Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGELOLAAN KESEHATAN HEWAN DAN LINGKUNGAN (FKH 300)

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktivitas Ternak dan Upaya


Penanganannya

Disusun oleh :
Kelompok 3&4 (Siang)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Yamin Ahmad
Nina Elisabeth Sinaga
Irma Widiyani Warman
Achmad Tachudin
Langen Tunjungsari
Lee Shinh Nian

B04120050
B04120061
B04120096
B04120076
B04120083
B04128008

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Iklim
mempunyai pengaruh yang besar terhadap ternak, yaitu dapat membantu atau
menganggu kelangsungan hidup dari ternak. Iklim terdiri dari curah hujan sangat
penting bagi peternakan. Dengan curah hujan penyediaan air minum dan
kelangsungan pengadaan makanan ternak sepanjang tahun dan sebaiknya
peternak mengetahui peta hujan. Curah hujan ini sangat berguna, karena
dengan begitu para peternak bisa merencanakan dan memanajemen dengan
baik masa birahi. Dengan mengetahuinya temperatur suatu daerah para
peternak dapat menempatkan jenis ternak apa yang sesuai dengan tempat yang
dipilih. Karena temperatur yang panas atau terlalu dingin sangat mempengaruhi
produktififtas ternak.
Ternak lokal dapat bertahan dengan suhu yang panas, sedangkan ternak
yang berasal dari subtropics yang telah disilangkan dengan ternak lokal dapat
bertahan ditempat yang bersuhu sedang. Kelembaban udara yang terlalu tinggi
sangat mempengaruhi kesehatan ternak, baik itu pada pernafasannya,
pertumbuhan parasit pada ternak, ataupun penyakit lainnya yang merugikan.
Kelembaban ini berbanding terbalik dengan temperature. Dengan kecepatan
udara yang normal sangat baik untuk kesegaran ternak dan kecepatan angin
dapat juga digunakan untuk kincir angin yang dapat digunakan untuk kebutuhan
manusia dalam sumber listrik juga pengadaan air untuk daerah yang kecepatan
angin juga membantu ternak dalam melepaskan panas temperatur tubuhnnya.
Kondisi Iklim Di Indonesia
Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di
Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.
a.

Iklim Musim (Iklim Muson)


Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah

setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6
bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson
Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup
sekitar bulan oktober hingga april yang basah sehingga membawa musim
hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan april hingga bulan

oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami


musim kering/kemarau.
b.

Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)


Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan

mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu
musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki
iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim
subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang
mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.
c.

Iklim Laut
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak

wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan
curah hujan yang tinggi.
Berdasarkan gambaran curah hujan, Mohr (1933) membagi daerahdaerah di Indonesia ke dalam 5 golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Daerah basah, yakni daerah yang hampir setiap bulannya mempunyai curah
hujan minimal 60 mm.
2. Daerah agak basah, yakni daerah dengan periode kering yang lemah dan
terdapat satu bulan kering.
3. Daerah agak kering, yaitu daerah-daerah yang mengalami bulan-bulan kering
sekitar 3-4 bulan setiap tahunnya.
4. Daerah kering, yakni daerah yang mengalami bulan-bulan kering yang
lamanya mencapai 6 bulan.
5. Daerah sangat kering, yakni daerah dengan masa kekeringan yang panjang
dan parah.
Sementara Schmidt dan Ferguson (1951) membagi iklim di Indonesia
menjadi 8 golongan, yaitu golongan A (sangat basah), golongan B (basah),
golongan C (agak basah), golongan D (sedang), golongan E (agak kering),
golongan F (kering), golongan G (sangat kering), dan golongan H (luar biasa
kering).
B. Tujuan
Mengetahui dampak perubahan iklim terhadap produktivitas ternak dan
upaya penanganannya.
PEMBAHASAN

Iklim sangat berpengaruh terhadap hewan ternak. Beberapa ahli


mempelajari pengaruh iklim terhadap objek yang spesifik, di antaranya iklim
berpengaruh terhadap bentuk tubuh (Hukum Bergmann), insulasi pelindung atau
kulit dan bulu (Hukum Wilson), warna (Hukum Gloger), tubuh bagian
dalam/internal (Hukum Claude Bernard), dan kesehatan dan produksi ternak.
Temperatur lingkungan mempengaruhi penggunaan energi yang diperoleh ternak
dari makanan, produksi panas, dan disipasi panas hewan ternak ke
lingkungannya.

Radiasi

sinar

matahari

terhadap

hewan

ternak

dapat

menimbulkan dua bentuk gangguan umum, yaitu mutasi gen oleh radiasi kosmik
dan kerusakan sel kulit oleh sinar ultra violet pada proses 'sunburn'.
Hewan ternak mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan iklim. Iklim tropis Indonesia merupakan kondisi yang sangat disenangi
oleh pertumbuhan agen penyakit, pada saat bersamaan kondisi inang sedang
mengalami penurunan daya tahan tubuhnya sehingga outbreak suatu penyakit
infeksius mudah terjadi. Kondisi ini menyebabkan hewan dalam kondisi stres,
yang pada gilirannya daya tahan tubuh dapat merosot sehingga produktivitas
maupun kesehatan hewan juga semakin rendah.
Pengaruh Langsung Iklim Terhadap Ternak
Semua ternak domestik termasuk hewan berdarah panas (homeotherm)
yang berarti ternak berusaha mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran
yang paling cocok untuk terjadinya aktivitas biologis yang optimum. Kisaran yang
normal pada jenis mamalia adalah 37-390 C, sedangkan pada burung adalah 40400C dengan beberapa perkecualian. Untuk mempertahankan suhu tubuhnya
terhadap suhu lingkungan yang sangat bervariasi, ternak domestik harus
mempertahankan keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh tubuh atau
panas yang didapat dari lingkungannya dengan panas yang hilang ke
lingkungannya.
Mekanisme fisiologis mengharuskan alokasi energi untuk kinerja produksi
maupun reproduksi dipakai untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh.
Dengan demikian, akan berdampak buruk yaitu penurunan produktivitas ternak.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengendalikan
panas yang diterima dan peningkatan panas yang terbuang oleh ternak, yaitu
pemberian naungan atau atap dan pemilihan bahan atap yang lebih efektif dalam

menciptakan kondisi iklim mikro kandang yang kondusif bagi ternak untuk
berproduksi.
Berdasarkan tumbuhan dan hewan yang hidup dominan di dalamnya,
lingkungan hidup dapat digolongkan menjadi enam, yaitu kawasan tundra, hutan
berdaun jarum, hutan bermusim, hutan tropik basah, padang rumput dan padang
pasir. Secara umum, ada dua komponen lingkungan, yaitu abiotik dan biotik.
Komponen abiotik adalah semua unsur lingkungan yang tidak bernyawa yang
bersifat fisik, kimia, dan sosial, misalnya lahan, air, kandang dan nilai-nilai sosial
budaya dan agama; sedangkan komponen biotik adalah semua unsur hayati
yang ada dalam kehidupan, misalnya musim, tumbuh-tumbuhan, dan hewan lain.
Perubahan yang dapat terjadi pada ternak ketika terjadinya perubahan
iklim adalah sebagai berikut :
a. Perilaku merumput
Lamanya waktu merumput saat siang hari sangat dipengaruhi oleh iklim,
bangsa, kualitas, tipe mamalia, dan pastur yang tersedia (padang rumput). Jika
ternak digembalakan pada daerah bukan asalnya, maka masa merumput akan
berkurang .
b. Pengunaan makanan dan pengambilan makanan
Jika suatu tempat memiliki temperatur yang tinggi maka akan
mempengaruhi pengambilan makanan pada ternak, semakin tinggi temperatur
maka semakin sedikit makan karena akan lebih banyak minum. Jika temperatur
lebih dari 40maka ternak akan berhenti memamah biak.
c. Air yang diminum (water intake )
Air sangat penting bagi ternak sebab air mempunyai peran yang penting
dalam metabolisme ternak, selain itu air juga membantu ternak melepaskan
panas tubuhnya secara konduksi dan penguapan, keperluan air ini akan
meningkat apabila temperatur naik.
d. Mempengaruhi efisiensi pengunaan makanan
Ternak dapat mengalami heat stress apabila iklim suatu tempat panas,
sehingga ternak tidak banyak melakukan gerak untuk menjaga suhu tubuhnya
tetap stabil.
e.

Hilangnya zat-zat makanan

Semakin sering ternak berkeringat dan mengeluarkan air ludah maka


akan semakin banyak zat makanan yang hilang. Ternak mamalia apabila mereka
berkeringat maka mereka akan kehilangan air dan mineral dari dalam tubuhnya.
f.

Pengaruh terhadap pertumbuhan


Menurunnya nafsu makan pada ternak disebabkan temperatur yang

sangat tinggi akibatnya feed intake ternak pun akan menurun dan juga
mempengaruhinya lamanya merumput dan akhirnya juga mempengaruhi
produktififtas dari ternak.
g.

Pengaruh iklim terhadap produksi susu


Seperti pada sapi perah dapat menghasilkan susu 56 % pada daerah

subtropics, berbeda dengan daerah tropis sapi perah lebih sedikit menghasilkan
susu. Iklim juga sangat mempengaruhi kandungan susu, lemak, bahan kering.
h.

Pengaruhi tingkah laku ternak


Iklim dapat mengakibatkan ternak mengalami stress yang dapat dilihat

dari tingkah laku ternak itu sendiri. Faktor internal dan eksternal merupakan
faktor yang dapat menyebabkan strees pada ternak.
Faktor Internal terdiri dari : penyakit ,vaksinasi ,penyapihan.
Faktor Eksternal terdiri dari : cuaca ,makanan dan lingkungan

Pengaruh Tidak Langsung Iklim Terhadap Ternak.


Pengaruh iklim yang tidak langsung pada ternak terutama pada kuantitas
dan kualitas makanan yang tersedia bagi ternak. Data dari hasil penelitian
mengenai hal ini telah disimpulkan oleh payne (1969). Pengaruh tersebut tidak
langsung dari iklim ini juga adalah penyakit dan parasit, juga pengaruhnya pada
penyimpanan dan hasil ternak.
a. Persediaan makanan
Faktor-faktor yang penting yang membatasi pertumbuhan tanaman
sehingga mengurangi kuantitas makanan yang tersedia adalah: suhu lingkungan,
curah hujan, panjangnya hari dan idenditas radiasi cahaya. Perbedaan yang
paling nyata dari pengaruh iklim ada pada daerah basah, kering dan agak kering
yang menyebabkan 2 masalah besar pada makanan ternak, meskipun terdapat
banyak pengecualian-pengecualian sehingga perbedaan-perbedaan itu menjadi
kabur pada daerah-daerah yang beriklim sedang.
b. Parasit dan penyakit

Panas dan kelembaban yang tinggi merupakan lingkungan yang baik bagi
parasit internal dan eksternal, jamur dan vector penyakit. Parasit internal tidak
begitu penting pada iklim agak kering tetapi parasit eksternal adalah penting
meskipun parasit ini tidak begitu banyak di daerah iklim kering oleh karena jenis
vegetasi di daerah ini mempengaruhi adanya insekta pembawa penyakit maka
iklim mempunyai pengaruh tidak langsung yang besar terhadap produksi ternak.
Pada daerah-daerah tropik afrika dimana curah hujan cukup untuk mendukung
pertumbuhan semak-semak menyebabkan ternak. juga iklim yang mendukung
perkembangan stomoxys spp.
c. Penyimpangan dan penanganan hasil ternak
Produktivitas ternak merupakan fungsi dari faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik merupakan faktor yang menentukan kemampuan
produksi, sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor pendukung agar ternak
mampu berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Faktor lingkungan yang
dimaksud antara lain pakan, pengelolaan, dan perkandangan, pemberantasan
dan pencegahan penyakit serta, faktor iklim baik iklim mikro maupun iklim makro.
Sehingga dalam hal ini lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh cukup
besar terhadap penampilan produksi seekor ternak. Hal ini telah dibuktikan
bahwa keunggulan genetik suatu bangsa ternak tidak akan ditampilkan optimal
apabila faktor lingkungannya tidak sesuai. Seperti telah disebutkan bahwa salah
satu

faktor

lingkungan

yang

merupakan

kendala

utama

tidak

dapat

terekspresinya secara optimal potensi produksi ternak adalah iklim mikro dan
iklim makro.
Iklim makro maupun iklim mikro dapat berpengaruh langsung terhadap
penampilan produktivitas ternak. Pengaruh tidak langsung adalah ketersediaan
hijauan pakan ternak yang cepat tua dan menyebabkan tingginya serat kasar,
sedangkan penganah langsungnya adalah terjadinya stress panas atau dingin,
sehingga ternak menderita stress atau ternak merasa tidak nyaman yang
berakibat terhadap penurunan produksi dan reproduksi ternak. Untuk itulah perlu
diketahui pengaruh ikiim terhadap kondisi fisiologis ternak, sehingga dapat
diupayakan pengendalian iklim, khususnya iklim mikro agar penampilan
produktivitas ternak dapat ditingkatkan. Iklim mikro adalah merupakan interaksi
berbagai faktor iklim di suatu lokasi yang spesifik atau keadaan iklim di sekitar
ternak dimana ternak berada. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ada empat faktor
iklim utama yang merupakan interaksi tersebut yaitu suhu udara, kelembaban,

radiasi matahari dan kecepatan angin. Negara Indonesia terletak di wilayah


dengan iklim tropis basah yang dicirikan dengan suhu udara dan kelembaban
yang tinggi yaitu suhu minimum 22C dan suhu maksimum 32C dengan
kelembaban relatif lebih besar dari 70%. Suhu dan kelembaban udara yang
tinggi tersebut menyebabkan ternak akan terkena stress panas.
Stres adalah respon fisiologi, biokimia dan tingkah laku ternak terhadap
variasi faktor fisik, kimia dan biologis lingkungan (Sientje, 2003). Dengan kata
lain, stres terjadi apabila terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim, seperti
peningkatan temperatur lingkungan atau ketika toleransi ternak terhadap
lingkungan menjadi. Stres panas terjadi apabila temperatur lingkungan berubah
menjadi lebih tinggi di atas ZTN (upper critical temperature). Pada kondisi ini,
toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga
ternak mengalami cekaman. Stres panas ini akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi perah termasuk di dalamnya pengaruh
terhadap hormonal, produksi susu dan komposisi susu (Sientje, 2003).
Pada tekanan panas yang cukup tinggi ternak berusaha untuk
menurunkan produksi panas di dalam tubuhnya (terutama dengan menurunkan
jumlah makanan yang dikonsumsi), dan juga meningkatkan pembuangan panas
dengan proses phisiologi ( memperbesar aliran darah ke kulit, panting, dll) dan
perubahan posisi tubuh. Berlawanan dengan keadaan dingin, mempertahankan
suhu tubuh normal dengan cara meningkatkan jumlah makan yang dikonsumsi
untuk memenuhi produksi panas yang dibutuhkan) serta melalui perubahan
fisiologis untuk mengurangi hilangnya panas dari tubuh.
Pertukaran panas telah diatur oleh sistem tubuh ternak sehingga pada
periode waktu panas yang dihasilkan sama dengan panas yang dilepaskan,
artinya suhu tubuh ternak senantiasa tetap. Zona panas tubuh netral adalah
rentangan suhu dimana panas yang dihasilkan bebas pada tekanan suhu.Pada
zona ini panas yang dihasilkan terutama tergantung pada jumlah pakan dan
berat badan ternak
Stres panas harus ditangani dengan serius, agar tidak memberikan
pengaruh negatif yang lebih besar. Beberapa strategi yang digunakan untuk
mengurangi stres panas dan telah memberikan hasil positif adalah :
1. Perbaikan sumber pakan/ransum, dalam hal ini keseimbangan energi,
protein, mineral dan vitamin
2. Perbaikan genetik untuk mendapatkan breed yang tahan panas

3. Perbaikan

konstruksi

kandang,

pemberian

naungan

pohon

dan

mengkontinyu kan suplai air


4. Penggunaan naungan, penyemprotan air dan penggunaan kipas angin
serta kombinasinya
Kandang merupakan salah satu sarana yang penting didalam usaha
peternakan, dengan tersedianya kandang maka dapat mempermudah peternak
didalam mengelola usahanya. Penyediaan kandang yang baik dan memenuhi
persyaratan teknis, kesehatan serta aspek ekonomi merupakan modal awal
keberhasilan dalam berusaha. Yang tidak kalah penting dalam membangun
kandang ternak adalah kandang tersebut harus sesuai dengan kondisi alam yang
ada. Kandang yang dibangun sebaiknya harus sesuai dengan jenis dan
karakteristik ternaknya.Kandang dan peralatannya mempunyai dwi fungsi, yaitu
selain merupakan tempat tinggal bagi ternak, juga merupakan tempat bekerja
bagi petani peternak dalam melayani kebutuhan sehari-hari untuk ternak
tersebut.
Penataan sistem perkandangan dan penanaman vegetasi (pohon dan
pakan hijauan) secara terintegrasi merupakan solusi dalam menghambat laju
pemanasan global, sekaligus peningkatan status kesehatan dan produktivitas
ternak. Penataan ini bisa kita katakan Arsitektur Perkandangan yang itu semua
dilakukan untuk mengkondisikan ternak dapat hidup nyaman, yaitu dengan ciriciri kondisi temperatur, kelembapan, sinar matahari, dan kecepatan angin pada
lingkungan yang comfortable zone bagi ternak.
Vegetasi (pohon) merupakan stabilisator panas lingkungan, karena
vegetasi mampu menyerap panas mataharimaupun inframerah. Disamping itu
pohon berfungsi sebagai penangkapan karbon (CO2) dalam proses fotosintesis,
juga merupakan penangkal angin kencang yang akan masuk ke kandang secara
langsung. Masih banyak fungsi vegetasi ini pada lingkungan kandang. Oleh
karena itu,pengaturan penanaman pohon merupakan prasyarat dalam arsitektur
perkandangan ini. Kondisi nyaman juga dapat diciptakan dari konstruksi
bangunan kandang, letak dan topografi tanah, dan material bangunan. Semua
komponen dalam arsitektur perkandangan ini harus diperhitungkan secara
terintegrasi sehingga pada akhirnya kondisi nyaman bagi ternak dapat tercapai
dan status kesehatan dan produktivitas ternak yang prima dapat terwujud
(Suprayogi, 2010).
KESIMPULAN

Produktivitas ternak dapat dipengaruhi oleh iklim makro dan iklim mikro.
Iklim yang ekstrim atau tidak sesuai dengan kondisi fisiologis hewan dapat
menyebabkan kondisi stress dan berakibat pada penurunan produktivitas hewan
tersebut. Sehingga perlu diperhatikan kondisi optimal untuk mengurangi stress
seperti perbaikan pakan/ransum, perbaikan konstruksi kandang, pemberian
naungan pohon dan mengkontinyu kan suplai air, penggunaan naungan,
penyemprotan air dan penggunaan kipas angin serta kombinasinya, sehingga
pada akhirnya kondisi nyaman bagi ternak dapat tercapai dan status kesehatan
dan produktivitas ternak yang prima dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA
Bonsma, J.C.(1949) Breeding cattle for increased adaptability to tropical and
subtropical environments.J.agric. Sci.(Camb), 39, 204-21.
Derner, Justin D., William K. Lauenroth, Paul Stapp, and David J. Augustine.
"Livestock as Ecosystem Engineers for Grassland Bird Habitat in the
Western Great Plains of North America." Rangeland Ecology &
Management 62.2 (2009): 111-18
McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate.
W.H. Freeman and Co., San Frascisco.p.1-128.
Purwanto, B.P. 1993. Heat and Energy Balance in Dairy Cattle Under High
Environmental Temperatute. Doctoral Thesis. Hiroshima University.
Sientje. 2003. Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi. IPB, Bogor
Suprayogi A. 2010. Peran Ahli Fisiologi Hewan dalam Mengantisipasi Dampak
Pemanasan Global dan Upaya Perbaikan Kesehatan dan Produksi
Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor, 22 Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai