Anda di halaman 1dari 5

a.

Pengertian Heat Stress


Tekanan Panas atau Heat Stress adalah batasan kemampuan penerimaan panas
yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan
pekerjaan dan factor lingkungan (seperti temperature udara, kelembaban, pergerakan
udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Keadaan heat
stress ringan atau sedang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, dan berakibat buruk
terhadap penampilan kerja dan keselamatan, meskipun hal ini tidak menimbulkan
kerugian dalam hal kesehatan pekerja.
Pada saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, resiko terjadinya
kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat. (ACGIH, 2001). Menurut
Worksafe BC (2007) banyak variabel yang berkontribusi terhadap terjadinya heat
stress, yaitu :
a) Lingkungan yang terdiri atas temperatur udara, pergerakan udara, kelembaban,
dan radiasi panas
b) Pekerja, termasuk terjadinya aklitimasi, jumlah cairan, pakaian, dan keadaan
kesehatan pekerja
c) Pekerja, berupa beban kerja, waktu kerja. Untuk mencegah terjadinya heat
stress, pekerja dan majikan harus mampu mengidentifikasi semua sumber
panas dan memahami bagaiman tubuh memindahkan panas.
OSHA (Occupational Safety & Health Administration) dalam Techical
Manual nya mengatakan pekerjaan yang menyangkut temperatur udara yang tinggi,
radiasi sumber panas, kelembaban yang tinggi, kontak fisik langsung dengan objek
panas, atau aktifitas fisik yang berat memiliki potensi tinggi dalam menimbulkan heat
stress pada pekerja yang terlibat dalam kegiatan kerja tersebut, seperti pada pekerjaan
pengecoran besi, pengecoran logam lain, pembakaran batu bata dan keramik, pabrik
gelas atau kaca, pabrik pengolahan bahan karet, perlengkapan listrik, dapur, pabrik
gula-gula, oven, pengalengan makanan, dapur komersil, binatu, peleburan, dan lainlain. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan
memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan
dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima luar tubuh dengan kehilangan
panas dari dalam tubuh. Menurut Sumamur (1984) dan Priatna (1990) dalam
Tarwaka(2004) bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan hamper menetap oleh suatu
pengaturan suhu. Suhu menetep ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan diantara
panas yang dihasilkan dari metabolisme tubuh dan pertukaran panas diantara tubuh
dan lingkungan sekitarnya.

Menurut Tarwaka (2004) produksi panas di dalam tubuh tergantung dari


kegiatan fisik tubuh, makanan gangguan system pengaturan panas seperti dalam
kondisi demam dan lain-lain. Selanjutnya factor-faktor yang menyebabkan pertukaran
panas diantara tubuh dan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas
konveksi, panas radiasi, dan panas penguapan.
Heat stress juga dapat dikatakan sebagai reaksi fisik dan fisiologis pekerja
terhadap suhu yang berada diluar kenyamanan bekerja. Paparan panas terhadap tubuh
dapat berasal dari lingkungan kerja (panas eksternal), panas yang berasal dari aktivitas
kerja (panas internal) dan panas karena memakai pakain yang terlalu tebal. Heat stress
terjadi apabila tubuh sudah tidak mampu menseimbangkan suhu tubuh normal karena
besarnya beban panas dari luar. Jika tubuh terpapar panas, maka sistem yang ada
didalam tubuh akan menpertahankan suhu tubuh internal agar tetap pada suhu normal
(36-38 C) dengan cara mengalirkan darah lebih banyak kekulit dan mengeluarkan
cairan atau keringat. Pada saat demikian jantung bekerja keras memompa darah ke
kulit untuk mendinginkan tubuh, sehingga darah lebih banyak bersirkulasi di daerah
kulit luar. Ketika suhu lingkungan mendekati suhu tubuh normal, maka pendinginan
makin sulit dilakukan oleh sistem tubuh.
Jika suhu luar sudah berada diatas suhu tubuh maka sirkulasi darah dan
keringat yang keluar tidak mampu menurunkan suhu tubuh kesuhu normal. Dalam
kondisi seperti ini, jantung terus memompa darah kepermukaan tubuh, kelenjar
keringat terus mengeluarkan cairan yang mengandung elektrolit ke permukaan kulit
dan penguapan keringat menjadi cara yang efektif untuk mempertahankan suhu tubuh
agar tetap konstan. Namun jika kelembaban udara cukup tinggi, maka keringat tidak
dapat menguap dan suhu tubuh tidak dapat dipertahankan, dalam kondisi ini tubuh
mulai terganggu. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan individu untuk bekerja
dilingkungan panas. Dengan banyaknya darah mengalir kekulit luar, maka pasokan
darah ke otak, otot-otot aktif dan organ internal lainnya menjadi berkurang sehingga
kelelahan dan penurunan kekuatan tubuh mulai lebih cepat terjadi. Konsentrasi
bekerja juga mulai terganggu.Bekerja di area panas dapat meningkatkan potensi
terjadinya kecelakaan, misalnya karena telapak tangan licin akibat berkeringat,
pusing, fogging dari kaca mata safety dan luka bakar jika tersentuh benda panas.
Selain dari bahaya ini jelas, frekuensi kecelakaan, secara umum tampaknya lebih

tinggi di lingkungan yang panas daripada di kondisi lingkungan yang lebih moderat.
Salah satu alasannya adalah bahwa bekerja di lingkungan yang panas menurunkan
kewaspadaan mental dan kinerja fisik individu. Peningkatan suhu tubuh dan
ketidaknyamanan fisik dapat meningkatkan emosi, kemarahan, dan kondisi emosional
lainnya

yang

kadang-kadang

menyebabkan

pekerja

mengabaikan

prosedur

keselamatan atau kurang hati-hati terhadap bahaya ditempat kerja.


Tekanan panas yang terjadi karena lingkungan kerja yang memberikan beban
energi panas terhadap tubuh yang akan mempengaruhi kinerja dan produktifitas kerja.
Selain mempengaruhi kinerja dan produktifitas heat stress dapat mempengaruhi
kesehatan karyawan atau tenaga kerja misalnya dehidrasi. Dehidrasi merupakan
kondisi dimana tubuh kekurangan cairan akibat terjadinya evaporasi. Maka diperlukan
Heat Stress Program yang bertujuan untuk untuk mencegah dampak yang dapat
ditimbulkan akibat paparan panas yang melebihi nilai ambang batas (NAB).
Dan berikut merupakan definisi terkait dengan heat stress atau tekanan panas:
1.

Dehidrasi adalah kondisi tubuh kekurangan cairan

2. Heat cramps adalah kejang otot secara mendadak akibat terganggunya keseimbangan
elektrolit karena terjadinya pengeluaran keringat.
3. Heat exhaustion merupakan kondisi kecapaian akibat suhu panas, gejalanya pusing,
sakit kepala, lemah, haus.
4. Heat stroke adalah keadaan ketika sistem pengendali suhu tubuh gagal berfungsi
sehingga suhu tubuh meningkat mencapai titik kritis
5. Heat rash, kelainan kulit berupa kemerahan akibat meradangnya kelenjar keringat
karena tidak adanya penguapan
6. Radiasi adalah proses terpaparnya suatu perpindahan gelombang secara langsung
7. Heat map adalah pemetaan area berdasarkan tingkat suhu di area tersebut, sehingga
diketahui tingkat resiko dan bahaya yang dapat timbul diarea tersebut.
8. Evaporasi adalah pengeluaran panas dari dalam tubuh

9. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) adalah Indek suhu panas yang diperoleh dari hasil
perhitungan antara suhu bola basah, suhu radiasi dan suhu bola kering. Dalam bahasa
Inggris di sebut Wet Bulb Globe Themeratur Index (WBGT Index).
10. Suhu bola Kering (Dry Bulb Temperatur) adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer dimana resevoir mercurinya tidak dilindungi langsung dari sumber panas
radiasi.
11. Suhu Bola Basah Alami (Natural Wet Bulb Temperatur) adalah suhu yang ditunjukkan
oleh termometer dimana reservoir mercurinya dilindungi dengan sumbu basah yang
terpapar pada pergerakan udara alami tanpa dilindungi dari pengaruh radiasi.
12. Suhu Bola Basah (Wet ulb Temperatur) adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer dimana bolanya ditutup dengan sumbu basah, secara effektif terlindung
dari radiasi dan terpapar oleh pergerakan udara yang ada (contoh; Termometer bola
basah pada sling psichrometer)
13. Suhu Radiasi adalah Suatu bentuk energi elektromagnetik sejenis sinar (Visible light)
tetapi panjang gelombangnya lebih panjang.

Sumber :
Ardyanto ,Denny. 2005. Potret Iklim Kerja JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN,
VOL.1, NO.2 FKM UNAIR : Surabaya
Ridha, Hikmah S.2008. Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat stress pada pekerja
Industri Kerupuk. Thesis FKM USU: Sumatera Utara
Sarwono, Agung.2011. Health Risk Asessment. http://agungsarono.wordpress.com
Wahyu, Atjo . 2003. Higiene Perusahaan, Makassar : Jurusan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja FKM Unhas.
Tarwaka,dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas.

Anda mungkin juga menyukai