Disusun oleh :
Imanina Eka D.
1|Page
adalah
kelebihan
penerimaan
pemerintah,
pajak
dari
total
pengeluarannya termasuk untuk belanja barang dan jasa dan transfer payment.
Sebaliknya, defisit anggaran ialah kondisi penerimaan pemerintah lebih besar
daripada pengeluarannya.
Defisit sendiri muncul bukan tanpa sebab. Adapun beberapa sebab
terjadinya defisit anggaran (Barro, 1989; Pamuji, 2008):
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi
Ekspansi dalam pembangunan perlu adanya dukungan investasi dan
dana yang besar. Jika suatu negara tidak memiliki kecukupan dana untuk
melakukan ekspansi tersebut, maka anggaran nasional yang defisit akan
dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Hal serupa juga diungkapkan oleh
Domar (1950) dalam Maltritz dan Molchanov (2014) bahwa sering terjadi
untuk mengembangan suatu negara memerlukan utang luar negeri.
2. Pemerataan pendapatan masyarakat
Pengeluaran
ekstra
juga
diperlukan
dalam
rangka
menunjang
pemerataan
suatu
negara
melakukan
pinjaman
luar
negeri,
maka
2|Page
realisasi
penerimaan
negara
tidak
sesuai
dengan
yang
banyak
bantuan
untuk
negara-negara
miskin
dengan
prospek
3|Page
4|Page
dalam utang atau pengurangan defisit (e.g.Afonso and Jalles, 2012; Alesina and
Ardagna, 1998; Ardagna, 2004; Guichard et al., 2007; Larch and Turrini, 2011;
McDermott and Wescott, 1996; Schaltegger and Feld, 2009; Tagkalakis, 2009;
Heylen, et al., 2013). Angelopoulos et al (2008 ) dan Heylen, et al (2013)
memberikan bukti pertumbuhan bahwa hubungan antara ukuran sektor publik
dan pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada efisiensi sektor publik .
Fiscal episodes (konsolidasi dan stimulus) adalah hasil dari upaya
pemerintah untuk mengubah posisi anggaran pemerintah: konsolidasi fiskal atau
stabilisasi bertujuan mengadopsi diskresioner kebijakan fiskal yang memotong
defisit anggaran, sementara stimulus fiskal yang terdiri dari kebijakan kebebasan
fiskal yang meningkatkan defisit anggaran. Dorongan fiskal adalah perubahan
kebijaksanaan dalam posisi anggaran dan dapat diukur sebagai perbedaan
antara posisi anggaran yang sebenarnya dan apa yang akan ada dalam siklus
tersebut ( Alesina & Perotti, 1995; Gnangnon, 2013). Konsolidasi fiskal
mengurangi upaya bantuan, apa pun variabel bantuan dipertimbangkan, dengan
efek negatif kadang-kadangberkurang dari waktu ke waktu. Efek dari konsolidasi
fiskal pada pasokan bantuan tergantung juga pada kelompok negara yang
dipertimbangkan (Gnangnon, 2013.
Pada dasarnya, program kebijakan fiskal yang ketat mungkin memiliki
efek
negatif
(Keynesian)
pada permintaan
dan
pertumbuhan
ekonomi,
5|Page
subsidi
dan
(kondisional)
pembayaran
gaji
sektor
publik.
6|Page
ditunjukkan
dalam
litertaur
empiris
berdasarkan
pada
statistik
7|Page
Selanjutnya terkait hubungan defisit dan utang luar negeri, Faini ( 2006)
dalam Gnangnon (2013) menunjukkan temuan bukti bahwa defisit anggaran
yang lebih tinggi dan saham utang publik yang lebih tinggi akan mengurangi
bantuan. sedangkan Round and Odedokun ( 2004) dan Boschini dan Olofsgrd (
2007; Gnangnon, 2013) tidak menemukan hubungan yang signifikan antara
defisit dan pemberian bantuan. kita dapat menyimpulkan dari literatur empiris
bahwa faktor-faktor penentu fiskal pasokan bantuan bertentangan satu sama lain
sehingga cukup bahwa tidak ada bukti signifikan pada hubungan antara
kebijakan fiskal dan aliran bantuan. Hal tersebut diperkuat oleh Hisali dan
Ssentamu (2013) yang menulis bahwa secara intuitif, beban hutang yang sangat
besar yang timbul dari peningkatan bantuan dapat 'memaksa' negara penerima
untuk menemukan jalan meningkatkan total penerimaan pajak dalam rangka
untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk membayar kembali pinjaman.
8|Page
kondusif
dan
cenderung
berbahaya
bagi
investasi.
Pada
masa
9|Page
sekitar 4,6%, dari 24,4% menjadi 29%, sedangkan terhadap belanja meningkat
sebanyak 2,9% menjadi 25,5% pada tahun yang sama.
Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri hanya berlangsung
selama tiga tahun (2001 - 2004). Namun, pada masa pemerintahan presiden
wanita Indonesia pertama ini banyak terjadi kasus-kasus yang kontroversial
mengenai penjualan aset negara dan BUMN. Tahun 2001 utang Indonesia
sebesar Rp1.273,18 triliun turun menjadi Rp1.225,15 triliun pada 2002, atau
turun sekitar Rp48,3 triliun. Namun, pada tahun-tahun berikutnya utang
Indonesia terus meningkat sehingga pada 2004, total utang Indonesia menjadi
Rp1.299,5 triliun. Rata-rata peningkatan utang pada tiga tahun pemerintahan
Megawati adalah sekitar Rp25 triliun tiap tahunnya. Namun, terdapat hal positif
lain yang terjadi pada masa pemerintahan Megawati, yaitu naiknya tingkat
penyerapan pinjaman luar negeri Indonesia.
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20042009)& (2009-2014) pada pemerintahan sebelumnya sebesar Rp. 1.299,5 triliun,
jumlah utang pada masa pemerintahan SBY justru terus bertambah hingga
menjadi Rp 1.700 triliun per Maret 2009. Dengan kata lain, rata-rata terjadi
peningkatan utang sebesar Rp. 80 triliun setiap tahunnya atau hampir setara
dengan 8% PDB tahun 2009. Utang pemerintah sebesar Rp 1.700 triliun itu
terdiri dari Rp 968 triliun utang dalam negeri (57%) dan Rp 732 triliun utang luar
negeri (43%). Pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai programprogram dan proyek-proyek pemerintah yang berkaitan dengan kemanusiaan,
kemiskinan, lingkungan, dan infrastruktur.
Rp245,9
triliun atau 2,21 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Asumsi
makro ekonomi yang ditetapkan dalam APBN Tahun 2015 dapat dilihat
pada Gambar 1 berikut ini.
10 | P a g e
negara
bukan
pajak sebesar
Rp410,3
triliun
serta
hibah
ke
serta
dana
desa sebesar
Rp647,1
triliun.
Belanja
11 | P a g e
12 | P a g e
sebesar Rp196 triliun dibandingkan pada APBN Tahun 2014 yang sebesar
Rp206,6 triliun. Selain itu, terdapat pula beban subsidi BBM 2014 senilai
Rp45 triliun yang harus dibayarkan pada tahun 2015. Artinya bahwa APBN
Tahun
2015
masih
ekonomi nasional.
Malaysia
dan
dari
belanja
adanya pengembangan
modal,
infrastruktur
diharapkan biaya
logistik
menurun
sebesar 23,6 persen dari PDB. Berikut ini merupakan anggaran infrastruktur
Indonesia 2009-2014.
13 | P a g e
14 | P a g e
dengan
perkembangannya,
2010-2014 selalu lebih rendah dari defisit yang ditetapkan dalam APBNP. Dalam
periode tersebut, beberapa faktor yang menjadi penyebab dari kondisi defisit
antara lain adalah realisasi pendapatan negara lebih besar dari target yang
ditetapkan, sedangkan realisasi belanja negara lebih rendah bila dibandingkan
dengan alokasi anggaran, atau realisasi pendapatan negara dan realisasi belanja
negara lebih rendah dari target/alokasi yang ditetapkan, namun persentase
realisasi pendapatan negara lebih tinggi dibandingkan dengan persentase
realisasi belanja negara (Kementrian Keuangan, 2015). Berikut ini merupakan
grafik perkembangan defisit anggaran Indonesia 2010-2014.
16 | P a g e
F. Penutup
Barisan angka yang tercantum dalam APBN 2015 ini masih berada jauh
dari kata efisien. Terbukti dari belanja terbesar dalam RAPBN 2015 adalah
subsidi energi yang subsidi energi sebesar Rp344,7 triliun (17 persen dari
total anggaran) lebih besar dari APBN Tahun 2014 dengan nilai sebesar
Rp282,1
triliun. Dalam
APBN-P
2014
besaran
menjadi sebesar Rp392,1 triliun akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan
konsumsi BBM bersubsidi meningkat. Hal tersebut tentu dapat mengganggu
sustainabilitas fiskal.
Di sisi lain, pada APBN Tahun 2015 dana infrastruktur mengecil hanya
sebesar Rp196 triliun dibandingkan pada APBN Tahun 2014 yang sebesar
Rp206,6
17 | P a g e
tantangan
efisiensi
anggaran
dalam
APBN
Indonesia
saat
penyerapan
anggaran,
meningkatkan
tingkat
kemudahan
utang
asing.
Dalam
melakukan
pembangunan
Indonesia
perlu
18 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Kameda, Keigo. 2014. Budget Deficits, Government Debt, And Long-Term
Interest Rates In Japan. J.Japanese Int Economies, Vo.32, pp 105124. Elsevier.
Maltritz, Dominik dan Molchanov, Alexander. 2014. Country credit risk
determinants with model uncertainty. International review of Eonomics
and Finance, Vol.29, pp 224-234. Elseiver.
Fuchs, Andreas., Dheher, Axel., Nunnenkamp, Peter. 2014. Determinants of
Donor Generosity: A Survey of the Aid Budget Literature. World
Development, Vol. 56, pp.172199. Elsevier.
Hisali, Eria dan Ssentamu, John Ddumba. 2013. Foreign aid and tax revenue in
Uganda. Economic Modelling, Vol.30, pp 356-365. Elsevier.
Heylen, Freddy., Hoebeeck, Annelies., Busye, Tim. 2013. Government Efficiency,
Institutions, And The Effects Offiscal Consolidation On Public Debt.
European Journal of Political Economy, Vol.31, pp 40-59. Elsevier.
Dreher, Axel. 2006. IMF and Economic Growth: The Effects of Programs, Loans,
and Compliance with Conditionality. World Development, Vol. 34, No.
5, pp. 769788, 2006. Elsevier.
Dang, Hai-Anh., Knack, Stephen., Rogers, f.Halsey. 2013. International aid
andfinancial crises in donor countries. European Journal of Political
Economy, Vol.32, pp.232-250. Elsevier.
19 | P a g e
countries
for
aid
supply. The
Quarterly
Review
of
20 | P a g e