Anda di halaman 1dari 8

Pengolahan Minyak Kelapa

Siapa tidak mengenal buah kelapa? Buah kelapa adalah buah yang sering
dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan dasar pembuatan santan. Kelapa
(Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial,
budaya dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman
kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan,
kopra dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai
manfaat yang besar. Demikian besar manfaat tanaman kelapa sehingga tidak ada
yang menggunakan sebagai pohon kehidupan (the tree of life) atau pohon yang
amat menyenangkan (a heaven tree) (Asnawi dan Darwis, 1985).
Supadi dan Nurmanaf (2006) menjelaskan bahwa kelapa merupakan
tanaman perkebunan dengan areal terluas di Indonesia, lebih luas dibanding karet
dan kelapa sawit, dan menempati urutan teratas untuk tanaman budi daya setelah
padi. Kelapa menempati areal seluas 3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha total
areal perkebunan. Sekitar 96,60% pertanaman kelapa dikelola oleh petani dengan
rata-rata pemilihan 1 ha/KK (Allorerung dan Mahmud, 2003), dan sebagian besar
diusahakan secara monokultur (97%), kebun campuran atau sebagai tanaman
pekarangan. Angka ini menunjukkan bahwa kelapa memiliki potensi yang tinggi
untuk memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia jika
dilakukan pengolahan secara benar.
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang sangat
berguna dalam kehidupan ekonomi pedesaan di Indonesia. Karena semua bagian
dari pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah
satu bagian kelapa yang mempunyai banyak manfaat adalah daging buah
(Palungkun, 2004). Berikut komposisi buah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Buah Kelapa
Komponen
Sabut
Tempurung
Daging Buah
Air Buah
Sumber : Palungkun (2004)

Jumlah Berat (%)


25-32
12-13,1
28-34,9
19,2-25

Kelapa segar mengandung 30-50% minyak, bila dikeringkan menjadi


kopra kadar lemaknya mencapai 63-65%. Kadar minyak sangat dipengaruhi oleh
tingkat ketuaan buah, semakin tua buah semakin tinggi kadar minyaknya. Buah
kelapa yang sudah tua atau matang umumnya dipanen pada umur 11-12 bulan
(Rindengan et al., 1995). Oleh karena itu buah kelapa yang sesuai untuk diolah
menjadi minyak kelapa murni harus berumur 12 bulan (Rindengan dan
Novarianto, 2004).
Daging buah kelapa dapat diolah menjadi santan (juice extract) dengan air
atau tanpa penambahan air. Adapun komposisi dari santan adalah 66% air, 28%
minyak dan 6% kandungan non minyak (Suhardiyono dan Syamsiah, 1988).
Santan kelapa merupakan sistem emulsi dalam air yang berwarna putih susu.
Emulsi tersebut distabilkan oleh stabilizer yang berupa campuran karbohidrat dan
protein dalam bentuk lapisan kuat.
Menurut Winarno (1984) sistem emulsi dapat mengalami pemecahan
sehingga membentuk dua lapisan yang tidak bercampur. Perusakan stabilizer
dilakukan oleh enzim yang dihasilkan S. cereviceae. Ekstraksi santan kelapa tanpa
menggunakan air menghasilkan ampas yang beratnya sekitar 56% (Hagenmaier,
1977). Efisiensi ekstraksi akan meningkat dengan penambahan air sebelum
pemisahan dilakukan. Pembuatan santan dari perbandingan 1:3 (g/v) telah cukup
untuk menghasilkan ampas dengan kadar lemak 23,85% dan dari satu pembuatan
santan satu bagian berat kelapa dengan daging kelapa segar mengandung kadar
lemak 64,02%.
Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa.
Kangundan minyak pada daging buah kelapa tua sebanyak 34, 7%. Minyak kelapa
digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak
kelapa dapat diekstrak dari daging kelapa segar atau diekstrak dari daging kelapa
yang telah dikeringkan atau yang biasa disebut kopra (Tarwiyah, 2001).
Pengolahan minyak kelapa dilakukan dengan cara keringa dan basah. Cara
kering dilakukan dengan pengepresan kopra. Cara kering dilakukan di pabrik
pengolahan minyak kelapa dan dipanaskan untuk memisahkan minyak dari bagian

yang mengemulsinya. Cara lain untuk mendapatkan minyak kelapa secara basah
adalah secara fermentasi (Hasbullah, 2001).
Fermentasi dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai
inokulum seperti bakteri dan khamir. Pembuatan minyak kelapa secara fementasi
ini dapat dilakukan dengan skala besar maupun rumah tangga. Cara fermentasi
memiliki beberapa keuntungan pokok yaitu efektifitas tenaga, waktu relatif
singkat dan biaya tidak terlalu tinggi. Minyak kelapa yang dihasilkan lebih banyak
dan warnanya lebih jernih (Sukmadi dan Nugroho, 2002). Setiap metode
pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa memiliki kelebihan dan kelemahan.
Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi lapangan agar hasil
yang diperoleh maksimal namun dilakukan secara efektif dan efesien sehingga
mampu meningkatkan perekonomian Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, D., Dan Z. Mahmud. 2003. Dukungan Kebijakan Iptek Dalam
Pemberdayaan Komoditas Kelapa. Prosiding Konferensi Nasional
Kelapa V. Tembilahan.
Asnawi, S. dan S.N. Darwis. 1985. Prospek Ekonomi Tanaman Kelapa dan
Masalahnya di Indonesia. Balai Penelitian Kelapa : Manado
Hagenmaier, R. (1977) Coconut Aqueous Processing. University of Carlos. Cebu
City, Philippines. pp 313.
Hasbullah. 2001.Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat:
Minyak Atsiri Jahe. Padang: Dewan Ilmu Pengetahuan.
Palungkun, R. 2004. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya, Jakarta
Rindengan, B dan Novarianto, H., (2005), Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak
Kelapa Murni. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Rindengan, B., A. Lay., H. Novarianto., H. Kembuan dan Z. Mahmud. 1995.
Karakterisasi Daging Buah Kelapa Hirbida Untuk Bahan Baku Industri
Makanan. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Proyek Pembinaan
Kelembagaan Penelitian Pertanian Nasional, Badan Litbang. 49 hal.
Suhardijono dan Syamsiah (1988), Pembuatan Minyak Kelapa dengan Cara
Fermentasi, Simposium Bioproses Dalam Industri Pangan, PAU Pangan
dan Gizi UGM, dan Liberty, Yogyakarta.
Sukmadi B. dan N.B. Nugroho, (2002), Kajian Penggunaan Inokulum pada
Produksi Minyak Kelapa Secara Fermentasi. Jurnal Biosains dan
Bioteknologi Indonesia, Vol.2. No.1. 12-17.
Supadi dan Nurmanaf. AR. 2006. Pemberdayaan Petani Kelapa Dalam Upaya
Peningkatan Pendapatan. Jurnal Litbang Pertanian. 2006; hal 26.
Tarwiyah, 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat:
Minyak Kelapa. Padang: Dewan Ilmu Pengetahuan.
Winarno, F.G. 1984, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. 1990, Teknologi Pengolahan Rumput Laut, IPB, Bogor.

Pengolahan Rempah-rempah
Rempah-rempah atau herbal bukanlah suatu istilah yang asing di telinga
orang Indonesia. Indonsesia memiliki banyak jenis rempah-rempah. Bahkan
banyak jenis rempah-rempah yang digunakan dalam proses pengolahan pangan
yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
International Standard Organization (ISO) mendefinisikan rempah-rempah
sebagai produk sayuran atau campuran produk sayuran yang bebas dari benda
asing, yang digunakan untuk memberikan flavor, membumbui, dan memberikan
aroma yang spesifik dalam makanan.
Secara konvensional, rempah-rempah dapat diklasifikasikan dalam lima
kelas yaitu rempah-rempah yang tajam dan memiliki rasa pedas (hot), yang tidak
terlalu tajam (mild), beraroma, herbal, dan sayuran beraroma, dapat dilihat di tabel
1.
Tabel 1. Klasifikasi Rempah-rempah
Klasifikasi
Rempah-rempah yang pedas dan tajam
(hot spices)
Rempah-rempah yang tidak terlalu
tajam (mild spices)
Rempah-rempah beraroma (aromatic
spices)

Rempah-rempah
Cabai, merica hitam dan putih, jahe,
mustar
Paprika, ketumbar

Semua rempah-rempah, kapulaga, kayu


manis, dill, cengkeh, jinten, bunga pala,
pala
Herbal
Basil, daun salam, daun dill, marjoram,
tarragon, thyme
Sayuran
beraroma
(aromatic Bawang bombay, bawang putih,
vegetables)
bawang merah, seledri
Rempah-rempah banyak digunakan dalam proses pengolahan pangan,
seperti memberikan flavor, menyamarkan bau, memberikan cita rasa, dan
memberikan warna. Selain bermanfaat dalam pengolahan pangan, herbal dan
rempah-rempah juga mempunyai banyak manfaat yang lain. Kandungan berbagai
jenis senyawa seperti minyak volatil, oleoresin, pigmen, senyawa flvor, berbagai
senyawa aktif dalam herbal dan rempah-rempah memberikan banyak manfaat
tidak saja untuk pengolahan pangan tapi juga untuk obat, kosmetik, dll.

Salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan masyarakat


Indonesia adalah jahe. Masyarakat Indonesia umunya telah mengenal dan
memanfaatkan jahe dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai kepentingan,
seperti bahan campuran makanan, minuman, kosmetik, parfum dan lain-lain mulai
dari tingkat modern di masyarakat pendesaan sampai tingkat modern di
masyarakat perkotaan. Dalam perkembangannya, kebutuhan komoditas jahe untuk
bahan baku industri meningkat terus, sehingga pengadaannya secara teratur,
berkualitas baik, cukup dan berkesinambungan makin terasa menjadi keharusan.
Dalam proses pengolahan jahe, pengolahan bahan mentah menjadi
setengah

jadi,

termasuk

kandungan

senyawa

yang

berperan

dalam

performansinya, harus tetap diperhatikan karena berkaitan dengan hasil akhir


olahan. Setelah panen, rimpang harus segera dicuci dan dibersihkan dari tanah
yang melekat. Pencucian disarankan menggunakan air yang bertekanan, atau
dapat juga merendam jahe dalam air, kemudian disikat secara hati-hati. Setelah
pencucian jaher ditiriskan dan diangin-anginkan dalam ruangan yang berventilasi
udara yang baik, sehingga air yang melekat akan teruapkan. Kemudian jahe dapat
diolah menjadi berbagai produk salah satunya menjadi minyak atsiri.
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas
campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang
berbeda. Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan atau
hidrodestilasi. Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai
kuning tua bila bahan yang digunakan cukup kering. Lama penyulingan dapat
berlangsung sekitar 10-15 jam, agar minyak dapat tersuling semua. Kadar minyak
dari jahe sekitar 1,5-3%.
Pengolahan jahe menjadi minyak atsiri dalam dilakukan dengan metode
penyulingan yaitu metode perebusan, pengukusan dan uap langsung. Pada metode
perebusan, bahan direbus di dalam air mendidih. Minyak atsiri akan menguap
bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk kondensasi. Alat
yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling perebus. Untuk metode
pengukusan, bahan dikukus di dalam ketel yang konstruksinya hampir sama
dengan dandang. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap air

yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk


metode ini disebut suling pengukus. Kemudian untuk metode uap langsung, bahan
dialiri dengan uap yang berasal dari ketel pembangkit uap. Minyak atsiri akan
menguap dan terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk
kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat suling uap
langsung.
Untuk skala kecil seperti yang dilakukan oleh kebanyakan petani, metode
pengukusan paling sering digunakan karena mutu produk cukup baik, proses
cukup efisien, dan harga alat tidak terlalu mahal. Untuk skala besar, metode uap
langsung yang paling baik karena paling efisien dibanding cara lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Farry B, Paimin dan Murhananto. 1999. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan
Jahe. Edisi Revisi. Penebar Swadaya.
Handbook of Herbs and Spices vol 2. 2004. CRC. Press. Boca Raton.
Handbook of Herbs and Spices. 2001. CRC. Press. Boca Raton.
Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat:
Minyak Atsiri Jahe. Padang: Dewan Ilmu Pengetahuan.
J. J. Afriastini dan A.B.D Modjo Indo. 1983. Bertanam Jahe. PT. Penebar
Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai