Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Date
Signature
Bagian Kedokteran
Referat
Januari 2013
Oleh:
Go Frenky P
Thomas Darmawan
Aswinie Ganesan
Nimmelen Kasava
C11108317
C11108362
C11108756
C11108789
Pembimbing Residen:
dr. Muh. Husni Cangara, Ph.D, DFM
Pembimbing Utama:
drg. Peter Sahelangi, DFM
Lembar Pengesahan
:
:
Go Frenky P
C11108317
2. Nama
NIM
:
:
Thomas Darmawan
C11108362
3. Nama
NIM
:
:
Aswinie Ganesan
C11108756
4. Nama
NIM
:
:
Nemmelen Kasava
C11108789
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Pembimbing Utama
Daftar Isi
Lembar Pengesahan...........................................................................................................ii
A. Pendahuluan...............................................................................................................1
B. Mekanisme Luka Tembak..........................................................................................1
C. Luka Tembak Masuk..................................................................................................3
1.
2.
3.
4.
5.
Sapuan Peluru.......................................................................................................12
6.
7.
Daftar Pustaka.................................................................................................................18
A. Pendahuluan
Luka tembak merupakan penyebab paling umum pada kasus pembunuhan pada
beberapa daerah metropolitan besar di Amerika Serikat. Maka dari itu diperlukan
pengetahuan tentang luka tembak serta dokumentasi yang dibutuhkan dalam otopsi
forensik luka tembak. Terlepas dari bervariasinya jenis senjata api yang beredar, luka
tembak memiliki karakteristik dasar yang membedakan antara luka tembak masuk dari
luka tembak keluar, dan menentukan kategori jarak penembakan. [1]
Luka tembak merupakan luka yang diakibatkan oleh penetrasi atau persentuhan
peluru dengan tubuh. Pada prakteknya, luka tembak memberikan gambaran yang
bervariasi pada tubuh manusia. [2]
Morfologi, jalur dalam tubuh, serta jalan keluar sebuah proyektil pada luka
tembak ditentukan oleh berbagai faktor. Sebelum sebuah proyektil membuat kontak
dengan tubuh, proyektil itu sendiri dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, berat (spesifikasi
produksi) dan senjata yang menembakkannya, adanya target perantara, dan lain-lain.
Karakteristik luka tembak pada jaringan dipengaruhi oleh jarak penembakan, jenis
jaringan (tulang atau lemak), seberapa dalam penetrasi protektil, serta adanya kavitas
permanen atau sementara. [1]
Berbagai tipe senjata api dapat memberikan luka dengan karakteristik berbeda
yang merefleksikan tipe senjata penyebab luka. Tetapi berbagai karekteristik luka
senjata api seringkali mirip satu sama lain pada berbagai jarak penembakan. [1,3]
terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih
besar dari diameter peluru. [2,4]
Gambar 1. Diagram jalur proyektil menembus jaringan menunjukkan gelombang sonic yang mendahului
peluru. Jalur proyektil itu sendiri merupakan rongga permanen, sedangkan rongga sementara dibentuk oleh
peregangan daerah sekitarnya. [5]
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus
jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada jaringan
seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona
disekitar luka. [6] Dengan adanya lesatan peluru dengan kecepatan tinggi akan
membentuk rongga disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari
jaringan dan diameter rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan
mengecil sesaat setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan
konsistensi yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek
luka juga berhubungan dengan gaya gravitasi. Pada pemeriksaan harus dipikirkan
adanya kerusakan sekunder seperti infark atau infeksi. [2,4]
Tabel 1. Membedakan luka tembak masuk dan luka tembak keluar tipikal (tidak ada salah satu ciri yang
patognomonis atau selalau ada) [7,8]
punched-out
Tepi kulit masuk ke dalam
Lebih kecil dari diameter peluru dan luka
tembak keluar
Ciri luka tembak jarak dekat
Bekas minyak pada tepi dalam
Peningkatan CO pada jaringan
Jarak
Tembak
Kontak
Pistol
0 cm
Rifle
0 cm
Shotgun
Ciri
Dekat
< 1 cm
<1 cm
Sedang
165 cm
1 cm1 m
Tatoo terkonsentrasi
15 cm2 m Defek sentral dengan abrasion ring
Tattoo
Jauh
> 65 cm
>1m
Kehitaman ()
> 2 m Defek sentral dengan abrasion ring
(indentasi) sebelum menembus kulit. Jika peluru mengenai secara tegak lurus, abrasion
ring yang mucul akan bersifat seragam disekitar luka. [3,9]
Gambar 3. Sebuah peluru mengindentasi kulit, membuat lubang, dan mengabrasi tepi luka tembak masuk
pada kulit [3]
Gambar 4. A. Luka tembak masuk dari pistol berkaliber besar .45. B. Luka tembak masuk dari pistol
berkaliber sedang 9 mm. Keduanya menunjukkan luka tembak masuk tipikal dengan defek bulat pada kulit
dan tepi kelim lecet (abrasion ring) [9]
Jika peluru yang masuk mengenai kulit dengan sudut selain tegak lurus,
abrasion ring yang muncul akan melebar sepanjang tepi dimana peluru berasal
(terhadap arah moncong senjata api) [3]
Perlu diingat bahwa membedakan luka masuk dan luka keluar bukanlah hal yang
mudah. Dengan pengecualian luka jarak kontak dan jarak menengah, tidak ada ciri luka
tembak masuk senjata api (misal: bentuk, abrasion ring, ukuran) yang penting untuk
diagnostik luka tembak masuk. Tetapi keseluruhan ciri luka perlu dipertimbangkan
untuk membedakan antara luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Perlu juga
dicatat bahwa kaliber dari proyektil tidak bisa ditentukan hanya dengan mengandalkan
bentuk ukuran luka tembak masuk pada kulit. [3]
[2]
Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan ditembakkan. Bila
tekanan pada tubuh erat disebut hard contact, sedangkan yang tidak erat disebut soft
contact. [3,6,10]
Keluarnya berbagai gas panas, abu, partikel bubuk yang tidak terbakar atau
setengah terbakar, pecahan metalik, atau debris lain dari moncong senjata api,
bersamaan dengan anak peluru menghasilkan ciri khas pada kulit atau pakaian korban
penebakan. Ketika moncong senjata api diletakkan dekat dengan kulit korban ketika
ditembakkan, dihasilkan luka tembak kontak keras. Pada jenis luka ini, terdapat daerah
gelap deposisi abu (karbon) di sekitar tepi luka tembak masuk. Abu ini mengering pada
kulit akibat gas panas yang keluar dari moncong senjata api dan tidak dapat sepenuhnya
hilang dari luka. Ada kemungkinan untuk munculnya warna merah ceri (cherry red)
pada jaringan lunak dibawahnya akibat terbentuknya carboxyhemoglobin ketika karbon
monoksida terbetuk dari hentakan bubuk yang terbakar ke dalam jaringan bersamaan
dengan ledakan pada moncong senjata api. [3,6,10]
Bentuk luka tembak kontak sangat dipengaruhi oleh densitas jaringan yang
berada di bawahnya. Jika moncong senjata api diletakkan dekat dengan kulit yang
terletak diatas permukaan tulang yang rata, misal: tengkorak, terbentuklah luka tembak
stellata. Luka ireguler ini dapat berukuran cukup besar dan dihasilkan dari gas yang
keluar dari senjata api yang memisahkan bagian dasar dai luka, dengan hasil ruptur
eksplosif pada kulit ketika gas meluas. Walaupun seringkali luka yang berukuran besar
dan ireguler seringkali disalahartikan oleh orang yang tidak terlatih sebagai luka tembak
keluar, banyaknya jumlah abi seringkali tampak pada luka dan tulang dibawahnya
memberikan petunjuk atas keadaan sebenarnya. [3,6,10]
Proses yang sama dari ekspansi gas dibawah kulit dapat menghasilkan cetakan
moncong senjata api. Pada luka tembak kontak, gas dapat memisahkan dasar kulit dan
menyebabkan dasar kulit mengalami ekspansi atau Baloon keluar, yang secara paksa
memberikan tekanan moncong senjata api. Hal ini memberikan hasil abrasi imak yang
dapat mereplikasi secara parsial atau sepenuhnya konfigurasi moncong senjata api.
Defek luka sebenarnya juga dapat berbentuk stellata jika terjadi pada tengkorak. [3]
Fenomena luka tembak tempel lainnya mengasilkan abu berbentuk radial dan
tercetak pada kulit yang meluas dari tepi luka tembak. Terdapat berbagai penjelasan atas
terjadinya fenomena ini, tetapi luka ini dihasilkan ketika setelah peluru menembus
tubuh, moncong peluru tergelincir atau berpindah posisi secara sesaat dimana gas panas
dan abu tetap keluar dari moncong senjata api. Hal tersebut mengasilkan gambaran abu
yang meluas secara radial dari luka tembak. [3]
Penjelasan lain dari fenomena ini adalah fenomena ini mewakili luka kontak
inkomplit, mengasilkan jeda kontak parsial antara moncong senjata api dan kulit,
menyebabkan adanya aliran gas panas yang meluar keluar dari luka. Walaupun pada
sebagian besar luka, daerah deposisi abu dan terbakar dapat diharapkan berbentuk
baling-baling atau sebaliknya berbentuk pita. Proses ini tampak lebih umum dijumpai
pada rifle rimfire kaliber .22, tetapi juga nampak muncul pada pistol dengan kaliber
besar. [3]
Gambar 7. Luka tembak masuk tempel. Luka tembak tempel dapat hard atau loose, tetapi pada
keduanya, moncong senjata api menyentuh kulit ketika senjata api ditembakkan. Dimana luka tembak tempe
hard moncong senjata api didorong ke arah kulit, mendesak ke dalam, dan seluruh material yang keluar
dari moncong senjata api memasuki tubuh. A. Luka tembak masuk tempel hard pada dada. Gas memasuko
kavitas thorax menyebabkan dinding dada menyembul keluar, menghasilkan tanda moncong senjata api. B.
Luka tembak masuk tempel keras pada kepala. Luka tembak tempel pada kepala dapat bulat dengan tepi
kehitaman. Seperti tampak pada gamber diatas, dapat juga berbentuk stellata dimana gas dari senjata api
memasuki ruang antara kulit kepala dan tulang dibawahnya, merobek kulit dan menyebabkan laserasi
radiasi. Tampak sedikit gambaran cherry red dari kulit disekeliling luka akibat efek lokal karbon monoksida.
Cetakan moncong senjata api juga terjadi pada luka tembak tempel di kepala. C. Luka tembak masuk tempel
loose di kepala. Pada luka tembak loose ada sedikit celah yang terbentuk antara moncong senjata api dan
kulit sehingga muncul deposit abu disekeliling luka. D. Abu dari luka tembak tempel loose mudah tercuci.
[11]
Kompensator moncong senjata api atau rem moncong senjata api juga dapat
memberikan penemuan khas pada kulit disekitar luka. Bagian ini merupakan alat pada
moncong senjata api yang memungkinkan gas langsung menuju ke atas dan secara tegak
lurus dari barrel senjata api yang membentu membatasi peninggian moncong senjata api
dan menurunkan recoil. Kompensator biasanya terdiri dari 2 slot yang dihaluskan pada
barrel dan/atau slide pada pistol atau senjata api lain. Hal ini menghasilkan tanda
(dengan cetakan dan/atau deposisi abu) pada kulit disekitar luka dalam bentuk V.
Tanda yang sama juga ditemukan pada flash supressor pada barrel pistol dan rifle, Pada
kasus flash suppressor, luka bakar radial dapat meluas dari segala daerah luka,
tergantung dari tipe supressor yang terpasang. [3]
Gambar 8. Pola telinga kelinci (V) pada pakaian korban oleh abu yang dihasilkan oleh pistol kaliber .22
dengan rem moncong di akhir. [3]
Ketika barrel senjata api diletakkan dekat dengan kulit sampai jarak beberapa
sentimeter, abu dapat saja tidak menempel sepenuhnya pada kulit. Abu dari jenis luka
ini tidak tertempel seperti pada luka tembak kontak, dan dapat dihilangkan hampir
selutuhnya selama membersihkan darah dari luka. Sehingga dokumentasi pemerikaan
dan fotografik sebaiknya dilakukan sebelum pembersihkan. Ketika hal tersebut
dilakukan, pembersihan luka secara lembut degan air hangat dan sedikit penggosokan
ringan dapat menghilangkan darah yang membeku dan tetap meninggalkan sebagian
besar abu pada kulit. Dalam kasus lain, keseluruhan pola distribusi abu dan daerahnya
sebaiknya didokumentasikan. Perlu diingat bahwa beberapa amunisi modern cukup
bersih dengan lebih sedikit deposisi abu dan bubuk dari yang diharapkan. [3]
10
11
5. Sapuan Peluru
Perlu diketahui untuk tidak bingung dalam membedakan abu yang berada
disekitar luka tembak kontak atau jarak menengah dengan sapuan peluru. Jika peluru
melewati barrel senjata api, peluru akan menyelimuti dirinya dengan bubuk, abu,
timbal, tanah, minyak dan material lain yang menyelimuti bagian bore pistol. Hal
tersebut dapat di transfer dengan atau tersapu pada defek tepi peluru pada kulit atau
pakian korban, memberikan diskolorasi berwarna abu-abu dengan tepi tipis pada tepi
luka. Hal ini dapat terlihat pada jarak kontak atau jauh, dan tidak berhubungan dengan
jarak penembakan. [3]
12
Gambar 10. Luka tembak keluar dan re-entrant (ditunjuk panah) pada axilla [3]
13
Kesalahpahaman umum diantara orang yang belum terlatih adalah luka keluar
selalu lebih besar daripada luka masuk. Tetapi hal ini seringkali salah, terutama pada
kasus luka kontak pada kepala. Seperti telah diberitahukan sebelumnya, luka tembak
masuk biasanya besar dan stellata, dibandingkan dengan luka tembak keluar yang cukup
kecil. Keluarnya lemak atau viscera melalui luka juga seringkali disalahartikan bahwa
luka tersebut merupakan luka keluar. Faktanya, lemak atau viscera dapat mengalami
herniasi dari luka akibat efek gravitasi atau tekanan, dan penemuan ini tidak dapat
14
digunakan untuk menentukan apakah luka tersebut merupakan luka keluar atau luka
masuk. [3,9]
Adapun faktor faktor yang menyebabkan luka tembak keluar lebih besar dari
luka tembak masuk adalah: [2]
1. Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada
dalam tubuh dan membentur tulang.
2. Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya
karena terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung
ke ujung (end to end), keadaan ini disebut tumbling.
3. Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan, disebut yawing.
4. Peluru pecah menjadi beberapa fragmen. Fragmen-fragmen ini menyebabkan
luka tembak keluar menjadi lebih besar.
5. Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa
keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan
sehingga akan memperbesar luka tembak keluarnya.
Pada beberapa keadaan luka tembak keluar lebih kecil dari luka tembak masuk,
hal ini disebabkan: [2]
1. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang,
sehingga kerusakannya (lubang luka tembak keluar) akan lebih kecil, perlu
diketahui bahwa kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan
berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan velocity.
2. Adanya benda menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan
keluar yang berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembak keluar akan
lebih kecil bila dibandingkan dengan luka tembak masuk.
15
Gambar 11. Menunjukka sebuah proyektil kecepatan rendah. Proyektil tidak memiliki energi untuk membuat
laserasi pada kulit. [1]
Luka tembak keluar yang ditopang dihasilkan ketika kulit pada titik keluarnya
peluru ditopang oleh beberapa objek yang menyebabkan abrasi disekitar luka keluar.
Objek tersebut dapat merupakan pakaian yang ketat atau berat, lantai dibawah korban,
sandaran kursi, atau benda lain yang menekan daerah luka keluar. Pada kasus ini, kulit
pada titik luka keluar membentuk tenda keluar oleh peluru yang keluar dan didoring
melalui material penopang, menyebabkan abrasi, kontusio, dan/atau laserasi pada kulit
disekitar luka keluar. Abrasi dapat saja berpola, menyerupai bentuk dan karakteris dari
merial yang menopang. Pada beberapa kasus, peluru gagal untuk keluar dari kulit dan
daat ditemukan pada subkutis atau demis, ketika menyebabkan abrasi atau kontusio dari
kulit dibawahnya. [3]
16
3. Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (tandem
bullet injury), dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar
melalui tempat yang berbeda.
17
Daftar Pustaka
1. Lew E, Dolinak D, Matshes E. Firearm Injuries. In Dolinak D, Matshes EW, Lew
EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. California: Elsevier Academic
Press; 2005. p. 164-200.
2. Algozi AM. Luka Tembak. In Apuranto H, Hoediyanto , editors. Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal. 7th ed. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2011. p. 99144.
3. DiMaio VJM. An Introduction to Classification of Gunshot Wound. In DiMaio
VJM. Gunshot Wounds: Practical Aspect of Firearms, Ballistics and Forensic
Techniques. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press; 1999. p. 83-140.
4. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. In Luka
Akibat Senjata Api. Jakarta: FKUI; 1997. p. 44-8.
5. Fackler ML. Ballistic Injury. Ann Emerg Med. 1986 December; 15(12): p. 1451-5.
6. Knight B. Firearm and Explosive Injuries. In Simpson's Forensic Medicine. 11th ed.
New York: Oxford University Press Inc.; 1997. p. 65-71.
7. Payne-James J, Byard R, Corey T, Henderson C. Injury, Fatal and Nonfatal/Firearm
Injuries. In Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine.: Academic Press; 2005.
p. 111-8.
8. Shkrum MJ, Ramsay DA. Penetrating Trauma: Close-Range Firearm Wounds. In
Forensic Pathology of Trauma: Common Problems for Pathologist. 1st ed. New
Jersey: Humana Press; 2006. p. 295-356.
9. Denton JS, Segovia A, Filkins JA. Practical Pathology of Gunshot Wounds. Arch
Pathol Lab Med. 2006 September; 130: p. 1283-9.
10. Dodd MJ. Pathological Range of Fire. In Terminal Ballistics: A Text and Atlas of
Gunshot Wounds. Boca Raton: CRC Press; 2006. p. 3577.
11. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. In Autopsy Pathology: A Manual and Atlas.
2nd ed. Philadelphia: Elseveir; 2009. p. 272.