A.
ii.
B.
ETIOLOGI
Penyebab utama tidak jelas.
a)
Faktor resiko :
i.
ii.
Preeklampsia
KPD preterm
v.
Kehamilan kembar
vi. Hidramnion
vii. Merokok
viii. Pencandu alkohol
ix. Trombofilia
x.
Pengguna cocain
Faktor pencetus :
i.
ii.
Kecelakaan
C.
iv.
v.
PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua basalis.
Desidua terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium.
Hematoma pada desidua akan menyebabkan separasi dan plasenta tertekan oleh
hematoma desidua yang terjadi.
Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat
kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga menyebabkan terjadinya hematoma
retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas
menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.
Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka uterus tak
mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat
merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah perdarahan
yang keluar ( revealed hemorrhage/perdarahan keluar)
Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage)
Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh
Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban
Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar
D.
KLASIFIKASI
a)
ii.
Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
b)
ii.
MANIFESTASI
a)
Anamnesis.
Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarna
kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang
disertai nyeri perut, uterus tegang perdarahan pervaginan yang banyak, syok dan
kematian janin intra uterin.
b)
Pemeriksaan fisik.
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
c)
Pemeriksaan obstetri.
Nyeritekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai,
denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan
karena tercampur darah.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a)
b)
c)
USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.
G. PENATALAKSANAAN
a)
2.
3.
Gawat janin
maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan
tindakan yang harus segera diambil adalah memasang infus dan
mempersiapkan tranfusi.
b)
PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau
luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera
berakhir.
Setelah
diagnosa
solusio
plasenta
ditegakkan
maka
segera
lakukan
ii.
Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat
merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam
membuka servik)
Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak
SEKSIO SESAR
Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anakTindakan seksio
sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat,
misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3
4 cm. Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan
tindakan seksio sesar pada kasus solusio plasenta.
H. KOMPLIKASI
a)
Koagulopati konsumtif
Koagulopati konsumtif dalam bidang obstetri terutama disebabkan oleh
solusio plasenta. Hipofibrinogenemia ( < 150 mg/dL plasma) yang disertai
dengan peningkatan kadar FDP dan penurunan berbagai faktor pembekuan darah
terjadi pada 30% penderita solusioplasenta berat yang disertai dengan kematian
janin.
Mekanisme utama dalam kejadian ini adalah terjadinya koagulasi
intravaskular akibat masuknyatromboplastin yang berasal dari uterus kedalam
darah dan sebagian kecil merupakan akibat dari pembekuan darah retroplasenta.
Akibat penting dari terjadinya koagulasi intravaskular adalah aktivasi
plasminogen menjadi plasmin yang diperlukan untuk melakukan lisis
mikroemboli dalam mekanisme untuk menjaga keutuhan mikrosirkulasi.
Hipofibrinogenemia berat tidak selalu bersamaan dengan trombositopenia,
trombositopenia umumnya baru terjadi setelah tranfusi darah yang berulang.
Hipofibrinogenemia jarang terjadi pada keadaan dimana solusio plasenta
tidak disertai dengan kematian janin intra uterin.
b)
Gagal ginjal
Gagal ginjal akut sering terlihat pada solusio plasenta berat dan sering
disebabkan oleh penanganan renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang
memadai. Drakeley dkk (2002) menunjukkan bahwa penelitian terhadap 72
orang wanita dengan gagal ginjal akut, 32 kasus disebabkan oleh solusio
plasenta
Gangguan perfusi renal yang berat disebabkan oleh perdarahan pasif. 75%
kasus gagal ginjal akut akibat nekrosis tubuler akut bersifat tidak permanen
Lindheimer dkk (2000) nekrosis kortikal akut dalam kehamilan selalu
disebabkan oleh solsuio plasenta
c)
Uterus couvelaire
Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus
yang disebut sebagai uterus couvelair.
PROGNOSIS
Mortalitas maternal 0.5 5% dan sebagian besar disebabkan gagal ginjal
atau gagal kardiovaskular. Pada solusio plasenta berat, mortalitas janin mencapai
50 80% Janin yang dilahirkan memiliki morbiditas tinggi yang disebabkan
oleh hipoksia intra uterin, trauma persalinan dan akibat prematuritas.
PENGKAJIAN
a) Biodata.
Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta antara
lain:
1.
Nama.
Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan
merupakan identitas untuk membedakan dengan pasien lain dan
menghindari kemungkinan tertukar nama dan diagnosa penyakitnya.
2.
Jenis kelamin.
Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah dan
mengalami kehamilan.
3.
Umur.
Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45 tahun)
karena terjadi penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi hormon
(estrogen) pada masa menopause.
4.
Pendidikan.
Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena
mereka tidak mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab
gangguan kehamilan.
5.
Alamat.
Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan
kesehatan, karena mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan
pemeriksaan untuk kehamilan.
6.
Riwayat persalinan.
Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah
mengalami pelepasan plasenta.
7.
Status perkawinan.
Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan
(KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan.
8.
Agama.
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai
memudahkan dalam memberikan bimbingan kegamaan.
9.
Nama suami.
Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan
dan memberi persetujuan dalam perawatan.
10. Pekerjaan.
Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan
selama istrinya dirawat.
b) Keluhan utama
1.
2.
Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah
dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim
tegang.
3.
2.
PEMRIKSAAN FISIK
a) Keadaan umum
i.
vi. Abdomen
1.
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat
linea alba dan ligra
2.
3.
vii. Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang
merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.
viii. Ekstimitas
3.
1.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas .
b) Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke
plasenta berkurang .
c) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai
terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus .
d) Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang dialami .
e) Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan .
f)
4.
INTERVENSI KEPERAWATN
a) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka pucat, lemas.
Tujuan : suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi
Kriteria hasil : Conjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak
pucat, tida lemas.
Intervensi
1.
2.
3.
5.
6.
7.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.
4.
5.
6.
f)
2.