Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Penahanan didefinisikan sebagai setiap titik waktu ketika kebebasan
seseorang dalam bergerak telah ditolak oleh penegak hukum, seperti pada saat
penangkapan, penuntutan, hukuman. Kematian dalam tahanan boleh
didefinisikan sebagai kematian yang berlaku selama seseorang berada dalam
tahanan pihak berkuasa. Pihak berkuasa yang dimaksudkan termasuk pihak
polisi. Selain itu, jika seseorang tersebut meninggal dunia di rumah sakit atau
di tempat lain selama masih dalam penahanan pihak berkuasa maka kasus ini
juga boleh digolongkan sebagai kematian dalam tahanan. (1)
Menurut kepala laporan Suruhanjaya Diraja penambahan perjalanan dan
pengurusan Polis Diraja Malaysia, jumlah kematian dalam tahanan dari tahun
2000 hingga 2004 ialah 80 orang. Menurut statistik yang dikeluarkan oleh
SUHAKAM pada februari 2007, jumlah kematian dalam tahanan dari tahun
2000 hingga juni 2006 ialah 100 orang. Menurut pemantauan SUARAM,
sepanjang tahun 2007 telah didapati 11 kasus kematian dalam tahanan.
Menurut Menteri dalam Negeri terdapat 1531 kasus kematian dalam tahanan
telah dicatatkan antara tahun 2003 sampai 2007 termasuk kematian dalam
tahanan polisi sebanyak 85 orang.(1)
Berdasarkan Bagian Kode Pemerintah 12.525, California Departemen
Kehakiman Kematian Informasi Tahanan sejak tahun 1980. Namun, karena
keterbatasan sumber daya, publikasi tahunan pada topik ini belum
memungkinkan. Laporan ini memberikan gambaran singkat tentang faktafakta tentang kematian dalam tahanan di California dari tahun 1994 sampai
2003, dengan analisis yang lebih rinci untuk tahun 2003.(2)

Gambar 1. Tingkat kematian tahanan pada tahun 1994 hingga tahun 2003(2)

Tingkat kematian tahanan menurun pada 1994-2000 dan kemudian


meningkat 2000-2003. Tingkat kematian tahanan (kematian per 100.000
penduduk) menggabungkan informasi mengenai jumlah kematian dan
penduduk dan oleh karena itu merupakan indikator yang lebih baik dari
umumnya kematian tahanan. Pada negara maju, di mana 66,1 persen dari
semua kematian tahanan terjadi, tingkat ini menurun dari 203,0 di 1.994-181,1
pada tahun 2000 dan kemudian meningkat menjadi 212,6 pada tahun 2003
(Gambar 1). Di fasilitas diawasi secara lokal, di mana 26,0 persen kematian
tahanan terjadi, ada kecenderungan yang sama, dengan tingkat kematian
tahanan menurun dari 161,8 di 1.994-138,5 pada tahun 2000 dan kemudian
meningkat menjadi 189,9 pada tahun 2003 (Gambar 1).(2)

Gambar 2. Lokasi kematian tahanan.(2)

Pada

tahun

2003,

sebagian

besar kematian

tahanan

terjadi

penjara

(55,0 persen),

diikuti oleh

daerah penjara

(22,2

persen), mobil

patroli,

di

di

jalan atau di

tempat

tinggal

(15,7

persen), penjara kota (2,4 persen) , rumah sakit negara bagian dan lokal (4,3
persen), dan fasilitas negara bagian dan lokal (0,3 persen) (Gambar 2).(2)

Gambar 3. Penyebab kematian tahanan.(2)

Pada tahun 2003, penyebab kematian tahanan yaitu 61,9 persen


penyebab alami, 13,1 persen bunuh diri, 9,5 persen disengaja, 7,8 persen
pembunuhan yang dibenarkan, dan 2,9 persen pembunuhan lain (Gambar 3).(2)

Gambar 4. Kematian tahanan berdasarkan ras.(2)

Pada tahun 2003, sebagian besar kematian dalam tahanan terdiri dari
putih (43,1 persen), diikuti oleh orang kulit hitam (27,8 persen), Hispanik
(23,1 persen), dan ras lainnya (6,0 persen) (Gambar 4).(2)

Gambar 5. Kematian di tahanan Australia.(3)

Gambar di atas menunnjukkan bahwa sebanyak 1.393 kematian telah


tercatat di penjara tahanan di Australia sejak 1 Januari 1980. Tingkat kematian
berfluktuasi secara signifikan selama hampir dua dekade hingga akhir 1990an, mencapai puncak 0,44 kematian per 100 tahanan pada tahun 1997-98;
Namun, terjadi peningkatan selama periode ini. (3)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Hak dan Kewajiban Tahanan(4)


Meskipun seorang tahanan berada di dalam pengawasan polisi, tidak
berarti seorang tahanan tidak memiliki hak apapun dan petugas kepolisian
berhak melakukan apapun terhadap tahanan. Pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tata cara
pelaksanaan wewenang, tugas, dan tanggung jawab perawatan tahanan.
1. Hak dan kewajiban perawat tahanan (pasal 3 dan 4)
a. Berwenang

melakukan

penerimaan,

pendaftaran,

penempatan

dan pengeluaran tahanan.


b. Berwenang mengatur tata tertib dan pengamanan RUTAN/ Cabang
RUTAN.
c. Berwenang melakukan pelayanan dan pengawasan.
d. Berwenang menjatuhkan dan memberikan hukuman disiplin bagi
tahanan yang rnelanggar peraturan tata tertib.
e. Bertugas melaksanakan program perawatan, menjaga agar tahanan
tidak melarikan diri dan membantu kelancaran proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
f. Wajib memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, asas
praduga tak bersalah dan asas pengayoman, persamaan perlakuan dan
pelayanan, pendidikan dan pembimbingan, penghormatan harkat dan
martabat manusia, terjaminnya hak tahanan untuk tetap berhubungan
dengan keluarganya atau orang tertentu, serta hak-hak lain yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
2. Hak seorang tahanan
a. Hak untuk beribadah (pasal 11-13)
b. Hak perawatan jasmani dan rohani (pasal 14-19)
c. Hak mendapat pendidikan dan pengajaran (pasal 20)

d. Hak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan (pasal 21-33)


e. Hak untuk memberikan keluhan (pasal 34)
f. Hak mendapatkan bahan bacaan dan siaran media massa (pasal 35-36)
g. Hak untuk mendapatkan kunjungan (pasal 37-40)
h. Hak-hak lain seperti hak politik dan keperdataan sesuai undangundang yang berlaku (pasal 41)
3. Kewajiban seorang tahanan
a. Wajib mengikuti program dan perawatan (pasal 9-10)
b. Wajib mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
c. Wajib mematuhi tata tertib RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/
Cabang LAPAS selama mengikuti program perawatan.
2.2.

Resiko Kesehatan Tahanan dalam Rumah Tahanan(7))


2.2.1.

HIV/ AIDS
Di kebanyakan negara di Eropa dan Asia Tengah, tingkat infeksi
HIV dikalangan orang yang di penjara lebih besar dibandingkan dengan
populasi umum. Penjara merupakan tempat penularan HIV dan
penyakit menular lainnya, karena :
1) Terjadi penggunaan obat suntik tanpa adanya ketersediaan jarum
steril.
2) Risiko hepatitis B dan C akibat penggunaan bersama (air, sendok
dll) dan pisau cukur, sikat gigi, tattoo, tindik.
3) Hubungan seksual yang tidak terlindungi, prostitusi, perkosaan.
4) Akses kesehatan yang terbatas.
5) Keamanan dari peralatan medis (perawatan gigi, kedokteran,
ginekologi).

2.2.2.

Tuberculosis (TB)
Sejak awal 1990an, epidemi TB di penjara telah dilaporkan di
banyak negara dan strain TB yang menyebar di penjara banyak yang
resisten terhadap pengobatan dan berhubungan dengan infeksi dari
HIV. Laju MDR TB lebih tinggi diantara para tahanan dibanding
dengan populasi umum.
Dengan adanya populasi penjara yang berlebih dan nutrisi yang
buruk, laju TBC di antara tahanan adalah sepuluh hingga seratus kali
lebih tinggi dibanding komunitas di luar penjara.

2.2.3.

Obat-obatan
Proporsi IDU yang berbagi penggunaan jarum yang tinggi dengan
risiko dari penularan HIV dan penyakit menular lainnya. Sebanyak 7098% orang yang dipenjara akibat kejahatan yang berhubungan dengan
obat-obatan dan tidak mendapatkan tata laksana akan relaps dalam
jangka waktu setahun setelah keluar dari penjara.
Perawatan substitusi mengurangi penggunaan heroin dan lebih
efektif untuk mempertahankan pengguna dalam tahapan pengobatan
dibanding dengan usaha detixofikasi. Tata laksanan substitusi memiliki
beberapa

keuntungan,

termasuk

stabilisasi

dan

pengguna,

rnempengaruhi gaya hidup, memperbaiki fungsi sosial dan pekerjaan


dari pengguna.
2.2.4.

Kesehatan mental
Dari jumlah dua juta tahanan di Eropa, setidaknya 400.000 orang
menderita gangguan mental yang signifikan dan lebih banyak lagi
yang menderita gangguan mental lainnya seperti depresi dan cemas.
Over

populasi,

bullying,

marginalisasi

dan

stigma

serta

diskrimininasi membahayakan kesehatan mental.Bukti-bukti yang ada


menunjukkan bahwa masalah terbanyak dan kesehatan mental di
penjara adalah gangguan kepribadian dan sebagian menderita masalah
terkait psikotik.

2.2.5.

Kesehatan Wanita
Walaupun wanita menempati proporsi yang sangat kecil dari total
populasi tahanan, 4-5% rerata, jumlah tahanan wanita di penjara
rneningkat secara cepat. Mereka umumnya dipenjara akibat tindak
non-kekerasan, properti, dan obat-obatan. Wanita yang dipenjara
membawa serta permasalahan yang kompleks, kebutuhan, kecemasan,
penyakit dan distress. Penjara memperburuk masalah ini, dan
meningkatkan ancaman kesehatan pada kebanyakan wanita ini.
Wanita yang dipenjara cenderung memiliki pengalaman traumatik
pada masa anak-anak daripada pria yang dipenjara seperti kekerasan
seksual, mental dan fisik. Separuhnya mengalami kekerasan domestik.
Banyak wanita di penjara adalah para ibu dan biasanya mengasuh
anak. Sekitar 10.000 bayi dan anak di Eropa diperkirakan terpengaruh
akibat ibu mereka yang dipenjara. Pada kebanyakan negara Eropa, bayi
dan anak kecil dapat tinggal di penjara bersama ibunya, dengan
batasan umur tiga tahun.Sebanyak 75% wanita yang masuk penjara
diperkirakan memiliki masalah dengan obat-obatan dan alkohol.
Gangguan mental sering ditemukan pada wanita yang dipenjara,
80% dari wanita di penjara memiliki gangguan mental yang dapat
teridentifikasi. Dua pertiga dan tahanan wanita menderita PTSD. Satu
dari sepuluh wanita mencoba bunuh diri sebelum dipenjara. Tahanan
wanita lebih cenderung untuk melukai diri sendiri dan mencoba bunuh
diri dibanding tahanan pria. Prevalensi dari HIV dan penyakit menular
lebih tinggi diantara tahanan wanita.
Tahanan wanita memiliki kebutuhan khusus berkaitan dengan
kesehatan reproduksi seperti menstruasi, kehamilan, dan menopause.
Hal ini membuat kebutuhan akses yang lebih baik terhadap nutrisi dan
produk perawatan diri.

2.3.

Klasifikasi Kematian dalam Tahanan(5)


Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Leigh et al, data
dikumpulkan dari 52 kasus kematian tahanan di Inggris dari Januari 1990
hingga Desember 1996. Melalui data tersebut, mati di penjara dibagi menjadi
dua kategori dan didefinisikan sebagai berikut:
1. Kategori A: Ketika tahanan meninggal saat dalam tahanan. Seseorang
meninggal ketika ditahan di kantor polisi atau tempat lainnya (kecuali di
dalam pengadilan setelah didakwa), ketika ditahan sementara di
kepolisian, ketika di rumah sakit atau mobil polisi.
2. Kategori B: Seseorang meninggal ketika sudah berada ditangan polisi
maupun akibat tindakan polisi dalam usaha pengejaram atau penangkapan
atau menjalankan tugasnva. Termasuk ketika seorang suspek meninggal
saat di wawancara walaupun belum ditahan, berusaha melankan diri dari
polisi, ditangkap dan diinterogasi oleh polisi, maupun berada dalam
pengepungan polisi.

2.4.

Penyebab Kematian dalam Tahanan(6)


Terdapat banyak hal yang bisa menyebabkan kematian dalam penjara.
Amnesty International dan CODESRIA mengklasifikasikan penyebab matinya
tahanan di penjara berdasarkan ada tidaknya pelanggaran terhadap hak asasi.
Adapun penyebab kematian berdasarkan ada tidaknya pelanggaran
terhadap hak asasi adalah sebagai berikut:
1.

Kematian dalam tahanan dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi


jika:
a. Merupakan eksekusi langsung tanpa diadili. Contoh: Pada 13 Maret
1998, seorang aktivis politik dari kubu oposisi ditahan oleh polisi di
penjara pusat kota. Menurut pengakuan dari beberapa tahanan lainnya,

politisi tersebut ditembak mati oleh penjaga keesokan harinya sebelum


diadili.
b. Disebabkan akibat penyiksaan. Contoh: Ny. Moyo, seorang pedagang,
ditahan oleh polisi pada 16 Apri 1998 akibat tuduhan pelanggan bahwa
ia mencoba merampoknya. Tiga hari setelah penangkapan, keluarganya
diinformasikan bahwa dia ditemukan tak bernyawa dan berdasarkan
hasil otopsi dia meninggal karena mendapatkan penyiksaan yang berat.
c. Disebabkan karena kondisi penjara yang buruk dan pengabaian akan
kondisi kesehatan narapidana. Tn. Abdou, seorang aktivis yang bekerja
untuk anak jalanan dipenjara dengan tuduhan melakukan pembunuhan
anak kecil. Pada masa percobaan tahanan, dia ditahan di penjara kota
yang tidak tersedia makanan dan minuman yang sehat, penuh sesak,
kurang pelayanan medis, dll. Dalam tahanan, aktivis tersebut terkena
malaria, dan meninggal dalam penjara.
d. Disebabkan akibat penggunaan kekuatan/kekerasan yang berlebihan.
Ny. Malaseya dideportasi untuk kembali ke negaranya. Saat di
bandara, dua polisi menggunakan cara yang berlebihan sehingga dia
asfiksia dan meninggal.
2. Kematian dalam tahanan tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak
asasi jika :
a. Disebabkan penyebab kematian alami atau penyakit berat. Contoh: Tn.
Babaseke, seorang perampok dan pembunuh, meninggal di penjara
karena kanker paru yang dideritanya.
b. Tahanan terbunuh akibat usaha dan petugas tahanan untuk melindungi
diri, jika tahanan menyerang penjaga.
3. Penyebab kematian yang perlu dicurigai:

10

a. Penyebab alami, penyakit atau kecelakaan yang dapat menutupi fakta


pelanggaran hak asasi manusia. Banyak kematian alami di tahanan
disebabkan karena buruknya keadaan tahanan, kurangnya akses ke
pelayanan kesehatan, kurangnya gizi yang memadai atau air bersih,
dan tahanan

yang

terlaiu

penuh. Beberapa kondisi tersebut dapat

dideskripsikan sebagai kekejaman, tidak berperikemanusiaan atau


perlakuan yang buruk.
b. Kematian akibat dari usaha pelarian dan dapat menutupi fakta
pelanggaran hak asasi manusia. Hal umum bagi otoritas tahanan
menyatakan bahwa tahanan meninggal ketika berupaya untuk
melarikan diri. Bukti forensik dan keterangan dari saksi mata dapat
digunakan untuk melawan klaim tersebut. Hal serupa juga dapat terjadi
pada tahanan yang di klaim meninggal akibat kecelakaan yang pada
pemeriksaan

forensik

ditemukan

adanya

bukti-bukti

tindakan

penyiksaan.
2.5.

Monitor Kematian dalam Penjara(6)


Memonitor adalah observasi jangka panjang dan analisis tentang situasi
hak asasi di sebuah negara atau wilayah. Tiga langkah utama dalam
memonitor kematian dalam penjara:
1. Mengumpulkan informasi hukum, situasi politik, kriminalitas, dll
2. Mencatat dan menindak lanjuti tuduhan terhadap individu yang mengalami
kematian dalam penjara
3. Analisa informasi dan tuduhan dan mengidentikasi pola.
2.5.1. Mengumpulkan informasi umum(6)
a.

Hukum dan data kelembagaan


1) Apakah undang-undang yang mengatur perlindungan tahanan
dalam segala bentuk penahanan dan aturan untuk perlakuan
terhadap tahanan?
11

2) Apakah ada kode etik bagi polisi atau militer pasukan yang
mengatur mengenai perlakuan terhadap tahanan? Apakah yang
dimaksudkan oleh kode sebenarnya?
3) Apakah polisi atau kekuatan militer mendapatkan pelatihan?
Jenis pelatihan?
4) Apa saja rantai komando?
b. Informasi politik
1) Lacak pernyataan yang dibuat oleh pejabat pemerintah tentang
penyiksaan dan kematian dalam tahanan.
2) Simpan semua catatan tentang kasus individu, dugaan atau
komentar umum tentang tahanan pada umumnya.
c. Informasi sosial
1) Melalui pemantauan media, mampu mencari tahu tentang
perasaan masyarakat umum terkait tahanan dan kriminalitas.
2) Apakah masyarakat atau media boleh melakukan panggilan
untuk pengobatan yang lebih berat terhadap tahanan?
d. Kriminalitas
Melacak informasi tentang kriminalitas :
1. Apakah terdapat peningkatan atau penurunan?
2. Apakah tindakan kriminal utama?
3. Apakah dakwaannya? Hukumannya?
2.5.2. Catatan dan tindak lanjut kasus individu(6)
Mozambican League for Human Rights melakukan investigasi
terhadap tahanan di Mozambik. Kisah tahahan yang disiksa hingga
meninggal oleh petugas polisi adalah hal yang umum di Mozambik.
Sejak

didirikan,

Mozambican

League

for

Human

Rights

mendokumentasikan berbagai kasus-kasus dan dalam banyak hal


pelakunya telah dihukum.

12

Adapun berdasarkan pengalaman sebelumnya Mozambican League


for Human Rights mengetahui berdasarkan pengalaman sebelumnya,
bahwa: 1. Kematian di penjara adalah hal umum, dan 2. Kekebalan
hukum adalah lazim. Melalui organisasi atau tindakan memonitor hak
asasi manusia dapat dicapai kesimpulan dengan mengidentifikasi dan
menindak lanjuti semua kasus yang menjadi perhatian mereka. Untuk
memfasilitasi tugas tersebut, disarankan merancang formulir untuk
mencatat kasus dugaan kematian dalam tahanan.
2.5.3. Identifikasi Pola(6)
Melalui identifikasi pola akan memungkinkan untuk mendapatkan
gambaran situasi secara keseiuruhan tentang kematian tahanan yang
bersangkutan dan membantu anda di masa depan. Pola yang berkaitan
dengan kematian tahanan adalah :
a. Pola identitas yang kebanyakan kematian dalam tahanan adalah
anggota dari:
1) Partai politik tertentu
2) Bidang sosial tertentu
3) Kelompok etnis
4) Kelompok agama
5) Dugaan pidana
b. Apakah sebagian besar kasus kematian dalam tahanan didahului
oleh kesamaan terjadinya peristiwa :
1) Undang-undang baru
2) Deklarasi suatu keadaan darurat
3) Pemilihan umum
4) Pengumuman rapat atas permintaan otorisasi
5) Pertemuan
6) Demonstrasi, kerusuhan
7) Intimidasi dan atau ancaman kematian
c. Pola lokasi kematian :

13

1) Penjara khusus
2) Barak militer khusus
3) Pusat penahanan rahasia
d. Pola identitas para tersangka :
1) Petugas keamanan khusus
2) Penjara khusus
3) Cabang keamanan
4) Peringkat serupa
e. Pola penyebab dan cara kematian :
1) Luka tembakan
2) Penyiksaan
3) Kurangnya obat-obatan dan perawatan medis
f. Pola musim kematian
Inisalnya musim panas atau musim hujan yang ditandai dengan
kelaparan, peningkatan malaria atau TB diseluruh negara. Respon
pemerintah untuk kasus dugaan kematian dalam penjara :
1) Penolakan pengembalian jenazah pada keluarga
2) Ketiadaan investigasi yang independen dan tidak memihak
3) Ketiadaan otopsi
4) Prosedur otopsi dan investigasi tidak memenuhi standar
internasional
5) Tidak ada penangkapan, pencobaan, atau penilaian.
2.6.

Penanganan Tahanan yang Meninggal di Penjara(6)


1. Pemeriksaan sistematik post-mortem kepada semua tahanan yang
meninggal atau baru saja dibebaskan karena alasan apapun.
2. Semua pemeriksaan post-mortem dilakukan oleh patologis forensik yang
sesuai dengan standar internasional.
3. Apapun kasus kematian dalam tahanan:
a. Mintakan investigasi secara mandiri dan netral
b. Mintakan pemeriksaan autopsi yang dilakukan secara terpisah

14

c. Memberitahukan keluarga tentang hak mereka; yakinkan mereka untuk


melakukan pemeriksaan post-mortem
d. Hindari pemakaman dini terhadap jenazah
e. Yakinkan mereka untuk mengembalikan jenazah kepada keluarga.
f. Berkas pembuktian
4. Pernyataan atau isu
5. Otorisasi untuk investigasi tempat tahanan
2.7.

Peran Dokter sebagai Saksi Ahli di Persidangan


Ilmu Kedokteran Forensik mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran
untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Keberadaan dokter
forensik atau dokter yang melakukan pemeriksaan atas diri korban tindak
pidana, atau tersangka pelaku tindak pidana, merupakan suatu hal yang mutlak
dan tidak dapat diabaikan karena suatu proses penyidikan haruslah dilakukan
dan didukung oleh ilmu pengetahuan (scientific investigation). Agar
pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, dokter sebagai ahli
dibutuhkan berkaitan dengan fungsi bantuan hukum, dimana segala upaya
bermuara pada mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai manusia. Dalam
hal ini bantuan yang diberikan dokter dalam bentuk keterangan ahli sebagai
alat bukti yang sah (pasal 185 KUHAP butir 1). Keterangan ahli dapat
diberikan secara tertulis (Visum et Repertum) maupun secara lisan di depan
sidang pengadilan.
Seorang praktisi medis dapat disebut sebagai saksi ahli medis untuk
memberikan bukti di pengadilan, atau sebagai bagian dari proses penyelesaian
sengketa alternatif. Bukti medis dari seorang ahli sering menjadi bagian yang
penting dalam administrasi peradilan dalam proses hukum yang melibatkan
kesehatan dan hal-hal medis. Bukti yang diberikan oleh dokter sebagai ahli
dapat

membantu pengadilan atau proses penyelesaian sengketa alternatif

dalam membuat keputusan yang adil.(8)

15

a. Definisi
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1
KUHAP Butir 26).
Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan
pengalaman keahliannya tentang fakta atau data suatu kejadian, baik yang
ditemukan sendiri maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan
pendapatnya tersebut (Franklin C.A, 1988).5 Saksi ahli merupakan orang
yang memenuhi syarat dalam hal pengetahuan dan pengalamannya untuk
memberikan pendapat tentang isu tertentu ke pengadilan.
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan
dari pengetahuannya (Pasal 1 KUHAP Butir 27).
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1
KUHAP Butir 28). Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di
sidang pengadilan (Pasal 186 KUHAP)
b. Dasar Hukum
Kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah diatur dalam
pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti
yang sah di depan sidang pengadilan (Pasal 184 KUHAP) dan dapat
diberikan secara lisan di depan sidang pengadilan (Pasal 186 KUHAP).
Bila dokter atau tenaga kesehatan dengan sengaja tidak memenuhi
kewajiban saat dipanggil sebagai saksi, atau sebagai ahli dalam suatu kasus
yang diduga terkait dengan suatu kejahatan, maka dalam perkara pidana
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan dan dalam
perkara lain, diancam dengan pidana paling lama enam bulan (Pasal 224

16

KUHP). Pada kasus yang terkait dengan pelanggaran, maka dokter atau
tenaga kesehatan dapat didenda sesuai kepantasan menurut persidangan
(Pasal 522 KUHP).
Asosiasi Kedokteran Australia dalam Ethical Guidelines for Doctors
Acting as Medical Witnesses juga mengutarakan kewajiban etika yang
dimiliki dokter untuk membantu pengadilan dan proses penyelesaian
sengketa alternatif dengan memberikan bukti ahli apabila dipanggil
persidangan. Dokter harus memberikan bukti ahli untuk membantu
pengadilan yang sifatnya tidak memihak, jujur, objektif dan membatasi
pendapat mereka hanya dalam ruang lingkup keahliannya. Dokter juga
memiliki kewajiban untuk melindungi privasi dan kerahasiaan dari semua
pembuktian relevan yang dimilikinya.(8)
c. Dokter sebagai saksi ahli
Dari segi yuridis, setiap dokter adalah ahli, baik dokter itu ahli ilmu
kedokteran kehakiman ataupun bukan, Oleh sebab itu setiap dokter dapat
dimintai bantuannya untuk membantu membuat terang perkara pidana oleh
pihak yang berwenang. Akan tetapi supaya dapat diperoleh suatu bantuan
yang maksimal, permintaan bantuan itu perlu diajukan pada dokter yang
memiliki keahlian yang sesuai dengan objek yang akan diperiksa, misalnya:
1) Untuk objek korban mati, sebaiknya diminta kepada ahli ilmu
kedokteran kehakiman.
2) Untuk objek korban hidup yang menderita luka-luka sebaiknya
dimintakan kepada dokter ahli bedah.
3) Untuk objek korban hidup akibat tindakan pidana seksual sebaiknya
dimintakan kepada dokter ahli kandungan.
4) Untuk objek yang berkatan dengan gigi (untuk kepentingan
identifikasi) sebaiknya dimintakan bantuan kepada dokter gigi.
5) Untuk objek terdakwa yang menderita/diduga menderita penyakit jiwa
sebaiknya dimintakan kepada dokter ahli jiwa.
Berdasarkan Ethical Guidelines for Doctors Acting as Medical
Witnesses, terdapat dua jenis saksi medis, sehingga ketika dokter dipanggil

17

untuk menjadi saksi medis, penting untuk membedakan konteks bukti yang
akan disertakan, apakah sebagai saksi fakta (dokter yang merawat) atau
saksi pendapat (ahli independen).
Saksi fakta diberikan oleh dokter yang memeriksa, merawat atau
memberikan penatalaksanaan sebuah kasus medik. Dokter tersebut akan
diminta untuk mempresentasikan bukti medis terhadap penatalaksanaan
yang telah dilakukannya dan memberikan informasi yang faktual tentang
hasilnya. Saksi pendapat adalah saksi ahli yang independen yang diminta
untuk memberikan pendapat yang independen berdasarkan fakta-fakta dari
kasus tertentu yang sudah ada. Dalam hal ini dokter akan memberikan
pendapat sesuai dengan pengalaman dan keahliannya yang relevan. Sebagai
saksi ahli independen, dokter dapat membantu pengadilan dalam dua cara,
yaitu dengan memberikan pendapat ahli berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya

terhadap

fakta

dan

menginformasikan

pengadilan

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keahlian khusus mereka. (8)


Dokter

terlibat

dalam

kasus

persidangan

karena

keahlian,

pengetahuan dan area khusus yang dimilikinya untuk memberikan bukti


medis. Dokter memainkan peranan penting dan tidak terpisahkan dalam
gugatan hukum tersebut. Untuk itu dokter berhak untuk mendapatkan
informasi lengkap tentang kasus, peran dokter didalamnya, dan hal lain
yang mungkin diminta dalam memberikan bukti medis berupa dokumen
yang relevan dan informasi klinis mengenai kasus kepada penyidik atau
pengacara yang meminta untuk hadir di persidangan. Apabila pengacara
atau penyidik memiliki pertanyaan untuk informasi lebih lanjut dan dokter
mengalami kesulitan dalam menjawabnya, di luar negeri terdapat MDO
(Medical Defence Organization) untuk dimintai bantuan.(8)
Di Indonesia dokter dapat berkonsultasi pada Komite Medikolegal
Dokter Indonesia atau bisa langsung kepada ahli Kedokteran Forensik. Jika
diperlukan untuk berdiskusi dengan saksi ahli independen lain atau
menyiapkan laporan dengan saksi ahli lain, dokter harus memberikan
penilaian independennya, mengidentifikasi hal-hal yang disetujui, tidak

18

disetujui dan mengutarakan alasannya. Dokter harus menghindari instruksi


atau permintaan untuk terjadinya kesepakatan. Gunakan cara yang moderat
dan objektif ketika memberikan bukti. Menolak usaha-usaha yang
dirancang untuk memprovokasi dokter dan hindari perdebatan.(8)
Seorang saksi ahli harus memiliki kualitas sebagai berikut :
Pengetahuan dan pengalaman praktis dari materi yang dibahas dalam
kasus.
Kemampuan untuk berkomunikasi mengenai temuan atau opini yang
akan disampaikan dengan jelas, singkat, dan dapat dipahami oleh
pihak-pihak awam yang terkait dalam persidangan.
Fleksibel dalam hal pikiran dan kepercayaan diri untuk memodifikasi
pendapat sebagai bukti baru atau argumen yang berlawanan.
Kemampuan untuk berpikir dari sisi yang berbeda agar dapat
menguasai situasi apapun yang bisa saja terjadi di persidangan.
Sikap dan penampilan yang meyakinkan di peradilan.
Tugas dan tanggung jawab saksi ahli dalam kasus perdata meliputi :
a) Bukti ahli yang disampaikan harus dipandang sebagai produk
independen yang tidak dipengaruhi bentuk dan isinya oleh keadaan
apapun.
b) Saksi ahli harus memberikan bantuan independen pada pengadilan
dengan

memberikan

pendapat

yang

objektif

terkait

dengan

keahliannya.
c) Saksi ahli harus menyatakan fakta-fakta atau asumsi yang memiliki
dasar yang jelas.
d) Saksi ahli harus memberikan penjelasan apabila terdapat pertanyaan
atau permasalahan yang diluar keahliannya.
e) Jika pendapat ahli tidak berdasarkan penelitian, hanya bderdasarkan
data yang tersedia, maka harus disertakan penjelasan bahwa ini hanya
bersifat sementara.(8)

19

2.8.

Strategi Pencegahan Kematian di Rumah Tahanan(6)


Berikut merupakan strategi untuk mencegah terjadinya kematian di rumah
tahanan:
1. Akses terhadap tahanan, tanyakan kepada mereka apakah terdapat akses
untuk mendupatkan obal dan pelayanan kesehatan.
2. Lakukan kampanye untuk peningkatan kondisi tahanan (sesuai dengan
Peraluran Standar Minimum mengenai Perlakuan terhadap Tahanan
(United Nation Standard Ininimum Rules for the Treatment of Prisoners)).
3. Minta semua tahanan ditahan dipusat tahanan resmi.
4. Minta daftar semua tempat penahanan resmi dipublikasikan.
5. Mendirikan badan independen yang bertangung jawab untuk mengunjungi
tempat tahanan secara regular, yang akan merekomendasikan untuk
meningkatkan kualitas penjara.
Selain strategi pencegahan di atas, dapat juga dilakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
1. Pelatihan medis untuk petugas keamanan.
2. Pelatihan

terhadap

keadaan

darurat,

sehingga

petugas

dapat

mengidentifikasi gejala awal sehingga mereka dapat segera menghubungi


dokter atau paramedis. Yang perlu diperhatikan adalah frekuensi nadi,
warna (bibir, wajah, dan mata) dan pemeriksaan refleks. Mampu
melakukan pemeriksaan fisik dini yaitu temperatur dan tekanan darah,
mengenal berbagai tingkat kesadaran sehingga perlu dibekali keterampilan
medis darurat kepada petugas.
3. Akomodasi disertai fasilitas medis yang mampu menangani tahanan yang
mengalami mabuk, obat-obatan atau trauma minor.

20

4. CCTV dapat membantu petugas untuk mengetahui tanda bahaya, dan


penempatan lebih bermanfaat bila dipasang pada sel tahanan yang beresiko
dibandingkan pada koridor.

21

BAB III
KESIMPULAN
Penahanan didefinisikan sebagai setiap titik waktu ketika kebebasan
seseorang dalam bergerak telah ditolak oleh penegak hukum, seperti atau pada
saat penangkapan, penuntutan, hukuman. Kematian dalam tahanan boleh
didefinisikan sebagai kematian yang berlaku selama seseorang berada dalam
tahanan pihak berkuasa.
Kematian tahanan dapat dibedakan terdapat pelanggaran terhadap hak
asasi dan tidak. Beberapa penyebab antara lain karena penyakit, bunuh diri,
kecelakaan, pembunuhan, kekerasan, over dosis obat, gantung, senjata api, dan
kematian mendadak. Selain itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 58 tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
wewenang, tugas, dan tanggung jawab perawatan tahanan.
Penanganan terhadap kematian tahanan adalah dengan pemeriksaan
sistematik post mortem, semua pemeriksaan post mortem dilakukan oleh
patologi forensik, pemeriksaan otopsi, hindari pemakaman dini, investigasi
tempat tahanan dan lokasi kematian.
Seorang praktisi medis dapat disebut sebagai saksi ahli medis untuk
memberikan bukti di pengadilan, atau sebagai bagian dari proses
penyelesaian sengketa alternatif. Bukti medis dari seorang ahli sering menjadi
bagian yang penting dalam administrasi peradilan dalam proses hukum yang
melibatkan kesehatan dan hal-hal medis. Bukti yang diberikan oleh dokter
sebagai ahli dapat membantu pengadilan atau proses penyelesaian sengketa
alternatif dalam membuat keputusan yang adil.
Upaya pencegahan kematian tahanan dapat dilakukan dengan akses
terhadap tahanan, peningkatan kondisi tempat tahanan, tahanan ditahan di
pusat tahanan resmi. Minta daftar semua tempat penahanan resmi, dan
mendirikan badan independen yang bertanggung jawab untuk mengunjungi
tempat tahanan secara reguler.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Suaram Komunikasi. Buku Panduan Kematian dalam Tahanan Pihak


Berkuasa. Selangor Darul Ehsan, Malaysia. 2008.
2. Criminal Justice Statistics Centre. Outlook Death in Custody, California.
2005.
3. Mathew Lyneham Andy Chan. Death in Custody in Australia to 30 June
2011. Australia Institute of Criminology. 2011
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999. Diunduh
dari http://ditjenpp.kemenkumham.go.id
5. Leigh et al. Deaths in Police Custody: Learning the Lessons. Crown
Copyright/London. 1998.
6. Callamard, Agnes et al. Monitoring and investigating death in custody.
Amnesty International and CODESRIA. Amsterdam. 2000. Diunduh dari
www.amnesty.nl
7. World Health Organization (WHO). Prisons and health. 2014. Diunduh
dari www.euro.who.int
8. Susanti, Rika. Peran Dokter sebagai Saksi Ahli di Persidangan. Journal
Kesehatan Andalas. 2013

23

Anda mungkin juga menyukai