Anda di halaman 1dari 12

Tentir Praktikum Saraf

Modul Saraf dan Jiwa 2011

Special Thanks to :
Ade Ilyas Mukmin
Anggi Puspita Nalia Pohan
Dessy Framita Sari
Dina Elita
Enninurmita Hazrudia
Fitria Chandra Nugraheni
Hanifah Rahmani Nursanti
Irsalina Rahmawati
Kabisat Febiachrulia
Karina Kalani Firdaus
Randy Satria Nugraha
Rido Prama Eled
Riska Wahyuningtyas
Shabrina CH
Sheli Azalea
Tika Ayu Pratiwi
Veny Christina
Wahyu Permatasari

PRAKTIKUM NEUROLOGI
Sesi 1
Kasus 1: seizure/kejang
Seorang laki-laki kejang dari umur 15 (skrg 18 tahun), kejang sekujur badan. Kejangnya pas tidur, tapi belakangan ini
makin parah, Kejang 3-4x sebulan, kalo mau kejang merasa takut, abis kejang lemas.
Ga pernah ngerasa kalo kejang, Cuma tau kalo kejang karena pas sadar orang2 disekitarnya bilangin kalo dia kejang
barusan. Wajah ga ketarik kesatu sisi. Waktu Kecil ga pernah kejang. Ga ada tumor atau infeksi kepala. Kalau mau
ujian lebih sering kejang
Kejang diklasifikasikan menjadi generalized dan parsial
1. Generalized :
a. Tonic-clonic
Tidak ada tanda-tanda focal/ parsial  jadi ngga ada tuh mulut yang menyeng2 karena ketarik ke satu sisi dsb.
Tidak ada aura  jadi orangnya ga tau sama sekali kalo mau kejang, di videonya si anak masih becanda sama
neneknya sambil baca buku cerita kan? Trus tiba2 aja seizure. Kedua sisi langsung terlibat dalam kejang ini,
pertamanya kaku atau tonic (kontraksi terus) dulu selama kurang lebih 90 detik, baru kemudian diikuti dengan
clonic (relaksasi-kontraksi) atau jerky atau bahasa si dokter nya kelojotan. Di video juga anak nya langsung di
log roll/ dimiringkan untuk menghindari tongue biting.
b. Tonic
Stiff/kaku
c. Clonic
Jerky/kelojotan
d. Myoclonic
Berlangsung amat sangat cepat hanya 2 detik. Bisa melibatkan sebagian kecil otot, atau sampai mampu
menggerakkan ekstremitas (sebelah atau dua2nya). Bisa physiologic, yang kita alami saat tidur, trus tiba2
seperti tersentak.
e. Atonic
Orangnya hilang kesadaran dan loss of posture jadi tiba2 orang itu jatuh lemas otot2nya, kalo di video
bapak2 itu lagi mau baca koran dan minum kopi pas kejang langsung ngegeletak tiduran dan kopinya langsung
jatuh. Pas bangun2 bapaknya kebingungan. Oya, tidak ada tanda2 fokal/local/pasial dan tidak ada aura
f. Absence
Orangnya tiba2 hilang kesadaran tapi gak ada postural loss, jadi kalo tadinya duduk ya tetap duduk, saat
kejang ga keliatan apa2 Cuma ada blank stare (bengong) selama 5-10 detik, pas diliat di EEG baru terlihat
three per second (3 Hz) spike waves yang tipikal buat tipe ini. Biasanya terjadi di anak2. Kejang ini dipicu oleh
hiperventilasi, makanya di videonya anak itu disuruh hiperventilasi dulu sebentar supaya menginduksi
kejangnya untuk direkam.
2. Partial
Banyak terjadi di orang dewasa. Pada kejang parsial ada tanda fokal, maksudnya kejangnya ke satu arah dulu,
misalnya ada retraksi muka ke satu sisi, atau tangan nya sebelah lebih dahulu kejang, ga kedua2nya sekaligus. Di
kejang tipe parsial orangnya ada aura sebelum kejang, kata dokternya aura itu juga satu tanda fokal. Suatu
contoh aura adalah Automatism yaitu bisa berupa menghentak2an kaki, mainin kancing baju, dll intinya gerakan
yang diulang2 sebelum seizure. Ada 3 jenis kejang parsial:

a. Simple parsial
Pasien tidak kehilangan kesadarannya, tapi kejang. Jadi pasien masih bisa merespon orang di sekitarnya dan
berkomunikasi tapi mengalami kejang dengan tanda fokal, kalo di video itu orangnya tiba2 mukanya tertarik
kearah samping sampai kayak mau nengok ke belakang tapi dia masih bisa panggil2 susternya.
b. Complex
Kalo yang ini sama dengan simple parsial, ada kejang dengan tanda fokal tapi bedanya di complex parsial ada
hilang kesadaran
c. Secondary generalized
Tipe ini diawali dengan kejang parsial sampe jadi kejang generalized. Kejang parsial simple  complex 
generalized tonic clonic. Pasien ada aura sesaat sebelum kejang (kalo inget2 video dia mencet tombol buat
manggil suster), kejang diawali dengan satu sisi tubuh, mukanya teretraksi ke satu sisi, tangannya sebelah
fleksi dan tonik. Setelah itu semua ekstrimitasnya mengalami tonik kemudian diikuti dengan klonik seluruh
tubuhnya. Selain tonik-klonik bisa juga tipe kejangnya atonik atau myoklonik.
 Most seizure akan berhenti sendiri dalam 3 menit
 Kalo ga harus dikasih anti convulsion : diazepam
Gambaran Generalized seizure (primary maupun secondary)
Pertama-tama ada fleksi yang sangat singkat dari batang tubuh, mata dan mulut membuka, bola mata
berdeviasi kearah atas. Lengan terelevasi dan abduksi dengan siku semifleksi dan tangannya pronasi. Kemudian
dilanjutkan dengan fase yang lebih tonik lagi dari punggung dan leher kemudian tangan dan kaki. Trus kayak ada
suara menangis karena udara yang dipaksa keluar melewati vocal cords dari rongga dada saat seluruh otot terjerat
dalam keadaan spasme. Karena otot pernafasan juga tonik maka pernafasan berenti, kulit dan mukosa pun terlihat
sianosis. Pupil berdilatasi dan tidak ada reflex terhadap cahaya. Kemudian pasien bisa mengompol pada stage ini.
Fase tonik ini berlangsung 10-20 detik. Kemudian terjadi transisi tonik ke klonik.
Pertamanya ada tremor ringan yang menyeluruh, karena ada relaksasi dari keadaan tonik secara berulang2.
Relaksasi ini bisa 8 kali tiap detik sampai jadi 4 kali tiap detik kemudian menjadi spasme gerakan fleksi yang sangat
singkat yang berulang2 dengan ritmik di seluruh badan. Sering lidah tergigit pada fase ini dan muka tampak bengis.
Sentakan2 klonik ini amplitude dan frekuensinya berangsur2 berkurang dalam 30 detik. Orang ini tetap apneu
sampai akhir dari fase klonik, maka inspirasi yang dalam menjadi suatu tanda berakhirnya fase kllonik ini. Di fase
terminal dari kejang ini pasien berbaring tidak bergerak. Sangat dramatis.
Kasus 2: syncope/pingsan
Ibu ini bilang kejang kalo bediri lama, kena matahari, misalnya kalo lagi upacara. Yang dialami itu dia ngerasa
pandangannya jadi gelap. Dia tidak sadarkan diri.
Syncope didefinisikan sebagai kehilangan kesadaran yang hanya transien dikarenakan berkurangnya aliran darah
otak. Syncope dapat terjadi tiba-tiba atau di dahului oleh rasa mau pingsan (disebut presyncope atau fainteness)
yaitu kepala terasa melayang (lightheadeness), pusing, mual, diaphoresis, dan pandangan yang kabur atau gelap.
Orang syncope biasanya kolaps postural dan dapat sadar kembali dengan sendirinya. Jika mengalami presyncope
belum tentu akan syncope setelahnya, apabila ischemia cerebralnya dikoreksi maka syncope gak terjadi.
Secara singkat patofisiologi syncope adalah karena gangguan metabolisme otak yang tiba-tiba terjadi, biasanya
disebabkan oleh hipotensi dengan aliran darah otak yang berkurang. Pada posisi berdiri ada beberapa mekanisme
tubuh kita untuk tetap menjaga supaya aliran darah ke otak tetap cukup, soalnya kan darah kita ada di vena tapi
gapapa otak tetap dapet darah asalkan vasokonstriksi arterial sistemik tetap ada. Trus kalo mekanisme itu gagal
gimana? Otak kurang perfusi (bisa sampe setengah dari normal) jadilah orang itu syncope.

Synope neurocardiogenic adalah syncope yang terjadi karena kelebihan aksitvitas vagal atau parasimpatis yang
menyebabkan bradikardi dan withdrawal aktivitas simpatis yang mengakibatkan vasodilatasi yang berlebihan. Tipe
ini yang banyak dialami orang normal seperti kita, atau istilah awamnya pingsan.
Factor presipitasi nya  lingkungan yang panas dan ramai, kelamaan berdiri, ada masalah emosional sama
stress, dll. Biasanya orang itu dalam keadaan diri terus lemas, mual, diaphoresis, light headed, pandangan gelap dan
jantungnya berdebar kencang (diikuti melambatnya detak jantung dan TD menurun trus kemudian pingsan deh).
Orang ini juga kelihatan pucat. Saat syncope, seseorang bisa setengah sadar atau tidak sadar sama sekali terhadap
lingkungannya, otot rangka semua relaksasi dan tidak bergerak sama sekali.
Seizure vs syncope
Seizure dan syncope sama-sama ada kehilangan kesadaran yang transien tapi perlu dibedakan. Bedanya adalah kalo
seizure biasanya gerakan tonic-clonic berlangsung terus, sementara syncope kalo ada kejang pun cuma sebentar aja
terjadinya. Periode tidak sadar lebih lama terjadi di seizure. Setelah sadar kembali biasanya orang yang pingsan
merasa lemah, sedangkan orang seizure lebih merasa kebingungan dan pusing
By : Shabrina CH

Sesi 2
Kasus 1
Pasien dengan lidah jatuh ke kiri, pipi kiri ga bisa dikembungkan, plica nasolabialis kanan normal, kaki dan tangan
kiri ga bisa gerak, kaki kiri bisa rotasi eksterna dan interna dengan terbatas.
kita diminta menyebutkan kelainan apa saja yang kita temukan, minimal 3. Lalu kita diminta menjelaskan apakah lesi
tersebut termasuk lesi kortikal atau subkortikal.
Yang pertama kita lihat adalah pipi kiri yang tidak dapat dikembungkan, kedua mata dapat terangkat normal.
Hal ini menunjukkan adanya lesi N VII kiri tipe sentral. inget kan kalo lesinya sentral mata di sisi lesi masih
diselamatkan oleh saraf yang berasal dari hemisfer seberangnya.
Kedua, lidahnya terjulur ke kiri. Otot lidah dipersarafi oleh N XII. Ketika berada di dalam mulut, persarafan dari
kedua sisi membuat otot masing-masing sisi menarik ke arahnya sehingga lidah bertahan di tengah (kayak dua
anak kecil rebutan mainan lah). Dalam keadaan lidah terjulur, otot justru mendorong ke sisi lawannya (otot kiri
dorong lidah ke kanan, otot kanan dorong lidah ke kiri). Karena pada kasus lidah terjulur ke kiri, berarti otot
sebelah kirinya gagal mendorong ke arah kanan  paralisis N. XII kiri. Pada kasus ini, kalo lidahnya di dalam
mulut, dia pasti cenderung tertarik ke kanan.
Yang ketiga adalah pada ekstremitas bagian kiri, tangannya ga bisa gerak sama sekali sedangkan kakinya masih
bisa gerak meskipun sangat terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa lesinya terdapat di korteks.
Keterangan : lesi di daerah korteks umumnya ditandai dengan perbedaan kekuatan pada ekstremitas atas dan
bawah. Entah ekstremitas atas lebih kuat atau sebaliknya. Sedangkan lesi di subkortikal (diperkirakan pada
talamus) akan menyebabkan lesi yang sama sehingga kekuatan ekstremitas atas dan bawah akan sama.
Kasus 2
Kita melihat di sini ada pasien yang pas mau digerakkan tangannya biar fleksi awalnya susah gitu, tapi pas udah
mulai gerak, los aja, swoosh langsung fleksi.
Tonus otot
Secara klinis, tonus otot didefinisikan sebagai resistansi otot terhadap gerakan sendi pasif. Tonus tergantung pada
besarnya kontraksi otot dan sifat mekanis otot dan jaringan ikat. Sebaliknya, besarnya kontraksi otot bergantung
pada aktivitas sel-sel di anterior horn, yang diatur oleh mekanisme spina dan supraspina. Tonus dinilai dengan
melihat posisi ekstremitas dalam keadaan istirahat, melalui palpasi otot, dan juga dengan menilai resistansinya
terhadap gerakan pasif. Abnormalitas postural dapat terjadi karena peningkatan aktivitas kelompok otot tertentu
yang disebabkan oleh gangguan fungsi refleks.
1. Hipertonia
Dapat ditemukan peningkatan tonus pada pemeriksaan
a. Spastisitas
Spastisitas terdiri dari peningkatan tonus yang memengaruhi beberapa kelompok otot, masing-masing
dalam tingkat yang berbeda. Pada lengan atas, peningkatan tonus pada otot fleksor lebih tinggi dari otot
ekstensor, sedangkan pada ekstremitas bawah berlaku sebaliknya. Selain itu, ketika diperiksa kan digerakin
sepanjang ROM (range of movement)-nya, resistensi otot yang terkena dampak lesi tidak selalu sama. Jadi
awalnya resisten banget (kaku gitu) tapi berkurang dan hilang sama sekali setelah gerakannya dilanjutkan. Apa
namanyaa? Yak, fenomena pisau lipat (clasp-knife phenomenon).
Peningkatan tonus ini tergantung pada laju, jadi kalo misalnya digerakkan dalam kecepatan tinggi,
resistensinya meningkat.
Spastisitas disebabkan oleh lesi UMN, seperti stroke yang melibatkan korteks motor suplementer atau
traktus kortikospinalis. Spastisitas dapat tidak terlihat dalam beberapa hari setelah onset lesi akut.
b. Rigiditas
Rigiditas terdiri dari resistansi terhadap gerakan pasif yang tidak bergantung pada arah gerakan (yang kena
otot agonis dan antagonis). Ada dua istilah yang sering dipake di sini, rigiditas roda kayu (cogwheel rigidity) yang
mendeskripsikan adanya resistensi di sepanjang ROM dan rigiditas pipa timbal (lead-pipe rigidity) yang
mendeskripsikan resistensi yang dirasakan seperti melipat pipa timbal.
Secara garis besar, rigiditas menandakan adanya disfungsi ekstrapiramidal dan terjadi karena lesia ganglia
basal (contoh: penyakit parkinson)

2. Hipotonia (flaksid)
Kelainan ini ditandai dengan berkurangnya resistensi terhadap gerakan pasif, sehingga tulang bagian distal
pada persendian yang digerakkan dapat dilambai-lambaikan dengan sangat mudah saking loyonya.
Penyebabnya umumnya keadaan patologis yang melibatkan LMN.
3. Paratonia
Pasien memiliki kesan susah bergerak dan bergerak ketika digerakkan pemeriksa, melawan gerakan
tersebut.
Jadi pasien ini mengalami spastisitas ya temans.
Kasus 3
Di video ini kita liat pasien yang dites refleks patellanya. Cuma dipukul sekali tapi geraknya heboh gitu, berkedut
berulang-ulang.
Abnormalitas refleks tendon dapat berupa arefleksia, hiperrefleksia, dan refleks asimetris.
Arefleksia terjadi karena ada lesi yang mengganggu struktur atau fungsi lengkung refleks, sebagai lesi akar
(radiks) atau neuropati perifer.
Peningkatan refleks terjadi pada lesi UMN, tapi juga bisa terjadi pada orang sehat dengan persebaran simetris
dan pasien yang lagi di bawah tekanan. Klonus terdiri dari rangkaian refleks kontraksi otot ritmis yang
berkepanjangan, tiap gerakannya disebabkan oleh regangan otot setelah relaksasi dari keadaan kontraksi
sebelumnya. Klonus berkepanjangan (sustained clonus) yang terdiri dari 3-4 hentakan pada regangan tiba-tiba,
selalu patologis dan berhubungan dengan refleks cepat.
Jadi, Pasien ini mengalami hiperrefleks yang ditandai dengan adanya klonus.
Kasus 4
Ada orang tua jalannya melebar ke samping, cenderung diseret kakinya pas ngelangkah.
Hemiplegic dan paraplegic (spastic) gait
Orang dengan abnormalitas ini cenderung mempertahankan kakinya dan tidak menekuk bagian pinggul, lutut, dan
pergelangan kaki dengan bebas. Kakinya cenderung memutar keluar terus mendekat lagi ke tubuh (sirkumduksi), jadi
jari-jari kakinya ga bersentuhan dengan tanah. Kakinya nyeret kalo jalan, makanya sol sepatu bagian jari dan telapak
kaki lateral merupakan bagian yang cepet rusak. Lengan sisi lesi lemah dan kaku, tertekuk dan tidak mengayun
dengan wajar (kalo pas praktikum sih jadi endorotasi dan abduksi). Jenis gait ini sering terjadi pasca stroke atau
trauma, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya kelainan cerebral lainnya.

Kasus 5
Anak kecil yang jalannya jinjit, kayak bebek (pinggulnya digoyangkan ke kanan dan ke kiri secara berlebihan). Terus
dadanya dibusungkan (lordosis berlebihan)
Myopathic gait (waddling)
Gait ini terjadi karena kelemahan otot-otot proksimal (otot gluteus), sehingga dia ga bisa mempertahankan posisi
tegak. Kelemahan otot yang terjadi bisa karena progressive muscular dystrophy, chronic spinal muscular atrophy,
inflammatory myopathy, lumbar nerve root compression, atau congenital dislocation of the hips.
Pada berjalan normal, beban tubuh bertumpu pada kedua kaki, pinggul terfiksasi oleh otot gluteus (terutama
medius) sehingga gerakan pinggul (naiknya pinggul yang berlawanan dengan kaki yang menapak) dapat ditekan.
Pada kelemahan otot gluteus, pinggulnya (pada kaki yang tidak menapak) tidak dapat dipertahankan, jadi nonjol
keluar berlebihan gitu, jadi jalannya kayak bebek, atau disebut waddling.

Kasus 6
Orang yang jalannya kakuu banget, susah jalan. Kalo jalan dia ngeliat lantai gitu. Jalannya juga ga lurus, jadi
arahnya serong. (gak seimbang dan seolah akan terjatuh)
Ataxic gait
Kelainan ini terjadi karena posisi sendi yang ga bener atau gangguan pada serabut saraf aferen. Di manapun letak
lesinya, efeknya sama aja, pasien jadi susah mengenali di mana posisi alat geraknya. Pasien biasanya merasa tidak
seimbang, tapi tidak mengeluhkan pusing. Jadi, dia sadar kalo masalahnya tidak terdapat pada kepala tapi pada kaki,
terus posisi kakinya ga wajar, dan kalo dia salah langkah, dia ga bisa segera memperbaikinya, koordinasi kakinya jelek
dah pokoknya.
Karakteristik utama gait ini adalah gerakan dan ketukan kaki yang kasar. Kedua kakinya saling berjauhan buat
ngoreksi ketidakstabilannya, biar badannya seimbang dan pasien hati-hati banget ngeliatin tanah sama kakinya.
Ketika melangkah, kakinya terhempas ke depan dan keluar, dengan panjang langkah yang berbeda-beda. Langkah
kakinya dapat terdengar, karena kakinya yang dipaksa napak ke tanah (yang diduga sebagai cara pasien untuk
mendeteksi posisi persendian kaki).
Gait ataksia ini ada 2 tipe:
1. Serebelar
Kakinya terpisah jauh pas berdiri atau jalan. Langkah kakinya menyentak dan ga mantep, lebar langkahnya
bervariasi. Tubuh condong ke depan. Karena gangguan terjadi pada serebelum yang fungsinya adalah mengatur
keseimbangan tubuh, maka ketika berjalan dalam keadaan gelap (ruangan yang gelap atau menutup mata)
maupun terang, pasien tetap berjalan dalam kondisi tidak seimbang dan seperti akan terjatuh.
2. Sensorik
Sensor proprioseptifnya yang terganggu, disadari atau tidak, karena adanya interupsi saraf aferen di perifer atau
korda spinalis. Gaitnya normal pas buka mata, cuma terlihat stamping (pas naruh kaki di tanah, kalo orang
normal cuma naruh tumitnya heel strike kalo dia langsung seluruh permukaan telapak kakinya ditempelin ke
tanah).`Karena stamping ini, alas sepatunya ga rusak di salah satu bagian doang. Kalo disuruh jalan dalam gelap
atau sambil nutup mata, bakal sering jatuh (Romberg sign).
Kasus 7
Ini ada nenek2 bungkuk, langkahnya kecil2..
Parkinsonism gait
Ditandai dengan hilangnya ayunan lengan dan tremor, langkahnya kecil-kecil dan tidak mengayun, tubuh condong ke
depan. Inget TRAP (Tremor, Rigid, Akinesia, loss of Postural reflex/Postural instability). Mencondongkan tubuh ke depan
dilakukan untuk mencapai pusat gravitasi tubuhnya. Kalo misalnya orang dengan gait ini disuruh melangkah mundur,
dia bakal jatuh ke belakang, karena hilangnya refleks posturalnya. Gait ini dapat merupakan manifestasi awal dari
kelumpuhan supranuklear progresif, degenerasi ganglion basal, atau penyakit Parkinson tentunya.

 dia ngebungkuk awalnya, trus langkahnya buru-buru buat ngejar badannya yang
udah condong ke depan duluan.
Ini tabel yang merangkum gait abnormal secara keseluruhan (diambil dari Adam& Victors principles of neurology)
yang menjabarkan perbedaan dilihat dari faktor irama, panjang langkah, jarak antar kedua kaki pas berdiri atau jalan,
dan tanda lainnya yang berkaitan.

Kasus 8
Ada anak di depan komputer, susah ngetik karena salah satu tangannya (dari pergelangan sampe jari) menjuntai,
dia ga bisa mengangkat tangan tersebut. Terus pas dikasih weight band di pergelangan tangannya, baru dia mampu
meluruskan tangan.
Yak, apa nama bekennya? Udah pada pinter lah. Saturday nights syndrome. Kelainan ini terjadi karena ada lesi yang
mengganggu hantaran impuls n. radialis.

Kasus 9 -13
Ada gambar persarafan ekstremitas atas, trus disebutin daerah yang lumpuh. Kita ditanya segmen medulla spinalis
mana aja yang terlibat. Liat gambar di bawah ini aja ya (diambil dari Duus),
Persarafan di seluruh tangan  C5, C6, C7, C8, T1
Persarafan di lengan bawah  C6, C7, C8, T1
Persarafan di telapak dan punggung tangan  C6, C7, C8

By : Kabisat F

Sesi 3
Kasus 1
Tuan A, datang ke IGD dengan keluhan mulut sebelah kiri lebih turun. Ketika bangun tidur di pagi hari, dia pergi ke
kamar mandi dan bercemin. Dia melihat wajahnya tidak simetris, alis sebelah kirinya tidak dapat diangkat, kelopak
mata kirinya tidak dapat ditutup rapat. Telinga kirinya mengalami tinnitus.
Kelainan yang ditemui:
1. Tidak dapat mengangkat alis sebelah kiri (m.frontalis)
2. Tidak dapat menutup rapat mata sebelah kiri (m. orbicularis oculi)
3. Ketika tersenyum mulut sebelah kirinya jatuh (m. orbicularis oris)
Keterangan
Berdasarkan gambaran kelainan yang dialami oleh Tuan A, maka dapat kita simpulkan bahwa kelainannya terjadi
pada n.VII (nervus facialis) tipe perifer.
Ingat yaa,, kalau lesi di n.VII ada 2, tipe sentral dan tipe perifer
- Tipe sentral  kelumpuhan hanya terjadi pada bagian wajah di bawah mata sedangkan bagian atas mata masih
bisa digerakkan
- Tipe perifer  kelumpuhan terjadi pada bagian atas maupun bawah wajah
Kok bisa gitu sih ??
Alasan :
jadi, nervus VII ini unik. Nervus VII dibagi menjadi 2, yang mempersarafi dahi sampai infraorbita (panggil saja si A)
dan yang mempersarafi pipi sampai dagu (panggil saja si B). Si A ketika keluar dari otak langsung bercabang sehingga
dapat mempersarafi secara kontralateral dan ipsilateral. Sedangkan, si B hanya mempersarafi secara kontralateral.
Nah, kalau lesinya terdapat di daerah sebelum nukleus n.VII (tipe sentral) maka bagian atas wajah gak
perlu khawatir karena masih mendapatkan persarafan dari sisi yang lainnya, sedangkan bagian bawah wajah gak
bisa berbuat apa2 karena hanya dipersarafi oleh sisi kontralateralnya..
Terus gimana jadinya kalau lesi terdapat di daerah setelah nukleus ?? bagian atas wajah kan sebelumnya
mendapatkan persarafan dari sisi kontra dan ipsi. Setelah sampai di nukleus, kedua persarafan ini akan bergabung
jadi satu. So kalau lesinya terjadi di sini, otomatis kedua persarafannya terganggu. Akibatnya bagian atas wajah
akan mengalami kelumpuhan. Dan untuk bagian bawah wajah tetap seperti biasa, pasti mengalami kelumpuhan.
Yuk, lihat gambarnya :

Kasus 2
Tuan S, 42 tahun, datang ke rumah sakit dengan kelemahan di tangan dan kaki kirinya sejak 5 jam yang lalu. Mulut
kirinya lebih turun dan bicaranya tidak jelas. Dia juga mengalami kesulitan menelan.
Kelainan yang ditemui:
1. Dapat mengangkat alis secara simetris
2. Dapat menutup matanya rapat dan simetris
3. Ketika tersenyum, mulut kirinya terjatuh (m. orbicularis oculi)
4. Ketika mengangkat pipinya, bagian kiri tidak bergerak (m.buccinator)
Perbedaan kasus pertama dan kedua:
Pada kasus pertama alis sebelah kiri tidak dapat dinaikan sedangkan pada kasus kedua alis masih dapat
dinaikkan
Pada kasus pertama kelopak mata sebelah kiri tidak dapat ditutup sedangkan pada kasus kedua kedua kelopak
matanya dapat ditutup.
Perbedaan kedua kasus ini diakibatkan letak lesi yang berbeda.
 Keterangan kasus 2 :
Seperti penjelasan di atas. Hal ini menunjukkan lesi untuk kasus kedua merupakan lesi n.VII tipe sentral (di
mana bagian atas wajah masih bisa digerakkan)

Kasus 3
Dapat dilihat di video:
- Ketika diminta melihat ke kanan, kedua mata bergerak secara simetris ke kanan.
- Ketika diminta melihat ke kiri, mata kanan bergerak ke kiri, sedangkan mata kiri tidak dapat digerakan.
 Pada kasus ini, otot yang terkena adalah m. Rectus lateralis mata kiri. Nervus yang terkena adalah nervus VI
kiri.

Penjelasan :
Untuk menjawab kelainan pada gerakan bola mata, kita harus ingat nervus kranial yang bertugas, yaitu n. III, IV, dan
VI.
n. IV  medial inferior (walaupun bergerak ke medial inferior tapi nama ototnya malah obliquus superior)
n. VI  lateral
n. III  selain dari lateral dan medial inferior (medial, lateral superior, lateral inferior, dan medial superior)
kemudian tentukan, bola mata mana yang mengalami gangguan (kanan atau kiri). Seperti kasus 3, mata kiri tidak
bisa digerakkan ke arah kiri, artinya mata kiri pasien tidak bisa digerakkan ke arah lateral. Nah, akhirnya kita bisa
menyatakan bahwa yang mengalami kerusakan adalah n.VI pada mata kiri.
Bagaimana kalau seandainya yang tidak bisa digerakkan ke kiri adalah mata kanan ? Maka kita katakan bahwa mata
kanan tidak bisa digerakkan ke arah medial. Artinya, yang rusak adalah n. III dan otot yang rusak adalah m. rectus
medialis.

Kasus 4
Tuan D, 32 tahun, datang ke rumah sakit dengan ptosis mata kiri. Jika dia mencoba mengangkat kelopak mata
sebelah kirinya, dia merasa penglihatannya ganda.
Dari video kita menemukan:
- Ptosis mata kiri
- Ketika dia melihat ke depan, mata kirinya berdeviasi ke lateral (sisi temporal)
- Ketika dia diminta melihat ke kanan, mata kirinya tidak bergerak.
- Ketika dia diminta untuk melihat ke kiri, kedua matanya bergerak secara simetris.
- Ketika dia diminta melihat ke atas dan bawah, kedua matanya bergerak asimetris.
Kesimpulan:
- Ptosis diakibatkan kelumpuhan m. Levator palpebra (artinya terdapat kerusakan pada n.III)
- Untuk menentukan letak lesinya, mari kita gunakan prinsip yang sudah dijelaskan sebelumnya  mata kiri
tidak bisa melihat ke kanan artinya gak bisa ke medial, jadi lesi di n.III mata kiri dan yang rusak adalah m.
rectus medialis.
 Karena n. III mempersarafi banyak otot penggerak bola mata (m. sfingter pupilae dan m. siliaris, m.
rektus superior, inferior, medialis, dan obliqus inferior), maka akan terjadi gangguan pula dalam gerakan
yang diatur oleh otot2 tadi.

Kasus 5
Tuan J, 42 tahun, datang ke rumah sakit dengan penurunan visual acuity (visus) mata kiri.
Ketika melihat video kita menemukan:
- Saat pupil kanan diberi cahaya, maka pupil kiri ikut mengecil  refleks cahaya tidak langsung normal
- Ketika cahaya diberikan ke mata kiri, pupil kiri berdilatasi  refleks cahaya langsung abnormal
Penjelasan :
Jika terjadi gangguan pada refleks cahaya langsung maka yang terganggu adalah n.II (optikus). Namun, jika yang
terganggu tidak hanya refleks cahaya langsung, tetapi juga refleks cahaya tidak langsung, maka yang bermasalah
adalah n.III (okulomotorik).
Untuk kasus 5, karena gangguan terjadi saat refleks cahaya langsung, maka lesi terjadi pada n.II

Kasus 6
Tuan C, 32 tahun, datang ke rumah sakit dengan slurred speech sejak 2 bulan lalu. Dia merasa lidahnya tidak simetris.
Ketika melihat video kita menemukan:
- Ketika lidah dijulurkan berdeviasi ke kanan
- Atropi lidah kanan
- Kekuatan lidah kanan berkurang (di tes)
Penjelasan :
Untuk gerakan lidah, yang bertugas adalah n.XII (hipoglossus). Jika terjadi lesi di n.XII kanan maka otot lidah bagian
kanan akan lemah dan tidak mampu melawan kekuatan dari otot kiri sehingga lidahnya akan mengarah ke kanan,
begitu juga sebaliknya.
Jadi untuk kasus 6, karena lidah berdeviasi ke kanan, artinya n.XII kanan lah yang mengalami kerusakan.
By: Sheli Azalea

Anda mungkin juga menyukai