Anda di halaman 1dari 30

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang


Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Lebih dari
40% pasien sirosis hepatis asimptomatik dan sering ditemukan pada waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2009).
Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian.
Sementara di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar
ketiga pada pasien yang berusia 45- 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Angka kejadian sirosis hepatis dari hasil otopsi sekitar 2,4% di negara
Barat, sedangkan di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk dan
menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun (Nurdjanah, 2009).
Kejadian di Indonesia menunjukkan bahwa pria lebih banyak dari wanita
(2,4-5:1). Walaupun belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatis di
Indonesia, namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di
Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien
yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien
penyakit hati yang dirawat di bangsal. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian
penyakit dalam (Nurdjannah, 2009).
Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatitis C (26%), penyakit hati
alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik
(18%), hepatitis B yang bersamaan dengan hepatitis D (15%) dan penyebab lain
(5%) (Nurdjannah, 2009). Data WHO (2008) menyebutkan bahwa diperkirakan 34 juta orang terinfeksi dengan virus hepatitis C (VHC) setiap tahun. Sekitar 130-

170 juta orang terinfeksi kronis VHC dan berisiko menjadi sirosis hepatis dan/atau
kanker hati. Infeksi kronis VHC terjadi pada 70-80% pasien dan sekitar 20%
pasien infeksi kronis VHC akan berkembang menjadi sirosis dalam 20 tahun.
Menurut data WHO (2008), pasien dengan infeksi kronis virus hepatitis B
sekitar 25% akan meninggal karena kanker hati atau sirosis karena infeksi kronis
yang dialaminya semenjak anak-anak.
Penyebab sirosis hepatis di Indonesia terutama akibat infeksi virus
hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus
hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30- 40%,
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis
hepatis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya
Risiko sirosis pada pasien dengan infeksi hepatitis C kronik dapat diperburuk oleh
konsumsi alkohol yang berlebihan (Nurdjannah, 2009).
Hati sangat terganggu dengan masuknya zat alkohol (metanol dan etanol)
ke dalam tubuh karena alkohol yang masuk akan dieliminasi oleh hati. Konsumsi
alkohol dapat memperberat kerja hati dan merusak fungsi hati secara perlahan dan
terus menerus. Keadaan ini dapat menjadi lebih parah dan berkembang menjadi
sirosis hepatis. Jika penggunaan alkohol dihentikan, hepatitis alkoholik akan
perlahan-lahan membaik dalam beberapa minggu, kadang-kadang tanpa gejala
sisa permanen tetapi sering dengan sirosis sisa. (Mukherjee, 2011)
Patogenesis sirosis hepatis terjadi melalui tiga situasi : (1) sebagai respon
imun, dimana virus hepatitis adalah contoh agen yang menyebabkan sirosis
melalui keadaan ini, (2) sebagai bagian dari proses penyembuhan luka dan (3)
sebagai respon terhadap agen yang memicu fibrogenesis primer, agen tertentu
seperti etanol dalam alkohol dapat menyebabkan fibrogenesis primer dengan
secara langsung meningkatkan transkripsi gen kolagen sehingga meningkatkan
jumlah jaringan ikat yang diekskresikan oleh sel.
Pada saat ini perangkat prognostik yang dipakai untuk menentukan angka
harapan hidup dan tingkat keparahan pasien sirosis hepatis adalah menggunakan

sistem skor, yaitu : skor Mayo End-Stage Liver Disease (MELD), skor Maddreys
Discriminant Function (MDF) dan skor ChildPugh. Sampai saat ini skor ChildPugh yang dianggap sebagai prediktor yang valid dalam meprediksi tingkat
keparahan dan ketahanan hidup pada pasien sirosis hepatis (Doubatty, 2009).
Hal ini merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengetahui
kecenderungan progresivitas penyakit hati viral dan non-viral. Dengan
mengetahui hubungan penyakit hati viral dan non-viral dengan tingkat keparahan
sirosis hepatis maka tenaga kesehatan dapat mengetahui kemungkinan perjalanan
penyakit hati viral atau non-viral untuk menjadi sirosis hepatis juga mengetahui
keparahan penyakitnya
1.2 Definisi
Sirosis Hepatis didefinisikan sebagai suatu perubahan arsitektur jaringan
hati yang ditandai dengan regenerasi nodular yang bersifat difus dan dikelilingi
oleh septa - septa fibrosis. Perubahan struktur tersebut dapat mengakibatkan
peningkatan aliran darah portal, disfungsi sintesis hepatosit, serta meningkatkan
resiko karsinoma hepatoseluler (KHS). (Tanto, 2014)
1.3 Epidemiologi
Prevelensi sirosis hepatis sulit untuk dinilai karena stadium awalnya
bersifat asimtomatis. Namun, sirosis tercatat sebagai penyakit kematian ke-14
tersering pada dewasa di dunia, dengan angka kematian sekitar 1,04 juta jiwa per
tahun. Sirosis juga menjadi indikasi utama untuk 5.00 kasus transplantasi hepar
per tahun di negara maju. (Tanto, 2014)
1.4 Patofisiologi dan Komplikasi Sirosis
Secara garis besar, komplikasi sirosis hepatis terjadi akibat :- (Tanto, 2014)
1. Hipertensi portal dan kondisi hiperdinamis
2. Insufisiensi hati

Selain

itu,

sirosis

hepatis

(bersama

dengan

etiologinya)

dapat

menimbulkan perubahan materi genetik pada hepatosit sehingga berpotensi


menjadi karsinoma hepatoselluler (KHS). (Tanto, 2014)
1. Hipertensi Porta dan Kondisi Hiperdinamik
Hipertensi porta didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan vena
hepatik > 5 mmHg. Hipertensi portal terjadi akibat peningkatan resistensi
terhadap aliran darah porta dan peningkatan aliran masuk ke vena porta.
Peningkatan resistensi tersebut disebabkan oleh perubahan struktur parenkim hati
(deposisi jaringan fibrosis dan regenerasi nodular), serta mekanisme vasokontriksi
pemmbuluh darah sinusoid hati (utamanya akibat defisiensi nitrit oksida).
Adanya hipertensi porta akan berdampak pada: Pembesaran limpa dan sekuestrasi trombosit (pada tahap lanjut dapat

menjadi hipersplenisme)
Terjadi aliran darah balik dan terbentuk pirau (shunt) dari sistem porta
ke pembuluh darah sistemik. Aliran portosistemik akan menurunkan
kemampuan

metabolisme

mengakibatkan

hati,

hiperamonemia.

fungsi
Kendati

retikuloendotelial
demikian,

dan

kolateral

portosistemik tetap tidak adekuat dalam mengurangi tekanan vena


porta. Sebaliknya, justru akan meningkatkan produksi NO sehingga
terjadi

vasodilatasi

spanikus

dan

peningkatan

aliran

darah

ekstrahepatik (sementara kadar NO intrahepatik tetap rendah).


Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldoteron, akibat vasodilatasi
splanikus dan vasodilatasi sistemik. Pada tahap lanjut kondisi ini
mengakibatkan komplikasi pada jantung, paru dan renal.

Secara klinis, hipertensi porta dan pembentukan kolateral portosistemik akan


mengakibatkan komplikasi berikut :- (Tanto, 2014)

Varises gastro-esofagus dan perdarahan varises


Asites, selain hipertensi porta, resiko kejadian asites juga semakin

meningkat akibat hipoalbuminemia


Sindrom hepatorenal, akibat vasokonstriksi arteri renalis sebagai respon

terhadap vasodilatasi sistemik


Peritonitis bakterialis spontan, yaitu infeksi cairan asites akibat migrasi
bakteri lumen usus ke nodus limfe mesenterika dan lokasi ekstra-usus

lainya. Diduga terjadi karena gangguan sistem imunitas lokal dan sistemik.
Ensefalopati hepatikum, terjadi akibat hiperammonemia
Komplikasi lainya : sindrom hepatopulmonal, hipertensi portopulmonal,
dan kardiomiopati.

2. Insufisiensi Hati
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati,
antara lain :- (Tanto, 2014)
Gangguan fungsi sintesis
Gangguan fungsi ekskresi
Gangguan fungsi metabolisme
1.5 Manifestasi Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada saat
pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
awal sirosis (kompenata) meliputi mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki- laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil, ginekomastia, dan hilangnya dorongan
seksualitas (Nurdjanah, 2009).
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak terlalu tinggi. Mungkin disertai
adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan / atau
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi sampai koma ( Nurdjanah, 2009)

Gambar 1.2 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis


Sumber : Buku Current Medical Diagnosis terbitan The McGraw-Hill
Companies
Temuan klinis yang dapat diperoleh dari pasien sirosis hepatis, meliputi:

Spider angio maspiderangiomata ( spider telangiektasi), suatu lesi vascular


yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu,

muka, dan lengan atas.


Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau

mengecil. Jika hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali, akibat terjadinya kongestif arteri lienalis karena hipertensi

porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi

porta dan hipoalbuminemia.


Kaput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila


konsentrasi bilirubin kurang ari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urine terlihat

gelap seperti air teh.


Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulphide akibat pintasan porto sistemik

yang berat.
Eritema Palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan.

Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.


Perubahan kuku kuku Mucherce berupa pita putih horizontal dipisahkan

warna normal kuku. Tanda ini ditemukan pada kondisi hipoalbunemia.


Jari gada, sering ditemukan pada sirosis bilier
Kontraktur Dupuytren, akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan
kontraktur flexi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara

spesifik berkaitan dengan sirosis.


Ginekomastia, secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki- laki berkemungkinan akibat peningkatan

androstenedion.
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tanggan , dorsofleksi tangan.

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:

Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar.


Batu pada vesika felea akibat hemolisis.
Pembesaran kalenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema ( Nurdjanah, 2009).

1.6 Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin
bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,
laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini
penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium, dan
USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau peritoneokopi

karena sulit membedakan hepatis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini
( Nurdjanah, 2009).
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi (Nurdjanah, 2009).

Gambar 1.3 Diagnosis Sirosis Hepatis


1.6.1 Anamnesis
Tanyakan riwayat keluhan utama dan tambahan pasien.
Tanyakan faktor resiko terjadinya sirosis hepatis yang dimiliki pasien, seperti:
kecanduan alcohol, resiko terjadinya hepatitis viral, obesitas.
Riwayat penyakit sebelumnya yang dimiliki pasien dan riwayat konsumsi obatobatan (Heidelbaugh & Bruederly,2006).
1.6.2 Pemeriksaan Fisik

Menghitung body mass index (BMI), tinggi dan berat badan pasien
sebaiknya diketahui, karena pasien dengan keadaan overweight atau
obesitas beresiko mengalami non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD).
Dan pasien yang terinfeksi hepatitis C kronik, NAFLD sangat

mempengaruhi dan mempercepat perkembangan terjadinya sirosis hepatis.


Inspeksi secara umum: pasien sangat kurus dan kehilangan massa ototnya,
ikterus pada sclera, jaundice dan adanya edema pada ekstremitas bawah,

spider nevi, eritema Palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis.


Pemeriksaan abdomen, menilai ukuran hepar dan adanya pembesaran
limpa. Selain itu, menilai adanya asites konfirmasi dengan tes undulasi

yang positif dan adanya shifting dullness.


Pemeriksaan status mental, pasien yang dicurigai mengalami gangguan
status mental sebaiknya dilakukan pemeriksaan untuk menilai adanya
hepatic encelopathy atau tidak (Thorton, 2014).

1.6.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium

Peningkatan

transpeptidase.
Bilirubin, konsentrasimya bia normal pada sirosis hati kompensata, tapi

meningkat pada sirosis hati yang lanjut.


Penurunan kadar Albumin.
Globulinm, kosentrasinya mengalami epeningkatan pada keadaan sirosis.
Protrombin time memanjang.
Natrium serum kadarnya menurun.
Adanya kelainan hematologi anemia

SGOT,

SGPT,

Alkali

Fosfotase,

Gamma-glutamil

b. Pemeriksaan Radiologis

Barium meal dapat menilai varises untuk konfirmasi hipertensi porta.


USG dapat menilai sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan
irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.

10

Selain itu juga dapat menilai adanya asites, splenomegali, thrombosis vena
porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
c. Biopsi hepar, sebagai gold standard dalam penegakan diagnoa sirosis hepatis.
d. Gastroskopi pada pasien sirosis hepatis dilakukan untuk mencari adanya varises
pada esofagus dan gaster (Dupas, Fagniez & Pallazo, 2006)
1.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari sirosis hepatis adalah sebagai berikut:
a. Budd-Chiari Syndrome, gangguan yang disebabkan oleh obstruksi
aliran vena hepatica pada level venule hepatica besar, dan vena
cava inferior. Gejalanya : nyeri abdomen, diare, dan adanya asites
progresif.
b. Thrombosis vena porta, adanya thrombus pada vena porta sehingga
menyebabkan terjadinya penyumbatan paa vena porta. Gejalanya:
splenomegali, asites dan variceal bleeding.
c. Idiopathic portal HTN (hepatoportal sclerosis), kelainan ini
disebabkan oleh adanya sklerosis pada vena porta. Gejalanya:
splenomegali,variceal bleeding yang berulang dan asites.
d. Nodular regenerative hyperplasia, adanya gangguan pada parenkim
hepar yang ditandai adanya multiple nodul berukuran kecil pada
parenkim hepar. Gejalanya: distensi abdomen, sites, splenomegali,
kehilangan berat badan, mudah lelah (BMJ, 2014).
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sirosis hepatis umumnya memiliki prinsip ( Sutadi, 2003):
1. simptomatis
2. suportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup

11

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya: cukup kalori,


protein 1 gr/KgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hepatis akibat
infeksi virus C dapat diberikan interferon. Interferon juga dapat
dikombinasikan dengan ribavirin atau dapat dilakukan terapi induksi INF
dan terapi dosis INF setiap hari.
- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit diberikan
3 kali seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
1000mg untuk berat badan kurang dari 75 kg yang diberikan untuk jangka
waktu 24-48 minggu.
- Terapi induksi interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan
dengan 3 juta unit 3 kali seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa
kombinasi RIB.
- Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hepatis akan diberikan jika terjadi
komplikasi seperti :
a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis
c. Hepatorenal syndrome
d. Ensefalopati hepatic
Komplikasi
Asites

Terapi
-

Dosis
Tirah Baring
Diet rendah garam

5.2 gram atau 90


mmol/ hari

12

Obat anti diuretic :


Diawali

100-200 mg sekali

spironolacton, bila

sehari maks 400 mg


20-40
mg/hari,

respon

tidak

maks 160 mg/hari

adekuat
dikombinasikan
-

dengan furosemide
Parasintesis
bila

8 to 10 g IV per liter cairan

asites sangat besar, parasintesis (jika > 5 L)


hingga 4-6 liter &
dilindungi
-

pemberian albumin
Retriksi cairan

Direkomendasikan

jika

natrium serum kurang 120125 mmol/L


Enselopati hepatikum

Laktulosa

30-45 mL sirup oral


3-4 kali/ hari atau
300

mL

sampai

2-4

kali

BAB/

hari

dan

perbaikan
-

Neomisin

enema

mental
4-12 g

status
oral/hari

dibagi tiap 6-8 jam;


dapat ditambahkan
pada pasien yang
Varises esophagus

Propanolol

refrakter laktulosa
40-80 mg oral 2
kali/hari

Isosorbid
mononitrat

20 mg oral 2 kali/
hari

13

Saat

perdarahan

akut

diberikan

somatostatin

atau

okreotid diteruskan
skleroterapi
Peritonitis

bacterial

spontan (PBS)

atau

ligase endoskopi
Pasien
asites
dengan jumlah sel
PMN > 250 mm3
mendapat
profilaksis

untuk

mencegah

PBS

dengan Cefotaxime
-

dan albumin
Albumin

2 g IV tiap 8 jam
1.5 g per kg IV
dalam 6 jam, 1 g

Norfloksasin

per kg IV hari ke 3
400 mg oral 2 kali/
hari untuk terapi,
400

mg

oral

kali/hari selama 7
hari

untuk

perdarahan
gastrointestinal, 400
mg
-

Trimethropim/
sulfamethoxazole

oral

perhari

untuk profilaksis
1 tablet oral/ hari
untik profilaksis, 1
tablet oral 2 kali/
hari selama 7 hari
untuk

perdarahan

14

gastrointestinal.
Sindrim hepatorenal (HRS)

Transjugular

intrahepatic

portosystemic shunt efektif


menurunkan

hipertensi

porta

dan

memperbaiki

HRS,

serta

menurunkan

perdarahan gastrointestinal.
Bila terapi medis gagal
dipertimbangkan
transplantasi
merupakan

untuk
hati
terapi

definitive.

1.9 Komplikasi
Komplikasi Sirosis Hepatis diantaranya adalah (Soetomenggolo,2015):
1. Hipertensi Portal
Hipertensi portal merupakan peningkatan hepatic venous pressure gradient
(HVPG) lebih dari 5 mmgHg. Hipertensi porta merupakan suatu sindroma
yang sering terjadi apabila perbedaan tekanan pada vena porta dan vena cava
inferior adalah diatas 10-12 mmHg. Hipertensi porta juga dapat terjadi akibat
adanya peningkatan resistensi intrahepatik terhadap aliran darah porta (karena
adanya nodul degenerative) dan peningkatan aliran darahsplanchnic sekunder
(akibat vasodilatasi pada splanchnic vascularbed).
2. Asites
Penyebab asites yang paling sering pada pasien sirosis hepatis adalah hipertensi
portal. Selain hipertensi portal, asites juga dapat disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan disfungsi ginjal
yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum.

15

3.Varises Gastroesofagus
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang palin penting.
Pecahnya varises esofagus mengakibatkan perdarahan varises yang dapat
menjadi

fatal.

Diagnosa

varises

esofagus

dapat

ditegakkan

dengan

esofagogastrodudenoskopi. Pada penderita sirosis hepatis, penting untuk


dilakukan skrinning untuk mengetahui ada atau tidaknya varises esofagus.
4.Peritonitis Bakterial Spontan
Peritonitis bacterial spontan merupakan komplikasi berat dan sering terjadi pada
pasien sirosis hepatis dengan asites yang ditandai oleh adanya infeksi spontan
cairan asites tanpa adanya fokus infeksi intraabdominal. Pada penderita sirosis
hepatis dan asites berat, frekuensi terjadinya peritonitis bacterial spontan adalah
sekitar 30% dan angka mortalitasnya 25%.
Escheria coli merupakan bakteri usus yang menyebabkan peritonitis bacterial
spontan. Namun, bakteri gram positif seperyi Streptococcus viridians,
Staphylococcus amerius juga bisa ditemukan pada peritonitis bacterial spontan.
Diagnosa peritonitis bacterial spontan dapat ditegakkan bila pada sampel cairan
asites ditemukan angka sel netrofil lebih dari 200/mm3.
5. Ensefalopati Hepatikum
Sekitar 28% penderita sirosis hepatis dapat mengalami komplikasi ensefalopati
hepatikum. Mekanisme terjadinya ensefalopati hepatikum adalah dengan
adanya hiperammonia, kemudian terjadi penurunan hepaic uptake sebagai
akibat beberapa faktor yang merupakan presipitasi timbulnya ensefalopati
hepatikum adalah infeksi, perdarahan, ketidakseimbangan elektrolit, pemberian
obat-obat sedative dan protein porsi tinggi.
Berdasarkan gejalanya, ensefalopati hepatikum dapat dibagi menjadi 4
stadium:
a. Stadium I

16

Kelainan mental/perilaku seperti bingung ringan, gelisah, iritabel, agitasi


pola

tidurnya

berubah,

atensinya

mengurang,

depresi,

kelainan

motor/reflex seperti tremor postural halus, koordinasinya lebih lambat.


b. Stadium II
Kelainan

mental/perilaku

seperti,

mengantuk,

letargi,

perubahan

personalitas kasar, disorientasi (terutama waktu), pelupa, perilakunya tidak


sesuai, kelainan motor/reflex yaitu asteriksis, disartri, paratonia, ataksia.
c. Stadium III
Kelainan mental/perilaku yaitu delirium, sangat bingung, paranoia,
disorientasi (waktu dan tempat), bicara ngacau,somnolen, kelainan
motor/reflex yaitu hiperrefleksia, kejang, mioklonus, hiperventilasi, tanda
babinski(+), hipotermia, inkontinensia.
d. Stadium IV
Kelainan mental/perilaku yaitu koma, kelainan motor reflex yaitu posisi
deserebrasi, refleks okulocefalik meninggi.
6. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organic
ginjal, yang ditemukan pada penderita sirosis hepatis tahap lanjut. Sindroma ini
sering ditemukan pada penderita sirosis hepatis dengan asites refrakter.
Sindroma hepatorenal terbagi menjadi 2 tipe. Sindroma hepatorenaltipe 1
ditandai dengan adanya gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan kliren
kreatinin secara bermakna dalam 1-2 minggu. Sindroma hepatorenal tipe 2
ditandai dengan adanya penurunan filtarsi glomerulus dengan peningkatan
serum kreatinin. Penderita sirosis hepatis yang mengalami komplikasi
sindroma hepatorenal tipe 2 akan memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan penderita sirosis hepatis dengan komplikasi sindroma
hepatorenal tipe 1.

17

1.10 Prognosis
Prognosis dari pasien sirosis hepatis sangan bergantung pada sebab dan
penanganan etiologi yang mendasari sirosis hepatis tersebut. Untuk sirosis
hepatis kompensata saja, angka kesintasan selama 10 tahun diperkirakan
sekitar 90%, namun terjadinya dekompensata dalam 10 tahun tersebut
meningkat 50%. Sementara itu, angka kejadian sirosis hepatis stadium
kompensata dilaporkan konstan 3% pertahun dan berkorelasi dengan
prognosis yang buruk (Malau, 2012).

BAB 2
STATUS ORANG SAKIT

No. Reg. RS

: 00.96.42.21

Tanggal Masuk : 27-Juni-2015

ANAMNESIS PRIBADI
Nama

: Syaiful

Umur

: 49 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

18

Pekerjaan

: Wiraswasta

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Alamat

: Parapat Timur Kec. Lawe Bulan Kab. Aceh Tenggara

ANAMNESIS
Autoanamnese

Alloanamnese

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama

Muntah Darah

Deskripsi

Hal ini dialami Os sejak 3 hari SMRS, dengan


frekuensi 4-5x/hari. Muntah berisi apa yang dimakan
dan diminum.Os juga mengeluhkan muka pucat,
badan lemas, letih dan lesu sejak 3 hari ini. Os
juga mengeluhkan BAB hitam(+) 3 hari ini,
dengan frekuensi BAB >3 kali/hari. Os juga
mengeluhkan perutnya semakin mebesar SMRS.
BAK seperti teh pekat dengan volume 500 cc. BAK
berpasir(-). Os juga mengalami penurunan berat
badan namun penurunan nafsu makan disangkal Os.
Os juga mengeluhkan nyeri ulu hati 3 hari ini. Os
tidak pernah mengalami penyakit kuning Riwayat
hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat makan jamujamuan disangkal os.riwayat minum alkohol (-)..

RPT

:-

RPO

:-

19

ANAMNESIS UMUM ORGAN

Jantung

Saluran Pernapasan

Saluran Pencernaan

Sesak Napas

:-

Edema

:+

Angina Pectoris

:-

Palpitasi

:-

Lain-lain

:-

Batuk-batuk

:-

Asma, bronkitis

:-

Dahak

:-

Lain-lain

:-

Nafsu Makan

Penurunan BB

10

kg
dalam
2 bulan
ini
Keluhan Menelan

:-

Keluhan Defekasi

:BAB
hitam
(+)

Saluran Urogenital

Keluhan Perut

:-

Lain-lain

Sakit Buang Air Kecil

:-

Buang

:air

kecil : -

tersendat

Sendi dan Tulang

Endokrin

Saraf Pusat

Mengandung Batu

:-

Keadaan Urin

:-

Haid

:-

Lain-lain

:-

Sakit pinggang

:-

Keterbatasan Gerak

:-

Keluhan Persendian

:-

Lain-lain

:-

Haus/Polidipsi

:-

Gugup

:-

Poliuri

:-

Perubahan Suara

:-

Polifagi

:-

Lain-lain

:-

Sakit Kepala

:+

Hoyong

:+

20

Darah

dan

Pembuluh Pucat

Lain-lain

:-

:+

Perdarahan

:-

:-

Purpura

:-

Lain-lain

:-

Lain-lain

:-

darah
Petechiae

Sirkulasi Perifer

Claudicatio Intermitten

:-

ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada keluarga penderita yang mempunyai penyakit


yang sama dengan penderita

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS :
Keadaan Umum

Keadaaan Penyakit

Sensorium

: Compos Mentis

Pancaran wajah

: Lemah

Tekanan darah

: 110/50 mmHg (berbaring)

Sikap Paksa

:-

Nadi

: 100 x/i, reguler, t/v : cukup

Reflek fisiologis

: +/+

Pernapasan

: 20 x/i

Reflek patologis

:-

Temperatur

: 37,1 (axila)

Anemia

(+)

Ikterus

(+)

Dispnu

(-)

Sianosis

(-)

Edema

(+)

Purpura

(-)

Turgor Kulit : Sedang


TB : 160 cm
BB : 60 kg

21

Keadaan Gizi :
BW =

BB

x 100 % = 100 %

(TB-100)
BW = 100 %
IMT = 23,43 kg/m2 (overweight)

KEPALA :

Mata

: Ko

njungtiva palp. inf. pucat (+/

+), sklera ikterik(+/+), pupil isokor ki=ka, diameter 2-3 mm,


reflex cahaya direk (+/+), indirek(+/+), kesan = normal

Telinga

: Dalam batas normal

Hidung

: Dalam batas normal

Mulut

: Lidah

: dalam batas normal

Gigi geligi

: dalam batas normal

Tonsil/faring

: dalam batas normal

22

LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk

: Simetris fusiformis

Pergerakan

: Ketinggalan bernapas (-)

Nyeri tekan

:-

Fremitus suara

: suara fremitus kanan = kiri, kesan normal

Iktus

:-

Palpasi

Perkusi
Paru

: Sonor di kedua lapangan paru

Batas paru-hati R/A

: ICR V/VI dextra

Peranjakan

: 1 cm

Jantung
Batas atas jantung

: ICR III Sinistra

Batas kiri jantung

: 1 cm medial Linea Mid Clavicularis Sinistra,

ICR IV-V
Batas kanan jantung

: Linea Parasternalis Dextra

23

Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan

: Vesikuler di kedua lapangan paru

Suara tambahan

:-

Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 >A1, desah sistolis (-), desah
diastolis (-), HR : 100 x/i, reguler, intensitas cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi

: Simetris fusiformis

Palpasi

: Suara fremitus kanan = kiri, kesan normal

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Suara pernapasan : vesikular


Suara tambahan : (-)

ABDOMEN
Inspeksi

Palpasi

Bentuk

: Simetris membesar

Gerakan lambung/usus

:-

Vena kolateral

:-

Caput medusae

:-

24

Dinding Abdomen

: Soepel

Undulasi

: (+)

Hati

:
Pembesaran

: (-)

Permukaan

: (-)

Pinggir

: (-)

Nyeri tekan

: (-)

Pembesaran

: + Schuffner : 2

Ballotement

: (-)

Uterus/ Ovarium

: TDP

Tumor

: (-)

Limfa:

Ginjal

Perkusi
Pekak hati

: (-)

Pekak beralih

: (+)

Auskultasi

25

Peristaltik usus

: Normoperistaltik

Lain-lain

: Double sound (+)

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri/kanan (-)

INGUINAL

: Pembesaran KGB (-)

GENITALIA LUAR

: Tdp

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) :


Perinium : Baik
Spincter Ani : Ketat
Lumen : Ampula recti kosong
Mukosa : Licin
Sarung tangan ; Feses ada, feses warna hitam (+)
ANGGOTA GERAK BAWAH
Kiri

Kanan

Edema

: +

Arteri Femoralis

: +

Arteri Tibialis Posterior

: +

Arteri Dorsalis Pedis

: +

Refleks KPR

: +

Refleks APR

: +

Refleks Fisiologis

: +

26

Refleks Patologis

: -

Lain-lain

: -

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas Sendi

:-

Lokasi

:-

Jari tabuh

:-

Tremor Ujung Jari

:-

Telapak Tangan Sembab

:-

Sianosis

:-

Eritema palmaris

:-

Lain-lain

:-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah
Hb

: 6,5 g%

Kemih
Warna

Tinja
kuning Warna

: hitam

jernih
Eritrosit

: 2,44 x 106/mm3

Protein

: (-)

Konsistensi

: keras

Leukosit

: 15,9 x 103/mm3

Reduksi

: (-)

Eritrosit

: (-)

Trombosit

: 90.000/mm3

Bilirubin

: (-)

Leukosit

: (-)

Ht

: 19,4 %

Urobilinogen

: (+)

Amoeba/Kista : (-)

Hitung jenis :

Sedimen

Telur Cacing : (-)

Eosinofil : -

Eritrosit : 0-1/lpb

Ascaris

Basofil

Leukosit : 2-3 /lpb

Ankylostoma : (-)

:-

: (-)

27

Neutrofil : 79,4%

Epitel

: 5-7 /lpb

Limfosit : 12,10 %

T. trichiura

: (-)

Kremi

: (-)

Monosit : LFT :
Albumin : 2,4g/dL

RESUME

Keadaan Umum :
Telaah

Hematemesis

: Hal ini dialami Os sejak 3 hari

SMRS, dengan frekuensi 4-5x/hari. Vomitus berisi apa


yang dimakan dan diminum.Os juga mengeluhkan
muka pucat, malaise sejak 3 hari ini. Os juga
mengeluhkan melena 3 hari ini, dengan frekuensi
BAB> 3 kali/hari. Os juga mengeluhkan perutnya
ANAMNESIS

semakin mebesar SMRS. BAK seperti teh pekat


dengan volume 500 cc. BAK seperti berpasir(-). Os
juga mengalami penurunan berat badan namun
penurunan nafsu makan disangkal Os. Nyeri
epigastrium (+). Os tidak pernah mengalami penyakit
kuning Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-),
riwayat makan jamu-jamuan disangkal os.riwayat
minum alkohol (-)..

Keadaan Umum : sedang


STATUS PRESENS

Keadaan Penyakit : sedang


Keadaan Gizi

: normal

28

Kepala : Sklera ikterik (+/+), anemis (+/+)


Abdomen : Simetris membesar, Undulasi (+)

PEMERIKSAAN FISIK

Limfa, Pembesaran (+), Schuffner : 2


Double sound (+)

Darah :

Urin :

Hb : 11,20 g%

Eritrosit : 2,44 x 106/mm3


LABORATORIUM
RUTIN

Trombosit :90.000/mm3
Hematokrit : 19.4%

Limfosit : 12.10%

Netrofil : 79,40%

Sirosis hepatis stadium dekompensata ec hepatitis B


Sirosis hepatis stadium dekompensata ec perlemakan
hati
Sirosis hepatis stadium dekompensata ec alkoholic
Anemia ec - Perdarahan
DIAGNOSA BANDING

- Penyakit Kronis
- Defisiensi Besi
- Def. Asam Folat
- Def. B12
PSMBA ec Varices Esophagus dd Ulkus Bleeding dd

DIAGNOSA
SEMENTARA

Stress Ulcer dd Gastritis Erosiva.


Sirosis hepatis stadium kompensata ec Hepatitis B +
PSMBA ec Varices Esophagus+ Anemia ec
Pendarahan dd Penyakit Kronis.

29

Aktivitas : Tirah baring


Diet

: Diet hati III

Tindakan supotiff : IVFD Dextrose 5% 10 gtt/i mikro


Medikamentosa :
Inj Ranitidine 50 mg/12 jam
Transfusi PRC 3 BAG
PENATALAKSANAAN

Cefotaxim 1 gr/8 jam


Inj Furosemid 1 amp/12 jam
Spironolaktan 1x100mg
Propanolol 2x20 mg
Balance Cairan = -500

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan

Darah Lengkap

Urinalisis

Feses rutin

LFT/RFT

USG Abdomen

Gastroskopi

Viral marker (HBsAg, Anti HBs, Anti HBc)

Albumin

Kultur/analisa/sitologi cairan asites

HST (PT/APTT/TT, INR)

30

Bleeding time

Anemia profile (SI/TIBC/Reticulosit count/Serum Feritin)

Anda mungkin juga menyukai