Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Stroke adalah sindroma klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa deficit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik.1
Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah usia 50 tahun,
setiap penambahan usia tiga tahun meningkatkan resiko stroke sebesar 11-20%.
Orang berusia lebih dari 65 tahun memiliki resiko paling tinggi, tetapi hampir 25%
dari semua stroke terjadi sebelum usia tersebut, dan hampir 4% terjadi pada orang
berusia antara 15 dan 40 tahun.1
Menurut Lumbantobing (2002), penyakit stroke sudah menjadi pembunuh
nomor tiga di
Indonesia setelah penyakit infeksi dan jantung koroner. Sekitar 28,5% penderita
penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia. Di Eropa, stroke merupakan penyakit
berbahaya kedua setelah penyakit jantung koroner. Di antara 100 pasien rumah sakit,
sedikitnya dua orang merupakan penderita stroke. Jika tidak ditangani dengan segera
maka penderita stroke bisa berakhir dengan kematian atau kecacatan, yakni lumpuh,
demensia (pikun) dan gangguan lain seperti sulit bicara dan gangguan melakukan
kegiatan sehari-hari lainnya.1
Kurang dari 10% penderita stroke mengalami komplikasi atau gejala sisa
berupa kejang atau epilepsi. Hal ini paling besar kemungkinannya terjadi pada
mereka yang mengalami perdarahan intra serebral.1
Bekas penderita stroke dan kecelakaan yang melukai otak bisa terserang
epilepsi. Di Indonesia sendiri jumlah penderita penyakit ini semakin banyak karena
pengidap kedua gangguan tersebut terus bertambah setiap tahunnya. Yang lebih parah

lagi, penyandang stroke justru kini menyerang kelompok usia muda yang sangat
produktif.1
Stroke merupakan faktor resiko epilepsi yang penting khususnya pada
kelompok lanjut usia. Pada saat onset, sekitar 2% penderita stroke mengalami
serangan. Selama 5 tahun pascastroke maka 11,5% dari penderita stroke mengalami
serangan tunggal atau berulang. Penderita stroke memiliki kemungkinan 20 kali lebih
besar mengalami epilepsi daripada populasi umum.5
Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun
dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal neuron kortikal secara berlebihan.
Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang. Penyebab dari epilepsi cukup
beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak.
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita, umur berapa saja, dan ras apa
saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 12% dari populasi. Puncak insidensi terdapat
pada golongan anak dan lanjut usia.1
Harsono (2001) juga menjelaskan bahwa di seluruh dunia diperkirakan ada 42
juta penderita epilepsi. Insidensi epilepsi di negara maju adalah 50/100.000 dan di
negara berkembang 100/100.000. Di seluruh dunia kasus baru setiap tahun
diperkirakan sekitar 3,5 juta dengan proporsi sebagai berikut: 40% golongan anak,
40%golongan dewasa, 20% golongan lanjut usia. Di negara maju faktor penyebab
epilepsi nonidiopatik yang paling menonjol adalah stroke, meliputi 11-14% dari
seluruh kasus. Sementara itu 50% dari seluruh kasus epilepsi di seluruh dunia bersifat
idiopatik.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke adalah sindroma klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatic.3
Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau hemiparalisis
akibat lesi vaskuler yang dapat bangkit dalam beberapa detik sampai hari, tergantung
pada jenis penyakit yang menjadi kausanya. Daerah otak yang tidak berfungsi lagi,
dapat disebabkan karena secara tiba-tiba tidak menerima jatah darah lagi karena arteri
yang memperdarahi daerah itu putus atau tersumbat. Penyumbatan itu dapat terjadi
secara mendadak, secara berangsur-angsur ataupun tiba-tiba namun berlangsung
hanya sementara.1
2. Epidemiologi Stroke
Setiap tahunnya, sekitar 795.000 orang di dunia terkena stroke, baik
merupakan stroke baru maupun stroke berulang. Sekitar 610.000 dari jumlah tersebut
merupakan kasus baru, sedangkan 185.000 sisanya merupakan serangan berulang.
Dari semua kasus stroke, 87% diantaranya merupakan kasus stroke iskemik, 10%
kasus perdarahan intraseberal dan 3% merupakan kasus perdarahan subarachnoid.2
Secara keseluruhan prevalensi stroke di dunia diperkirakan mencapai 3.0%
dan berdasarkan data dari CDC sebanyak 2.7% laki-laki dan 2.5% perempuan yang
berusia diatas 18 tahun memiliki riwayat pernah mengalami stroke.2
Jika dirata-rata, dapat dikatakan bahwa setiap 4 menit, 1 orang di dunia
meninggal akibat stroke. Stroke adalah penyebab kematian ketiga terbanyak diantara
semua penyebab kematian.2
3. Etiologi Stroke

Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling sering adalah
aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan
intraserebral dan ruptur aneurisme vaskuler. Stroke biasanya disertai satu atau
beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam
darah, diabetes melitus, atau penyakit vaskuler perifer.2

4. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan etiologinya, stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu stroke
hemoragik atau stroke perdarahan dan stroke iskemik atau stroke non hemoragik.1
a. Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau hemoragik terjadi bila salah satu pembuluh darah di
otak bocor atau pecah. Darah yang keluar dari pembuluh yang bocor itu kemudian
mengenai jaringan otak sekitarnya, sehingga menimbulkan kerusakan. Selain itu, selsel otak pada bagian lain dari bocoran atau pecahan itu juga akan mengalami
kekurangan darah dan kerusakan.1
Stroke hemoragik dibagi atas :

Perdarahan Subaraknoid (PSA)

PSA adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput
otak (rongga subaraknoid). Sumber dari perdarahan adalah pecahnya dinding
pembuluh darah yang lemah (apakah suatu malformasi arteriovenosa ataupun suatu
aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang aterosklerosis atau infeksi menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah pecah.1

Perdarahan Intraserebral (PIS)


PIS disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. PIS

merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke biasanya luas, terutama pada
penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh penderita yang memiliki
perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari.1
b. Stroke Non Hemoragik (Iskemik)
Pada stroke iskemik, terjadi kekurangan suplai darah ke suatu area di jaringan
otak. Iskemia adalah keadaan dimana vaskularisasi ke suatu organ atau jaringan
menjadi berkurang atau tidak ada. Keadaan ini bisa disebabkan karena bekuan darah,
plak aterosklerosis, atau vasokontriksi.
Stroke iskemik dibagi menjadi :

TIA (Transient Ischemic Attack)


TIA adalah manifestasi vasospasmus regional yang berlangsung sementara

atau sepintas. Terjadi akibat penyumbatan salah satu aliran darah karena
vasospasmus, langsung menimbulkan gejala defisit atau perangsangan, sesuai dengan
fungsi daerah otak yang terkena. Setelah vasospasmus itu hilang, gejala-gejala itu
akan hilang juga dan keadaan sehat seperti semula pulih kembali.1 Pada bentuk ini
gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.2

RIND (Reversible Ischemic Neurologic Defisit)


Gangguan neurologis yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak,

akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.2

Stroke Progresif (Progresif Stroke/Stroke in Evolution)

Pada stroke in evolution, gejala neurologik yang terjadi makin lama makin
berat (Soeharto, 2004).

Stroke Komplet (Complete Stroke/Permanent Stroke)


Pada stroke komplet gejala klinis yang terjadi sudah menetap.2

5. Faktor Resiko Stroke


Faktor resiko stroke dikelompokkan dalam dua tipe utama yaitu yang dapat
diubah dan yang tidak dapat diubah. Dengan perhatian khusus untuk mengontrol
factor-faktor yang dapat diubah maka pengaruh dari factor-faktor yang tidak dapat
diubah tersebut dapat dikurangi.2
Faktor resiko yang tidak dapat diubah diantaranya adalah :1
a. Usia
Semua usia dapat mengalami stroke, termasuk anak-anak, tapi semakin
bertambahnya usia semakin besar pula resiko stroke. Orang berusia lebih dari 65
tahun memiliki resiko paling tinggi.
b. Jenis Kelamin
Pria mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan wanita. Tetapi lebih dari
setengah angka kematian akibat stroke diderita oleh wanita.
c. Ras
Suku Aborigin, orang Afrika, Hispan, Asia Selatan dan kulit hitam mempunyai
angka hipertensi dan diabetes yang lebih tinggi kondisi yang mengarah ke stroke.
d. Riwayat Keluarga
Resiko stroke lebih tinggi jika mempunyai orangtua atau keluarga yang menderita
stroke sebelum usia 65 tahun.
e. Serangan stroke atau TIA terdahulu
Sekitar sepertiga penderita stroke yang terkena TIA menderita stroke lagi dalam
rentang waktu 5 tahun.3 Menurut Robert G. Ojeman, lebih dari 75% pasien stroke
iskemik dengan defisit neurologis persisten, didahului oleh serangan TIA.1
Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah diantaranya adalah:2

Tekanan darah tinggi (hipertensi)


65% dari semua penderita stroke berhubungan dengan hipertensi. Bila tekanan
darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan
menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya,
diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap sehingga tidak dapat
berdilatasi atau berkontraksi, jadi bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik
maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya terjadi
hyperemia, edema, dan perdarahan pada otak.1

Diabetes
Dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes, penderita ini
mempunyai dua sampai empat kali resiko stroke.

Merokok
Pria perokok mempunyai 40% resiko lebih besar mengalami stroke, sedangkan
wanita perokok 60%, jika dibandingkan dengan yang tidak merokok. Efek
nikotin, salah satu zat yang terkandung dalam rokok, adalah stimulasi saraf
simpatis dan pelepasan katekolamin. Keduanya ini akan menyebabkan kenaikan
tekanan darah. Selain itu, rokok juga menyebabkan plasma darah mengental dan
sel pembekuan darah bekerja aktif. Akibatnya, darah berubah mengental melebihi
tingkat yang wajar. Jika keadaan ini terus berlangsung, aliran darah dalam
pembuluh darah akan tersumbat. Jika ini mengenai pembuluh darah otak, maka
bisa terjadi stroke.1

Fibrilasi Atrium (Penyakit jantung)


Fibrilasi

atrium

meningkatkan

terbentuknya

bekuan

darah

yang

bisa

mengakibatkan stroke.

Kolesterol
Kolesterol darah berperan pada pembentukan plak aterosklerosis sepanjang
dinding pembuluh darah. Plak ini meningkatkan resiko stroke.

Aktifitas yang kurang dan kegemukan

Orang yang fisiknya tidak aktif mempunyai dua kali resiko penyakit jantung dan
stroke.

Alkohol
Peminum berat meningkatkan resiko stroke karena terjadi peningkatan tekanan
darah.

Penyakit arteri karotis atau arteri yang lain


Arteri karotis mensuplai darah ke otak, jika ada gangguan seperti penyempitan
atau bendungan, bisa mengakibatkan stroke.3

6. Patofisiologi Stroke
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi
penurunan CBF kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai
darah ke otak terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat
terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversible.4
Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan
ATP dan keratin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversible apabila
sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan
menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen
dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan glutamate
dan asparat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.4
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid
sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat
merupakan prekusor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan
vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2
merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan
tromboksan

A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak

terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit.


Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim
intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).4

Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan


kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi
apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam
keadaan iskemia.4
7. Manifestasi Klinis Stroke
Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke dapat beberapa :
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan sensorik)
3) Perubahan mendadak status mental (delirium, letargi, stupor atau koma)
4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami
ucapan)
5) Disatria
6) Gangguan penglihatan atau diplopia
7) Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala.3
8. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem repirasi.
b. Sistem cardiovascular : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut
jantung irregular, adanya murmur.
c. Sistem neurologi :
- Tingkat kesadaran : bisa sadar compos mentis sampai koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien.
- Reflek Fisiologis dan reflek patologis.
d. Pemeriksaan saraf cranial.4
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
b.
c.
d.
e.
f.

seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau rupture.
CT scan : memperlihatkan adanya edem.
MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark.
penilaian kekuatan otot.
EEG : mengidentifikasi masalah pada gelombang otak.
Laboratorium :
Pada pemeriksaan paket stroke : Test Agregasi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonat (AA), Plaelet Activating Factor (PAF), Fibrinogen. Analisis

laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark


mengalami penurunan HDL di bawah nilai normal 60 mgdl, Laju Endap
Darah (LED) bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap
dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun
LED tidak menunjukkan apakat itu radang jangka lama, misalnya arthritis,
panel metabolic dasar (Natrium 135-145 mMol/L, Kalium 3,6-5,0 mMol/L,
Klorida). (LP stroke infark : Prince, dkk,2005).
g. Ultrasonografi (USG) karotis : evaluasi standar untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke.2
10. Penatalaksanaan
Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.2
a. Penatalaksanaan Umum
Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat
atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakrnial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk
mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan
terjadinya herniasi otak besar maka target pCO 2 arteri adalah 32-36
mmHg. Dapat pula diberikan mnitol intravena untuk mengurangi edem
serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri
atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi,

atelektasis atau pun GERD.2


Circulation
Pasien dengan infark akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien ini berisiko tinggi mengalami aritmia
jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi

juga dapat menyebabkan terjadiya stroke.2


Pengontrolan gula darah

Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian


insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien
pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemia akibat pemberian

insulin.2
Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam supinasi. Namun, berbaring terlentang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial padahal hal tersebut
tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke

diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.2


Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana akiran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah
otak. Oleh karena itu, didapatkan bahwa pemberian terapi antihipertensi
diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (systole
>220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih
185 mmHg dan diastolic lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat
yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi
hingg dosis maksimal 15 mg/dl.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah
harus diperiksa setiap 15 menit Selama 2 jam pertama, setiap 30 menit
selama 6 jam berikutnya dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target
terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15% dari nilai awal.2

Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksperimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai

neuroprotektor.2
Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15% pasien dengan stroke non hemoragik
dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi

dan

pemberian

manitol

rutin

digunakan

untuk

mengurangi tekanan intracranial dengan cepat.2


Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23% pasien dalam 24 jam pertama setelah onset.
Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap
sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptic tetap
direkomendasikan.2

b. Penatalaksanaan Khusus
Antikoagulan
Pemberian antikoagulan masih bersifat controversial, baik dalam hal
manfaat maupun resikonya. Dorongan untuk memberi antikoagulan
terutama untuk menghentikan proses patologik pada kasus stroke-in

evalution atau progressing stroke.2


Kontrol terhadap edema otak
Edema pada infark otak, terutama jika terjadi oklusi arteri serebri media,
sulit untuk dikontrol. Kortikosteroid bermanfaat untuk edema intertisial,
hal ini terdapat pada neoplasma. Cairan hiperosmolar misalnya gliserol,
manitol, urea, kurang efektif untuk infark iskemik. Hal ini disebabkan

oleh dua alasan :


- Pemberian cairan hiperosmolar kedaerah infark terganggu oleh tersumbatnya
aliran darah di daerah infark.
- Edema pada infark iskemik merupakan kombinasi antara edema vasogenik
dan sitotoksik.2
Antagonis kalsium

Nimodipin merupakan salah satu jenis antagonis kalsium yang


diharapkan dapat mencegah membanjirnya kalsium dalam sel (calcium
influx). Pada awalnya, nimodipin diberikan secara co-infus dengan
bantuan syringe-pump dengan dosis 2-2,5 ml/jam, bergantung pada
tekanan darah penderita selama 5 hari. Dosis tinggi dapat menurunkan
tekanan darah yang tentunya akan menyebabkan bertambah beratnya
gejala neurologic. Nimodipin akan memberikan hasil yang baik jika
diberikan secara dini, kurang dari 6 jam pasca awitan. Nimodipin dapat

diteruskan secara peroral dengan dosis 120-180 mg/hari.


Pentoxyfilin
Pentoksifilin, suatu obat hemoriologik yang menurunkan fikositas darah,
meningkatnya aliran darah dan meningkatnya oksigenasi jaringan pada
penderita dengan penyakit vascular. Pentoksifilin dapat diberikan dalam
tahap akut, 6-12 jam pasca awitan dalam bentuk infuse dan bukan dalam
bentuk bolus intravena. Diberikan dengan dosis 15 mg/kgBB/hari

selama seminggu. (makalah infark serebri)


Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada
kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas
daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi
pada binatang percobaan maupun pada manusia.4

11. Komplikasi
Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau non neurologis.
Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial
yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang dan tranformasi
hemoragik. Gangguan non neurologis, misalnya

adalah infeksi (misalnya

pneumonia), gangguan jantung, gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru,


hiperglikemia reaktif.

Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan biasanya
parsial dengan atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang berulang terjadi pada
20-80% kasus. Penggunaan antikonvulsan sebagai profilaksis kejang pada pasien
stroke tidak terbukti bermanfaat. Terapi kejang pada pasien stroke sama dengan
penanganan kejang pada umumnya.4
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark selalu
disertai komponen perdarahan berupa petekie. Dengan menggunakan CT scan 5%
dari kejadian infark dapat berkembang menjadi tranformasi perdarahan. Lokasi,
ukuran dan etiologi stroke dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi ini.
Penggunaan antitrombotik, terutama antikoagulan dan trombolitik meningkatkan
kejadian tranformasi perdarahan. Terapi pasien dengan infark berdarah tergantung
pada volume perdarahan dan gejala yang ditimbulkannya.(makalah infark serebri).4
12. Hubungan Stroke dengan Kejadian Epilepsi
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian
otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan
serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak.
Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh
jaringan itu.1
Andai kata otak kita anggap sebagai pusat komputer yang secara elektronik
mengendalikan seluruh aktivitas badan kita, serangan kejang pada epilepsi adalah
wujud lepasnya muatan listrik abnormal secara bersamaan dan tidak terprogram dari
sekumpulan sel-sel otak atau dari seluruh otak. Akibat lepasnya muatan listrik secara
tidak terkontrol ini adalah kejang-kejang yang bisa dimulai dari lengan atau tungkai
kemudian menyebar ke seluruh tubuh.1
Sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba
melepaskan muatan listriknya ini disebabkan karena ada perubahan baik anatomis
(struktur/bentuk) maupun biokimiawi pada sel-sel itu atau pada lingkungan di
sekitarnya. Perubahan terjadi akibat trauma fisik/benturan/memar pada otak,
berkurangnya aliran darah/zat asam akibat penyempitan pembuluh darah,
pendesakan/rangsangan oleh tumor, dan yang terpenting (dan baru akhir-akhir ini

diketahui) adalah proses sklerosis, yaitu jaringan otak yang mengalami "pengerasan
akibat dari digantikannya sel-sel saraf/neuron oleh sel-sel penyokong/sel-sel
glia/jaringan parut.1
Penderita stroke

Perdarahan di
otak

Sumbatan pembuluh
darah di otak
Lesi iritatif

Iskemia

Sel otak melepaskan muatan listrik


abnormal di luar kehendak

Kejang epilepsi

- Genetik
- Usia
- Obat-obatan

LAPORAN KASUS
CEREBRAL INFARK DENGAN EPILEPSI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Mrs.HU
Umur
: 70 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Aron Kota Baro, Ketabang Tanjung
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 16 Mei 2015
No.CM
: 093273
II. SUBJECTIVE
Anamnesa
Keluhan Utama :
Penurunan Kesadaran.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan penurunan kesadaran 6 jam yang lalu yang
disertai dengan badan dingin dan berkeringat. Keluarga juga mengatakan

bahwa os pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.


Riwayat Penyakit Dahulu :
Os pernah mengalami beberapa kali penurunan kesadaran sebelumnya.
Karena penurunan kesadaran tersebut os terjatuh dan mengalami cedera pada
kaki kirinya. Os juga mempunyai riwayat stroke beberapa bulan yang lalu. Os
juga mempunyai riwayat kejang sejak tahun 2007 setelah os melakukan
operasi mata. Selain itu os juga mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes
mellitus.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak Ada.
Riwayat Penggunaan Obat :
- Garbamazepin
- Metformin
- Obat-obat kejang.

III. OBJECTIVE
Keadaan Umum

: Tidak sadar

Kesadaran
: Coma
GCS
: E4V5M5
Vital Sign
- Tekanan Darah
: 160/90 mmhg
- Nadi
: 79x.menit
- Pernafasan
: 20x/menit

- Temperatur : 37,6 C
Mata
: Konjungtiva anemis +/+, bulat, isokor.
Thorak
: Simetris kiri dan kanan.
- Paru
: Vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-).
- Jantung
: Bunyi jantung 1 dan 2 normal, bising (-)
Abdomen
: Datar, timpani (+), peristaltik (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas
: Oedem (-/-)
- Reflek Fisiologis : +|+ (Normal)
- Reflek Patologis
: -|- (Normal)
- Status Motorik
Pemeriksaan
Gerakan
Kekuatan Otot
Tonus otot
Atrofi otot
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Sensibilitas

Dextra
Normal
5/5/5/5
Normal
(-)
(+)
(-)
Normal

Superior
Sinistra
Normal
5/5/5/5
Normal
(-)
(+)
(-)
Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan Laboratorium : KGD = 141 mg/dl.
V. DIAGNOSA
- Cerebral Infark
- GM Epilepsi
- Anemia
- T2 DM terkontrol
- Ht grade II
VI. PLAN (PERENCANAAN)
- IVFD RL 20 tts/menit
- Ij. Ceftriaxon 1gr/12 jam
- Ij. Ranitidin 1gr/12 jam
- Ij. Citicolin 1gr/12 jam

Inferior
Dextra
Normal
5/5/5/5
Normal
(-)
(+)
(-)
Normal

Sinistra
Susah dinilai
Susah dinilai
Susah dinilai
Susah dinilai
Susah dinilai
Susah dinilai
Susah dinilai

Candesartan 1x16mg (malam)


Amlodipin 1x10mg (pagi)
Aspilet 1x1
Phenitoin 3x100mg

VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
Quo ad Sanationam
Quo ad Fungtionam

: Dubis ad Bonam
: Dubai ad Bonam
: Dubia ad Bonam

Follow Up :
Tanggal
Subjektif
Objektif
19/5/201 - TD : 130/90 -Kesadaran
5
-

20/5/201 5
-

21/5/201 5

Assesment
: - Cerebral

Therapy
Plan
- IVFD RL 20 (18/5/15)

mmhg
Compos
infark
tts/menit
- GDS = 156
RR : 20x/m
- CM Epilepsi - Ij.
Citicolin
Mentis
mg/dl
HR : 80x/m
- Anemia
-Motorik :
500mg/12
- GD PP = 302
Suhu : 36,6C
ES 5555|5555
Lemah
jam
mg/dl
EI 5555|sdn
- Ij. Ranitidin 1
anggota
- Sensorik : Dalam
amp/12 jam
gerak (+)
batas normal.
- Asam folat 1x1
Sakit kepala
- Reflek Fisiologis
- Cilostazol 2x1
(-)
: ++/++
- Phenitoin
Kejang (-)
- Reflek
3x100mg
Patologis : -/TD : 150/110 - Kesadaran
: - Cerebral
- IVFD RL 20 - Hb = 9,5 gr/dl
mmhg
Compos
infark
tts/menit
RR : 20x/m
- CM Epilepsi - Ij.
Citicolin
Mentis
HR : 76x/m
- Anemia
- Motorik :
500mg/12
Suhu : 36,0C
ES 5555|5555
Lemah
jam
EI 5555|sdn
- Ij. Ranitidin 1
anggota
- Sensorik : Dalam
amp/12 jam
gerak (+)
batas normal.
- Asam folat 1x1
Lemas (+)
- Cilostazol 2x1
Tidak
BAB
- Phenitoin
sudah 5 hari.
3x100mg
TD : 140/70 - Kesadaran
: - Cerebral
- IVFD RL 20 mmhg

Compos

infark

tts/menit

RR : 20x/m
Mentis
- CM Epilepsi - Ij.
Citicolin
HR : 76x/m
- Motorik :
- Anemia
500mg/12
Suhu : 37,0C
ES 5555|5555
Lemah
EI 5555|sdn
jam
- Sensorik
:
- Ij. Ranitidin 1
anggota
Dalam batas
amp/12 jam
gerak (+)
- Asam folat 1x1
- Tidak
BAB
normal.
- Cilostazol 2x1
sudah 6 hari.
- Phenitoin
- Lemas (-)
3x100mg
- Tidak
bisa
22/5/201 5
-

tidur (+)
TD :
- Kesadaran
: - Cerebral
RR : 20x/m
Compos
infark
HR : 72x/m
- CM Epilepsi
Suhu : 37,0C
Mentis
- Anemia
Pasien sudah - Motorik :
ES 5555|5555
diijinkan
EI 5555|sdn
pulang.
- Sensorik : Dalam

- Cilostazol 2x1
- Citicolin 2x500
mg
- Phenitoin
3x100 mg
- Asam Folat 1x1
- Ranitidin 2x1

batas normal.
- Reflek Fisiologis
: ++/++
- Reflek
Patologis : -/-

Resume Pasien
Seorang perempuan berusia 70 tahun datang ke IGD RS TGK CHIK DITIRO SIGLI
dengan keluhan penurunan kesadaran 6 jam yang lalu yang disertai dengan badan
dingin dan berkeringat. Saat itu pasien sedang duduk di depan rumahnya kemudian
secara tiba-tiba pasien jatuh tidak sadarkan diri. Keluarga langsung membawa pasien
ke rumah sakit.
Pasien juga mempunyai riwayat kejang sejak tahun 2007 setelah os melakukan
operasi mata. Selain itu pasien juga mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes

mellitus. Pemeriksaan status generalisata, kesadaran pasien coma dan tekanan darah
tinggi. Pemeriksaan motorik dan sensorik sulit di nilai karna pasien dalam keadaan
tidak sadarkan diri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Puspitasari, Vania. 2009. HUBUNGAN ANTARA STROKE DENGAN ANGKA
KEJADIAN EPILEPSI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Surakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Press.
2. Angraeni, Dhezi Suci. Lp Stroke Infark. https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&ei=LWprVcbLPNLkuQSgoLIAg&url=https://www.scribd.com/mobile/doc/231411733/Lp-StrokeInfark&ved=0CCUQFjAD&usg=AFQjCNFJep1YE65WOFjwhsuHT2Bj3JmJw.
(Accessed 26 Juni 2014).
3. Arif M., Suprohaita., Wahyu I.W & Wiwiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi ke3 jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. pp: 17-26.
4. Anonymous. Infark Serebri. http://www.scribd.com/. Diakses tanggal 15 April
2014.
5. Harsono. 2011. Buku ajar Neurologi Klinis. Jogjakarta : UGM.

Anda mungkin juga menyukai