2. Jalur Pemaparan
Kontak Penggunaan (oral)
Fase Eksposisi
Fase
Toksikokinetik
Fase
Toksikodinamik
Efek Klinis :
1. Hilang kesadaran
2. Sakit kepala
3. Keracunan, dll
Efek Farmakologis
Efek Toksik :
1.
2.
3.
4.
Penyakit hati
pankreas
Kardiovaskuler
Stroke, dll
5. Otot skeletal
yang terjadi pada kondisi toksikasi alkohol berat. Kondisi kejiwaan tersebut biasanya
akan membaik dalam kurun waktu beberapa hari setelahnya.
b. Sistem Kardiovaskuler
Konsumsi alkohol lebih dari 3x dosis harian standar meningkatkan potensi
serangan jantung dan stroke. Risiko lainnya berupa penyakit jantung koroner, risiko
tinggi aritmia jantung dan gagal jantung kongestif.
1) Efek-efek pada Kardiovaskuler dan Lipoprotein Serum
Penelitian di sejumlah negara menunjukan bahwa, risiko kematian akibat
penyakit jantung koroner berkorelasi dengan tingginya konsumsi lemak jenuh dan kadar
kolesterol serum. Perancis adalah sebuah paradoks, di negara ini angka kematian akibat
penyakit jantung koroner relatif rendah sementara konsumsi lemak jenuhnya tinggi.
Sebuah studi epidemiologis menunjukan bahwa konsumsi wine (20-30 gram
etanol/hari) adalah salah satu faktor yang memberikan efek kardioprotektor, dengan
frekuensi minum 1-3 kali sehari menghasilkan penurunan risiko penyakit jantung
koroner 30-40% dibandingkan dengan yang bukan peminum. Sebaliknya, konsumsi
alkohol dengan jumlah yang lebih besar meningkatkan risiko penyakit gagal jantung
non koroner seperti aritmia, kardiomyopati, dan stroke hemoragik. Alkohol memiliki
kurva dosis-kematian yang berbentuk J. Perempuan muda dan kelompok orang dengan
risiko yang relatif kecil terhadap penyakit jantung koroner (PJK) mendapatkan manfaat
yang kecil hingga sedang pada konsumsi alkohol. Sedangkan pada kelompok pria muda
dan orang-orang yang dinyatakan mengalami infark miokard akan mendapat
keuntungan yang lebih besar akibat konsumsi alkohol. Sejumlah studi kelompok, lintas
budaya dan kasus terkontrol menunjukan hasil yang konsisten dimana kelompok
peminum alkohol ringan (1-20 gram perhari) hingga peminum sedang (21-40 gram
perhari) memiliki penyakit angina pektoris, infark miokard dan penyakit arteri perifer
yang lebih rendah.
Salah satu mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan gejala tersebut adalah
adanya pengaruh alkohol terhadap lipid darah. Perubahan kadar lipoprotein plasma
terutama peningkatan kadar HDL diduga berhubungan dengan efek kardioprotektif dari
etanol. Etanol menginduksi peningkatan kadar kolesterol HDL yang melakukan
pembersihan terhadap kolesterol pada arteri sehingga risiko infark menurun. Semua
arteri serebral
Peningkatan tekanan darah sistolik akut dan perubahan irama arteri serebral
Trauma kepala
Efek hemostasis, fibrinolisis, dan pembekuan darah adalah faktor yang dapat
50% dari total peminum alkohol berat kronis mengalami atrofi serat tipe II. Perubahan
ini berhubungan dengan penurunan sintesis protein otot dan aktivitas karbosinase
serum. Kebanyakan pasien dengan alkoholisme kronis menunjukan perubahan pada
electromyographical dan kebanyakan miopati skeletal mirip dengan kardiomyopati
alkoholik.
7) Temperatur Badan
Asupan alkohol menyebabkan rasa hangat karena alcohol menyebabkan aliran
darah ke kulit dan lambung meningkat. Peningkatan sekresi keringat juga terjadi.
Sehingga panas tubuh hilang lebih cepat dan menyebabkan penurunan temperatur
internal tubuh. Setelah konsumsi alkohol dalam jumlah besar, pusat pengatur suhu tubuh
mengalami depresi dan karenanya penurunan suhu tubuh jelas terjadi. Penurunan suhu
tubuh akibat konsumsi alkohol dapat membahayakan terutama bila suhu lingkungan
rendah. Studi kematian akibat hipotermia menunjukan bahwa alkohol merupakan faktor
risiko utama.
8) Diuresis
Alkohol menghambat pelapasan vasopresin (hormon antidiuretik) dari kelenjar
hipofisis posterior, sehingga meningkatkan diuresis.
c. Sistem pencernaan
1) Esofagus
Alkohol adalah salah satu faktor dari sekian banyak faktor penyebab disfungsi
esofagus. Etanol juga dikaitkan dengan perkembangan refluks esofagus, Barret's
esofagus, ruptur traumatik esofagus, Mallory-Weiss tears, dan kanker esofagus. Bila
dibandingkan dengan seseorang yang bukan peminum alcohol dan bukan perokok,
pasien ketergantungan alkohol dan perokok berisiko 10 kali lebih besar mendapati
kanker esofagus. Konsentrasi rendah alcohol dalam darah menyebabkan sedikit
perubahan fungsi esofagus, tetapi pada konsentrasi yang lebih besar dapat menyebabkan
penurunan fungsi sfingter esofagus bagian bawah. Pasien dengan refluks esofagitis
kronis berpantang terhadap alkohol.
2) Lambung
Konsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat mengganggu aktivitas barier
mukosa lambung sehingga menyebabkan gastritis akut atau kronis. Etanol merangsang
sekresi lambung dan memicu pelepasan gastrin dan histamin. Minuman yang
mengandung alkohol 40% atau lebih juga memberikan efek toksik langsung pada
mukosa lambung. Akohol tidak berperan pada penyakit ulkus peptikum. Berbeda
dengan gastritis, ulkus peptikum jarang ditemukan pada pecandu alkohol.
Kendati demikian, alkohol berperan memperparah kondisi ulkus. Tampaknya
alkohol bersinergi dengan bakteri H. Pylori menghambat proses penyembuhan.
Perdarahan saluran cerna bagian atas lebih sering karena varises esofagus, ruptur
traumatik esofagus dan kelainan dalam proses pembekuan darah.
3) Usus
Banyak diantara pecandu alkohol yang mengalami diare kronis, hal ini
disebabkan adanya malabsorpsi pada usus kecil. Diare disebabkan oleh perubahan
struktural dan fungsional dalam usus kecil, mukosa usus yang rata dengan villi dan
penurunan enzim pencernaan. Kondisi ini dapat bersifat reversibel setelah kebiasaan
meminum alkohol dihentikan. Pengobatan diare ini ditekankan pada penggantian
vitamin dan elektrolit, memperpanjang waktu transit dengan agen seperti loperamid, dan
berhenti meminum alkohol. Pasien dengan defisiensi magnesium yang parah harus
menerima terapi 1 g MgSO4 intravena atau intramuscular setiap 4 jam hingga
konsentrasi serum [Mg2+] > 1 mEq/L.
4) Pankreas
Konsumsi alkohol dalam jumlah besar menyebabkan pancreatitis akut maupun
kronis. Pankreatitis alkoholik akut ditandai dengan timbulnya sakit perut secara tibatiba, mual, muntah dan peningkatan kadar enzim pankreas pada serum maupun urin.
Computed tomography dapat membantu penetapan diagnosa. Serangan pankreatitis akut
umumnya tidak berakibat fatal, namun pankreatitis hemoragik dapat menyebabkan
syok, gagal ginjal, gagal nafas, dan kematian. Perawatan untuk kondisi ini dapat
meliputi penggantian cairan intravena dan analgesik opioid. Etiologi pankreatitis akut
mungkin berhubungan dengan efek metabolik toksik langsung alkohol pada sel-sel
asinar pankreas. Dua pertiga dari penderita pankreatitis alkoholik akan mengalami
serangan berulang dan berkembang menjadi pankreatitis kronis. Pankreatitis kronis
harus diterapi dengan penggantian kekurangan endokrin dan eksokrin akibat insufisiensi
pankreas. Pada perkembangannya, hiperglikemia sering kali membutuhkan terapi
insulin. Kapsul enzim pankreas mengandung lipase, amilase, protease yang mungkin
diperlukan untuk memperbaiki kondisi malabsorpsi.
5) Hati
Alkohol memberikan efek merusak hati yang terkait dosis. Efek utama adalah
infiltrasi lemak di hati, hepatitis dan sirosis. Karena toksisitas intrinsiknya, alkohol
dapat melukai hati seiring ketiadaan makanan. Akumulasi lemak dihati merupakan
peristiwa awal yang terjadi pada orang normal yang mengkonsumsi alkohol dalam
jumlah relatif kecil. Akumulasi ini terjadi karena adanya penghambatn pada siklus asam
trikarboksilat dan oksidasi lemak, sebagian karena kelebihan NADH yang dihasilkan
oleh tindakan ADH dan ALDH. Fibrosis akibat nekrosis jaringan dan peradangan kronis
adalah penyebab sirosis alkoholik. Jaringan hati normal tergantikan oleh jaringan
fibrosa. Ciri histologis sirosis alkoholik adalah pembentukan badan Mallory yang
diduga terkait dengan perubahan sitoskeleton menengah.
6) Vitamin dan Mineral
Konsumsi alkohol dalam jumlah besar mengakibatnya berkurangnya vitamin,
mineral dan nutrisi penting lainnya. Hal ini disebabkan karena berkurangnya asupan,
penyerapan atau gangguan pemanfaatan nutrisi tersebut. Neuropati perifer, psikosis
Korsakaoff, dan ensefalopati Wernice sering terjadi pada pecandu alkohol yang
mungkin disebabkan karena kurangnya vitamin B kompleks, terutama thiamin. Pecandu
alkohol kronis akan mengalami kekurangan asupan retinoid dan karotenoid serta
peningkatan metabolisme retinol oleh induksi enzim degradatif. Retinol dan alkohol
bersaing untuk dimetabolisme oleh ADH. Pemberian suplementasi vitamin A harus
dipantau, karena saat mengkonsumsi alkohol seseorang tersebut harus dihindarkan dari
kemungkinan hepatotoksisitas akibat induksi retinol. Konsumsi alkohol kronis
menyababkan stres oksidatif pada hati karena radikal bebas, sehingga berkontribusi
pada terjadinya kerusakan hati. Efek antioksidan dari tokoferol (vitamin E) dapat
membantu mengatasi kondisi tersebut. Konsumsi alkohol kronis juga berperan pada
osteoporosis. Bagaimana pengaruh alkohol pada penurunan massa tulang belum
diketahui, namun jelas terlihat dalam pengurangan osteoblastik.
d. Fungsi Seksual
Konsumsi alkohol juga dapat mengubah fungsi dan distribusi sel limfoid dengan
mengganggu regulasi sitokin, khususnya yang melibatkan interleukin 2 (IL-2). Alkohol
tampaknya
memainkan
peran
pada
perkembangan
infeksi
bersama
human
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, P. D. & Goedde H. W., 1990, Alcohol Metabolism, Alcohol Intolerance and
alcoholism (Biochemical and Phamacogenetic approches), Berlin, Schaffer.
GrUnsladt.
Boyle, Peter and friends, 2013, Alcohol, Oxford, Oxford University Press Bruton,
Laurence L., 2006, Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of
Therapeutics eleventh edition, McGraw-Hill.
Departemen Kesehatan , 1977. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.86/Men.Kes
/Per/IV/1977 tanggal 29 april 1977 yang mengatur produksi dan peredaran
minuman keras.
Kristiadi. 2013. Kecelakaan di Tasikmalaya, Warga Temukan 1 Dus Miras di Mobil
Tersangka.(http://news.
detik.com/
read/2013/05/04/210757/
2238116/10/
kecelakaan-di-tasikmalaya-warga-temu kan-1-dus-miras-di-mobil-tersangka.
Mukhlis, M. 2014. Alkohol : Efek Farmakilogis, Metabolisme, dan Terapi. Fakultas
Ilmu
Kesehatan.
Universitas
Muhammadiyah
Malang.
[on
line]