Anda di halaman 1dari 5

Bank Sentral dalam Jumlah Uang Beredar

Jumlah uang yang telah beradar di masyarakat pada saat pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia secara de jure adalah jumlah uang tersebut ditambah dengan jumlah uang yang
dikeluarkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berikut adalah jenis-jenis mata uang
yang telah diedarkan oleh pemerintahan Indonesia dan beberapa jenis mata uang yang
beredar di Indonesia.
Jenis Mata Uang Pemerintah Pencetak Daerah Peredaran
ORI Pemerintah Pusat (Yogyakarta) Jawa dan Madura
URIBA Pemda Aceh Aceh
URITA Pemda Tapanuli Tapanuli
ORIPS Pemda Sumatera Tengah Sumatera Tengah
URISU Pemda Sumatera Utara UMUT dan Aceh
URIDAB Pemda Banten Banten
Uang Mandat Dewan Pertahanan Daerah SUMSEL SUMSEL
Straits Dollar Pemerintah Singapura dan Malaya Kepulauan Riau
Nieuw Gulden Pemerintah Hindia Belanda Irian Barat
Gunpyo Militer Jepang Pendudukan Jepang

Ketika masa pendudukan Belanda mata uang yang berlaku adalah mata uang yang
dikeluarkan pemerintahan Hindia Belanda, yaitu uang kertas De Javasche Bank dan uang
kertas pemerintah Hindia Belanda (munbilyet). Mata uang tersebut tetap dipergunakan
sebagai alat pembayaran yang sah untuk aktivitas ekonomi Indonesia. Pada saat peredaran
uang muntbilyet itu, pemerintah Jepang mengeluarkan jenis mata uang sebagai alat
pembayaran yang dikenal dengan uang invasi. Ketika pendudukan Indonesia oleh Jepang,
ketiga mata uang tersebut beredar dan berlaku untuk segala transaksi perdagangan. Namun
kondisi itu tidak berlangsung lama sebab mata uang Jepang mampu mendominasi
peredarannya di Indonesia melebihi kedua mata uang lainnya ketika Jepang mampu
menggelembungkan volume jumlah uang dengan usaha perang Jepang yang meningkat.
Berikut adalah sebaran peredaran mata uang invasi (Jepang) di Indonesia pada pertengahan
Agustus 1945:
Daerah Peredaran Volume
Pulau Jawa k.l f 2,4 miliar
Sumatera k.l f 1,6 miliar
Kalimantan dan Sulawesi k.l f 4 miliar
Total Peredaran diperkirakan k.l f 8 miliar

- ORI Sebagai Instrumen Moneter


Oeang Republik Indonesia (ORI) merupakan uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh
pemerintah Republik Indonesia. Kepentingan pencetakan ORI adalah untuk menggantikan
uang Hindia Belanda dan uang Jepang yang telah lama beredar dan berlaku di Indonesia. Saat
pengeluaran ORI berjalan penuh hambatan karena rencana pembuatan yaitu pada saat
pemerintahan berada di Jakarta sedangkan ketika ORI sudah dikeluarkan pemerintahan
berpindah ke Yogyakarta. Dala fungsiya sebagai alat pembayaran revolusi, ORI dapat
disamakan dengan continental money(greenbacks), yang dikeluarkan oleh negara-negara
1

koloni di Amerika Serikat. ORI juga sebagai instrumen of revolution karena dipergunakan
untuk administrasi negara, memperkuat kebutuhan tentara, memelihara kemanan dan
ketertiban, serta mensejahterakan rakyat. Ketika ORI akan diedarkan, pemerintah menarik
kedua mata uang yang saat itu beredar di masyarakat. Tetapi menjadi hal yang tidak mungkin
penarikan secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang terlalu besar, maka akan terjadi kekacauan
perekonomian dan kerugian bagi masyarakat. Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan
kebijakan untuk menarik mata uang Hindia Belanda dan Jepang secara berangsur. Tindakan
yang dilakukan pertama kali adalah pelarangan orang membawa uang tersebut lebih dari f
1000(uang Jepang) dari daerah Keresidenan Jakarta, Semarang, Surabaya, Bogor dan
Priangan ke daerah-daerah lain di Jawa dan Madura, tanpa seizing terlebih dahulu dari
pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal ini dilakukan pada tanggal22 Juni 1946. Dan
kemudian berangsur berkurang peredarannya hingga uang-uang tersebut disimpan pada bankbank yang ditunjuk, yaitu Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Surakarta,
Bank Nasional, Bank Tabungan Pos dan Rumah Gadai. ORI ditandatangani oleh Menteri
Keuangan A.A. Maramis pada tanggal 17 Oktober 1945 dan kemudian mulai beredar pada
tanggal 30 Oktober 1946. Hanya bertahan selama 3 tahun 5 bulan atau tepatnya pada bulan
Maret 1950 ORI kembali ditarik dari peredaran sehingga mata uang ini yang tidak sempat
disebarkan ke berbagai daerah di Indonesia dibuatlah jenis mata tiap daerah oleh Pemerintah
Daerah untuk memenuhi kebutuhan alat pembayaran yang sah sebagaimana disebutkan
penyusun pada pembahasan sebelumnya. ORI pada akhir tahun 1949 telah mencapai volume
Rp. 6 miliar. Pemerintah saat itu sangat menyadari bahwa kebijakan deficit financing
menyebabkan perkembangan inflasi yang sangat tinggi. Tetapi pemerintah berada dalam
kondisi yang dilema disebabkan kebutuhan yang sangat besar untuk perang.tindakan-tindakan
perpajakan sangat tidak mungkin dilakukan karena kondisi yang sangat tidak memungkinkan.
- Dari BNI ke BI
Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang no 2/1946 tanggal 5 Juli 1946 Bank
Negara Indonesia (BNI) ditetapkan sebagai Bank sirkulasi dan Bank sentral kendati demikian
BNI juga sebagai Bank Umum. Dalam kondisi perekonomian Indonesia pasca proklamasi
yang masih menyedihkan, BNI sebagai bank sentral dan bank sirkulasi tidak dapat
melaksanakan fungsinya sebagai pengambil kebijakan moneter Indonesia secara maksimal.
Kondisi perjuangan melawan penjajahan menyudutkan BNI untuk tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Walaupun sudah memenuhi wewenangnya dan berperan serta dalam
penerbitan ORI, tetapi proses pengawalan moneter menjadi terbengkalai. Pengeluaran ORI
dalam volume yang sangat banyak menyebabkan BNI tidak mampu mengendalikan arus
inflasi yang terjadi akibat kelebihan permintaan pada jumlah penawaran yang tetap.
BNI memiliki beberapa tugas dan wewenang dalam memlihara stabilitas moneter dan
mengamankan pertumbuhan ekonomi. Beberapa kategorinya pekerjaan yang sangat luas
tersebut termasuk kebijakan pembatasan perkreditan secara kuantitatif dan kualitatif;
penetpan dan perubahan tingkat bunga; penentuan junlah uang beredar, dan yag diperkirakan
diperlukan sesuai dengan pertumbuhan ekonomi tertentu. Sekali lagi, bahwa kondisi-kondisi
yang penuh dengan kekacauan tugas-tugas tersebut tidajk dapat dipenuhi kecuali BNI pernah
memberikan kredit ke berbagai bank-bank lain.
2

Dalam aktivitasnya menjadi Bank Umum, BNI telah mampu menghimpun dana simpanan
dari masyarakat hingga mencapai Rp 40 juta pada akhir 1947. Pembahasan tentang BNI
sebagai bank sentral masuk dalam pembahsan di Konferensi Meja Bundar yang berlangsung
pada tanggal 19 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan 31 Juli 2 Agustus 1949 di Jakarta. KMB
menetapkan bahwa BNI ditentutak sebagai Bank Pembangunan. Ada banyak protes keras
yang tujukan kepada pemerintah saat itu tentang persoalan ini. Ketidakjelasan penetapan
pemerintah mengenai status BNI, BNI dengan inisiatif mengalihkan dirinya pada kegiatan ke
bidang pembangunan ekonomi dan perdagangan, sehingga secara langsung fingsinya berubah
menjadi murni sebagai bank umum. Penegasan status BNI sebagai bank umum melalui
peraturan perundan-undangan ditetapkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat
No. 2 tahun 1955. Maka secara resmi status BNI sebagai bank sentral dan bank sirkulasi
praktis bukan menjadi wewenangnya.
Lahirnya Bank Indonesia (BI) merupakan kelanjutan dari penerapan undang-undang
tentang nasionalisasi De Jaavasche Bank dengan pemindahan hak milik saham-saham
tersebut dari tangan pemilik swasta ke tangan pemerintah. Langkah nasionalisasi De Javasche
Bank bertujuan untuk membentuk satu bank sentral yang dimiliki negara Indonesia sesuai
dengan kedudukan RI sebagai negara merdeka dab berdaulat. Pada tanggal 10 April 1953
parlemen Indonesia telah selesai membahas dan menyetujui dari rencana Undang-Undang
Pokok Bank Indonesia yang diajukan pemerintah yang disertai perubahan penting lainnya.
Kemudia pada tanggal 2 Juni 1953 Undang-undag tersebut diumumkan pada Lembaran
Negara No. 40 dan dengan demikian telah berlaku pada tanggal 1 Juli 1953 dengan nama
Bank Indonesia yang tugas dan wewenangnya serupa ketika BNI berstatus sebagai bank
sentral.
Berdasarkan laporan tinjauan moneter yang dilakukan Bank Indonesia Triwulan-II 2009 ini
bahwa perkembangan perekonomian global mengindikasikan proses pemulihan yang semakin
menguat pasca krisis akhir 2008 lalu, walaupun masih ada beberapa risiko. Di sisi harga, tren
penurunan inflasi diprakirakan masih berlanjut. Pada Juni 2009, harga barang konsumen
mencatat inflasi sebesar 0,11% (m-t-m), jauh lebih rendah dibandingkan dengan pola
historisnya maupun proyeksi sebelumnya. Kenaikan harga beberapa komoditas pangan di
pasar internasional masih dapat dikompensasi oleh apresiasi rupiah sehingga kenaikan harga
barang domestik masih terkendali. Selain penguatan rupiah, lemahnya permintaan domestik,
serta membaiknya ekspektasi inflasi sejalan dengan meningkatnya akselerasi disinflasi
menyebabkan laju inflasi kelompok inti menunjukkan penurunan. Terjaganya pasokan
pangan juga menjadi faktor yang mendukung rendahnya inflasi selama triwulan II-2009.
Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif (ytd) inflasi IHK baru mencapai 0,21%
atau 3,65%(yoy) (BI 2009) . Berikut adalah data inflasi yang terjadi tiga tahun terakhir;
LAPORAN INFLASI (Indeks Harga Konsumen)
Berdasarkan perhitungan inflasi tahunan(Sumber BI)
Bulan Tahun Tingkat Inflasi

Juni 2009 3.65 %


Mei 2009 6.04 %

April 2009 7.31 %


Maret 2009 7.92 %

Februari 2009 8.60 %


Januari 2009 9.17 %
Desember 2008 11.06 %
November 2008 11.68 %
Oktober 2008 11.77 %
September 2008 12.14 %
Agustus 2008 11.85 %
Juli 2008 11.90 %

Juni 2008 11.03 %


Mei 2008 10.38 %
April 2008 8.96 %
Maret 2008 8.17 %
Februari 2008 7.40 %
Januari 2008 7.36 %
Desember 2007 6.59 %
November 2007 6.71 %

Source : Kebijakan PemerintahIndonesia.Jakarta:LPPI


www.bi.go.id
http://bisniskeuangan.kompas.com

Kesimpulan:
1. Bahwa pengaruh penjajahan terhadap sistem moneter Indonesia pasca kemerdekaan
sangat jelas Nampak mempengaruhi konsep-konsep moneter yang dianut dan diakui
di Indonesia. Kehadiran bangsa penjajah yang membawa perangkat-perangkat
ekonominya telah berhasil disebarkan di daerah jajahannya dan dengan sadar diadopsi
oleh bangsa jajahannya, termasuk Indonesia.
2. Mengindikasikan bahwa tujuan sistem moneter dalam perekonomian juga diadopsi
oleh Indonesia dari Pemerintahan Hindia Belanda dan Pemerintahan Jepang.
3. Merupakan pintu gerbang terjadinya hubungan multilateral dengan negara-negara
koloni yang secara tidak langsung mendikte perekonomian Indonesia dengan
melakukan pengawasan dan kontrol atas kebijakan-kebijakan moneter.
Kendati demikian, system moneter Indonesia saat ini telah memberikan kontribusinya
secara baik dan mampu mensejahterakan kebutuhan pokok masyarakat. Meskipun
system ini diyakini bukan satu konsep yang ideal bagi negara Indonesia.

Kebijakan Pemerintah dilakukan selama sebelas tahun (1955-1965)

Kebijakan yang telah dijalankan oleh pemerintah pada masa itu :

Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia 1959-1966

Pada tanggal 25 Agustus 1959, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan yang


dimaksudkan untuk meringankan beban APBN, memperbaiki posisi neraca pembayaran dan
menekan laju inflasi. Isi paket itu terdiri atas devaluasi Rupiah, sanering dan penyempurnaan
kebijakan devisa serta ketentuan-ketentuan perdagangan internasional.
4

Devaluasi yang dilakukan adalah mengubah nilai tukar Rupiah dari Rp.11,4 menjadi
Rp.45,- per USD1,- Devaluasi ini selain mampu meningkatkan ekspor dan mengakibatkan
adanya revaluasi pada pos Kekayaan Emas dan Devisen Bank Indonesia dan bank-bank
devisa lainnya, juga mengakibatkan naiknya inflasi.
-

Kebijakan Utang Luar Negeri 1959-1966

Dalam usaha untuk meringankan beban anggaran negara, dan memperbaiki posisi
neraca pembayaran, salah satu kebijakan yang ditempuh Pemerintah adalah melalui pinjaman
dana dari luar negeri. Seiring dengan adanya perubahan politik luar negeri, utang luar negeri
pemerintah sebagian besar diperoleh dari pinjaman negara-negara blok Timur, seperti dari
RRC dan USSR. Utang luar negeri tersebut selain dipergunakan untuk membiayai pendirian
proyek-proyek yang bersekala besar, juga dipergunakan untuk membiayai proyek yang tidak
produktif, seperti untuk konfrontasi dengan Malaysia tahun 1964. Jumlah utang luar negeri
Pemerintah tersebut telah menambah berat beban Pemerintah bila diukur dengan kemampuan
membayar kembali baik dari sisi keuangan negara atau tersedianya devisa yang berasal dari
ekspor.
-

Kebijakan moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan dengan sasaran mempengaruhi jumlah
uang yang beredar. jumlah uang yang beredar dapat dipengaruhi oleh Bank Indonesia.
selain dengan langsung menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar,
mengatur jumlah uang yang beredar juga bisa menggunakan BI Rate. BI rate adalah
instrumen dari pemerintah untuk acuan seberapa besar bunga simpanan jangka
pendek, misalnya Surat Berharga Indonesia, biasanya bank-bank umum akan
menaikkan atau menurunkan suku bunganya seiring dengan naik atau turunnya BI
Rate. maka dari itu, saat BI Rate diturunkan, suku bunga kredit juga turun, sehingga
biaya investasi ikut turun maka investasi meningkat.

Anda mungkin juga menyukai