Anda di halaman 1dari 16

ASKEP IBU DENGAN SOLUSIO PLASENTA

A.

PENGERTIAN SOLUSIO PLASENTA


Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat melekatnya yang normal
pada uterus sebelum janin dilahirkan. (Winkjosastro,2002)
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal
terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan
28 minggu. (Mochtar,1998)
Menurut Manuaba,1998. Batasan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta
sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester III.
Angka kejadian 1 : 80 persalinan ; Solusio plasenta berat angka kejadian = 1 :
500 750 persalinan
Terdapat 2 jenis perdarahan yang terjadi :
i.

Jenis perdarahan tersembunyi (concealed) : 20%

ii.

Jenis perdarahan keluar (revealed) : 80%


Pada jenis tersembunyi, perdarahan terperangkap dalam cavum uteri
[hematoma retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat terlepas,
komplikasi yang diakibatkan biasanya sangat berat dan 10% disertai dengan
Disseminated Intravascular Coagulation.
Pada jenis terbuka, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya
sebagian dari plasenta yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan
umumnya tidak berat.
Kadang-kadang, plasenta tidak lepas semua namun darah yang keluar
terperangkap dibalik selaput ketuban (relativelly concealed) 30% perdarahan
antepartum disebabkan oleh solusio plasenta.

B.

ETIOLOGI
Penyebab utama tidak jelas.
a)

Faktor resiko :
i.

Peningkatan usia dan paritas

ii.

Preeklampsia

iii. Hipertensi kronis


iv.

KPD preterm

v.

Kehamilan kembar

vi. Hidramnion
vii. Merokok
viii. Pencandu alkohol
ix. Trombofilia
x.

Pengguna cocain

xi. Riwayat solusio plasenta


xii. Mioma uteri
b)

Faktor pencetus :
i.

Versi luar atau versi dalam

ii.

Kecelakaan

iii. Trauma abdomen

C.

iv.

Amniotomi ( dekompresi mendadak )

v.

Lilitan talipusat - Tali pusat pendek

PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua basalis.
Desidua terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium.
Hematoma pada desidua akan menyebabkan separasi dan plasenta tertekan oleh
hematoma desidua yang terjadi.
Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat
kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga menyebabkan terjadinya hematoma
retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas
menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.

Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka uterus tak
mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat
merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah perdarahan
yang keluar ( revealed hemorrhage/perdarahan keluar)
Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage)

Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh

Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput ketuban masih


menempel dengan baik pada dinding uterus

Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban

Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar

Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga menyebabkan uterus


couvellair

D.

KLASIFIKASI
a)

Menurut derajat lepasnya plasenta :


i.

Solusio plasenta partsialis


Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari tepat pelekatnya.

ii.

Solusio plasenta totalis


Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.

iii. Prolapsus plasenta

Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
b)

Menurut derajat solusio plasenta dibagi menjadi :


i.

Solusio plasenta ringan.


Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang
tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginan berwarna
kehitaman dan sedikit. Perut terasa agk sakit atau terus menerus agak
tegang. Bagian janin masih mudah diraba.

ii.

Solusio plasenta sedang.


Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat
timbul perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu
perdarahan pervaginan. Dinding uterus teraba tegang.

iii. Solusio plasenta berat.

Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita


shock.
E.

MANIFESTASI
a)

Anamnesis.
Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarna
kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang
disertai nyeri perut, uterus tegang perdarahan pervaginan yang banyak, syok dan
kematian janin intra uterin.

b)

Pemeriksaan fisik.
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.

c)

Pemeriksaan obstetri.
Nyeritekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai,
denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan
karena tercampur darah.

F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a)

Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu


protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen,
dan elektrolit plasma.

b)

Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.

c)

USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.

G. PENATALAKSANAAN
a)

Tindakan gawat darurat


Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta
bertambah luas yang manifestasinya adalah :
1.

Perdarahan bertambah banyak

2.

Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi

3.

Gawat janin
maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan
tindakan yang harus segera diambil adalah memasang infus dan
mempersiapkan tranfusi.

b)

PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau
luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera
berakhir.
Setelah

diagnosa

solusio

plasenta

ditegakkan

maka

segera

lakukan

amniotomidengan tujuan untuk :


i.

Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan


mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam
sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC).

ii.

Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat
merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam
membuka servik)
Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak

segera diikuti dengan tanda-tanda persalinan.


c)

SEKSIO SESAR
Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anakTindakan seksio
sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat,
misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3
4 cm. Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan
tindakan seksio sesar pada kasus solusio plasenta.

H. KOMPLIKASI
a)

Koagulopati konsumtif
Koagulopati konsumtif dalam bidang obstetri terutama disebabkan oleh
solusio plasenta. Hipofibrinogenemia ( < 150 mg/dL plasma) yang disertai
dengan peningkatan kadar FDP dan penurunan berbagai faktor pembekuan darah
terjadi pada 30% penderita solusioplasenta berat yang disertai dengan kematian
janin.
Mekanisme utama dalam kejadian ini adalah terjadinya koagulasi
intravaskular akibat masuknyatromboplastin yang berasal dari uterus kedalam
darah dan sebagian kecil merupakan akibat dari pembekuan darah retroplasenta.
Akibat penting dari terjadinya koagulasi intravaskular adalah aktivasi
plasminogen menjadi plasmin yang diperlukan untuk melakukan lisis
mikroemboli dalam mekanisme untuk menjaga keutuhan mikrosirkulasi.
Hipofibrinogenemia berat tidak selalu bersamaan dengan trombositopenia,
trombositopenia umumnya baru terjadi setelah tranfusi darah yang berulang.
Hipofibrinogenemia jarang terjadi pada keadaan dimana solusio plasenta
tidak disertai dengan kematian janin intra uterin.

b)

Gagal ginjal
Gagal ginjal akut sering terlihat pada solusio plasenta berat dan sering
disebabkan oleh penanganan renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang
memadai. Drakeley dkk (2002) menunjukkan bahwa penelitian terhadap 72
orang wanita dengan gagal ginjal akut, 32 kasus disebabkan oleh solusio
plasenta
Gangguan perfusi renal yang berat disebabkan oleh perdarahan pasif. 75%
kasus gagal ginjal akut akibat nekrosis tubuler akut bersifat tidak permanen
Lindheimer dkk (2000) nekrosis kortikal akut dalam kehamilan selalu
disebabkan oleh solsuio plasenta

c)

Uterus couvelaire
Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus
yang disebut sebagai uterus couvelair.

Ekstravasasi dapat terlihat pada pangkal tuba, ligamentum latum atau


ovarium. Jarang menyebabkan gangguan kontraksi uterus, jadi bukan merupakan
indikasi untuk melakukan histerektomi
d)

PROGNOSIS
Mortalitas maternal 0.5 5% dan sebagian besar disebabkan gagal ginjal
atau gagal kardiovaskular. Pada solusio plasenta berat, mortalitas janin mencapai
50 80% Janin yang dilahirkan memiliki morbiditas tinggi yang disebabkan
oleh hipoksia intra uterin, trauma persalinan dan akibat prematuritas.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.

PENGKAJIAN
a) Biodata.
Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta antara
lain:
1.

Nama.
Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan
merupakan identitas untuk membedakan dengan pasien lain dan
menghindari kemungkinan tertukar nama dan diagnosa penyakitnya.

2.

Jenis kelamin.
Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah dan
mengalami kehamilan.

3.

Umur.
Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45 tahun)
karena terjadi penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi hormon
(estrogen) pada masa menopause.

4.

Pendidikan.
Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena
mereka tidak mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab
gangguan kehamilan.

5.

Alamat.
Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan
kesehatan, karena mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan
pemeriksaan untuk kehamilan.

6.

Riwayat persalinan.
Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah
mengalami pelepasan plasenta.

7.

Status perkawinan.
Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan

(KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan.
8.

Agama.
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai
memudahkan dalam memberikan bimbingan kegamaan.

9.

Nama suami.
Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan
dan memberi persetujuan dalam perawatan.

10. Pekerjaan.
Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan
selama istrinya dirawat.
b) Keluhan utama
1.

Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri

2.

Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah
dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim
tegang.

3.

Perdarahan yang berulang-ulang.

c) Riwayat penyakit sekarang.


Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah
yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas
dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis
atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil
(hydroamnion gameli) dll.
d) Riwayat penyakit masa lalu.
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi,
tali pusat pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.
e) Riwayat psikologis.
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak
mengetahui asal dan penyebabnya.

2.

PEMRIKSAAN FISIK
a) Keadaan umum
i.

Kesadaran : composmetis s/d coma

ii. Postur tubuh : biasanya gemuk


iii. Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
iv. Raut wajah : biasanya pucat
b) Tanda-tanda vital
i.

Tensi : normal sampai turun (syok)

ii. Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)


iii. Suhu : normal / meningkat (> 370 c)
iv. RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
c) Pemeriksaan cepalo caudal
i.

Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut


biasanya rontok / tidak rontok.

ii. Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma


iii. Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
iv. Mata : conjunctiva anemis
v.

Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da dangkal,


hiperpegmentasi aerola.

vi. Abdomen
1.

Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat
linea alba dan ligra

2.

Palpasi rahim keras, fundus uteri naik

3.

Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.

vii. Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang
merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.
viii. Ekstimitas

Akral dingin, tonus otot menurun.


d) pemeriksaan penunjang

3.

1.

Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.

2.

USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas .
b) Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke
plasenta berkurang .
c) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai
terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus .
d) Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang dialami .
e) Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan .
f)

Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya


berhubungan dengan kurangnya informasi .

4.

INTERVENSI KEPERAWATN
a) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka pucat, lemas.
Tujuan : suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi
Kriteria hasil : Conjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak
pucat, tida lemas.
Intervensi
1.

Bina hubungan saling percaya dengan pasien.


Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan

2.

Jelaskan penyebab terjadi perdarahan.


Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami

3.

Monitor tanda-tanda vital.


Rasional : tensi, nadiyang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi

menunjukkan gangguan sirkulasi darah.


4.

Kaji tingkat perdarahan setiap 15 30 menit.


Rasional : mengantisipasi terjadinya syok

5.

Catat intake dan output.


Rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
penurunan fungsi ginjal.

6.

Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik.


Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang
hilang akiba perdarahan.

7.

Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah.


Rasional : tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang
akibat perdarahan.

b) Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan dengan perfusi darah ke


placenta berkurang.
Tujuan : tidak terjadi fetal distress
Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya
pergerakan bayi,bayi lahir selamat.
Intervensi
1.

Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada ibu.


Rasional : kooperatif pada tindakan

2.

Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi kiri.


Rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah kejantung
menurun sehingga terjadi perfusi jaringan.

3.

Observasi tekanan darah dan nadi klien.


Rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pad
sindroma vena cava sehingga klien harus di monitor secara teliti.

4.

Oservasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin.


Rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen
dalam janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung janin.

5.

Berikan O2 10 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda fetal


distress.
Rasional : meningkat oksigen pada janin.

c) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uteres ditandai


terjadi distrensi uterus, nyeri tekan uterus.
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri
Kriteria hasil :Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi
nyeri,Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
Intervensi
1.

Jelaskan penyebab nyeri pada klien.


Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif
terhadap tindakan

2.

Kaji tingkat nyeri.


Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.

3.

Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri.Tarik nafas


panjang (dalam) melalui hidung dan meng-hembuskan pelan-pelan
melalui mulut.
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang
dirasakan.

4.

Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan).


Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.

5.

Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung.


Rasional : memberi dukungan mental.

d) Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang dialami.


Tujuan : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klie tidak gelisah.
Intervensi
1.

Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.


Rasional : dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi
beban pikiran.

2.

Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin.


Rasional : mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.

3.

Beri penjelasan tentang kondisi janin.


Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.

4.

Beri informasi tentang kondisi klien.


Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.

5.

Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat.


Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien

6.

Anjurkan klien untuk berdoa kepada Tuhan.


Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang
kondisi yang dilami.

7.

Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan.


Rasional : penderita kooperatif.

e) Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil : Perdarahan berkurang,Tanda-tanda vital normal,Kesadaran
kompos metic .
Intervensi
1.

Kaji perdarahan setiap 15 30 menit.


Rasional : mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.

2.

Monitor tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila normal

observasi dilakukan setiap 30 menit.


Rasional : mengetahui keadaan pasien
3.

Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, menguap terus keringat dingin,


kepala pusing.
Rasional : menentkan intervensi selanjutnya dan mencegah syok
sedini mungkin

4.

Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.


Rasional : mengetahui perdarahan yang tersembunyi

5.

Catat intake dan output.


Rasional : produksi urine yang kurang dari 30 ml/jam merupakan
penurunan fungsi ginjal.

6.

Berikan cairan sesuai dengan program terapi.


Rasional : mempertahanka volume cairan sehingga sirkulasi bisa
adekuat dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.

f)

Kurangnya pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya


berhubungan dengan kurangnya informasiTujuan : penderita dapat mengerti
tentang penyakitnya.Kriteria hasil : dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan penyakitnya.
Intervensi
1.

Kaji tingkat pengetahuan penderita tentang keadaanya.


Rasional : menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.

2.

Berikan penjelasan tentang kehamilan dan tindakan yang akan


dilakukan :
a) Pengetahua tentang perdarahan antepartum.
b) Penyebab
c) Tanda dan gejala
d) Akibat perdarahan terhadap ibu dan janine. Tindakan yang mungkin
dilakukan.
Rasional : penderita mengerti dan menerima keadaannya serta
pederita menjadi kooperatif.

Anda mungkin juga menyukai