Pendahuluan
Kesehatan
kerja
merupakan
salah
satu
bidang
kesehatan
masyarakat
memfokuskan perhatian pada masyarakat pekerja baik yang ada di sektor formal maupun
yang berada pada sektor informal. Kesehatan kerja bertujuan agar pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Tujuan tersebut
dicapai dengan usaha-usaha preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja serta
penyakit umum. Kesehatan kerja dapat dicapai secara optimal jika tiga komponen
kesehatan berupa kapasitas dari pekerja, beban kerja dan lingkungan kerja dapat
berinteraksi secara baik dan serasi.1
Pesatnya perkembangan industri beserta produknya memiliki dampak positif
terhadap kehidupan manusia berupa makin luasnya lapangan kerja, kemudahan dalam
komunikasi dan transportasi dan akhirnya juga berdampak pada peningkatan sosial
ekonomi masyarakat. Disisi lain dampak negatif yang terjadi adalah timbulnya penyakit
akibat pajanan bahan-bahan selama proses industri atau dari hasil produksi itu sendiri.
Timbulnya penyakit akibat kerja telah mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia,
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 telah ditetapkan 31 macam
1
penyakit yang timbul karena kerja. Berbagai macam penyakit yang timbul akibat kerja,
organ paru dan saluran nafas merupakan organ dan sistem tubuh yang paling banyak
terkena oleh pajanan bahan-bahan yang berbahaya di tempat kerja. Penyakit akibat kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun
lingkungan kerja.
1 Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
terbagi menjadi dua tipe, yang pertama autoanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan
langsung kepada pasien, yang kedua alloanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan
kepada pihak keluarga, orang tua, atau kerabat selain pasien. Yang termasuk didalam
alloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan
semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. 2
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam anamnesis:
-
Riwayat penyakit
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Rasa sakit di dada kiri / sesak napas
Sejak kapan dirasakan ? apakah sering terjadi ?
Menjalar atau tidak ?
Sakit muncul pada waktu tertentu atau
sepanjang
hari/menetap ?
Sesak dirasakan menetap (berhari-hari) atau hilang timbul
Apakah muncul hanya di tempat kerja
Ada faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya sesak atau
memperberat gejalanya ?
Ada disertai keluhan lain ?
2 Pemeriksaan
2.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan, antara lain :
Tanda-tanda vital (suhu, tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi nadi)
Pemeriksaan fisik paru : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
Umumnya pada pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita penyakit paru
akibat kerja akan didapatkan keluhan irtitsi saluran nafas bagian atas seperti : bersinbersin, iritasi pada mata, hidung, stridor dan gambaran trakeobronkitis. Gejala sistemik
dapat berupa mual, muntah, sakit kepala, kadang-kadang demam, pada keadaan berat
dapat terjadi oedem pulmonum. 2,3
2. Pemeriksaan EKG
2.3 Pemeriksaan tempat kerja
Bila memungkinkan akan jauh lebih baik jika dilakukan survey pada tempat kerja,
yang perlu di nilai adalah tentang pabrik ( bahan baku, proses produksi ,dan hasil
produksi),aspek fisik , kimia, mekanik, ergonomic, biologi, psikososial, data tenaga kerja(
menunjukan jumlah populasi yang terpajan), pelayanan kesehatan yang tersedia, serta
fasilitas pendukung lain nya. 4
3 Pajanan yang dialami
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini
perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang
mencakup:
Jumlah pajanannya
Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
Faktor-faktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain
adalah :
4
Biasanya diperlukan kadar yang tinggi untuk dapat mengalahkan kerja eskalator
silia dengan waktu paparan yang lama biasanya memerlukan waktu paparan
selama 5 tahun.
d. Sifat debu
e. Kerentanan individu
Hal ini sulit diperkirakan karena individu yang berbeda dengan paparan yang
sama akan menimbulkan rekasi yang berbeda. Diperkirakan dalam paparan
terhadap bahan kimia dan debu dapat merusak epitelium saluran nafas, sensitasi
reseptor sensoris sehingga dapat meningkatkan refleks bronkokonstriksi
f. Pembersihan partikel debu
Terdapat dua mekanisme pembersihan partikel debu, yaitu mukosiliaris dan
pengaliran limopatik. Efisiensi mekanisme ini bervariasi tiap individu.
Pembersihan partikel tergantung dari mana partikel tersebut didepositkan. Partikel
yang tertinggal di atas mukus siliaris epitelium, sistem silia akan mendorong
partikel tersebut ke faring, kemudian akan ditelan atau dibatukkan keluar bersama
mukus. Partikel yang tertimbun pada daerah distal, pada saluran nafas yang tidak
mengandung silia dibersihkan lebih lambat, partikel ini akan difagositir oleh
makrofag kemudian dibawa ke saluran nafas yang dilapisis epitel bersilia
sehingga ikut terbang melalui mukus. Sebagian partikel akan tertinggal di
parenkim paru atau dibawa oleh makrofag melalui sistem limfatik.5
lingkungan kerja dan diperiksa apakah pekerja mengaplikasikan pemakaian APD (alat
pelindung diri).2
Patofisiologi penyakit
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, Cor Pulmonale dibagi menjadi 5 fase,
yakni: 8
Fase: 1
Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal
penyakit paru obstruktif menahun (ppom), bronkitis kronis, tbc lama, bronkiektasis dan
sejenisnya. Anamnesa pada pasien 50 tahunbiasanya didapatkan adanya kebiasaan
banyak merokok.
Fase: 2
Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara
lain: batuk lama berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas / mengi, sesak napas
ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum
nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa: hipersonor, suara napas
berkurang, ekspirasi memanjang, ronchi basah dan kering, wheezing. Letak diafragma
rendah dan denyut jantungm lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan
berkurangnya bronchovascular pattern, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi
jantung vertikal.
Fase: 3
Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula berkurangnya
nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik,
disertai sesak dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.
Fase: 4
Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens. Pada
keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.
Fase: 5
Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat.
Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat
kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi
gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis,
hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites.
Kualitatif
Proses kerja pasien berhubungan dengan debu dan polusi di jalanan, ditambah
pasien mungkin sudah bekerja sebagai tukang bakso keliling selama beberapa
tahun, sehingga telah terpajan dengan dalam waktu yang lama.
Observasi tempat dan lingkungan kerja
Pasien tidak menggunakan alat pelindung diri, contohnya masker. Sehingga
terpapar oleh udara polusi dan debu secara terus menerus. Dan waktu istirahat yang
kurang, disebabkan oleh persiapan dan proses berjualan bakso dan memakan cukup
banyak waktu.
6 Peranan factor individu
Meneliti apakah ada faktor individu yang dapat mempercepat atau memperlambat
kemungkinan terjadi penyakit akibat hubungan kerja misalnya: 1,7,9
Etiologi
Banyak bahan (alergen, penyebab terjadinya gejala) di tempat kerja yang bisa
menyebabkan asma karena pekerjaan. Yang paling sering adalah molekul protein
(debu kayu, debu gandum, bulu binatang, partikel jamur) atau bahan kimia lainnya
(terutama diisosianat). Angka yang pasti dari kejadian asma karena pekerjaan tidak
diketahui, tetapi diduga sekitar 2-20% asma di negara industri merupakan asma
karena pekerjaan.
Gambaran Klinis
Gejala biasanya timbul sesaat setelah terpapar oleh alergen dan seringkali berkurang
atau menghilang jika penderita meninggalkan tempat kerjanya. Gejala seringkali
semakin memburuk selama hari kerja dan membaik pada akhir minggu atau hari libur.
10
Beberapa penderita baru mengalami gejalanya dalam waktu 12 jam setelah terpapar
oleh alergen.
Gejalanya berupa: sesak napas, bengek atau mengi, batuk, dan merasakan sesak di
dada.
Diagnosis
Dalam riwayat perjalanan penyakit, biasanya penderita merasakan gejala yang
semakin memburuk jika terpapar oleh alergen tertentu di lingkungan tempatnya
bekerja. Pada pemeriksaan dengan stetoskop akan terdengar bunyi wheezing (bengek,
mengi).
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
Rontgen dada
Tes provokasi bronkial (untuk mengukur reaksi terhadap alergen yang dicurigai)
Pneumonitis Hipersensitif 8
Definisi
Pneumonitis Hipersensitivitas (Alveolitis Alergika Ekstrinsik, Pneumonitis Interstisial
Alergika, Pneumokoniosis Debu Organik) adalah suatu peradangan paru yang terjadi
akibat reaksi alergi terhadap alergen (bahan asing) yang terhirup. Alergen bisa berupa
debu organik atau bahan kimia (lebih jarang). Debu organik bisa berasal dari hewan,
jamur atau tumbuhan.
Etiologi
11
burung
atap
Bahan kimia yang digunakan untuk
membuat
serabut
busa
poliuretan,
batuk
demam
menggigil
sesak
nafas
batuk kering
a.
Rontgen dada
e. Presipitan aspergillus
b.
c.
g.
transtrakeal
d.
Pemeriksaan antibodi
2.3 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Bronkodilator
Aminofilin: Menghilangkan spasme saluran pernafasan Beta 2 adrenergik selektif
(Terbutalin atau Salbutamol ). Berkhasiat vasodilator pulmoner, sehingga
diharapkan dapat menambah aliran darah paru. Dosis obat diatas dapat dilihat di
buku Farmakoterapi. 8
Diuretika
Pemberian diuretika seperti furosemid atau hidroklorotiazid diharapkan dapat
mengurangi kongesti edema dengan cara mengeluarkan natrium dan menurunkan
volume darah. Sehingga pertukaran udara dalam paru dapat diperbaiki, dan
hipoksia maupun beban jantung kanan dapat dikurangi.
Digitalis
Preparat digitalis ( digoxin, cedilanid dan sejenisnya ) perlu diberikan kepada
penderita dengan Gagal Jantung kanan berat.
Nonmedikamentosa
Edukasi perubahan cara kerja
Pengobatan terpenting bagi pasien bisinosi sadalah menyingkirkannya dari
lingkungan kerja yang potensial risiko tinggi.
14
Memberikan edukasi agar pasien menghindari segala jenis polusi udara dan
berhenti merokok.
Latihan pernafasan dengan bimbingan ahli fisioterapi.
Pemeriksaan berkala
Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang
dilakukan oleh dokter. Dilakukan minimal setahun sekali. Tujuan pemeriksaan
kesehatan berkala: 4
Mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja
Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap
tenaga kerja tertentu. Sasaran pemeriksaan kesehatan khusus:
Kor pulmonale pada kasus ini merupakan penyakit akibat kerja dimana penyakit
tersebut yang diperberat karena pekerjaan Tn.IM , riwayat penyakit dahulu yaitu
batuk , riwayat merokok serta sering begadang dan minum kopi untuk
meningkatkan kondisi tubuh karena tuntutan pekerjaannya.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryadi. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007. h. 234-7.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007. h. 135-6.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrta MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h. 947.
4. Baratwidjaja GK, Harjono. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.
5. Darmanto, D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2007.h. 155-8
6. J.M Harrington. Buku saku kesehatan kerja. Edisi ke-3. Jakarta:EGC;2003.h.8793.
7. J.Jeyaratnam,
David
K.
Buku
Jakarta:EGC;2009.h.65-86,351-68.
8. Rahmatullah P. Buku ajar IPD
ajar
jilid
praktik
3.
kedokteran
Edisi
ke-5.
kerja.
Jakarta:
InternaPublishing;2009.h.2287-91.
17
18