Definisi Diare
Definisi Diare
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan
anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan ratarata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam.
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang
hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun,
yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut
diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
PATOFISIOLOGI DIARE
1. Patofisiologi Diare Osmotik
Usus kecil bagian proksimal sangat permeabel untuk air dan ion. Dalam usus kecil
ini natrium dan klorida terus menerus disekresi ke dalamnya. Pada usus bagian distal dan
kolon, permeabilitasnya lebih terbatas dan tekanan osmotik yang ditimbulkan oleh
karbohidrat yang tidak diserap oleh bagian ini akan menghalangi reabsorpsi air. Pada
keadaan normal, reabsorpsi air akan dilakukan melalui transport aktif dari ion ini pada
bagian distal usus kecil. Karena tidak ada reabsorpsi (malabsorpsi) dari karbohidrat maka
kadar natrium dalam usus akan menurun daripada yang ada di plasma.
Metabolisme karbohidrat akan menghasilkan asam lemak rantai pendek (propionat
dan biturat), H2O, CO2 dan gas metana. Sebagian dari asam lemak rantai pendek ini akan
diabsorpsi kembali dalam kolon, namun akan meningkatkanbeban osmotik yang dapat
menimbulkan kekambuhan dari diare osmotik. Malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan
dapat terjadi karena kelainan kombinasi dengan hipermobilitas seperti pada kolon iritabel.
Pada bayi yang mendapat cairan hipertonik, yang terjadi dalam jumlah yang besar secara
cepat melalui usus kecil yang akan menyebabkan terjadinya kekambuhan diare.
2. Patofisiologi Diare Sekretorik
Diare sekretorik merupakan suatu bentuk diare dalam jumlah besar yan disebabkan
sekresi mukosalyang berlebihan dan terdiri dari cairan dan elektrolit.
Diare sekretorik disebabkan oleh kerusakan pada vili usus. Transfer absorptif dan
sekretorik diatur oleh pembawa pesan intraseluler termasuk Ca++ bebas, adenosin fosfat
siklik (d-AMP) dan guanosin monofosfat siklik (c-GMP). Peningkatan kadar dari
pembawa pesan ini akan merubah saluran konduksi dan pembawa protein atau protein
pengatur yang menghambat masuknya NaCl secara berpasangan ke dalam sel absorptif vili
memacu sekresi klorida dari sel usus kecil dan usus besar. Beberapa bahan yang memacu
sekresi aktif adalah empedu, asam lemak hidroksi, zat neurohumoral-parakrin, dan sistem
imun.Zat neurohumoral-parakrin menimbulkan sekresi dengan cara melakukan ikatan
dengan reseptor membran dan peningkatan kadar intra selluler messenger. Bahan-bahan
ini dapat menyebabkan motilitas usus dan perubahan aliran darah. Sekresi yang berlebihan
disebabkan pula oleh mediator dari proses peradangan termasuk metabolik asam
3. Diare berdarah
Diare berdarah merupakan suatu keadaan berbahaya dengan terdapatnya darah dalam
tinja yang cair. Darah tersebut dapat berasal dari sepanjang traktus gastrointestinal.
Diare yang berdarah adalah masalah umum pada anak-anak. Sangat penting untuk
membedakan diare berdarah dari penyebab lain pendarahan usus. Infeksi bakteri dan
infestasi parasit yang ber-tanggung jawab untuk sebagian besar kasus diare berdarah.
Alergi susu adalah penyebab sering di bayi muda. Penyakit inflamasi usus kronis
(chronic inflammatory bowel disease) menjadi penyebab tersering pada anak-anak
yang lebih tua. Penyebab pasti dapat diketahui dengan jelas setelah dilakukan
anamnesis yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang/laboratorium
DERAJAT DEHIDRASI
No
1
Dehidrasi berat
Mengantuk,
lemas,
ekstremitas
dingin
berkeringat
,
sianotik,
mungkin koma.
Sadar, geliah, berkeringat,
kulit keriput dan kejang
otot.
Cepat, halus dan kadangkadang tak teraba
Dalam dan cepat
Sangat cekung
Sangat cekung
Cubitan
kulit
kembali
sangat lambat (>2 detik)
Nadi radialis
Normal
3
4
5
6
Pernapasan
Ubun-ubun
Mata
Elastisitas kulit
Normal
Normal
Normal
Cubitan
kulit
kembali segera
Normal
8
9
10
Fontanella anterior
Air mata
Pengeluaran urin
Normal
Ada
Normal
11
12
% kehilangan BB
4-5%
Perkiraan kehilangan 40-50 mmHg
cairan (defisit cairan)
Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan sistem pengangkatan menurut Maurice King (1974)
Bagian tubuh yang
Angka untuk gejala yang ditemukan
0
1
2
harus diperiksa
1. Keadaan umum
Sehat
Gelisah, lekas marah atau Mengigau, koma atau
apatis, mengantuk
syok
Normal
Sedikit kurang
Sangat kurang
2. Kekenyalan kulit
Normal
Sedikit
kurang
Sangat kurang
3. Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
4. Ubun-ubun
Normal
Kering
Kering dan membiru
5. Mulut
Normal
120-140 x/menit
Lebih
dari
140
6. Benyut nadi
x/menit
Sehingga dengan demikian hasil yang didapatkan diberi angka 0, 1 atau 2; sesuai
dengan tabel dan kemudian dijumlahkan maka nilai: 0-2: dehidrasi ringan, 3-6: dehidrasi
sedang, 7-12: dehidrasi berat.
PENATALAKSANAAN DIARE MENURUT WHO
1. Dehidrasi berat terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari tanda dan gejala klinis
berupa letargi atau penurunan kesadaran, mata cekung, turgor menurun (2 detik)
dan tidak bisa minum atau malas minum. Anak dengan diare berat perlu
mendapatkan rehidrasi segera melalui infus dengan pengawasan. Jika anak sudah
membaik, rehidrasi dapat dilanjutkan melalui jalur oral.
Rehidrasi cairan pada anak diare berat paling utama dilakukan menggunakan cairan
ringer laktat. Jika tidak tersedia dapat digunakan NaCl 0,9%. Banyaknya cairan serta waktu
pemberiannya tergantung pada usia anak. Apabila anak kurang dari 12 bulan, pertama kita
berikan cairan 30 ml/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 5 jam. Sementara itu,
untuk anak lebih dari setahun, rehidrasi dilakukan lebih cepat, yaitu 30 ml/kgBB dalam 30
menit kemudian dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam. Setelah pemberian cairan yang
pertama, kita harus melakukan evaluasi terutama denyut nadi radial. Apabila masih lemah
atau tidak teraba, kita harus mengulangi kembali pemberian cairan pertama (30 ml/kg dalam
1 jam untuk <12 bulan atau dalam 30 menit untuk 12 bulan.
Pemantauan dilakukan setiap 15-30 menit melalui pemeriksaan nadi radial. Sementara
itu, tanda perbaikan hidrasi dapat dipantau melalui turgor, kesadaran dan kemampuan anak
untuk minum setiap setidaknya 1 jam. Mata biasanya masih akan cekung meski hidrasi sudah
membaik sehingga tidak menjadi patokan untuk pemantauan.
Jika status hidrasi belum membaik, tetesan intravena dapat dilakukan lebih cepat.
Apabila anak sudah mau minum, oralit dapat segera diberikan, sekitar 5ml/kg/jam. Biasanya
anak sudah mau minum setelah 1-2 jam rehidrasi dengan infus serta 3-4 jam pada bayi. Jika
masih menyusu, ASI dapat diberikan dengan lebih sering. Selain itu, anak sudah dapat
diberikan tablet zinc. Zinc diberikan tablet perhari (10 mg) untuk anak <6 bulan dan 1
tablet perhari (20 mg) pada anak 6 bulan ke atas. Tablet zinc dapat diberikan selama 10 hari.
Zinc ini penting untuk membantu penyembuhan selama diare serta mencegah timbulnya diare
berikutnya.
Sementara itu, pada diare ringan/sedang, yang ditandai dengan anak gelisah, rewel,
haus dan minum dengan lahap, mata cekung dan turgor menurun, hal utama yang perlu
dilakukan adalah rehidrasi dengan larutan oralit. Targetnya adalah dalam 3 jam pertama.
Jumlah oralit yang diperlukan adalah sekitar 75 ml/kgBB. Jika berat badan tidak diketahui,
kita dapat menggunakan patokan usia.
Usia sampai 4 bulan, perkiraan BB <6 kg, jumlah cairan yang diperlukan 200-400 ml
Usia 4-12 bulan, perkiraan BB 6-10 kg, jumlah cairan yang diperlukan 400-700 ml
Usia 12-24 bulan, perkiraan BB 10-12 kg, jumlah cairan yang diperlukan 700-900 ml
Usia 2-5 tahun, perkiraan BB 12-19 kg, jumlah cairan yang diperlukan 900-1400 ml
Oralit dapat diberikan dengan menggunakan sendok, setidaknya sebanyak 1 sendok
tiap 1-2 menit pada anak kurang dari 2 tahun. Jika anak sudah lebih besar, oralit dapat
diberikan menggunakan cangkir.
Jika anak muntah, kita dapat menunggu selama 10 menit, kemudian berikan oralit
secara lebih lambat, misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Apabila kelopak mata bengkak,
pemberian oralit dihentikan dan anak diberi air matang atau ASI. ASI dapat terus diberikan
apabila anak masih mau menyusu.
Anak dapat kembali dinilai setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi
sebelumnya. Namun, pemeriksaan dapat lebih cepat dilakukan apabila anak tidak bisa minum
oralit atau keadaannya nampak memburuk. Jika anak sudah tidak nampak dehidrasi, anak
dapat dipulangkan dengan pemberian cairan tambahan selama di rumah, tablet zinc (dosis
sesuai usia) selama 10 hari. Pemberian makan dan minum tetap dilanjutkan. Kunjungan ulang
dapat dilakukan apabila anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu, kondisi anak
memburuk, demam, dan terdapat darah dalam tinja.
Sementara itu, jika setelah pemberian oralit ternyata masih ada dehidrasi, prinsipnya
adalah kembali lakukan rehidrasi. Pemberian oralit untuk 3 jam berikutnya dapat kembali
diberikan. Anak dapat mulai diberi makanan, susu, atau jus serta ASI sesering mungkin.
Jika anak justru nampak menjadi dehidrasi berat, tatalaksana akan dilakukan sesuai
dengan terapi pada dehidrasi berat di atas. Meskipun belum tampak tanda dehidrasi berat,
apabila anak tidak bisa minum sama sekali seperti karena muntah profus, dapat dilakukan
pemberian infus dengan pemberian cairan secepatnya. Pada kondisi ini, banyaknya cairan
yang diberikan adalah 70 ml/kg selama 5 jam pada bayi (<12 bulan) atau selama 2,5 jam pada
anak 12 bulan. Dapat diperhatikan bahwa terapi ini sama seperti terapi pada dehidrasi berat,
hanya saja tanpa pemberian cairan awal sebesar 30 ml/kg.
2. diare tanpa dehidrasi. Kondisi ini terjadi pada anak yang diare, tetapi tidak
mempunyai tanda dan gejala akan adanya dehidrasi karena cairan yang terbuang
karena diare tidak terlalu banyak atau karena rehidrasi sudah mengimbangi
hilangnya cairan.
Anak dengan diare tanpa dehidrasi tidak perlu dirawat. Meskipun begitu, cairan
tambahan tetap perlu diberikan mengingat anak dalam kondisi kehilangan cairan. Jika masih
minum ASI, anak dapat disusui lebih sering dan lebih lama. Anak yang mendapatkan ASI
eksklusif perlu mendapatkan oralit yang dapat diberikan menggunakan sendok. Jika bukan
oralit, air matang dapat diberikan. Pilihan lainya, pada anak yang sudah mendapatkan MPASI
adalah sup, air tajin dan kuah sayuran.
Anak yang mengalami diare selalu memiliki risiko mengalami dehidrasi. Oleh karena
itu, setiap kehilangan cairan melalu BAB, cairan harus diganti. Pada anak kurang dari dua
tahun, tiap kali BAB diberikan cairan tambahan sebanyak 50-100 ml sedangkan pada anak
yang berusia dua tahun atau lebih perlu 100-200 ml setiap kali BAB. Jika anak muntah,
tindakannya serupa sebagaimana pada pemberian cairan di diare ringan sedang yaitu tunggu
sekitar 10 menit, baru kemudian diberikan kembali cairan secara perlahan. Sebagaimana
derajat dehidrasi yang lain, diare tanpa dehidrasi juga memerlukan pemberian suplementasi
zinc dengan dosis dan lama pemberian serupa.
kelebihan natrium, melainkan dengan defisit relatif garis air dalam tubuh. Untuk
alasan ini, hipernatremia sering sinonim dengan istilah dehidrasi.
Salah satu fungsi natrium adalah untuk kontraksi dan pergerakan manusia, dan juga
untuk menjaga cairan tubuh karena fungsi dari natrium ini yang dapat menarik air.
Hipernatremia yang berat dapat menyebabkan kebingungan, kejang otot, kejang
seluruh tubuh, koma, kematian.
Hipernatremia (natrium serum di atas 150 mEq/L) merupakan gangguan elektrolit
yang lazim dijumpai pada pasien di bangsal perawatan dan unit rawat intensif.
3. Hiponatremia
Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika tingkat natrium dalam darah
rendah. Konsentrasi natrium darah akan turun jika natrium telah dilarutkan oleh
terlalu banyaknya air dalam tubuh. Pengenceran natrium bisa terjadi pada orang yang
minum air dalam jumlah yang sangat banyak (seperti yang kadang terjadi pada
kelainan psikis tertentu) dan pada penderita yang dirawat di rumah sakit, yang
menerima sejumlah besar cairan intravena. Jumlah cairan yang masuk melebihi
kemampuan ginjal untuk membuang kelebihannya. Ketika ini terjadi, kadar cairan
tubuh meningkat, dan sel-sel mulai membengkak. Pembengkakan ini dapat
menyebabkan banyak maslaah kesehatan, dari ringan sampai mengancam nyawa.
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik (kekurangan HCO-3) adalah gangguan sistemik yang ditandai
dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan pH (peningkatan H+). Dimana HCO-3 adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH
nya kurang dari 7.35. kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk
menurunkan PaC03 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi
secara akut.
Diare berat merupakan penyebab asidosis metabolik yang paling sering. Penyebab
asidosis ini adalah hilangnya sejumlah besar natrium bikarbonat ke dalam feses.
Sekresi gastrointestinal secara normal mangandung sejumlah besar bikarbonat, dan
diare menyebabkan hilangnya ion bikarbonat ini dari tubuh, memberi seperti
hilangnya sejumlah bikarbonat dalam urin. Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung
berat dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.
Hipokalemia (serum K < 3.0 mMol/L)
5.
Jika penggantian K selama dehidrasi tidak cukup, akan terjadi kekurangan K yang
ditandai dengan kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan ginjal, dan aritmia jantung.
Kekurangan K dapat diperbaiki dengan pemberian oralit (mengandung 20 mMol/K/L)
dan dengan meneruskan pemberian makanan yang banyak mengandung K selama dan
sesudah diare.
6. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L.
PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI DIARE
Hipoglikemia
Bila pasien dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberikan intravena, dengan
dosis 2.5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit.
2. Hipernatremia
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan caoran 0.45%
saline 5% dextrose selama 8 jam. Periksa kadar natrium setelah 8 jam. Bila
normal, lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan
1.
3.
4.
5.
6.
periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0.18%
saline 5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam.
Hiponatremia
Beri oralit dalam jumlah yang cukup.
Asidosis metabolik
Pemberian oralit yang cukup mengandung bikarbonat atau sitrat dapat
memperbaiki asidosis.
Hipokalemia
Cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K,
dengan pemberian oralit (mengandung 20 mMol/K/L) dan dengan meneruskan
pemberian makanan yang banyak mengandung K selama dan sesudah diare.
Hiperkalemia
Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0.5-1 ml/kgBB iv
pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.