang jauh melebihi
besarnya erosi yang masih diperbolehkan, menunjukkan telah demikian tingginya
degradasi lingkungan di dataran tinggi Dieng. Bila kondisi ini terus berlanjut
tanpa adanya upaya konservasi, maka pada beberapa tahun yang akan datang
tidak ada lagi tanaman yang dapat tumbuh di sana karena tidak ada lagi lapisan
olah yang mengandung bahan organik, sehingga yang muncul tidak hanya
permasalahan lingkungan namun juga permasalahan ekonomi dan sosial yang
semakin kompleks. Hal ini dikarenakan ketergantungan masyarakat yang sangat
tinggi terhadap lahan, sehingga apabila lahan tidak dapat lagi berproduksi maka
akan hilanglah sumber mata pencaharian mereka.
3
Upaya Konservasi
Untuk mencapai keberlanjutan produktivitas lahan perlu dilakukan
tindakan konservasi tanah dan air. Hal tersebut dapat dicapai dengan menerapkan
teknologi konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik. Konservasi tanah
vegetatif mencakup semua tindakan konservasi yang menggunakan tumbuhtumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum yang menjalar, semak atau perdu,
maupun pohon dan rumput-rumputan, serta tumbuh-tumbuhan lain, yang
ditujukan untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan pada lahan pertanian.
Tindakan konservasi tanah vegetatif tersebut sangat beragam, mulai dari
pengendalian erosi pada bidang olah atau lahan yang ditanami dengan tanaman
utama, sampai dengan stabilisasi lereng pada bidang olah, saluran pembuangan
24
air (SPA), maupun jalan kebun. Konservasi tanah mekanik adalah semua
perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan
yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan
kelas kemampuan tanah. Teknik konservasi tanah ini dikenal pula dengan sebutan
metode sipil teknis.
Untuk mencapai hasil maksimum dalam mengendalikan erosi dan aliran
permukaan, sebaiknya tindakan konservasi tanah vegetatif dan mekanik
dikombinasikan sesuai dengan karakteristik lahan. Pada umumnya, petani di
dataran tinggi Dieng telah membuat bedengan atau guludan searah lereng pada
bidang-bidang teras bambu. Namun, sangat disayangkan bahwa teras bangku
tersebut umumnya miring ke luar, sehingga erosi atau longsor masih mungkin
terjadi. Selain itu, pada bagian ujung luar teras (talud) tidak ditanami tanaman
penguat teras dan permukaan tanah pada tampingan teras juga terbuka atau bersih
tidak ada tanaman. Jika melihat tingkat erosi yang sangat tinggi di kawasan
tersebut, usaha yang dilakukan petani di sana masih belum sesuai dengan kaidah
konservasi.
Teras bangku tidak sesuai untuk tanah yang mudah tererosi pada daerah
berlereng curam serta curah hujan yang cukup tinggi. Teras gulud menurut kaidah
konservasi lebih efektif untuk menahan erosi pada lahan yang demikian dengan
biaya pembangunan yang relatif lebih murah dibandingikan dengan teras bangku.
Untuk meningkatkan efektivitas teras yang dibuat, perlu ditanami tanaman
penguat teras pada bibir dan tampingan teras. Rumput Bede (Brachiaria
decumbens) dan Rumput Bahia (Paspalum notatum) merupakan contoh dari
tanaman penguat teras yang terbukti efektif mengurangi tingkat erosi pada lahan
yang curam.
Dengan dilakukannya penanaman tanaman penguat teras tersebut, juga
akan didapat nilai tambah lainnya dari teras yang dibuat, yaitu sebagai sumber
pakan ternak dan bahan organik tanah. Pembangunan teras juga dapat
dikombinasikan dengan pembangunan rorak untuk memperbesar peresapan air ke
25
dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi, serta pembangunan saluran
teras yang berada tepat di atas guludan. Saluran teras dibuat agar air yang
mengalir dari bidang olah dapat dialirkan secara aman ke SPA (saluran
pembuangan air).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lahan di dataran tinggi Dieng telah mengalami kerusakan akibat
besarnya erosi yang terjadi di kawasan tersebut. Erosi tersebut dikarenakan
karakteristik dari dataran tinggi Dieng yang berlereng dengan struktur tanah
yang mudah lepas serta curah hujan yang relatif tinggi, ditambah dengan
praktek pertanian yang dilaksanakan oleh petani sangat tidak memperhatikan
kaidah-kaidah konservasi.
Petani membuat bedengan atau guludan searah lereng pada teras-teras
bangku, namun tanpa upaya menstabilkan teras tersebut, sehingga pada bibir
dan tampingan teras cenderung mengalami longsor. Teras bangku tersebut
umumnya miring keluar yang mengakibatkan erosi.
Pola tanam yang monokultur dan terus menerus sepanjang tahun juga
menjadi penyebab semakin tingginya intensitas pengolahan tanah yang
berakibat pada semakin mudahnya tanah tererosi. Kondisi ini jelas merupakan
faktor yang menjadi pemicu semakin berkurangnya tingkat kesuburan tanah
bahkan lebih parah lagi terjadinya degradasi lahan yang semakin tinggi.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB
Fahmuddin Agus dan Widianto (2004). Petunjuk Praktis Konservasi Tanah
Pertanian Lahan Kering. Bogor: WORLD AGROFORESTRY CENTRE
ICRAF Southeast Asia.
Fithriadi,Riri dkk. 1997 Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia;
Kumpulan Informasi. Hal 83 84. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kehutanan.
Tim Peneliti BP2TPDAS IBB (2002). Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan
Air. Hal. 85 86. Surakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat.
28