Disusun untuk memenuhi syarat tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah
Mikroskopis Bijih
Disusun Oleh :
Debbie Novalina
270110120057
BAB I
PENDAHULUAN
Mikroskopis bijih melibatkan tidak hanya identifikasi individu mineral, tetapi juga
interpretasi tekstur mineral bijih. Tekstur dapat menjelaskan proses-proses seperti proses awal
pengendapan bijih, kesetimbangan setelah pengendapan bijih, proses metamorfisme, proses
deformasi, annealing, dan dan pelapukan karena air meteorik.
Pada dasarnya tekstur adalah suatu bentuk yang memperlihatkan hubungan antara
mineral yang satu terhadap mineral lainnya, hubungan antara mineral inklusi terhadap host
mineral, dan hubungan antara mineral- mineral terhadap massadasarnya. Tekstur merupakan
kenampakan fisik secara umum atau karakter dari suatu batuan, termasuk aspek geometri,
komponen, hubungan antarkomponen atau kristal penyusunnya. Secara genetik, tekstur dibagi
atas tekstur primer, sekunder, hipogen, dan supergen. Faktor- faktor yang mengontrol
kenampakan tekstur pada endapan suatu mineral bijih di antaranya faktor mekanika (tektonik,
orogenesa, intrusi, dll) yang mengakibatkan terjadinya suatu celah terbuka berbentuk cavern,
geode (vug, drusy, amygdule), kondisi fisik batuan dan mineral seperti kekerasan, brittleness,
plastisitas, kondisi kimia (di mana konsentasi suatu mineralisasi bergantung juga pada pH,
stabilitas mineral dan konsentrasi dari pelarutan), difusi, kontrol batas grains mineral,
microfracturing.
Argentit, sulfosalt, dan native metals adalah beberapa mineral bijih yang mudah
setimbang kembali dan maka dari itu tidak cukup baik untuk merefleksikan kondisi
pembentukan awal. Pada mineral polimetalik, tekstur merefleksikan urutan pembentukan
mineral dan sejarah setelah pembentukan. Oleh karena itu, tekstur dan komposisi yang diamati
pada bijih polimetalik kompleks yang berdekatan dapat merefleksikan berbagai stage pada
proses pembentukan dan sejarah setelah proses pembentukan bijih. Morfologi dan pola inklusi
dalam mineral yang keras seperti pirit dapat menunjukkan kondisi temperatur tinggi di awal
pembentukan, sedangkan keterdapatan pirhotit dapat menunjukkan adanya kesetimbangan ke
temperatur menengah saat pendinginan, dan sulfosalt atau native metals dapat setimbang pada
temperatur yang sangat rendah.
BAB II
ISI
juga menghasilkan pembentukan droplet bundar kecil (< 100 m) yang terjebak dalam basalt
yang mendingin cepat dan gelas basaltik.
Gambar 2.1. Droplet sulfida pada basalt Mid-Atlantic Ridge, tersusun oleh
monosulfida larutan padat (Fe,Ni)1-x S (abu-abu sedang) dan larutan padat
menengah (Cu, Fe)S2-x (abu-abu terang), dengan rims dan flames pentlandit
(terang).
(magma) juga dapat terbentuk dari presipitasi fluida hidrotermal. Kriteria tekstur pengisian
dapat dikenali dari kenampakan:
Adanya vug atau cavities, sebagai rongga sisa karena pengisian yang tidak selesai
Kristal-kristal yang terbentuk pada pori terbuka pada umumnya cenderung euhedral
seperti kuarsa, fluorit, feldspar, galena, sfalerit, pirit, arsenopirit, dan karbonat.
Walaupun demikian, mineral pirit, arsenopirit, dan karbonat juga dapat terbentuk
euhedral, walaupun pada tekstur penggantian.
Adanya struktur zoning pada mineral, sebagai indikasi adanya proses pengisian, seperti
mineral andradit- grosularit. Struktur zoning pada mineral sulit dikenali dengan
pengamatan megaskopis.
Tekstur berlapis. Fluida akan sering akan membentuk kristal-kristal halus, mulai dari
dinding rongga, secara berulang- ulang, yang dikenal sebagai crustiform atau
colloform. Lapisan crustiform yang menyelimuti fragmen dikenal sebagai tekstur
cockade. Apabila terjadi pengintian kristal yang besar maka akan terbentuk comb
structure. Pada umumnya perlapisan yang dibentuk oleh pengisian akan membentuk
perlapisan yang simetri.
Kenampakan tekstur berlapis juga dapat terbentuk karena proses penggantian (oolitik,
konkresi, pisolitik pada karbonat) atau proses evaporasi (banded ironstone), tetapi
sebagian besar tekstur berlapis terbentuk karena proses pengisian.
Tekstur triangular terbentuk apabila fluida mengendap pada pori di antara fragmen
batuan yang terbreksikan. Kalau pengisian tidak penuh, akan mudah untuk
mengenalinya. Pada banyak kasus, fluida hidrotermal juga mengubah fragmen batuan
secarara menyeluruh.
Pengendapan berurutan dari larutan mengandung kobalt dan nikel dapat menghasilkan
pembentukan kristal pirit-bravoit konsentris, yang sering menunjukkan morfologi kristal yang
berubah (kubik, octahedron, piritohedron) selama growth. Proses pengendapan berurutan yang
yang sama dari fluida mengandung logam dan sulfur yang bersirkulasi sepanjang ruang pori
antarbutir di sedimen dapat meninggalkan sulfide coatings pada butiran sedimen.
Besi serta oksida dan hidroksida mangan sering membentuk botryoidal atau bahkan
struktur stalaktit pada open fractures sebagai hasil sirkulasi air meteorik. Mineral- mineral
seperti goetit, lepidokrosit, pirolusit, kriptomelan dapat membentuk concentric overgrowth ke
dalam dari dinding vein atau massa kompleks kristal fibrous.
Tekstur colloform sering dikaitkan dengan pembentukan awal akibat pengendapan
koloidal. Namun, Roedder (1968) telah menunjukkan bahwa banyak colloform sfalerit pada
bijih Pb-Zn tumbuh sebagai kristal fibrous kecil pada fluida bijih lewat jenuh.
Tekstur Mineral Bijih
10
Proses ubahan dibentuk oleh penggantian sebagian atau seluruhnya tubuh mineral
menjadi mineral baru. Karena pergerakan larutan selalu melewati pori, rekahan atau rongga,
maka tekstur replacement selalu perpasangan dengan tekstur pengisian. Oleh karena itu
mineralogi pada tekstur replacement relatif sama dengan mineralogi pada tekstur pengisian.
Akan tetapi, mineralogi pengisian cenderung berukuran lebih besar. Berikut beberapa contoh
kenampakan tekstur replacement.
11
Adanya mineral yang tumbuh secara tidak teratur pada batas mineral lain
12
13
(1980) mendemonstrasikan bahwa kalkopirit tidak akan larut dalam sfalerit dalam jumlah
yang signifikan kecuali pada temperatur di atas 500C. Data tersebut, dan pengamatan sfalerit
mengandung kalkopirit bijih Zn-Pb dalam karbonat (yang terbentuk pada temperatur 100150C) dan pada bijih vulkanogenik tidak termetamorfkan (yang terbentuk pada temperatur
200-300C) mengindikasikan bahwa eksolusi yang bergantung pada temperatur bukanlah
penyebab terbentuknya intergrowth. Studi lanjut oleh Barton dan Bethke (1987) menunjukkan
bahwa beberapa kalkopirit dapat hadir dengan kenampakan myrmekitic worm atau tubuh rod
yang memanjang hingga ratusan mikron.
Eksolusi sendiri merupakan bentuk dari dekomposisi, karena komposisi temperatur
tinggi mula- mula tidak lagi hadir sebagai fase homogen tunggal. Dua jenis tekstur yang
dihasilkan dari dekomposisi larutan padat adalah intergrowth matildit - galena dan
intergrowth arsen (atau antimony) myrmekitic stibarsen, yang dikenal dengan allemontite.
14
Gambar 2.13 Eksolusi kalkopirit (abu-abu terang) dalam bornit (abuabu gelap). Alterasi kemudian menghasilkan pembentukan kalkosit
(abu-abu sedang) sepanjang tepi rekahan sebagai rim pada kalkopirit.
15
16
Inversion
Deformation
Clark dan Kelly (1973), dalam menginvestigasi kekuatan beberapa mineral sulfida
yang umum sebagai fungsi temperatur, menunjukkan bahwa deformasi pada pirhotit dapat
berupa kinkbanding, kinked, atau bent subparallel lamellae, di mana masing- masing
Tekstur Mineral Bijih
17
menunjukkan pemadaman bergelombang, atau kembaran. Pirhotit dan mineral sulfida lainnya
yang relatif keras (stibnite, bismutinit) juga umumnya mengandung pressure lamellae.
18
2.2.3.3. Schlieren
19
Bijih yang terdeformasi umumnya merekam zona di mana shearing terjadi, atau
dikenal dengan schlieren. Schlieren merupakan bidang planar di mana mineral bijih relatif
berbutir sangat halus terhadap batuan di sekitarnya.
2.2.3.4. Breksiasi, kataklasis, dan durchbewegung
Deformasi pada bijih sering ditandai dengan perekahan atau breksiasi bijih dan mineral
gangue, umumnya pada mineral yang keras dan brittle, seperti pirit, kromit, magnetit.
Breksiasi dipengaruhi oleh derajat deformasi dan mineralogi bijih. Breksiasi minor dapat
berubah jadi kataklasis kompleks dengan peningkatan derajat fragmentasi dan disorientasi,
yang melibatkan bijih dan mineral gangue; deformasi penetrasi ini dikenal dengan
durchbewegung.
20
Efek annealing pendinginan bijih yang lambat setelah pengendapan atau pemanasan
yang lambat selama metamorfisme dapat mengubah tekstur asli. Kenampakan yang khas pada
annealing berupa rekristalisasi di sekitar area permukaan mineral dan interfacial tension pada
120. Selama proses annealing, kristal berukuran kecil diserap kembali oleh kristal yang lebih
besar.
Kesetimbangan kembali yang dihasilkan dari proses annealing dapat menghasilkan
zona overgrowth dan homogenisasi kristal yang mengandung growth zoning primer.
2.2.4.2. Metamorfik
Rekristalisasi selama proses annealing, khususnya selama metamorfisme, biasanya
menghasilkan pertambahan ukuran kristal dan juga menghasilkan pertumbuhan kristal
euhedral, terkadang kristal porfiroblastik, seperti pirit, arsenopirit, magnetit, dan hematit.
Pertumbuhan porfiroblastik atau overgrowth menyulitkan interpretasi paragenesa karena
porfiroblas mengandung jenis dan jumlah inklusi yang berbeda dengan inklusi pada mineral
primer pada bijih. Jenis inklusi dapat menjadi indikasi waktu pertumbuhan kristal. Adanya
Tekstur Mineral Bijih
21
inklusi pada mineral metamorfik high grade (amfibol, garnet, dll) mengindikasikan bahwa
overgrowth terjadi setelah metamorfisme telah mencapai grade yang cukup untuk membentuk
mineral metamorf tersebut.
Contoh kenampakan tekstur bijih dan paragenesa pada salah satu urat di daerah Arinem
22
23
Paragenesa
Paragenesa dalam konteks mineralisasi adalah suatu metode untuk menentukan uruturutan waktu pembentukan dari asosiasi mineral atau beberapa mineral yang berbeda dengan
mengidentifikasi jenis mineral dan karakteristik tekstur yang hadir pada suatu lingkungan
pengendapan (Craig dan Vaughan, 1994). Paragenesa ini juga sebagai alat bantu untuk
mengestimasi kondisi kesetimbangan dari pembentukan mineral bijih. Untuk menentukan
paragenesa diperlukan analisa detail dari sayatan poles (mineragrafi) dengan bantuan
mikroskop cahaya pantul. Hal- hal yang perlu diidentifikasi dalam melakukan paragenesa
mineral bijih adalah pertama dengan mengidentifikasi jenis mineral (fasa) yang hadir,
kemudian mengidentifikasi tekstur yang ada, dan terakhir mendiagnosa kenampakan mineral
berdasarkan urut-urutan waktu dari gabungan dua tahap sebelumnya.
Gambar 2.28. (a) kalkopirit (kuning terang) mengisi rekahan dalam sfalerit
(abu-abu kecoklatan) menandakan kalkopirit hadir setelah sfalerit.
Tekstur Mineral Bijih
24
Stage 1
Stage 2
Stage 3
Stage 4
Stage 5
(sekunder)
Pirit
Sfalerit
Kalkopirit
Galena
Kovelit
25
BAB III
KESIMPULAN
Pada dasarnya tekstur adalah suatu bentuk yang memperlihatkan hubungan antara
mineral yang satu terhadap mineral lainnya, hubungan antara mineral inklusi terhadap
host mineral, dan hubungan antara mineral- mineral terhadap massadasarnya.
Tekstur merupakan kenampakan fisik secara umum atau karakter dari suatu batuan,
termasuk aspek geometri, komponen,
penyusunnya.
Faktor-faktor yang mengontrol kenampakan tekstur pada endapan suatu mineral bijih
di antaranya faktor mekanika (tektonik, orogenesa, intrusi, dll) yang mengakibatkan
terjadinya suatu celah terbuka berbentuk cavern, geode (vug, drusy, amygdule),
kondisi fisik batuan dan mineral seperti kekerasan, brittleness, plastisitas, kondisi
kimia (di mana konsentasi suatu mineralisasi bergantung juga pada pH, stabilitas
mineral dan konsentrasi dari pelarutan), difusi, kontrol batas grains mineral,
microfracturing.
26
Adanya pengisian open space filling menghasilkan tekstur vug/cavities, comb texture,
crustiform, colloform, cockade, growth zoning.
Tekstur sekunder merupakan tekstur bijih yang terbentuk setelah pengendapan bijih.
Yang termasuk ke dalam tekstur sekunder, di antaranya tekstur replacement, tekstur
akibat pendinginan, tekstur deformasi, dan tekstur annealing/metamorfik.
Yang termasuk ke dalam tekstur akibat pendinginan di antaranya adalah rekrista lisasi,
eksolusi dan dekomposisi.
Sfalerit mengandung kalkopirit dalam bentuk dispersi acak atau memanjang mengikuti
orientasi kristalografi, dikenal dengan tekstur chalcopyrite disease (Barton dan
Bethke, 1987).
Yang termasuk ke dalam tekstur deformasi antara lain twinning, kinkbanding, pressure
lamellae, breksiasi, schlieren, curvature/offset, kataklasis, dan durchbewegung.
27
Tekstur deformasi kembar pada mineral logam meliputi kembar growth, inversion, dan
deformation.
Growth, terbentuk sebagai kembar lamellar dengan distribusi acak, hadir hanya di
beberapa mineral yang berikatan kuat.
Inversion, umumnya hadir sebagai spindle-shaped dan kristal integrowth yang tidak
sejajar mineral.
Breksiasi minor dapat berubah jadi kataklasis kompleks dengan peningkatan derajat
fragmentasi dan disorientasi, yang melibatkan bijih dan mineral gangue; deformasi
penetrasi ini dikenal dengan durchbewegung.
Kenampakan yang khas pada annealing berupa rekristalisasi di sekitar area permukaan
mineral dan interfacial tension pada 120.
28
DAFTAR PUSTAKA
Craig, J dan Vaughan, D. 1994. Ore Microscopy and Ore Petrography. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Hartosuwarno, S. 2010. Endapan Mineral. Yogyakarta: Laboratorium Petrologi dan Bahan
Galian FTM UPN Veteran Yogyakarta.
Ilham, W. 2010. Studi Alterasi dan Mineralisasi Emas Berdasarkan Analisis Petrografi Conto
Inti Pemboran Daerah Arinem, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Rusman. 1980. Identifikasi Mineral Opak di Bawah Mikroskop. Bandung: Jurusan Geologi
FIPPA Universitas Padjadjaran.
29