Sirosis Hepatis
Sirosis Hepatis
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
170 juta orang terinfeksi kronis VHC dan berisiko menjadi sirosis hepatis dan/atau
kanker hati. Infeksi kronis VHC terjadi pada 70-80% pasien dan sekitar 20%
pasien infeksi kronis VHC akan berkembang menjadi sirosis dalam 20 tahun.
Menurut data WHO (2008), pasien dengan infeksi kronis virus hepatitis B
sekitar 25% akan meninggal karena kanker hati atau sirosis karena infeksi kronis
yang dialaminya semenjak anak-anak.
Penyebab sirosis hepatis di Indonesia terutama akibat infeksi virus
hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus
hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30- 40%,
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis
hepatis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya
Risiko sirosis pada pasien dengan infeksi hepatitis C kronik dapat diperburuk oleh
konsumsi alkohol yang berlebihan (Nurdjannah, 2009).
Hati sangat terganggu dengan masuknya zat alkohol (metanol dan etanol)
ke dalam tubuh karena alkohol yang masuk akan dieliminasi oleh hati. Konsumsi
alkohol dapat memperberat kerja hati dan merusak fungsi hati secara perlahan dan
terus menerus. Keadaan ini dapat menjadi lebih parah dan berkembang menjadi
sirosis hepatis. Jika penggunaan alkohol dihentikan, hepatitis alkoholik akan
perlahan-lahan membaik dalam beberapa minggu, kadang-kadang tanpa gejala
sisa permanen tetapi sering dengan sirosis sisa. (Mukherjee, 2011)
Patogenesis sirosis hepatis terjadi melalui tiga situasi : (1) sebagai respon
imun, dimana virus hepatitis adalah contoh agen yang menyebabkan sirosis
melalui keadaan ini, (2) sebagai bagian dari proses penyembuhan luka dan (3)
sebagai respon terhadap agen yang memicu fibrogenesis primer, agen tertentu
seperti etanol dalam alkohol dapat menyebabkan fibrogenesis primer dengan
secara langsung meningkatkan transkripsi gen kolagen sehingga meningkatkan
jumlah jaringan ikat yang diekskresikan oleh sel.
Pada saat ini perangkat prognostik yang dipakai untuk menentukan angka
harapan hidup dan tingkat keparahan pasien sirosis hepatis adalah menggunakan
sistem skor, yaitu : skor Mayo End-Stage Liver Disease (MELD), skor Maddreys
Discriminant Function (MDF) dan skor ChildPugh. Sampai saat ini skor ChildPugh yang dianggap sebagai prediktor yang valid dalam meprediksi tingkat
keparahan dan ketahanan hidup pada pasien sirosis hepatis (Doubatty, 2009).
Hal ini merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengetahui
kecenderungan progresivitas penyakit hati viral dan non-viral. Dengan
mengetahui hubungan penyakit hati viral dan non-viral dengan tingkat keparahan
sirosis hepatis maka tenaga kesehatan dapat mengetahui kemungkinan perjalanan
penyakit hati viral atau non-viral untuk menjadi sirosis hepatis juga mengetahui
keparahan penyakitnya
1.2 Definisi
Sirosis Hepatis didefinisikan sebagai suatu perubahan arsitektur jaringan
hati yang ditandai dengan regenerasi nodular yang bersifat difus dan dikelilingi
oleh septa - septa fibrosis. Perubahan struktur tersebut dapat mengakibatkan
peningkatan aliran darah portal, disfungsi sintesis hepatosit, serta meningkatkan
resiko karsinoma hepatoseluler (KHS). (Tanto, 2014)
1.3 Epidemiologi
Prevelensi sirosis hepatis sulit untuk dinilai karena stadium awalnya
bersifat asimtomatis. Namun, sirosis tercatat sebagai penyakit kematian ke-14
tersering pada dewasa di dunia, dengan angka kematian sekitar 1,04 juta jiwa per
tahun. Sirosis juga menjadi indikasi utama untuk 5.00 kasus transplantasi hepar
per tahun di negara maju. (Tanto, 2014)
1.4 Patofisiologi dan Komplikasi Sirosis
Secara garis besar, komplikasi sirosis hepatis terjadi akibat :- (Tanto, 2014)
1. Hipertensi portal dan kondisi hiperdinamis
2. Insufisiensi hati
Selain
itu,
sirosis
hepatis
(bersama
dengan
etiologinya)
dapat
menjadi hipersplenisme)
Terjadi aliran darah balik dan terbentuk pirau (shunt) dari sistem porta
ke pembuluh darah sistemik. Aliran portosistemik akan menurunkan
kemampuan
metabolisme
mengakibatkan
hati,
hiperamonemia.
fungsi
Kendati
retikuloendotelial
demikian,
dan
kolateral
vasodilatasi
spanikus
dan
peningkatan
aliran
darah
lainya. Diduga terjadi karena gangguan sistem imunitas lokal dan sistemik.
Ensefalopati hepatikum, terjadi akibat hiperammonemia
Komplikasi lainya : sindrom hepatopulmonal, hipertensi portopulmonal,
dan kardiomiopati.
2. Insufisiensi Hati
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati,
antara lain :- (Tanto, 2014)
Gangguan fungsi sintesis
Gangguan fungsi ekskresi
Gangguan fungsi metabolisme
1.5 Manifestasi Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada saat
pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
awal sirosis (kompenata) meliputi mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki- laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil, ginekomastia, dan hilangnya dorongan
seksualitas (Nurdjanah, 2009).
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak terlalu tinggi. Mungkin disertai
adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan / atau
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi sampai koma ( Nurdjanah, 2009)
mengecil. Jika hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali, akibat terjadinya kongestif arteri lienalis karena hipertensi
porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
yang berat.
Eritema Palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
androstenedion.
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tanggan , dorsofleksi tangan.
1.6 Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin
bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,
laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini
penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium, dan
USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau peritoneokopi
karena sulit membedakan hepatis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini
( Nurdjanah, 2009).
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi (Nurdjanah, 2009).
Menghitung body mass index (BMI), tinggi dan berat badan pasien
sebaiknya diketahui, karena pasien dengan keadaan overweight atau
obesitas beresiko mengalami non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD).
Dan pasien yang terinfeksi hepatitis C kronik, NAFLD sangat
Peningkatan
transpeptidase.
Bilirubin, konsentrasimya bia normal pada sirosis hati kompensata, tapi
SGOT,
SGPT,
Alkali
Fosfotase,
Gamma-glutamil
b. Pemeriksaan Radiologis
10
Selain itu juga dapat menilai adanya asites, splenomegali, thrombosis vena
porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
c. Biopsi hepar, sebagai gold standard dalam penegakan diagnoa sirosis hepatis.
d. Gastroskopi pada pasien sirosis hepatis dilakukan untuk mencari adanya varises
pada esofagus dan gaster (Dupas, Fagniez & Pallazo, 2006)
1.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari sirosis hepatis adalah sebagai berikut:
a. Budd-Chiari Syndrome, gangguan yang disebabkan oleh obstruksi
aliran vena hepatica pada level venule hepatica besar, dan vena
cava inferior. Gejalanya : nyeri abdomen, diare, dan adanya asites
progresif.
b. Thrombosis vena porta, adanya thrombus pada vena porta sehingga
menyebabkan terjadinya penyumbatan paa vena porta. Gejalanya:
splenomegali, asites dan variceal bleeding.
c. Idiopathic portal HTN (hepatoportal sclerosis), kelainan ini
disebabkan oleh adanya sklerosis pada vena porta. Gejalanya:
splenomegali,variceal bleeding yang berulang dan asites.
d. Nodular regenerative hyperplasia, adanya gangguan pada parenkim
hepar yang ditandai adanya multiple nodul berukuran kecil pada
parenkim hepar. Gejalanya: distensi abdomen, sites, splenomegali,
kehilangan berat badan, mudah lelah (BMJ, 2014).
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sirosis hepatis umumnya memiliki prinsip ( Sutadi, 2003):
1. simptomatis
2. suportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
11
Terapi
-
Dosis
Tirah Baring
Diet rendah garam
12
100-200 mg sekali
spironolacton, bila
respon
tidak
adekuat
dikombinasikan
-
dengan furosemide
Parasintesis
bila
pemberian albumin
Retriksi cairan
Direkomendasikan
jika
Laktulosa
mL
sampai
2-4
kali
BAB/
hari
dan
perbaikan
-
Neomisin
enema
mental
4-12 g
status
oral/hari
Propanolol
refrakter laktulosa
40-80 mg oral 2
kali/hari
Isosorbid
mononitrat
20 mg oral 2 kali/
hari
13
Saat
perdarahan
akut
diberikan
somatostatin
atau
okreotid diteruskan
skleroterapi
Peritonitis
bacterial
spontan (PBS)
atau
ligase endoskopi
Pasien
asites
dengan jumlah sel
PMN > 250 mm3
mendapat
profilaksis
untuk
mencegah
PBS
dengan Cefotaxime
-
dan albumin
Albumin
2 g IV tiap 8 jam
1.5 g per kg IV
dalam 6 jam, 1 g
Norfloksasin
per kg IV hari ke 3
400 mg oral 2 kali/
hari untuk terapi,
400
mg
oral
kali/hari selama 7
hari
untuk
perdarahan
gastrointestinal, 400
mg
-
Trimethropim/
sulfamethoxazole
oral
perhari
untuk profilaksis
1 tablet oral/ hari
untik profilaksis, 1
tablet oral 2 kali/
hari selama 7 hari
untuk
perdarahan
14
gastrointestinal.
Sindrim hepatorenal (HRS)
Transjugular
intrahepatic
hipertensi
porta
dan
memperbaiki
HRS,
serta
menurunkan
perdarahan gastrointestinal.
Bila terapi medis gagal
dipertimbangkan
transplantasi
merupakan
untuk
hati
terapi
definitive.
1.9 Komplikasi
Komplikasi Sirosis Hepatis diantaranya adalah (Soetomenggolo,2015):
1. Hipertensi Portal
Hipertensi portal merupakan peningkatan hepatic venous pressure gradient
(HVPG) lebih dari 5 mmgHg. Hipertensi porta merupakan suatu sindroma
yang sering terjadi apabila perbedaan tekanan pada vena porta dan vena cava
inferior adalah diatas 10-12 mmHg. Hipertensi porta juga dapat terjadi akibat
adanya peningkatan resistensi intrahepatik terhadap aliran darah porta (karena
adanya nodul degenerative) dan peningkatan aliran darahsplanchnic sekunder
(akibat vasodilatasi pada splanchnic vascularbed).
2. Asites
Penyebab asites yang paling sering pada pasien sirosis hepatis adalah hipertensi
portal. Selain hipertensi portal, asites juga dapat disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan disfungsi ginjal
yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum.
15
3.Varises Gastroesofagus
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang palin penting.
Pecahnya varises esofagus mengakibatkan perdarahan varises yang dapat
menjadi
fatal.
Diagnosa
varises
esofagus
dapat
ditegakkan
dengan
16
tidurnya
berubah,
atensinya
mengurang,
depresi,
kelainan
mental/perilaku
seperti,
mengantuk,
letargi,
perubahan
17
1.10 Prognosis
Prognosis dari pasien sirosis hepatis sangan bergantung pada sebab dan
penanganan etiologi yang mendasari sirosis hepatis tersebut. Untuk sirosis
hepatis kompensata saja, angka kesintasan selama 10 tahun diperkirakan
sekitar 90%, namun terjadinya dekompensata dalam 10 tahun tersebut
meningkat 50%. Sementara itu, angka kejadian sirosis hepatis stadium
kompensata dilaporkan konstan 3% pertahun dan berkorelasi dengan
prognosis yang buruk (Malau, 2012).
BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
No. Reg. RS
: 00.96.42.21
ANAMNESIS PRIBADI
Nama
: Syaiful
Umur
: 49 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Sudah Menikah
18
Pekerjaan
: Wiraswasta
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Alamat
ANAMNESIS
Autoanamnese
Alloanamnese
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama
Muntah Darah
Deskripsi
RPT
:-
RPO
:-
19
Jantung
Saluran Pernapasan
Saluran Pencernaan
Sesak Napas
:-
Edema
:+
Angina Pectoris
:-
Palpitasi
:-
Lain-lain
:-
Batuk-batuk
:-
Asma, bronkitis
:-
Dahak
:-
Lain-lain
:-
Nafsu Makan
Penurunan BB
10
kg
dalam
2 bulan
ini
Keluhan Menelan
:-
Keluhan Defekasi
:BAB
hitam
(+)
Saluran Urogenital
Keluhan Perut
:-
Lain-lain
:-
Buang
:air
kecil : -
tersendat
Endokrin
Saraf Pusat
Mengandung Batu
:-
Keadaan Urin
:-
Haid
:-
Lain-lain
:-
Sakit pinggang
:-
Keterbatasan Gerak
:-
Keluhan Persendian
:-
Lain-lain
:-
Haus/Polidipsi
:-
Gugup
:-
Poliuri
:-
Perubahan Suara
:-
Polifagi
:-
Lain-lain
:-
Sakit Kepala
:+
Hoyong
:+
20
Darah
dan
Pembuluh Pucat
Lain-lain
:-
:+
Perdarahan
:-
:-
Purpura
:-
Lain-lain
:-
Lain-lain
:-
darah
Petechiae
Sirkulasi Perifer
Claudicatio Intermitten
:-
Keadaaan Penyakit
Sensorium
: Compos Mentis
Pancaran wajah
: Lemah
Tekanan darah
Sikap Paksa
:-
Nadi
Reflek fisiologis
: +/+
Pernapasan
: 20 x/i
Reflek patologis
:-
Temperatur
: 37,1 (axila)
Anemia
(+)
Ikterus
(+)
Dispnu
(-)
Sianosis
(-)
Edema
(+)
Purpura
(-)
21
Keadaan Gizi :
BW =
BB
x 100 % = 100 %
(TB-100)
BW = 100 %
IMT = 23,43 kg/m2 (overweight)
KEPALA :
Mata
: Ko
Telinga
Hidung
Mulut
: Lidah
Gigi geligi
Tonsil/faring
22
LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris fusiformis
Pergerakan
Nyeri tekan
:-
Fremitus suara
Iktus
:-
Palpasi
Perkusi
Paru
Peranjakan
: 1 cm
Jantung
Batas atas jantung
ICR IV-V
Batas kanan jantung
23
Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan
Suara tambahan
:-
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 >A1, desah sistolis (-), desah
diastolis (-), HR : 100 x/i, reguler, intensitas cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi
: Simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
Bentuk
: Simetris membesar
Gerakan lambung/usus
:-
Vena kolateral
:-
Caput medusae
:-
24
Dinding Abdomen
: Soepel
Undulasi
: (+)
Hati
:
Pembesaran
: (-)
Permukaan
: (-)
Pinggir
: (-)
Nyeri tekan
: (-)
Pembesaran
: + Schuffner : 2
Ballotement
: (-)
Uterus/ Ovarium
: TDP
Tumor
: (-)
Limfa:
Ginjal
Perkusi
Pekak hati
: (-)
Pekak beralih
: (+)
Auskultasi
25
Peristaltik usus
: Normoperistaltik
Lain-lain
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri/kanan (-)
INGUINAL
GENITALIA LUAR
: Tdp
Kanan
Edema
: +
Arteri Femoralis
: +
: +
: +
Refleks KPR
: +
Refleks APR
: +
Refleks Fisiologis
: +
26
Refleks Patologis
: -
Lain-lain
: -
Deformitas Sendi
:-
Lokasi
:-
Jari tabuh
:-
:-
:-
Sianosis
:-
Eritema palmaris
:-
Lain-lain
:-
: 6,5 g%
Kemih
Warna
Tinja
kuning Warna
: hitam
jernih
Eritrosit
: 2,44 x 106/mm3
Protein
: (-)
Konsistensi
: keras
Leukosit
: 15,9 x 103/mm3
Reduksi
: (-)
Eritrosit
: (-)
Trombosit
: 90.000/mm3
Bilirubin
: (-)
Leukosit
: (-)
Ht
: 19,4 %
Urobilinogen
: (+)
Amoeba/Kista : (-)
Hitung jenis :
Sedimen
Eosinofil : -
Eritrosit : 0-1/lpb
Ascaris
Basofil
Ankylostoma : (-)
:-
: (-)
27
Neutrofil : 79,4%
Epitel
: 5-7 /lpb
Limfosit : 12,10 %
T. trichiura
: (-)
Kremi
: (-)
Monosit : LFT :
Albumin : 2,4g/dL
RESUME
Keadaan Umum :
Telaah
Hematemesis
: normal
28
PEMERIKSAAN FISIK
Darah :
Urin :
Hb : 11,20 g%
Trombosit :90.000/mm3
Hematokrit : 19.4%
Limfosit : 12.10%
Netrofil : 79,40%
- Penyakit Kronis
- Defisiensi Besi
- Def. Asam Folat
- Def. B12
PSMBA ec Varices Esophagus dd Ulkus Bleeding dd
DIAGNOSA
SEMENTARA
29
Darah Lengkap
Urinalisis
Feses rutin
LFT/RFT
USG Abdomen
Gastroskopi
Albumin
30
Bleeding time