PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kaya dengan berlimpah potensi sumberdaya yang
teramat bernilai. Hampir 75 % dari seluruh wilayah indonesia merupakan perairan pesisir
dan lautan.
Indonesia adalah negara kepulauan, negeri bahari dengan 3,1 km2 lautan
teritorian dan archipelago, serta 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Perairan laut
Indonesia teramat kaya dan beragam dengan sumberdaya hayati, juga terumbu karangnya nan
elok tempat beragam biota mengerumuni. Luasan daerah terumbu karang indonesia saat ini
adalah 85.707 km2 atau 18 % dari luasan terumbu karang dunia. Kondisi ini menempatkan
indonesia pada peringkat ke-2 yang memiliki terumbu karang terluas di dunia setelah
australia (Rudianto, 2007).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena
menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu
karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis
ikan dan berpuluhpuluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya
(Dahuri, 2003). Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat
memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma nutfah.
Terumbu karang juga merupakan sumber makanan dan bahan baku substansi bioaktif yang
berguna dalam farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu karang juga mempunyai fungsi
yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi.
Semakin bertambahnya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumberdaya
yang ada di terumbu karang seperti ikan, udang lobster, tripang dan lainlain, maka aktivitas
yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan potensi tersebut semakin besar pula.
Dengan demikian tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semain
meningkat.
Kabupaten Tapanuli Tengah terletak di pantai Barat Sumatera Utara, yaitu pada 1o 11'
00" - 2o 22' 0" Lintang Utara ( LU ) dan 98o 07' - 98o 12' Bujur Timur (BT), dengan
ketinggian wilayah berkisar antara 0 1.266 m di atas permukaan laut. Kabupaten Tapanuli
Tengah juga terdiri dari bereberapa pulau kecil yang mempunyai potensi sumber daya alam
pesisir dan lautan serta jasa-jasa lingkungan khususnya terumbu karang, yang memiliki
prospek perekonomian yang mampu untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan
kegiatan ekonomi serta sosial lainnya di sekitar kawasan tersebut.
1
Desa Jago-jago merupakan salah satu desa pesisir yang berada di wilayah Kecamatan
Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah, provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Desa Jago-jago
2.283 Ha. Kondisi tanah Desa Jago-jago berbentuk dataran dan pantainya berpasir, hamparan
terumbu karang berada di sepanjang pantai Jago-jago. Desa Jago-jago juga masuk kedalam
program Coremap II (Program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang) sejak tahun
2004.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah sebagai berikut :
-
1.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah
melestarikan daerah terumbu karang serta mencegah terjadinya kegiatan pemanfaatan sumber
daya terumbu karang yang dapat menimbulkan kerusakan.
(berrier reef); (3) terumbu karang cincin (attol); dan (4) terumbu karang takat/ gosong (Patch
reef) (Sudarsono, 1996).
Pertumbuhan karang dan penyebarannya tergantung pada kondisi lingkungannya,
yang pada kenyataannya tidak selalu tetap karena adanya gangguan yang berasal dari alam
atau aktivitas menusia. Menurut Dahuri (2003) bahwa terumbu karang terdapat pada
lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan yang maksimum,
terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat,
gerakkan gelombang besar dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar proses sedimentasi.
Genus Acropora
Ciri- ciri :
Terdapat lubang ditengah koralit (axial dan radial) sebagai tempat hidup polip.
Hanya satu satunya karang yang memiliki bentuk koralit axial dan radial.
Genus Pocillopora
Ciri-ciri :
Genus Seriatopora
Ciri- ciri :
Bentuknya coralit mirip stylopora (tenggelam) tapi coralit stylopora tidak beraturan
dan percabangan nya sedikit gemuk ke arah submassive
Genus Stylopohora
Ciri- ciri :
Coralit tersusun sepanjang percabangan dan berkerudung (hooded) dan polip berada
didalamnya.
Bentuk
beraturan
Genus Montipora
Ciri- ciri :
Bentuknya coralit mirip porites tetapi susunan coralitnya tidak tersusun rapi.
Genus Astreopora
Ciri-ciri :
Genus Porites
Ciri- ciri :
bercabang. koloni besar-besar berbentuk bola dan berbentuk kubah ketika besar.
7
Mirip dengan montipora tetapi susunan koralitnya tersusun rapi dan terlihat jelas.
Genus Pavona
Ciri- ciri :
Coralitnya terletak di antara dua sisi terlihat halus dan seperti guratan guratan kecil
dengan septa costae saling berhubungan.
Genus Favites
Ciri- ciri :
Bentuknya mirip Goniastrea tetapi septa costa pada goniastera tidak memiliki
pembatas sehingga dinding pembatas terlihat menyatu dan strukturnya lebih kurus.
8
Berbeda dengan Favites septacostanya menyatu tapi masih terlihat batasan antara
keduanya sehingga terlihat lebih gemuk.
Genus Favia
Ciri- ciri :
Mirip favites namun septa costa tampak jelas dan dipisahkan conosteum
Genus Galaxea
Ciri- ciri :
Genus Echinopora
Ciri- ciri :
Genus Fungia
Ciri- ciri :
Hidupnya yg solitare.
Genus Platygyra
Ciri- ciri :
coralitnya selalu meandroid tetapi seperti ceroid dengan dinding relatif tebal. Septa
tipis kolumella kecil di tengah.
10
11
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting. Laut yang terjaga
karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual ini.
Menurut Moberg and Folke (1999) dalam Cesar (2000) menyatakan bahwa fungsi
ekosistem terumbu karang yang mengacu kepada habitat, biologis atau proses ekosistem
sebagai penyumbang barang maupun jasa. Untuk barang merupakan yang terkait dengan
sumberdaya pulih seperti bahan makanan yaitu ikan, rumput laut dan tambang seperti pasir,
karang. Sedangkan untuk jasa dari ekosistem terumbu karang dibedakan :
1. Jasa struktur fisik sebagai pelindung pantai.
2. Jasa biologi sebagai habitat dan dan suport mata rantai kehidupan.
3. Jasa biokimia sebagai fiksasi nitrogen.
4. Jasa informasi sebagai pencatatan iklim.
5. Jasa sosial dan budaya sebagai nilai keindahan, rekrasi dan permainan.
12
Misi :
Misi Kabupaten Tapanuli dalam rangka mewujudkan Pusat Pertumbuhan dan Lalu lintas
Perdagangan serta Wisata Bahari berdasarkan nilai-nilai Budaya Tapanuli Tengah adalah :
Pemberdayaan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam sebagai kekuatan
sosial ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
dan
naiknya
permintaan
terhadap
produksi
laut
menyebabkan terumbu karang menjadi obyek dari perusakan yang serius. Ekosistem
terumbu karang sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya
termasuk gangguan yang berasal dari kegiatan manusia dan pemulihannya memerlukan
waktu yang lama. Menurut Burke et all (2002) bahwa Terdapat beberapa penyebab kerusakan
terumbu karang yaitu : (1) Pembangunan di wilayah pesisir yang tidak dikelola dengan baik;
(2) Aktivitas dilaut antara lain dari kapal dan pelabuhan termasuk akibat langsung dari
pelemparan jangkar kapal; (3) Penebangan hutan dan perubahan tata guna lahan yang
menyebabkan peningkatan sedimentasi; (4) Penangkapan ikan secara berlebihan memberikan
dampak terhadap keseimbangan yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang; (5)
Penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bom; dan (6) Perubahan iklim global.
14
utama, yaitu akibat kegiatan manusia ( anthrophogenic causes ) dan akibat alam ( natural
causes ).
Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang antara
lain: (1) Penambangan dan pengambilan karang, (2) Penangkapan ikan dengan menggunakan
alat dan metoda yang merusak, (3) Penangkapan yang berlebih, (4) Pencemaran perairan, (5)
Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, dan (6) Kegiatan pembangunan di wilayah hulu
(Gambar 3). Sedangkan degradasi terumbu karang yang diakibatkan oleh alam antara lain:
pemanasan global ( global warming ), bencana alam seperti angin taufan ( storm ), gempa
teknonik ( earth quake ), banjir ( floods ) dan tsunami serta fenomena alam lainnya seperti ElNino , La-Nina dan lain sebagainya.
komunitas nelayan (bila diperlukan), (6) membatasi masuknya nelayan baru kedaerah
penangkapan dengan sistem pemberian ijin, dan (7) mengatur pengambilan biota-biota
terumbu karang untuk akuarium dan cinderamata.
Menurut Dahuri (2000) bahwa beberapa pedoman dalam meminimalkan usaha untuk
pemeliharaan dan kelangsungan hidup terumbu karang, yaitu :
1. Mencari berbagai sumber alternatif bahan konstruksi dan bahan kalsium karbonat (bahan
kapur dan semen) untuk mencegah penambangan dan kehilangan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui.
2. Jangan melakukan pengerukkan atau aktifitas lainnya yang menyebabkan teraduknya
sedimentasi dan membuat air keruh dan hindarkan pencemaran & peningkatan nutrien serta
perubahan salinitas dan suhu air yang melampaui ambang batas untuk areal terumbu karang.
3. Hentikan penggunaan bahan peledak dan bahan beracun sebagai alat tangkap ikan dan
tetapkan batas maksimum pemanfaatan tahunan bahan-bahan karang dan spesies yang
berasosiasi dengannya seperti ikan & kerang-kerangan.
4. Melakukan pemantauan ekosistem terumbu karang dan kontrol kegiatan pariwisata dengan
memberi wawasan bahwa terumbu karang merupakan aset yang tidak dapat dinilai dengan
uang.
5. Menyadarkan masyarakat pengguna tentang pentingnya ekosistem terumbu karang dan
bahaya yang mengancam kelestariannya serta mengikutsertakan masyarakat pengguna dalam
pengelolaannya dan melakukan rehabilitasi terhadap terumbu karang yang telah mengalami
kerusakan dengan transplantasi.
metode LIT, dapat didahului dengan manta tow untuk memberi gambaran umum kondisi
lokasi studi. Pada tiap lokasi, minimum pengamatan dilakukan pada 2 kedalaman yaitu 3 dan
10 meter. Prosedur kerja untuk LIT adalah sebagai berikut;
Pengamat terdiri atas minimal dua orang; satu orang bertugas untuk membuat transek
sedangkan yang lainnya bertugas untuk mencatat kategori lifeform karang yang
dijumpai.
Transek dibuat pada dua kedalaman (3 dan 10 meter). panjang transek adalah 20
meter dengan minimum 3 kali replikasi. Garis transek dibuat dengan membentangkan
roll meter yang memiliki skala sentimeter (cm).
Pengamat harus menguasai dan mengenal tipe-tipe bentuk pertumbuhan karang, baik
karang hidup maupun biota lainnya.
Pengamat berenang dari titik nol hingga titik 20 meter mengikuti garis transek yang
telah dibuat dan mencatat semua lifeform karang pada area yang dilalui oleh garis
transek. Setiap life form harus dicatat lebarnya (hingga skala centimeter). Kategori
lifeform dapat mengacu pada AIMS (English et al., 1994) atau COREMAP.
Bila memungkinkan, pengamat juga dapat mengidentifikasi jenis karang yang diamati
minimal hingga taksa genus.
17
18
20
21
sekitar Daerah Perlindungan Lau (DPL). Hasil dari survey di pergunakan sebagai data
informasi tentang kondisi kesehatan karang setiap tahunnya. Disamping itu dapat juga dilihat
hal-hal penyebab kerusakan karang. Dengan demikian kegiatan Monitoring Kesehatan karang
akan di uraikan dalam bentuk trend pada masing-masing daerah Perlindungan Laut (DPL) di
lokasi COREMAP II, Kabupaten Tapanuli Tengah.
23
Diagram 1. Trend Persentse Biota dan Substrat di Desa Jago-jago Tahun 2007-2011
Dari diagram diatas (hasil survey BME reef Health COREMPAP) menggambarkan bahwa
persentase tutupan karang hidup (Live Coral) meningkat setiap tahunnya. Peningkatan blum
mencapai 2% per tahun masih bersekitar 1,2% per tahun sejak tahun 2008. Dapat dilihat juga
bahwa karang mati (dead coral) juga menurun sejak tahun 2007 hingga 2010. Dari hasil
pengamatan bahwa kerusakan terumbu karang di Desa Jago-jago pada umumnya disebabkan
oleh sedimentasi. Sedimentasi berasal dari sungai yang ada di sekitar Desa Jago-jago.
Nilai persentase penutupan karang hidup di daerah rataan terumbu sebesar 45,51%
yang termasuk dalam katagori sedang. Sedangkan nilai persentase nilai persentase penutupan
karang hidup di tubir sebesar 46,2 %. Pada daerah rataan terumbu mempunyai persentase
penutupan karang hidup lebih kecil dari pada persentase penutupan karang hidup di daerah
tubir. Hal ini dipengaruhi pada kondisi perairan dimana pada daerah rataan terumbu
pergerakan air yang lebih tenang yaitu 0,04 - 0,06 m/s. Sedangkan pada daerah tubir
memilki pergerakan air yang lebih besar yaitu 0,09 0,18 m/s dikarenakan kondisi angin
yang berhembus kencang yang juga menghasilkan gelombang ombak besar, namun
selanjutnya dapat diredam oleh jenis karang keras yang terdapat di tubir seperti jenis
Pocillopora sp. Menurut Nontji (1987), pertumbuhan karang karang juga akan lebih baik
24
didaerah berarus atau bergelombang dibandingkan dengan perairan yang tenang. Menurut
Gufron (2010), arus dapat membantu membersihkan terumbu dari endapan seperti
sedimen dan untuk mensuplai oksigen.
B. Pengetahuan masyarakat akan terumbu karang
Desa Jago-jago merupakan salah satu desa di Kabupaten Tapanuli Tengah yang
masuk dalam program COREMAP II (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu
Karang) sejak tahun 2004 yang lalu. Tujuan kegiatan proyek COREMAP II antara lain adalah
terkelola nya daerah-daerah terumbu karang secara efektif dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat. Untuk itu diperlukan informasi yang menggambarkan tentang keadaan fisik,
sosial ekonomi dan demografi penduduk lokasi COREMAP II yang menjadi sasaran
pelaksanaan proyek tersebut. Hamparan terumbu karang berada di bagian Tenggara Laut
Jago-jago. Umumnya masyarakat Desa Jago-jagosudah terbiasa dengan ekosistem terumbu
karang, dan biasanya mereka menyebutnya dengan karang. Adapun jenis karang yang mereka
ketahui ada di desa ini antara lain: karang jari dan karang pinggang.
Pengetahuan masyarakat Desa Jago-jago tentang terumbu karang sudah baik.
Sebagian besar masyarakat desa lokasi COREMAP ini sudah mengerti akan kegunaan
terumbu karang. Rata-rata mereka menjawab bahwa kegunaan dari terumbu karang adalah
sebagai tempat bertelur ikan, mencari makanan dan berkembang biaknya hewan laut
khususnya ikan. Tindakan yang paling merusak terumbu karang adalah menangkap ikan
dengan menggunakan air mas dan sianida, pemboman dan penambakan karang. Sejak
disosialisasikannya program COREMAP di desa ini, tindakan perusakan terumbu karang
tidak lagi terjadi dan masyarakat desa Jago-jago juga ikut ambil bagian mendukung program
pelestarian dan pemanfaatan terumbu karang di desa mereka.
26
kolumella kecil di tengah (d) Bentuknya mirip goniastrea tetapi platygyra tidak
mempunyai pali.
2. Genus Echinopora yang memiliki ciri-ciri yaitu : (a) Bentuk koloni Massive, Laminar
(Lembaran Tipis datar) ,(b) koralit nya berbentuk plocoid dan kenampakannya terlihat
lebih besar.
3. Genus Acropora yang memiliki ciri- ciri yaitu : (a) Bentuk koloni bercabang; (b)
Bentuk koralit : axial dan radial; (c) Septa costae tampak jelas, dinding koralit
dipisahkan oleh coenesteum; (d) Terdapat lubang ditengah koralit (axial dan
radial) sebagai tempat hidup polip; (e) hanya satu satunya karang yang memiliki
bentuk koralit axial dan radial.
27
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. BEM Reef Health (Monitoring Kesehatan Karang) merupakan salah satu Program
Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP) yang memberikan
gambaran kesehatan terumbu karang di sekitar Daerah Perlindungan Laut (DPL).
2. Nilai Persentase peningkatan tutupan karang hidup (live coral) masih berkisar 1,2% per
tahun dan mengalami peningkatan sejak tahun 2008. Dapat dilihat juga bahwa karang
mati (dead coral) mengalami penurunan sejak tahun 2007 hingga 2010. Selain itu karang
jenis Acropora mengalami peningkatan hingga tahun 2011 dan Non Acropora mengalami
penurunan drastis di tahun 2009 hingga tahun 2011.
3. Terdapat beberapa hal yang harus dipahami dalam mengidentifikasi tingkat genera
karang, diantaranya bentuk pertumbuhan karang, bentuk coralit, struktur rangka
(skeleton) karang.
4. Penyebab kerusakan terumbu karang yaitu : pertambahan penduduk, kemiskinan,
rendahnya pemahaman tentang penting menjaga kelestarian terumbu karang karena
kurangnya sosialisasi dan pembinaan, rendahnya kualitas SDM, lemahnya pengawasan
dan penegakan hukum, degradasi habitat di wilayah pesisir, pencemaran (sedimentasi),
belum optimalnya pemanfaatan jasa-jasa lingkungan sebagai sumber mata pencaharian
alterntif yang ramah lingkungan bagi masyarakat lokal.
5.2 Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
Bengen DG, 2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip
Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian
Bogor (PKSPL-IPB).
Burke L,. Selig E,. Spalding M,. 2002 Terumbu Karang Yang Terancam Di Asia Tenggara
(Ringkasan untuk Indonesia). World Resources Institute.Amerika Serikat.
Cesar, HS.2000. Coral Reefs : Their functions, threats and economic value. Working Paper
Series Work in Progress World Bank. Washington DC
Coremap II. 2007. Pengenalan Karang Family Merulinidae. Buletin Coremap II Vol. 2.
ISSN : 1907-7416. Jakarta.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut.Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia.
Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
ENGLISH, S,. C. WILKINSON and V. BAKER 1997. Survey manual for tropical
marine resources.Second edition. AIMS, Townsville: 390pp.
Ghufron H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang : Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Rineka
Cipta. 212 hlm. Jakarta
Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Edisi Revisi. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nybakken J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. (Terjemahan Alih Bahasa
oleh H.M Eidman. PT. Gramedia.Jakarta
Riyantini I. 2008. Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Upaya Konservasi.
Makalah disajikan pada Ceramah Ilmiah "Padjadjaran Diving Club" FPIK. Bandung,
25 November 2008.
Rudianto, 2007. Keindahan yang belum terjaga. PT Bhaliekreasi Cikal Errilindo. Jakarta.
Suharsono. 1996.Jenis-jenis Karang Yang Umum Dijumpai Di Perairan Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Proyek Penelitian dan Pengembangan
Daerah Pantai. Jakarta.
29
30
LAMPIRAN
31
32
33
34