Anda di halaman 1dari 64

SKRIPSI

PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RIMPANG SEGAR DAN


RIMPANG BUBUK DENGAN UJI KADAR POLIFENOL DAN
ACTIVE OXYGEN METHOD (AOM)

Oleh :
CHRISTINE WUISAN
F24103041

2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RIMPANG SEGAR DAN


RIMPANG BUBUK DENGAN UJI KADAR POLIFENOL DAN
ACTIVE OXYGEN METHOD (AOM)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pangan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
CHRISTINE WUISAN
F24103041

2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN
PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN RIMPANG SEGAR DAN
RIMPANG BUBUK DENGAN UJI KADAR POLIFENOL DAN
ACTIVE OXYGEN METHOD (AOM)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pangan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
CHRISTINE WUISAN
F24103041

Tanggal lulus : 22 Agustus 2007

Menyetujui,
Bogor, 23 Agustus 2007

Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc


Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah


Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

RIWAYAT PENULIS

Penulis

dilahirkan

di

Jakarta

pada

tanggal

17 November 1984 dan merupakan anak tunggal dari pasangan


Charles Wuisan dan Hilda. Pendidikan dasar sampai menengah
atas diselesaikan di sekolah Regina Pacis Bogor.
Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2003 melalui jalur USMI. Selama kuliah,
penulis aktif berorganisasi di Paduan Suara IPB Agria Swara sebagai staf dan
koordinator Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia, serta aktif mengisi
konser-konser yang diadakan Agria Swara dan beberapa paduan suara lainnya di
luar IPB. Prestasi internasional yang pernah diraih bersama Agria Swara adalah
Golden dan Silver Diplome pada the 4th Johannes-Brahms International Choir
Competition and Festival di Wernigerode, Jerman pada tahun 2005.
Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I di Departemen
Kimia. Di waktu luangnya, penulis bekerja sebagai guru biola di sekolah Gema
Suara Musik Bogor dan Purwacaraka Music School.

Christine Wuisan. F24103041. Penentuan Aktivitas Antioksidan Rimpang Segar


dan Rimpang Bubuk dengan Uji Kadar Polifenol dan Active Oxygen Method
(AOM). Dibawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc.
RINGKASAN
Oksigen sangat dibutuhkan tubuh namun juga merupakan senyawa radikal
bebas, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit sehingga tubuh memerlukan
senyawa antioksidan. Antioksidan dapat melindungi senyawa lainnya dari oksigen
dengan mereaksikan dirinya sendiri dengan oksigen. Rempah-rempah diketahui
mengandung senyawa fenolik yang memiliki kapasitas antioksidan yang kuat.
Rimpang yang diteliti adalah lengkuas (Alpinia galanga), kencur
(Kaemferia galanga L.), kunyit (Curcuma domestica Val), dan jahe (Zingiber
officinale Rosc.). Sebagai tambahan perbandingan, diteliti juga bawang putih
(Allium sativum L.) dan cengkeh (Syzygium aromaticum L.).
Kadar polifenol tertinggi dimiliki cengkeh, yaitu sebesar 619.94 mg/g
solid untuk cengkeh segar dan 790.06 mg/g solid untuk cengkeh bubuk. Cengkeh
mengandung kadar polifenol yang sangat tinggi karena cengkeh merupakan
rempah utama penghasil eugenol dan senyawa galat. Kadar polifenol terendah
dimiliki bawang putih, yaitu sebesar 2.81 mg/g solid untuk bawang putih segar
dan 0.30 mg/g solid untuk bawang putih bubuk. Kadar polifenol yang rendah pada
bawang putih disebabkan senyawa aktif dalam bawang putih, yaitu allicin bukan
termasuk golongan polifenol, melainkan golongan thiosulfonat. Kencur, kunyit,
dan bawang putih dalam bentuk segar memiliki kadar polifenol lebih tinggi
daripada bentuk bubuknya, namun besarnya penurunan kadar polifenol berbedabeda tergantung stabilitas masing-masing jenis polifenol. Lengkuas, jahe, dan
cengkeh dalam bentuk bubuk memiliki kadar polifenol lebih tinggi dibandingkan
bentuk segarnya karena terlepasnya polifenol terikat akibat perlakuan panas dan
terbebasnya polifenol akibat kerusakan sel yang terjadi selama proses
pengeringan.
Metode AOM dengan menggunakan alat Rancimat adalah metode untuk
menentukan stabilitas minyak terhadap oksidasi yang dapat membuat minyak
menjadi tengik. Waktu dimana jumlah senyawa volatil hasil oksidasi minyak
meningkat dengan cepat disebut periode induksi. Rasio antara periode induksi
sampel dan periode induksi standar (BHT) disebut faktor proteksi. Semakin tinggi
faktor proteksi, semakin tinggi aktivitas antioksidan. Minyak yang dipilih sebagai
media pada metode AOM adalah minyak dengan periode induksi terpendek, yaitu
minyak kedelai merk Happy dengan periode induksi 7.67 jam.
Faktor proteksi rempah segar yang tertinggi dimiliki cengkeh (69.32%)
dan yang terendah dimiliki lengkuas (5.65%), sedangkan faktor proteksi rempah
bubuk yang tertinggi dimiliki cengkeh (63.18%) dan yang terendah dimiliki
bawang putih (-4.24%). Lengkuas, jahe, dan cengkeh dalam bentuk bubuk
memiliki kadar polifenol yang lebih tinggi dibandingkan bentuk segarnya, namun
faktor proteksi dalam bentuk bubuk justru lebih rendah dibandingkan bentuk
segarnya. Hal ini dapat terjadi karena polifenol terikat yang terlepas akibat
perlakuan panas atau yang terbebas akibat kerusakan sel selama proses
pengeringan, kemungkinan memiliki aktivitas antioksidan yang rendah, sehingga

meskipun terdapat dalam jumlah yang lebih banyak tetapi tidak meningkatkan
aktivitas antioksidan rempah secara keseluruhan.
Hubungan kadar polifenol dan faktor proteksi menunjukkan
kecenderungan meningkat. Semakin tinggi kadar polifenol, maka faktor proteksi
juga akan semakin tinggi hingga mencapai batas tertentu. Peningkatan kadar
polifenol pada kisaran 0-10 mg polifenol kurang berpengaruh terhadap
peningkatan faktor proteksi sedangkan pada kisaran 10-20 mg polifenol,
peningkatan kadar polifenol walaupun dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan
faktor proteksi mengalami banyak peningkatan. Peningkatan kadar polifenol pada
kisaran 20-50 mg polifenol masih berpengaruh terhadap peningkatan faktor
proteksi, meskipun tidak sebesar pengaruh peningkatan kadar polifenol pada
kisaran 10-20 mg polifenol. Setelah melebihi 50 mg polifenol, peningkatan kadar
polifenol walaupun dalam jumlah banyak tidak menyebabkan faktor proteksi
mengalami banyak peningkatan. Hubungan kadar polifenol dan faktor proteksi
tersebut dapat disebabkan perbedaan struktur polifenol dan kadar masing-masing
jenis polifenol yang berbeda-beda pada setiap jenis rempah.
Secara keseluruhan, semua sampel dalam bentuk bubuk memiliki faktor
proteksi yang lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya. Keberadaan oksigen
dan cahaya selama penyimpanan merupakan faktor yang mempengaruhi
penurunan aktivitas antioksidan.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat
kasih karunia dan perlindunganNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir ini:
1.

Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc. selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan dan masukannya yang positif, serta pengorbanan waktunya baik
selama penelitian berlangsung maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

2.

Dr. Ir. Sukarno, MSi. dan Didah Nur Faridah STP, MSi. selaku dosen
penguji yang bersedia menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan
masukan yang berguna bagi perbaikan skripsi ini.

3.

Orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan materil.

4.

Fany Nely (Nene), teman seperjuanganku. Terima kasih untuk segala ide
dan semangat selama penelitian ini berlangsung.

5.

Para pegawai dan laboran ITP : Pak Sobirin, Mbak Yane, Mbak Ririn, pak
Rojak, Bu Rubiah, pak Misdi, pak Muchtadin, dan Mas Syamsu.

6.

Kel atas kesediaannya mendengarkan segala keluhan dan memberikan saran.

7.

Tia Hewan, my best roomate Ive ever had, untuk semua pengalaman seru
yang kita lewati bersama selama 4 tahun. Tidak lupa juga kepada Dhino,
Puri, mbak Ndung, dan teman-teman lain di Perwira 9.

8.

Teman-teman TPG 40, khususnya teman sekos (Tya, Rika, Agnes, Anas),
Aji, Andreas, Erick, dan teman-teman golongan B.

9.

Teman-teman Agria Swara, khususnya Greth, Putri, dan Inge. Pengalaman


latihan sampai tengah malam, konser, dan ke Jerman tak akan terlupakan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian

maupun penyusunan tugas akhir ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, 22 Agustus 2007


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ...........i


DAFTAR ISI ..................................................................................... ......................ii
DAFTAR TABEL ................................................................................. .................iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... .................vi
I.

PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................2

II.

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................3


A. Rempah sebagai Sumber Antioksidan ......................................................3
B. Lengkuas (Alpinia galanga L.) ................................................................4
C. Kencur (Kaemferia galanga L.) ................................................................5
D. Kunyit (Curcuma domestica Val.) ............................................................6
E. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) ................................................................8
F. Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) .........................................................9
G. Bawang Putih (Allium sativum L.) ..........................................................11
H. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Uji Kadar Polifenol............12
I. Pengukuran Aktivitas Antioksidan berdasarkan Active Oxygen Method
(AOM) .....................................................................................................14

III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................18


A. Bahan dan Alat. .......................................................................................18
B. Metode Penelitian ...................................................................................18
1. Tahap Persiapan Sampel ...................................................................18
2. Uji Kadar Air (Park, 1996) ...............................................................19
3. Uji Kadar Polifenol (Oki et al, 2002)................................................19
4. Metode AOM (Beirao dan Bernardo-Gil, 2005) .............................20
C. Perhitungan Hasil Pengamatan ...............................................................22
1. Uji Kadar Air ....................................................................................22
2. Uji Polifenol ......................................................................................22
3. Metode AOM ....................................................................................22

ii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................24


A. Kadar Polifenol .......................................................................................24
B. Aktivitas Antioksidan berdasarkan metode AOM ..................................28
C. Hubungan Kadar Polifenol dan Aktivitas Antioksidan berdasarkan
metode AOM ...........................................................................................32
V.

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................36


A. Kesimpulan .............................................................................................36
B. Saran........................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................38


LAMPIRAN ................................................................................................. .........43

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Senyawa antioksidan yang telah berhasil diisolasi dari rempah-rempah


(Pokorny et al., 2001) ...............................................................................4
Tabel 2. Hasil metode AOM untuk seleksi minyak sebagai media pada alat
Rancimat ............................................................................................... 29
Tabel 3. Komponen asam lemak pada minyak kedelai, minyak jagung, dan
minyak zaitun (Almatsier, 2002) ............................................. ..............30
Tabel 4. Komponen minyak kedelai mentah dan minyak kedelai yang
dimurnikan (Hui, 1996)............................................................ ..............30
Tabel 5. Aktivitas antioksidan berdasarkan metode AOM ...................................31
Tabel 6. Perbandingan kadar polifenol dan faktor proteksi pada rempah
pasar dan rempah bubuk................................................................. ........33

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Lengkuas (Alpinia galanga L.) ...........................................................5

Gambar 2.

Kencur (Kaemferia galanga L.) ..........................................................6

Gambar 3.

Kunyit (Curcuma domestica Val.) ......................................................6

Gambar 4.

Struktur kimia senyawa curcumin pada kunyit (Tiwari et al., 2006)..7

Gambar 5.

Jahe putih besar (Zingiber officinale Rosc.) .......................................8

Gambar 6. Struktur kimia senyawa gingerol pada jahe (Tiwari et al., 2006).......9
Gambar 7.

Bunga cengkeh (Syzygium aromaticum L.) ......................................10

Gambar 8. Struktur kimia eugenol pada cengkeh (Porter, 1979) ........................10


Gambar 9.

Bawang putih (Allium sativum L.) ....................................................11

Gambar 10. Struktur kimia senyawa allicin pada bawang putih


(Anonim, 2006d) ...............................................................................12
Gambar 11. Asam fosfomolibdat yang tereduksi (The Grape Seed Method
Evaluation Committee, 2001) ...........................................................13
Gambar 12. Alat Rancimat....................................................................................15
Gambar 13. Skema deskripsi alat Rancimat (Lliger, 1983) ................................16
Gambar 14. Penentuan periode induksi (Lliger, 1983) .......................................17
Gambar 15. Diagram alir analisis aktivitas antioksidan dengan uji polifenol
dan metode AOM dengan menggunakan alat Rancimat ...................21
Gambar 16. Pengukuran periode infleksi pada

metode AOM ...............22

Gambar 17. Asam galat .........................................................................................24


Gambar 18. Kurva standar uji polifenol dengan standar asam galat.....................25
Gambar 19. Grafik perbandingan kadar polifenol rempah segar dan rempah
bubuk .................................................................................................26
Gambar 20. Grafik hubungan kadar polifenol dan aktivitas antioksidan
berdasarkan metode AOM ................................................................34

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kadar air rempah segar basah dengan metode azeotropik


(dry basis) .........................................................................................43
Lampiran 2. Kadar air rempah segar kering dengan metode oven vakum
(dry basis) .........................................................................................44
Lampiran 3. Kadar air rempah bubuk dengan metode oven vakum (dry basis) ....45
Lampiran 4. Perhitungan uji kadar polifenol .........................................................45
A. Kurva standar asam galat ............................................................................45
B. Rempah segar .............................................................................................46
C. Rempah bubuk ................................................................................... ........47
Lampiran 5. Perhitungan metode AOM .................................................................48
A. Pemilihan minyak sebagai media pada metode AOM ...................... ........48
B. Faktor proteksi rempah segar .....................................................................49
C. Faktor proteksi rempah bubuk ....................................................................50
D. Kurva konduktivitas AOM dengan alat Rancimat .....................................51

vi

BAB I. PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG
Reaksi-reaksi yang terjadi di dalam tubuh manusia memerlukan
oksigen, namun di lain pihak, oksigen juga merupakan senyawa oksidan
yang dapat menimbulkan efek samping berbahaya, yang dapat menyebabkan
kerusakan sel sehingga menimbulkan penyakit kronis (Anonim, 2006d).
Senyawa oksidan yang umumnya dikenal sebagai radikal bebas,
dapat berasal dari dalam maupun luar tubuh. Sumber eksternal tersebut
antara lain paparan sinar matahari dan polusi, minuman beralkohol,
makanan yang tidak sehat, dan rokok. Radikal bebas ini menyerang sel-sel
sehat dalam tubuh, termasuk DNA, protein, dan lemak, sehingga dapat
menyebabkan gangguan fungsi imunitas, mempercepat proses penuaan, serta
menimbulkan berbagai penyakit seperti katarak, kanker, penyakit jantung,
artritis, dan penyakit kronis lainnya (Anonim, 2006d). Radikal bebas
merupakan kunci utama penyebab penyakit infeksi dan non-infeksi serta
berbagai penyakit dalam tubuh. Sebenarnya, secara normal tubuh dapat
mengatasi radikal bebas tersebut, tapi dalam suatu kondisi tertentu tubuh
tidak mampu mengatasinya sehingga memerlukan senyawa antiradikal bebas
(Maslimah, 2004).
Antioksidan adalah suatu senyawa yang melindungi senyawa
lainnya dari oksigen dengan mereaksikan dirinya sendiri dengan oksigen
tersebut (Sizer and Whitney, 2000). Antioksidan juga dapat membantu
memperbaiki kerusakan yang terjadi pada sel-sel tubuh. Beberapa enzim
antioksidan dapat dihasilkan di dalam tubuh seperti superoksida dismutase,
katalase, dan glutathion. Antioksidan lainnya dapat ditemukan di dalam
bahan pangan seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E, and beta-karoten
pada sayur-sayuran berwarna. (Anonim, 2006d). Dalam 20 tahun terakhir,
selain buah dan sayuran, rempah-rempah diketahui mengandung senyawa
fenolik yang memiliki kapasitas antioksidan yang kuat (Benkeblia, 2005).
Rempah-rempah yang diteliti pada penelitian ini adalah kunyit, jahe,
lengkuas, kencur, bawang putih, dan cengkeh. Rempah-rempah tersebut

merupakan rempah yang sering digunakan masyarakat Indonesia sebagai


bumbu masakan maupun sebagai obat, serta pada banyak penelitian telah
terbukti mengandung senyawa antioksidan.

B.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan aktivitas
antioksidan rimpang

segar dan rimpang bubuk. Rimpang yang

dibandingkan adalah lengkuas (Alpinia galanga), kencur (Kaemferia


galanga L.), kunyit (Curcuma domestica Val.), dan jahe (Zingiber officinale
Rosc.). Sebagai tambahan perbandingan, diteliti juga bawang putih (Allium
sativum L.) dan cengkeh (Syzygium aromaticum L.). Tujuan dari
membandingkan rimpang segar dan rimpang bubuk adalah untuk melihat
seberapa besar perbedaan kandungan antioksidan di antara keduanya.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

REMPAH SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN


Istilah rempah-rempah (spices) berasal dari bahasa Latin, yaitu
Species aromatacea yang berarti buah-buahan bumi (Farrell, 1990). Definisi
rempah-rempah adalah segala komponen tumbuhan atau sayuran yang
bersifat aromatik yang dikeringkan, berbau, aromatik, atau pedas, dalam
bentuk utuh, dihancurkan, atau digiling, yang fungsi utamanya dalam
makanan ialah sebagai bumbu. Rempah-rempah dapat berasal dari membran,
kulit kayu, pucuk, umbi, bunga, buah, daun, rimpang (rhizoma), akar, biji,
atau keseluruhan tanaman (Farrell, 1990).
Rempah-rempah yang merupakan umbi atau rimpang misalnya
jahe, kunyit, temulawak, kencur, dan sebagainya. Rempah yang berasal dari
biji misalnya pala, kemiri, kapol, dan lain-lain. Kayu manis dan kayu secang
merupakan rempah yang berasal dari kulit pohon. Rempah yang berasal dari
bunga misalnya cengkeh. Rempah yang berasal dari buah misalnya lada
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Penelitian-penelitian terhadap sifat antioksidan dari rempahrempah yang dilakukan pada tahun 1930-an menunjukkan bahwa beberapa
jenis rempah-rempah dapat memperlambat terbentuknya peroksida pada
minyak kacang dan menghambat ketengikan pada daging. Hak paten untuk
antioksidan yang berasal dari rempah-rempah pertama kali dikeluarkan pada
tahun 1938, dimana minyak cengkeh dapat mencegah terjadinya oksidasi
minyak goreng. Pada banyak penelitian, pala, lada hitam, jahe, kunyit,
oregano, rosemary, dan jenis rempah-rempah lainnya terbukti memiliki
aktivitas antioksidan yang kuat.
Berdasarkan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi rempahrempah, hampir seluruh aktivitas antioksidan yang kuat ditemukan pada
fraksi yang larut dalam etanol. Namun demikian, pelarut etanol memiliki
kelemahan, yaitu tidak dapat mengekstraksi komponen hidrofilik (Farrell,
1985). Pengecualian hanya terjadi untuk cengkeh, dimana fraksi yang larut
dalam etanol maupun dalam air sama-sama memiliki aktivitas antioksidan

yang kuat (Hirasa dan Takemasa, 1998). Ekstraksi rempah dengan pelarut
etanol akan menghasilkan senyawa yang disebut oleoresin. Oleoresin
memiliki sifat kental, kaya akan senyawa aromatik, dan secara alami
mengandung antioksidan (Farrell, 1985).
Senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat dalam berbagai jenis
rempah-rempah juga telah dapat diidentifikasi. Contoh-contoh senyawa
antioksidan pada rempah-rempah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.

Senyawa antioksidan yang telah berhasil diisolasi dari rempahrempah (Pokorny et al., 2001)

Nama
Rosemary

Nama sistematis
Rosemarinus officinalis

Senyawa
Asam

karsonat,

karnosol,

asam rosmarinat, rosmanol


Sage

Salvia officinalis

Asam

karsonat,

karnosol,

asam rosmarinat, rosmanol


Oregano

Origanum vulgare

Turunan

asam

fenolat,

flavonoid, tokoferol
Thyme

Thymus vulgaris

Thymol, karvakrol, p-cumne2,3-diol, bifenil, flavonoid

B.

Jahe

Zingiber officinalis

Gingerol, diarilheptanoid

Kunyit

Curcuma domestica

Kurkumin

Lada hitam

Piper nigrum

Amida fenolik, flavonoid

Paprika merah

Capsicum annum

Capsaicin

Cabe merah

Capsicum frutesence

Capsaicin, capsaicinol

Cengkeh

Eugenia caryophylatta

Eugenol, galat

Licorice

Glycyrrhiza glabra

Flavonoid, fenolik

LENGKUAS (Alpinia galanga L.)


Lengkuas termasuk dalam famili Zingiberaceae. Lengkuas dapat
hidup di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi, lebih kurang 1200
meter di atas permukaan laut. Lengkuas termasuk tumbuhan tegak yang
tinggi batangnya mencapai 2-2.5 meter. Lengkuas mempunyai batang pohon

yang terdiri dari susunan pelepah-pelepah daun. Bunganya muncul pada


bagian ujung tumbuhan. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga
mempunyai aroma yang khas (Anonim, 2005b).
Ada 2 jenis lengkuas berdasarkan warna umbinya yaitu lengkuas
putih dan lengkuas merah. Lengkuas putih dipakai sebagai penyedap
masakan, sedangkan lengkuas merah digunakan sebagai obat (Anonim,
2005b). Lengkuas yang dipakai pada penelitian ini adalah lengkuas putih,
seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lengkuas (Alpinia galanga L.)


Berdasarkan uji DPPH, minyak volatil lengkuas memiliki aktivitas
antioksidan yang kuat dengan persen inhibisi sebesar 86.6-92.5% dengan
komponen utamanya adalah trans-3-acetoxy-1,8 cineole. Namun demikian,
ekstrak lengkuas dengan pelarut metanol memiliki aktivitas antioksidan
yang tidak terlalu tinggi. Komponen utama pada ekstrak lengkuas dengan
pelarut metanol adalah p-coumaryl-9-methyl ether (Zaeoung et al., 2005).

C.

KENCUR (Kaemferia galanga L.)


Kencur termasuk dalam famili Zingiberaceae. Bentuk kencur dapat
dilihat pada Gambar 2. Menurut Tewtrakul et al. (2005), minyak volatil
kencur yang diperoleh dari distilasi air mengandung 31.77% etil-pmetoksisinamat, 23.23% metilsinamat, 11.13% karvon, 9.59% eukaliptol,
dan 6.41% pentadekan. Namun demikian, kandungan minyak kencur dapat
saja berbeda, tergantung kondisi iklim dan geografis tempat asal kencur
yang digunakan.

Gambar 2. Kencur (Kaemferia galanga L.)


Ekstrak kencur diketahui dapat melawan infeksi bakteri. Secara
tradisional, kencur digunakan untuk mengobati scariasis dan tumor,
digunakan secara eksternal untuk mengobati sakit perut, dan secara topikal
untuk mengobati rematik. Komponen terbesar minyak kencur yaitu etil-pmetoksisinamat telah dilaporkan memiliki banyak aktivitas biologis seperti
antikanker dan anti-monoamin oksidase (Tewtrakul et al., 2005).

D.

KUNYIT (Curcuma domestica Val.)


Tanaman kunyit aslinya berasal dari daerah Asia Selatan,
kemudian tersebar ke Jepang, Malaysia, dan Sri Langka. Kunyit merupakan
tanaman tropis yang memiliki sistem reproduksi berupa rimpang (rhizoma).
Bentuk kunyit dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kunyit (Curcuma domestica Val.)


Kunyit banyak digunakan pada makanan kari, acar, dan mustard.
Pigmen warna kuning pada kunyit disebut curcumin atau bis (4-hidroxy-3methoxy cinnamoyl) methane. Struktur kimia senyawa curcumin dapat

dilihat pada Gambar 4. Warna kunyit sensitif terhadap pH, dimana warna
kuning yang paling cerah terbentuk pada suasana asam (Farrell, 1990).

Gambar 4. Struktur kimia senyawa curcumin pada kunyit


(Tiwari et al., 2006)
Senyawa antioksidan pada kunyit antara lain curcumin atau bis (4hidroxy-3-methoxy cinnamoyl) methane, 4-hidroxycinnamoyl (feruloyl)
methane, dan bis (4-hidroxycinnamoyl) methane (Hirasa dan Takemasa,
1998). Curcumin akhir-akhir ini populer di banyak majalah dan surat kabar
karena terbukti memiliki manfaat kesehatan berdasarkan penelitianpenelitian laboratorium. Bubuk kunyit murni memiliki konsentrasi curcumin
sekitar 3% w/w. Para peneliti telah menemukan bahwa curcumin dapat
meningkatkan kinerja TRAIL dua hingga tiga kali lipat. TRAIL (Tumor
necrosis factor-Related Apoptosis-Inducing Ligand) adalah molekul yang
terdapat secara alami dalam tubuh yang membantu membunuh sel-sel
kanker. Curcumin juga ditemukan dapat menghentikan replikasi sel-sel
leukemia, mengurangi kerusakan jaringan jantung dari kekurangan oksigen
dan aliran darah, serta melindungi tubuh dari bahaya asap rokok (Anonim,
2006a).
Kunyit banyak dikonsumsi masyarakat dan saat ini kunyit banyak
diteliti kegunaannya karena kandungan metabolitnya yang besar, dengan
struktur kurkuminoid yang terbukti mampu menangkap radikal bebas DPPH
secara in vitro dua buah radikal aroxyl yang terbentuk setelah curcumin
mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal DPPH. Mekanisme
antioksidan di dalam lipid tak jenuh (linoleat) terjadi karena gugus fenolik
pada curcumin dapat bereaksi dengan peroksida radikal (Zaeoung et al.,
2005).

E.

JAHE (Zingiber officinale Rosc.)


Tanaman jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae, merupakan
tanaman berumur panjang dengan rimpang di dalam tanah yang bercabangcabang dan ke atas mengeluarkan tunas serta batang-batang yang dibalut
oleh pelepah daun, dengan tinggi tanaman yang dapat mencapai 0.4-0.6
meter.
Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rhizoma atau
rimpangnya. Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan
dipanen setelah berumur 9-11 bulan. Rimpang jahe bercabang-cabang tidak
teratur, berserat, dan berbau khas aromatik (Sutarno et al., 1999).
Berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna rimpangnya, dikenal tigs
varietas, yaitu jahe putih besar (jahe gajah, jahe badak), jahe putih kecil
(jahe emprit), dan jahe merah (jahe sunti). Diantara ketiga varietas tersebut,
yang banyak digunakan sebagai obat adalah jahe merah karena kandungan
minyak atsirinya lebih banyak (Wijayakusuma, 2002). Jahe yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jahe putih besar. Bentuk jahe putih besar dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Jahe putih besar (Zingiber officinale Rosc.)


Rimpang jahe berasa pedas karena mengandung minyak atsiri
sebesar 0.25-3.3%, yang kadarnya bervariasi tergantung jenis jahe. Selain
itu, rimpang jahe mengandung oleoresin sebanyak 4.3-6.0% yang terdiri dari
gingerol dan shogaol (hasil dehidrasi gingerol). Oleoresin pada jahe juga
menimbulkan rasa pedas atau pungent (Sutarno et al., 1999). Minyak jahe
berwarna kuning dan kental. Minyak ini kebanyakan mengandung terpen,

fellandren, dekstrokamfen, bahan sesquiterpen yang dinamakan zingiberen,


zingeron damar, dan pati (Achyad dan Rasyidah, 2000).
Ekstrak jahe dengan pelarut metanol menunjukkan aktivitas
antioksidan yang tinggi, yaitu sekitar 2-4 kali BHT. Aktivitas antioksidan
yang tinggi pada ekstrak jahe disebabkan kandungan gingerol dan shogaol
yang memiliki gugus hidroksil (Zaeoung et al., 2005). Struktur kimia
senyawa gingerol dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur kimia senyawa gingerol pada jahe


(Tiwari et al., 2006)
Ekstrak

jahe

mempunyai

daya

antioksidan

yang

dapat

dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak dan lemak. Jahe memiliki


kandungan senyawa aktif yang mampu berfungsi sebagai antioksidan.
Menurut Vankar et al. (2006), aktivitas antioksidan dengan DPPH pada jahe
bubuk sebelum dipanaskan dengan standar BHT adalah sebesar 10.81% dan
setelah dipanaskan 120oC adalah 6.01%, sedangkan dengan standar
pyragallol, aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah 4.13% dan
setelah dipanaskan 120oC adalah 1.36%.

F.

CENGKEH (Syzygium aromaticum L.)


Tanaman cengkeh termasuk ke dalam familii Myrtaceae. Cengkeh
merupakan tanaman indigenus dari lima pulau kecil yaitu Pulau Ternate,
Tidore, Mutir, Machian, dan Bachian. Cengkeh dalam bahasa Inggris
disebut clove, yang diturunkan dari bahasa Perancis dan Spanyol yang
berarti paku, karena bentuk cengkeh yang mirip paku berkepala bulat
(Farrell, 1990). Bentuk cengkeh dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Bunga cengkeh


Pohon cengkeh dapat mencapai tinggi 20-30 meter dan umurnya
dapat mencapai lebih dari seratus tahun (Hadiwijaya, 1986). Myrtaceae
terdiri dari 30000 spesies pohon dan semak dari daerah tropika dan
subtropika. Menurut Purseglove et al. (1981), bunga cengkeh mempunyai
aroma yang lebih kuat, lebih tajam, dan lebih getir dan pedas dibandingkan
gagang dan daun cengkeh. Bunga cengkeh terutama digunakan untuk
campuran rokok kretek.
Sifat khas yang dimiliki tanaman cengkeh yaitu semua bagian
tanaman mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun, dan bunga.
Kandungan minyak tertinggi terdapat pada bagian bunga (Bintoro, 1986).
Kandungan minyak cengkeh adalah eugenol (2-metoksi-4-alil
fenol) 90%, eugenol asetat, metil n-heptil alkohol, benzil alkohol, metil
salisilat, metil n-amil karbinol, dan terpene caryophylene (Harris, 1987).
Eugenol adalah senyawa utama pada minyak esensial cengkeh (Hirasa dan
Takemasa, 1998). Eugenol inilah yang memberikan aroma khas cengkeh.
Namun demikian, cengkeh yang berasal dari daerah berbeda mempunyai
kadar minyak atsiri dan kadar total eugenol yang berbeda (Kardiman, 2005).
Struktur kimia eugenol dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Struktur kimia eugenol pada cengkeh (Porter, 1979)

10

Minyak cengkeh merupakan hasil sulingan serbuk kuntum cengkeh


kering, yang digunakan untuk penyedap rasa, parfum, dan kebutuhan
industri farmasi. Minyaknya banyak digunakan untuk bahan baku industri
pangan, parfum, obat-obatan, dan bahan peledak dalam industri senjata
(Ketaren, 1985).
Minyak bunga cengkeh merupakan sumber eugenol yang lebih
besar dibandingkan tangkai bunga dan daun. Eugenol dapat menjadi bahan
pembuat vanilin dalam bentuk isoeugenol (Anonim, 1975). Minyak bunga
cengkeh digunakan sebagai bau khas rokok dan obat-obatan seperti
analgesik gigi dan karminatif. Dalam bidang farmasi, eugenol ditambahkan
formaldehid dan garam natrium yang akan membentuk eugeoform yang
berguna sebagai obat kolera, demam, dan tipus. Eugenol juga berguna
sebagai antiseptik, desinfektan, penenang syaraf, dan obat penyakit paruparu (Gardner dan Cooke, 1971).

G.

BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)


Bawang putih aslinya berasal dari padang gurun Kirghiz dan Asia
Barat. Bawang putih dapat tumbuh hampir di seluruh negara beriklim hangat
dan semitropis di seluruh dunia (Farrell, 1985). Bawang putih adalah salah
satu tanaman paling awal yang ditanam manusia karena kemudahannya
dibawa dan disimpan. Bawang putih dapat dikeringkan dan diawetkan untuk
beberapa bulan. Bawang putih termasuk dalam famili Allium. Hingga kini
sudah ditemukan lebih dari 500 lebih jenis bawang yang termasuk famili
Allium, yang masing-masing memiliki rasa, bentuk, dan warna yang
berbeda-beda namun mirip dalam kandungan biokimia, fitokimia, dan
neutraceutical (Benkeblia, 2005). Bentuk bawang putih dapat dilihat pada
Gambar 9.

Gambar 9. Bawang putih (Allium sativum L.)

11

Senyawa aktif dalam bawang putih disebut allicin (C3H5-S-SC3H5). Ketika bawang putih dipotong atau dilukai, allicin akan terpecah
menjadi dialil disulfida yang menyebabkan bau khas pada bawang putih
(Farrell, 1985). Struktur kimia senyawa allicin dapat dilihat pada
Gambar 10.

Gambar 10. Struktur kimia senyawa allicin pada bawang putih


(Anonim, 2006d)
Ekstrak Allium dikenal memiliki aktivitas antibakteri dan
antifungal, mengandung antioksidan yang kuat, sulfur, dan banyak senyawa
fenolik, sehingga kini Allium banyak diteliti kegunaannya (Benkeblia,
2005). Bawang putih mengandung alilsulfida yang dapat memperlambat
oksidasi pada daging babi (Hirasa dan Takemasa, 1998).
Perlakuan panas dapat menurunkan aktivitas antioksidan dalam
ekstrak Allium, sehingga pemanasan dalam persiapan makanan dan
pemasakan

perlu

diperhatikan

dengan

hati-hati

untuk

melindungi

antioksidan (Benkeblia, 2005). Allicin bersifat tidak stabil jika dikeluarkan


dari bawang putih dan proses pengolahan dapat menyebabkan allicin
terdegradasi menjadi senyawa yang tidak dapat terdeteksi (Yu dan Wu,
1989).

H.

PENGUKURAN AKTIVITAS
KADAR POLIFENOL

ANTIOKSIDAN

DENGAN

UJI

Antioksidan adalah suatu senyawa yang melindungi senyawa


lainnya dari oksigen dengan mereaksikan dirinya sendiri dengan oksigen
tersebut (Sizer dan Whitney, 2000). Antioksidan ada yang berasal secara
alami dari tanaman seperti vitamin C dan E, dan ada pula yang antioksidan
sintetik seperti BHT dan propil galat (Lindsay, 1996).

12

Secara umum, antioksidan adalah senyawa yang mampu untuk


menghambat dan mencegah proses oksidasi, akan tetapi tidak dapat
meningkatkan kualitas dari produk yang sudah teroksidasi. Antioksidan
untuk penggunaan dalam makanan harus memenuhi beberapa persyaratan
antara lain efektif dalam konsentrasi rendah, dapat bergabung dengan
substrat, tidak mempengaruhi sensori produk makanan (off-color, off-odor,
off-taste), dan tidak toksik (Schuler, 1990).
Sebelum mengukur kadar antioksidan, sampel harus diekstrak
terlebih dahulu. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi sampel adalah
etanol karena hampir seluruh aktivitas antioksidan yang kuat ditemukan
pada fraksi yang larut dalam etanol (Hirasa dan Takemasa, 1998). Fraksi
polar yang larut dalam etanol memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat
daripada fraksi yang tidak larut dalam etanol (Pokorny, 2001). Ekstraksi
dilakukan dengan menggunakan refluks pada suhu 50oC.
Uji kadar polifenol didasarkan pada prinsip reaksi oksidasi-reduksi
dengan menggunakan reagen Folin-Ciocalteau. Reagen Folin-Ciocalteau
merupakan campuran asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat.
Antioksidan dapat mereduksi reagen sehingga terbentuk kompleks warna
biru (kromatogen) dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang
745-750 nm (Nollet, 1996). Asam fosfotungstat (P2W18O62-7) tereduksi
menjadi H4P2W18O62-8 dan asam fosfomolibdat (H2P2Mo18O62-6) tereduksi
menjadi H6P2Mo18O62-6 (The Grape Seed Method Evaluation Committee,
2001). Struktur kimia asam fosfomolibdat yang telah tereduksi dapat dilihat
pada Gambar 11.

Gambar 11. Asam fosfomolibdat yang tereduksi (The Grape Seed Method
Evaluation Committee, 2001)

13

Uji kadar polifenol memiliki kelebihan, yaitu dapat menghitung


secara kuantitatif semua grup fenolik seperti quercetin, antosianin, dan
fenolik pada teh hijau. Namun demikian, uji kadar polifenol juga memiliki
kelemahan, antara lain tidak mampu membedakan tipe-tipe fenol yang
terkandung (monomer/dimer/trimer). Selain itu, keberadaan protein, asam
nukleat, dan asam askorbat dapat mempengaruhi uji polifenol (Lee dan
Widmer, 1996).
Sebagai garam basa, Na2CO3 berfungsi memberikan suasana basa
karena pembentukan warna biru sangat bergantung pada pH. Nilai pH yang
paling sesuai adalah 10 10.5. Namun demikian, reagen Folin-Ciocalteau
tidak stabil pada pH basa sehingga ketepatan waktu dalam setiap tahap
sangat diperlukan. Setelah penambahan pereaksi, selalu dilakukan
pendiaman agar reaksi dapat berjalan sempurna. Reaksi yang tidak berjalan
sempurna dapat menyebabkan kesalahan negatif, yaitu hasil percobaan lebih
rendah dari yang seharusnya (Lee dan Widmer, 1996).
Standar polifenol yang digunakan adalah asam galat (asam 3,4,5hidroksibenzoat). Asam galat merupakan asam organik yang secara alami

terdapat pada daun teh, kayu oak, dan tanaman lainnya. (Anonim, 2006c).
Hasil uji polifenol diekspresikan sebagai GAE (Gallic Acid Equivalents)
(The Grape Seed Method Evaluation Committee, 2001).
Semakin tinggi kadar polifenol yang terkandung dalam suatu
sampel, semakin banyak molekul kromatogen yang terbentuk. Akibatnya,
intensitas warna biru yang dihasilkan semakin tinggi dan nilai absorbansinya
juga semakin tinggi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kadar
polifenol berbanding lurus dengan nilai absorbansi.

I.

PENGUKURAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN


ACTIVE OXYGEN METHOD (AOM)

BERDASARKAN

Menurut Almatsier (2002), pada saat lipid bersentuhan dengan


udara untuk jangka waktu yang lama, oksigen akan terikat pada ikatan
rangkap dan membentuk peroksida aktif. Peroksida aktif ini sangat reaktif
dan dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan
mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon pendek berupa asam14

asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatil (mudah


menguap) dan menimbulkan bau tengik pada minyak.
Metode AOM pada penelitian ini menggunakan alat Rancimat.
Metode ini membutuhkan minyak murni sebagai media. Minyak yang
digunakan adalah minyak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh
tinggi, karena asam lemak tak jenuh mudah teroksidasi. Hal tersebut
bertujuan agar waktu yang terpakai untuk mencapai waktu infleksi lebih
singkat dan lebih efisien. Beberapa penelitian seperti yang dilakukan Beirao
dan Bernardo-Gil (2005) menggunakan minyak bunga matahari, namun
sayangnya minyak tersebut sulit didapatkan di Indonesia. Minyak kaya asam
lemak tak jenuh yang banyak terdapat di segaran Indonesia antara lain
minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak zaitun.
Alat Rancimat dikembangkan dari metode AOM. Penggunaan alat
Rancimat lebih berkembang dari segi waktu dan sekarang telah banyak
digunakan dalam standar nasional dan internasional seperti AOCS Cd 12b92 dan ISO 6886 (Anonim, 1999). Bentuk alat Rancimat dapat dilihat pada
Gambar 12.

Gambar 12. Alat Rancimat


Pada metode AOM dengan menggunakan alat Rancimat, minyak
murni dipaparkan aliran udara pada suhu 50o-220oC. Suhu dapat diatur
sedemikian rupa sehingga periode induksi berkisar 415 jam (Gordon,
2001). Suhu yang biasanya digunakan adalah 100oC (Hudson, 1983). Produk
oksidasi yang bersifat volatil lalu ditransfer dengan aliran udara ke alat
pengukur dan diserap oleh air demineral sebagai larutan pengukur
(Anonim, 1999). Beberapa produk oksidasi bersifat volatil dan ionik, seperti

15

hidroperoksida dan asam format, yang akan meningkatkan konduktivitas air


demineral (Lliger, 1983). Konduktivitas larutan pengukur ini dicatat secara
kontinu sehingga diperoleh kurva konduktivitas. Skema alat Rancimat dapat
dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Skema deskripsi alat Rancimat (Lliger, 1983)


Kurva konduktivitas pada awalnya akan terlihat landai karena
produk oksidasi belum terbentuk dan belum ada peningkatan konduktivitas.
Kenaikan kurva yang tajam menunjukkan bahwa periode induksi telah
tercapai.

Periode

induksi

berhubungan

dengan

terbentuknya

asam

karboksilat volatil yang merupakan produk akhir oksidasi (Hudson, 1983).


Periode induksi merupakan nilai yang baik untuk menunjukkan stabilitas
oksidasi (Anonim, 1999).
Ada dua cara dalam menentukan periode induksi, yaitu cara
otomatis dan cara manual. Cara otomatis menggunakan turunan kedua dari
kurva konduktivitas yang tercatat. Dengan cara manual, periode induksi
merupakan perpotongan antara dua garis lurus perpanjangan kurva
konduktivitas (Anonim, 1999) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 14,
sehingga periode induksi dapat juga disebut titik infleksi. Pada penelitian
ini, penentuan periode induksi dilakukan dengan cara manual.

16

Gambar 14. Penentuan periode induksi (Lliger, 1983)

17

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT


Bahan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah yaitu
lengkuas (Alpinia galanga L.), kencur (Kaemferia galanga L.), kunyit
(Curcuma domestica Val), jahe (Zingiber officinale rosc.), bawang putih
(Allium sativum L.), dan cengkeh (Syzygium aromaticum L.). Sampel segar
dibeli di segar tradisional Warung Jambu Bogor, sedangkan sampel bubuk
merk Koepoe-Koepoe dibeli di segar swalayan Giant Bogor. Bahan-bahan
lain yang digunakan adalah minyak jagung merk Tropicana Slim, minyak
jagung merk Mazola, minyak kedelai merk Happy, minyak zaitun merk
Bertolli Extra Virgin, kertas saring, pelarut etanol 95%, toluena, pereaksi
Folin Ciocalteau, larutan Na2CO3 10%, asam galat, dan antioksidan BHT
(Butylated Hidroxy Toluena).
Alat-alat yang digunakan adalah botol gelas, tabung reaksi, neraca
analitik, rotavapor (Buchi), oven vakum (OSK), filter vakum, gegep besi,
spektrofotometer (Spectronic 200+), alat Rancimat (Metrohm 743 Rancimat
1.0), kuvet, pipet tetes, pipet Mohr 1 ml dan 10 ml, bulb, gelas piala, gelas
ukur, sudip, gelas pengaduk, labu takar 10 ml, labu erlenmeyer 250 ml,
pemanas pelat, labu didih 100 ml, tabung connector, dan labu BidwellSterling.

B.

METODE PENELITIAN
1.

Tahap persiapan sampel


Proses pembuatan ekstrak sampel dilakukan sebagai berikut:
Sampel segar (lengkuas, jahe, kencur, kunyit, dan bawang putih)
dicacah halus dan ditimbang sebanyak 100 gram lalu dikeringkan
dengan oven vakum pada suhu 60oC dan tekanan 250 mmHg. Sampel
segar yang sudah kering lalu diblender, ditimbang sebanyak 25 gram,
lalu dimasukkan ke dalam 150 gram pelarut (etanol). Cengkeh dan
rempah bubuk dapat langsung ditimbang sebanyak 25 gram dan
dimasukkan ke dalam 150 gram pelarut (etanol). Sampel dan pelarut

18

lalu direfluks pada suhu 50oC selama dua jam. Ekstrak yang diperoleh
disaring dengan filter vakum dan sampel dicuci sebanyak dua kali
dengan masing-masing 50 gram etanol, sehingga total etanol (pelarut)
yang digunakan sebanyak 250 gram.
Ekstrak hasil refluks lalu dipekatkan dengan rotavapor pada
o

suhu 50 C selama kurang lebih 50 menit hingga volumenya kurang


dari 10 ml. Ekstrak yang diperoleh dimasukkan dalam labu takar 10 ml
yang telah ditimbang terlebih dahulu berat kosongnya lalu ditera
dengan menambahkan bilasan labu rotavapor agar tidak ada ekstrak
pekat yang tertinggal di dalam labu rotavapor. Setelah ekstrak beserta
labu takar ditimbang, ekstrak dituang ke dalam botol atau vial. Ekstrak
lalu disimpan di dalam lemari es dan siap digunakan.
2.

Uji kadar air (Park, 1996)


Uji kadar air untuk sampel segar (lengkuas, jahe, kencur,
kunyit, dan bawang putih) dilakukan dengan metode azeotropik.
Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan dalam labu didih
100 ml. Toluena sebanyak 60 ml lalu dimasukkan ke dalam labu didih.
Pemanasan dilakukan sampai tidak ada air lagi yang masuk ke labu
Bidwell-Sterling.
Cengkeh dan sampel bubuk ditimbang sebanyak 3-5 gram
lalu dimasukkan ke dalam oven vakum pada suhu 60oC dan tekanan
250 mmHg hingga beratnya stabil.

3.

Uji kadar polifenol (Oki et al., 2002)


Pengujian kadar polifenol membutuhkan larutan blanko,
larutan kontrol, dan larutan standar. Larutan blanko dibuat dengan cara
mencampurkan 0.2 ml ekstrak sampel, 1 ml larutan Na2CO3 10%, dan
6 ml akuades. Larutan sampel dibuat dengan cara mencampurkan 0.2
ml ekstrak sampel, 1 ml larutan Na2CO3 10%, 1 ml Folin Ciocalteau,
dan 5 ml aquades. Sebelum dicampurkan, ekstrak sampel jahe,
lengkuas, kencur, dan bawang putih diencerkan terlebih dahulu sebesar

19

100 kali sedangkan ekstrak cengkeh dan kunyit diencerkan sebesar


10000 kali. Larutan standar dibuat dengan cara membuat terlebih
dahulu larutan stok dengan konsentrasi 0.10 mg asam galat/gram
etanol. Larutan stok lalu diencerkan hingga konsentrasi 0, 0.02, 0.04,
0.06, 0.08, mg/g etanol. Absorbansi larutan blanko, larutan kontrol,
larutan

standar,

dan

larutan

sampel

diukur

dengan

alat

spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm.


4.

Metode AOM (Beirao dan Bernardo-Gil, 2005)


Active Oxygen Method adalah suatu metode untuk menentukan
stabilitas minyak terhadap oksidasi yang dapat membuat minyak
menjadi tengik (rancid). Minyak sebanyak 3 gram dicampurkan
dengan 150 mg ekstrak sampel, lalu dihembuskan oksigen pada suhu
100oC sehingga minyak akan teroksidasi. Produk oksidasi yang
bersifat volatil ditransfer dengan aliran udara ke alat pengukur dan
diserap oleh larutan pengukur (air demineral). Konduktivitas larutan
pengukur ini dicatat secara kontinu sehingga diperoleh kurva
konduktivitas.
Periode dimana jumlah senyawa volatil hasil oksidasi minyak
meningkat dengan cepat disebut periode induksi. Periode induksi
ditentukan dengan mencari perpotongan antara dua garis lurus
perpanjangan kurva konduktivitas versus waktu. Semakin lama periode
induksi, berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan sampel.
Pemilihan minyak yang akan digunakan sebagai media pada uji
rancimat dilakukan dengan menyeleksi minyak berdasarkan periode
induksi yang terpendek. Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat
empat jenis minyak yang memiliki klaim kaya asam lemak tak jenuh
dan 100% murni (tidak ditambahkan pengawet), yaitu minyak jagung
merk Tropicana Slim, minyak jagung merk Mazola, minyak kedelai
merk Happy, dan minyak zaitun merk Bertolli Extra Virgin. Keempat
minyak tersebut diukur periode induksinya dan minyak yang dipilih
adalah minyak dengan periode induksi terpendek.

20

Rempah segar

dikeringkan

250 g etanol

25 g rempah kering

disaring dengan filter vakum

dipekatkan dengan rotavapor

10 ml ekstrak

Diencerkan 100 kali (ekstrak jahe,


lengkuas, kencur, bawang putih) dan

diambil 150 mg dan


ditambahkan 3 gram minyak

10000 kali (ekstrak cengkeh dan kunyit)

10 ml hasilpengenceran

Alat Rancimat

diambil 0.2 ml dan


ditambahkan reagen Folin,
larutan Na2CO3, dan akuades

diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer
Gambar 15. Diagram alir analisis aktivitas antioksidan dengan uji polifenol
dan metode AOM

21

C.

PERHITUNGAN HASIL PENGAMATAN


1. Uji Kadar Air
Perhitungan kadar air berdasarkan berat kering, yaitu dengan
rumus :
% kadar air = Berat awal - Berat akhir x 100%
Berat akhir
2. Uji Kadar Polifenol
Absorbansi larutan standar diplotkan menjadi kurva standar,
dengan sumbu x adalah konsentrasi asam galat (mg/ml pelarut) dan
sumbu y adalah absorbansi. Kadar polifenol larutan sampel diperoleh
dengan cara memasukkan nilai absorbansi sampel ke dalam persamaan
kurva standar. Kadar polifenol sampel berbanding lurus dengan nilai
absorbansi.
3. Metode AOM
Stabilitas oksidasi ditentukan dengan menggunakan kurva
waktu vs konduktivitas yang disebut kurva konduktivitas. Periode
induksi ditentukan dengan mencari perpotongan antara dua garis lurus
perpanjangan kurva waktu vs konduktivitas. Pengukuran periode induksi
dapat dilihat pada Gambar 16.
Konduktivitas (Siemens)

Waktu (jam)
Periode induksi
Gambar 16. Pengukuran periode induksi pada metode AOM

22

Aktivitas antioksidan ditentukan oleh faktor proteksi dengan rumus:


Faktor proteksi (%) = periode induksi minyak + sampel x100%
periode induksi minyak + BHT
Semakin tinggi faktor proteksi yang diperoleh, semakin tinggi pula
aktivitas antioksidan sampel.

23

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

KADAR POLIFENOL
Metode Folin Ciocalteau didasarkan pada kekuatan reduksi gugus
hidroksil fenolik dan sangat tidak spesifik karena tidak dapat membedakan
antar jenis komponen fenolik, tetapi dapat mendeteksi semua jenis fenol
dengan sensifitas yang bervariasi. Reaksi oksidasi reduksi ini muncul pada
kondisi

alkali

dimana

fenol

mereduksi

kompleks

fosfotungstat-

fosfomolibdat pada reagen sehingga menjadi warna biru. Semakin tinggi


jumlah gugus hidroksil fenolik maka semakin besar konsentrasi komponen
fenolik yang terdeteksi (Khadambi, 2007).
Standar yang digunakan pada uji kadar polifenol adalah asam galat.
Asam galat adalah asam organik dengan nama kimia asam 3,4,5-trihidroksi
benzoat (C6H2(OH)3CO2H). Struktur asam galat dapat dilihat pada
Gambar 12. Asam galat murni berbentuk bubuk organik kristal tak berwarna
dan berupa molekul bebas atau bagian dari molekul tanin. Asam galat
mempunyai sifat antifungal, antioksidan, dan antiviral.

Gambar 17. Asam galat (Anonim, 2006c)


Larutan standar dibuat dalam satuan g asam galat per g etanol (Oki
et al., 2002). Satuan tersebut perlu dikonversi dalam proses perhitungan
menjadi g asam galat per ml etanol dengan menggunakan berat jenis etanol,
yaitu sebesar 0.79 g/ml (Anonim, 2006b). Kurva standar asam galat yang
dihasilkan memiliki persamaan garis linier y = 3.0473x + 0.0223. Gambar
kurva standar dapat dilihat pada Gambar 13.

24

0.300
Absorbansi

0.250
0.200
0.150

y = 3.0473x + 0.0223
2

R = 0.9866

0.100
0.050
0.000
0.0000 0.0158 0.0316 0.0473 0.0631 0.0789
Kadar polifenol (mg asam galat/ml etanol)

Gambar 18. Kurva standar uji kadar polifenol dengan standar asam galat
Larutan-larutan yang digunakan di dalam uji kadar polifenol ini
antara lain, larutan blanko digunakan Na2CO3, akuades, dan sampel; dan
sebagai larutan kontrol digunakan Na2CO3, akuades, reagen Folin
Ciocalteau, dan sampel. Penambahan Na2CO3 bertujuan membentuk suasana
basa agar terjadi reaksi reduksi reagen Folin Ciocalteau dengan gugus OH
dari polifenol di dalam sampel. Penambahan sampel di dakam larutan
blanko bertujuan mengurangi kesalahan positif dari perhitungan konsentrasi
polifenol. Hal ini disebabkan sampel itu sendiri sudah memiliki warna yang
dapat terukur oleh spektrofotometer. Hasil absorbansi kontrol nantinya akan
dikurangi dengan absorbansi blanko yang kemudian dimasukkan kedalam
kurva standar sehingga didapatkan konsentrasi polifenol saja di dalam
sampel.
Hasil perhitungan kadar polifenol rempah segar dan rempah bubuk
seperti yang terlihat pada Gambar 19 menunjukkan bahwa kadar polifenol
yang tertinggi dimiliki cengkeh, sedangkan yang terendah dimiliki bawang
putih. Cengkeh segar memiliki kadar polifenol sebesar 619.94 mg/g bahan
kering dan cengkeh bubuk sebesar 790.06 mg/g bahan kering. Bawang putih
segar memiliki kadar polifenol sebesar 2.81 mg/g bahan kering dan bawang
putih bubuk sebesar 0.30 mg/g bahan kering.

25

Cengkeh memiliki kadar polifenol yang sangat tinggi karena


cengkeh merupakan rempah utama penghasil eugenol dan senyawa galat
(Yanishlieva-Maslarova dan Heinonen, 2001). Bawang putih memiliki kadar
polifenol terendah karena senyawa aktif dalam bawang putih, yaitu allicin
dengan struktur kimia C3H5-S-S-C3H5 (Farrell, 1985), bukan termasuk
golongan polifenol, melainkan golongan thiosulfonat (Anonim, 2006d).
Bubuk kunyit dilaporkan memiliki konsentrasi curcumin sekitar
3% w/w (Anonim, 2006a). Hasil uji kadar polifenol pada penelitian ini
menunjukkan kunyit bubuk mengandung 67.64 mg polifenol per g bahan
kering atau 6.76% w/w. Perbedaan kadar polifenol tersebut disebabkan
polifenol yang terukur pada penelitian ini adalah polifenol secara
keseluruhan, bukan hanya curcumin. Selain curcumin, kunyit juga
mengandung senyawa polifenol lain seperti senyawa cineole, phellandrene,
terpinolene, dan turmerone (Tiwari et al., 2006).

Kadar polifenol (mg/g solid)*

900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Baw ang
Cengkeh
putih

Lengkuas

Jahe

Kencur

Kunyit

Rempah segar

8.53

31.98

27.31

141.79

2.81

619.94

Rempah bubuk

21.49

38.74

3.11

67.64

0.30

790.06

* Kadar polifenol sudah dikonversi terhadap kadar air sampel (Lampiran)

Gambar 19. Grafik perbandingan kadar polifenol rempah segar dan


rempah bubuk

26

Grafik perbandingan kadar polifenol, seperti yang terlihat pada


Gambar 19, menunjukkan ada rempah yang memiliki kadar polifenol dalam
bentuk bubuk lebih rendah dibandingkan bantuk segarnya dan ada juga
rempah yang memiliki kadar polifenol dalam bentuk bubuk lebih tinggi
dibandingkan bantuk segarnya. Lengkuas, jahe, dan cengkeh memiliki kadar
polifenol dalam bentuk bubuk lebih tinggi dibandingkan bentuk segarnya.
Hal ini dapat disebabkan terlepasnya polifenol terikat akibat perlakuan panas
(Tiwari et al., 2006) dan terbebasnya polifenol akibat kerusakan sel yang
terjadi selama proses pengeringan (Bartly dan Jacobs, 2000).
Proses pengeringan menyebabkan lapisan-lapisan protein pada
bahan pangan yang berfungsi menghalangi masuknya oksigen dari udara
mengalami kerusakan. Kerusakan lapisan protein menyebabkan butiran
lemak, liposom, atau membran yang dilindungi oleh lapisan protein tersebut
terpapar langsung oleh oksigen yang dapat lewat melalui permukaan lapisan
tipis non-lipid. Oleh karena itu, oksidasi lipid terjadi lebih cepat pada bahan
pangan kering dibandingkan bahan pangan basah. Namun demikian, reaksi
oksidasi tersebut hanya terjadi selama penyimpanan bahan pangan kering.
Selama proses pengeringan itu sendiri, oksidasi lipid terbatas akibat waktu
pengeringan yang singkat, sehingga antioksidan biasanya tidak rusak akibat
proses pengeringan (Pokorny, 2001).
Meskipun antioksidan biasanya tidak rusak akibat proses
pengeringan, penurunan kadar polifenol pada bentuk bubuk dibandingkan
bentuk segarnya sangat besar. Kadar polifenol kencur bubuk 8.8 kali lebih
rendah dibandingkan kencur segar, kadar polifenol kunyit bubuk 2.1 kali
lebih rendah dibandingkan kunyit segar, dan kadar polifenol bawang putih
bubuk 9.4 kali lebih rendah dibandingkan bawang putih segar. Perbedaan
besarnya penurunan kadar polifenol pada bentuk bubuk dibandingkan
bentuk segarnya terjadi karena stabilitas komponen rempah berbeda-beda
tergantung jenis rempah (Tiwari et al., 2006). Meskipun memiliki struktur
umum yang sama, polifenol yang terkandung dalam masing-masing rempah
memiliki

rantai

samping

berbeda-beda

yang

akan

mempengaruhi

stabilitasnya (Suresh et al., 2005).

27

Penelitian yang dilakukan Sowbhagya et al. (2004) menunjukkan


bahwa senyawa curcumin pada kunyit cukup stabil terhadap panas tetapi
sensitif terhadap cahaya. Ekstrak etanol dari lengkuas juga terbukti memiliki
stabilitas terhadap panas yang baik (Berghofer dan Juntachote, 2005).
Eugenol pada cengkeh bersifat stabil dalam kondisi normal namun sensitif
terhadap cahaya (Anonim, 2005a). Hanya gingerol yang dilaporkan tidak
stabil terhadap panas akibat adanya grup -hidroksi-keto pada struktur
kimianya (Bhattarai et al., 2001).
Salah satu kelemahan uji polifenol adalah tidak mampu
membedakan tipe-tipe fenol yang terkandung (Lee dan Widmer, 1996),
sehingga tidak dapat diketahui secara spesifik jenis polifenol apa yang
berkontribusi besar terhadap penurunan kadar polifenol secara keseluruhan.
Menurut Porter (1979), ada tiga jenis fenol yaitu fenol monohidrat, dihidrat,
dan trihidrat. Fenol monohidrat dapat menghambat rantai radikal bebas,
contohnya BHA dan BHT. Fenol dihidrat menunjukkan efektifitas
antioksidan paling tinggi dibandingkan fenol monohidrat dan trihidrat.
Aktivitas fenol trihidrat disebabkan adanya grup karboksil, seperti yang
terdapat pada asam galat. Semakin besar grup alkil pada struktur fenolik,
semakin rendah efektifitasnya di dalam minyak pada AOM.

B.

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BERDASARKAN METODE AOM


Penentuan aktivitas antioksidan dengan

menggunakan alat

Rancimat memerlukan media berupa minyak. Minyak yang digunakan


adalah minyak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh tinggi
karena asam lemak tak jenuh mudah teroksidasi. Hal tersebut bertujuan agar
waktu yang terpakai untuk mencapai waktu infleksi lebih singkat dan lebih
efisien. Pemilihan minyak yang akan digunakan sebagai media pada uji
rancimat dilakukan dengan menyeleksi minyak berdasarkan periode induksi
yang terpendek.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat empat jenis minyak
dengan klaim kaya asam lemak tak jenuh dan 100% murni (tidak
ditambahkan pengawet), yaitu minyak jagung merk Tropicana Slim, minyak

28

jagung merk Mazola, minyak kedelai merk Happy, dan minyak zaitun merk
Bertolli Extra Virgin. Masing-masing minyak memiliki periode induksi yang
berbeda-beda, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Minyak yang
memiliki periode induksi terpendek adalah minyak kedelai merk Happy
dengan periode induksi 7.67 jam, sehingga minyak kedelai merk Happy
dipilih sebagai media pada alat Rancimat.
Tabel 2. Hasil metode AOM untuk seleksi minyak sebagai media pada alat
Rancimat
Periode induksi (jam)
Sampel minyak
Ulangan 1
Ulangan 2 Rata-rata
Minyak kedelai Happy

7.69

7.65

7.67

Minyak jagung Tropicana Slim

12.80

12.39

12.60

Minyak jagung Mazola

18.75

20.95

19.85

>22.60

>22.60

>22.60

Minyak zaitun Bertolli Extra Virgin

Menurut Almatsier (2002), asam lemak utama pada minyak zaitun


adalah asam lemak tak jenuh tunggal yaitu asam oleat (18:1), sedangkan
asam lemak utama pada minyak kedelai adalah asam lemak tidak jenuh
ganda yaitu asam linoleat (18:2) dan asam linolenat (18:3). Perbandingan
kandungan asam lemak pada minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak
zaitun dapat dilihat pada Tabel 3. Pada saat minyak dihembuskan oksigen,
oksigen akan terikat pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif.
Peroksida aktif akan terpecah menjadi senyawa dengan rantai karbon pendek
yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada minyak. Perbedaan
kandungan asam lemak itulah yang menyebabkan minyak zaitun sulit
teroksidasi dan memiliki periode induksi yang panjang, sedangkan minyak
kedelai mudah teroksidasi dan memiliki periode induksi yang pendek.
Menurut Hui (1996), minyak kedelai memiliki kandungan asam linoleat
yang sangat tinggi. Semakin tinggi kandungan asam linoleat, semakin
rendah stabilitas minyak kedelai terhadap oksidasi.

29

Tabel 3. Komponen asam lemak pada minyak kedelai, minyak jagung, dan
minyak zaitun (Almatsier, 2002)
Komponen asam lemak
Asam lemak jenuh :
Kaprilat (8:0)
Kaprat (10:0)
Laurat (12:0)
Miristat (14:0)
Palmitat (16:0)
Stearat (18:0)
Asam lemak tak jenuh:
Oleat (18:1)
Linoleat (18:2)
Linolenat (18:3)

Minyak
kedelai (%)

Minyak
jagung (%)

Minyak
zaitun (%)

0
0
sedikit sekali
sedikit sekali
10
4

0
0
0
1
14
2

0
0
0
sedikit sekali
12
2

25
52
7

30
50
2

72
11
1

Ada dua jenis minyak kedelai, yaitu minyak kedelai mentah (crude
soybean oil) dan minyak kedelai yang dimurnikan (refined soybean oil).
Proses pemurnian tidak mengubah komposisi asam lemak pada minyak
kedelai. Proses pemurnian hanya menghilangkan asam lemak bebas dan
pigmen, serta menurunkan kadar beberapa komponen seperti tokoferol,
sterol, dan squalane, seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Minyak kedelai
merk Happy adalah salah satu contoh minyak kedelai yang sudah
dimurnikan.
Tabel 4.

Komponen minyak kedelai mentah dan minyak kedelai yang


dimurnikan (Hui, 1996)
Komponen

Trigliserida (%)
Fosfatida (%)
Bahan tak tersaponifikasi (%) :
a. Sterol nabati (%)
a. Tokoferol (%)
b. Hidrokarbon (squalane) (%)
Asam lemak bebas (%)
Logam :
a. Besi (ppm)
b.Tembaga (ppm)

Crude oil

Refined oil

95-97
1.5-2.5
1.6
0.33
0.15-0.21
0.014
0.3-0.7

>99
0.003-0.045
0.3
0.13
0.11-0.18
0.01
<0.05

1.3
0.03-0.05

0.1-0.3
0.02-0.06

30

Nilai aktivitas antioksidan yang diperoleh dengan menggunakan


alat Rancimat dikenal sebagai faktor proteksi, yaitu rasio aktivitas
antioksidan sampel dan aktivitas antioksidan standar. Antioksidan standar
yang digunakan adalah BHT (Butylated Hydroxy Toluena). BHT dipilih
sebagai antioksidan standar karena memiliki aktivitas antioksidan yang kuat
dan banyak digunakan dalam industri pangan (O'Sullivan et al., 2004).
Aktivitas antioksidan sampel berdasarkan metode AOM dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5.

Aktivitas antioksidan berdasarkan metode AOM

Sampel
Lengkuas
Jahe
Kencur
Kunyit
Bawang putih
Cengkeh

Faktor proteksi
rempah segar (%)
5,65
43,54
8,94
66.46
7,63
69.32

Faktor proteksi
rempah bubuk (%)
5,41
37,64
2,78
44,71
-4,24
63.18

Sampel yang memiliki faktor proteksi tertinggi berturut-turut


adalah cengkeh, kunyit, dan jahe dengan faktor proteksi berkisar 37%
hingga 70%, sedangkan lengkuas, kencur, dan bawang putih memiliki faktor
proteksi yang rendah yaitu dibawah 9%. Banyak penelitian membuktikan
bahwa cengkeh, kunyit, dan jahe memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.
Cengkeh menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi, diikuti
kunyit dan jahe (Yanishlieva-Maslarova dan Heinonen, 2001). Aktivitas
antioksidan dari fraksi yang larut etanol berdasarkan metode AOM
menunjukkan rempah dengan periode induksi terpanjang berturut-turut
adalah cengkeh (18.9 jam), kunyit (12.4 jam), dan jahe (11.7 jam) dengan
periode induksi kontrol 5.7 jam (Simic dan Karel, 1979).
Lengkuas dan kencur memiliki faktor proteksi yang rendah karena
senyawa antioksidan yang kuat pada lengkuas (trans-3-acetoxy-1,8 cineole)
dan kencur (ethyl cinnamate) terdapat pada minyak volatil, bukan pada
oleoresin. Komponen utama oleoresin lengkuas adalah p-coumaryl-9-methyl

31

ether yang memiliki aktivitas antioksidan tidak terlalu tinggi (Zaeoung et


al., 2005).
Bawang putih merupakan rempah dengan faktor proteksi terendah.
Hal ini disebabkan senyawa antioksidan utama pada bawang putih, yaitu
allicin, bersifat tidak stabil jika dikeluarkan dari bawang putih dan proses
pengolahan dapat menyebabkan allicin terdegradasi menjadi senyawa yang
tidak dapat terdeteksi (Yu dan Wu, 1989). Perlakuan panas juga dapat
menurunkan aktivitas antioksidan dalam ekstrak bawang putih (Benkeblia,
2005). Faktor proteksi bawang putih bubuk bernilai negatif karena periode
induksi minyak yang ditambahkan ekstrak bawang putih bubuk lebih rendah
daripada periode induksi minyak kontrol. Namun demikian, kemungkinan
bawang putih menjadi bersifat prooksidan akibat proses pengeringan perlu
diteliti lebih lanjut, karena informasi yang tersedia mengenai kerusakan
senyawa bioaktif pada rempah akibat proses pengolahan masih sedikit
(Suresh et al., 2005).

C.

HUBUNGAN
KADAR
POLIFENOL
DAN
ANTIOKSIDAN BERDASARKAN METODE AOM

AKTIVITAS

Perbandingan kadar polifenol dan faktor proteksi pada rempah


segar dan rempah bubuk, seperti dapat dilihat pada Tabel 6, menunjukkan
bahwa rempah yang memiliki kadar polifenol dalam bentuk bubuk lebih
tinggi maupun lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya, sama-sama
memiliki faktor proteksi dalam bentuk bubuk lebih rendah dibandingkan
bentuk segarnya. Rempah yang memiliki kadar polifenol sekaligus faktor
proteksi dalam bentuk bubuk yang lebih rendah dibandingkan bentuk
segarnya adalah kencur, kunyit, dan bawang putih. Lengkuas, jahe, dan
cengkeh dalam bentuk bubuk memiliki kadar polifenol yang lebih tinggi
dibandingkan bentuk segarnya, namun faktor proteksi dalam bentuk bubuk
justru lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya.

32

Tabel 6. Perbandingan kadar polifenol dan faktor proteksi pada rempah


segar dan rempah bubuk
Rempah segar
Rempah bubuk
Sampel
Faktor proteksi
Faktor proteksi
mg polifenol*

(%)**

mg polifenol*

Lengkuas
3,50
5,65
9,63
Jahe
13,26
43,54
17,51
Kencur
11,49
8,94
1,46
Kunyit
55,47
66.46
29,92
Bawang putih
1,31
7,63
0,14
Cengkeh
265,53
69.32
325,76
* Dihitung berdasarkan ekstrak yang digunakan dalam uji AOM
** Dihitung berdasarkan faktor proteksi BHT = 100%

(%)**

5,41
37,64
2,78
44,71
-4,24
63.18

Hubungan dimana kadar polifenol dalam bentuk bubuk lebih tinggi


dibandingkan bentuk segarnya namun faktor proteksi dalam bentuk bubuk
justru lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya, seperti yang terjadi pada
lengkuas, jahe, dan cengkeh, dapat terjadi akibat jenis polifenol dan kadar
masing-masing jenis polifenol yang berbeda pada masing-masing rempah.
Masing-masing jenis polifenol memiliki aktivitas antioksidan yang berbedabeda. Kadar masing-masing jenis polifenol yang terkandung juga dapat
berdeda-beda, tergantung pada umur, tempat asal, dan kondisi penyimpanan
yang berbeda-beda (Farrell, 1990). Polifenol terikat yang terlepas akibat
perlakuan panas (Tiwari et al., 2006) atau yang terbebas akibat kerusakan
sel selama proses pengeringan (Bartly dan Jacobs, 2000) kemungkinan
memiliki aktivitas antioksidan yang rendah, sehingga meskipun terdapat
dalam jumlah yang lebih banyak tetapi tidak meningkatkan aktivitas
antioksidan rempah secara keseluruhan.
Hubungan kadar polifenol dan faktor proteksi dapat digambarkan
seperti hubungan garis pada Gambar 20. Semakin tinggi kadar polifenol,
maka faktor proteksi juga akan semakin tinggi hingga mencapai batas
tertentu. Gambar 20 (A) memperlihatkan bahwa grafik tidak menunjukkan
hubungan linear maupun logaritmik. Grafik terlihat landai pada kisaran 0-10
mg polifenol dan meningkat curam pada kisaran 10-20 mg polifenol, namun
kecuraman grafik mulai berkurang pada kisaran 20-50 mg polifenol. Hal ini
menunjukkan bahwa pada kisaran 0-10 mg polifenol, peningkatan kadar

33

polifenol kurang berpengaruh terhadap peningkatan faktor proteksi,


sedangkan pada kisaran 10-20 mg polifenol, peningkatan kadar polifenol
walaupun dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan faktor proteksi
mengalami banyak peningkatan. Peningkatan kadar polifenol pada kisaran
20-50 mg polifenol masih berpengaruh terhadap peningkatan faktor proteksi,
meskipun tidak sebesar pengaruh peningkatan kadar polifenol pada kisaran
10-20 mg polifenol. Setelah melebihi 50 mg polifenol, grafik pada
Gambar 20 (B) terlihat landai yang berarti di atas 50 mg, peningkatan kadar
polifenol walaupun dalam jumlah banyak tidak menyebabkan faktor proteksi
mengalami banyak peningkatan.
80

F a k to r p r o te k s i (% )

60
40
20
0
0

10

20

30

40

50

60

-20
Kadar polifenol (mg/150 mg ekstrak)
Rempah segar

(A)

Rempah bubuk

(B)

Gambar 20. Grafik hubungan kadar polifenol dan aktivitas antioksidan


berdasarkan metode AOM
(A) Lengkuas, kencur, kunyit, jahe, dan bawang putih
(B) Cengkeh
Kecenderungan hubungan seperti pada Gambar 20 (A) dapat
disebabkan pengaruh konsentrasi antioksidan terhadap kecepatan oksidasi
tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah struktur antioksidan
(Shahidi dan Naczk, 1995). Meskipun memiliki struktur umum yang sama,
polifenol yang terkandung dalam masing-masing rempah memiliki rantai

34

samping berbeda-beda (Suresh et al., 2005). Kadar masing-masing jenis


polifenol yang terkandung juga dapat berdeda-beda, tergantung pada umur,
tempat asal, dan kondisi penyimpanan yang berbeda-beda (Farrell, 1990).
Kecenderungan hubungan seperti pada Gambar 19 (B) dapat disebabkan
sifat polifenol, dimana pada kondisi tertentu seperti konsentrasi tinggi, pH
tinggi, atau keberadaan ion besi, senyawa fenolik justru dapat menginisiasi
proses autooksidasi dan lebih bersifat seperti prooksidan dibandingkan
antioksidan (Furham dan Aviram, 2002). Pada konsentrasi tinggi,
antioksidan fenolik seringkali justru bersifat sebagai prooksidan karena
antioksidan fenolik tersebut ikut terlibat dalam reaksi inisiasi oksidasi yang
menghasilkan produk berupa radikal bebas (Shahidi dan Naczk, 1995).
Secara keseluruhan, Gambar 19 memperlihatkan bahwa semua
sampel dalam bentuk bubuk memiliki faktor proteksi yang lebih rendah
dibandingkan bentuk segarnya. Menurut Pokorny (2001), antioksidan pada
rempah biasanya tidak rusak akibat proses pengeringan, sehingga ada
kemungkinan faktor lain yang menyebabkan faktor proteksi rempah dalam
bentuk bubuk lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya. Faktor lain
tersebut adalah oksigen dan cahaya selama penyimpanan. Langkah paling
penting sebelum pengemasan untuk mempertahankan aktivitas antioksidan
adalah menghilangkan oksigen dengan cepat (Pokorny, 2001), namun
kemasan rempah bubuk yang digunakan dalam penelitian ini tidak kedap
udara sehingga oksigen masih terdapat di dalam kemasan. Selain itu,
kemasan rempah bubuk terbuat dari plastik berwarna putih yang tidak kedap
cahaya, sehingga penurunan aktivitas antioksidan dapat terjadi selama
penyimpanan rempah bubuk di toko.

35

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.

KESIMPULAN
Kadar polifenol tertinggi dimiliki cengkeh, yaitu sebesar 619.94
mg/g solid untuk cengkeh segar dan 790.06 mg/g solid untuk cengkeh
bubuk. Cengkeh mengandung kadar polifenol yang sangat tinggi karena
cengkeh merupakan rempah utama penghasil eugenol dan senyawa galat.
Kadar polifenol terendah dimiliki bawang putih, yaitu sebesar 2.81 mg/g
solid untuk bawang putih segar dan 0.30 mg/g solid untuk bawang putih
bubuk. Kadar polifenol yang rendah pada bawang putih disebabkan bawang
putih memiliki kadar polifenol terendah karena senyawa aktif dalam bawang
putih, yaitu allicin bukan termasuk golongan polifenol, melainkan golongan
thiosulfonat. Kencur, kunyit, dan bawang putih dalam bentuk segar memiliki
kadar polifenol lebih tinggi daripada bentuk bubuknya, namun besarnya
penurunan kadar polifenol berbeda-beda tergantung stabilitas masingmasing jenis polifenol. Lengkuas, jahe, dan cengkeh dalam bentuk bubuk
memiliki kadar polifenol lebih tinggi dibandingkan bentuk segarnya akibat
terlepasnya polifenol terikat akibat perlakuan panas dan terbebasnya
polifenol akibat kerusakan sel yang terjadi selama proses pengeringan.
Faktor proteksi rempah segar yang tertinggi dimiliki cengkeh
(69.32%) dan yang terendah dimiliki lengkuas (5.65%), sedangkan faktor
proteksi rempah bubuk yang tertinggi dimiliki cengkeh (63.18%) dan yang
terendah dimiliki bawang putih (-4.24%). Lengkuas, jahe, dan cengkeh
dalam bentuk bubuk memiliki kadar polifenol yang lebih tinggi
dibandingkan bentuk segarnya, namun faktor proteksi dalam bentuk bubuk
justru lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya. Hal ini dapat terjadi
karena polifenol terikat yang terlepas akibat perlakuan panas atau yang
terbebas akibat kerusakan sel selama proses pengeringan, kemungkinan
memiliki aktivitas antioksidan yang rendah, sehingga meskipun terdapat
dalam jumlah yang lebih banyak tetapi tidak meningkatkan aktivitas
antioksidan rempah secara keseluruhan.

36

Hubungan kadar polifenol dan faktor proteksi tidak menunjukkan


hubungan linear maupun logaritmik. Semakin tinggi kadar polifenol, maka
faktor proteksi juga akan semakin tinggi hingga mencapai batas tertentu.
Peningkatan kadar polifenol pada kisaran 0-10 mg polifenol kurang
berpengaruh terhadap peningkatan faktor proteksi sedangkan pada kisaran
10-20 mg polifenol, peningkatan kadar polifenol walaupun dalam jumlah
sedikit dapat menyebabkan faktor proteksi mengalami banyak peningkatan.
Peningkatan kadar polifenol pada kisaran 20-50 mg polifenol masih
berpengaruh terhadap peningkatan faktor proteksi, meskipun tidak sebesar
pengaruh peningkatan kadar polifenol pada kisaran 10-20 mg polifenol.
Setelah melebihi 50 mg polifenol, peningkatan kadar polifenol walaupun
dalam jumlah banyak tidak menyebabkan faktor proteksi mengalami banyak
peningkatan. Hubungan kadar polifenol dan faktor proteksi tersebut dapat
disebabkan perbedaan struktur polifenol dan kadar masing-masing jenis
polifenol yang berbeda-beda pada setiap jenis rempah.
Secara keseluruhan, semua sampel dalam bentuk bubuk memiliki
faktor proteksi yang lebih rendah dibandingkan bentuk segarnya.
Keberadaan oksigen dan cahaya selama penyimpanan merupakan faktor
yang mempengaruhi penurunan aktivitas antioksidan.

B.

SARAN
Cengkeh, kunyit, dan jahe merupakan rempah sumber antioksidan
yang potensial, namun perlu dicari metode pengolahan bahan-bahan tersebut
agar antioksidan yang terkandung dapat diaplikasikan pada produk pangan.
Evaluasi terhadap efektifitas antioksidan pada produk pangan yang
heterogen perlu dikembangkan lebih lanjut. Selain itu, perlu ditentukan juga
metode pengeringan rempah dan ekstraksi antioksidan yang tepat yang dapat
meminimalisasi kerusakan antioksidan. Kemungkinan bawang putih menjadi
bersifat prooksidan akibat proses pengeringan juga perlu diteliti lebih lanjut.
Identifikasi struktur lengkap dari bahan aktif dan kadar masing-masing
bahan aktif yang terkandung juga perlu dilakukan untuk mengetahui
karakteristiknya.

37

DAFTAR PUSTAKA

Achyad, D. E. dan R. Rasyidah. 2000. Lada Piper ningrum Linn.


http://www.asiamaya.com [27 November 2006].
Anonim. 1975. Minyak Atsiri Indonesia Dewasa Ini. Komunikasi No. 171.
Departemen Perindustrian. Balai Penelitian Kimia. Bogor. Di dalam
Regiyana, Y. 2000. Kajian Daya Insektisida Campuran Ekstrak Bunga
Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum
burmannii) terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus
zeamais Motsch. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonim.1999. Manual Book of 743 Rancimat with <<743 Rancimat 1.0>> PC
Program.
Anonim. 2005a. Eugenol. www.chemicalland21.com [3 Agustus 2007].
Anonim. 2005b. Lengkuas. www.iptek.net.id [3 Agustus 2007].
Anonim. 2006a. Benefit of Turmeric. www.raysahelian.com. [26 Desember
2006].
Anonim. 2006b. Ethanol. www.wikipedia.com [30 Juni 2007].
Anonim. 2006c. Gallic Acid. www.wikipedia.com. [20 Maret 2007].
Anonim. 2006d. Thiosulfonates. www.benbest.com [26 Juni 2007].
Anonim. 2006d. What is Antioxidants?. www.wisegeek.com. [26 Desember
2006].
Bartley, J. P, dan A. L. Jacobs. 2000. Effects of drying on flavour compounds in
Australian-grown ginger (Zingiber officinale). Di dalam: Journal of the
Science of Food and Agriculture Volume 80, Issue 2 : 209-215.
Beirao, A. R. B. dan M. G. Bernardo-Gil. 2005. Antioxidants from Lavandula
luisieri. 2nd Mercosur Congerss on Chemical Engineering and 4th Mercosur
Congerss on Process Systems Engineering. www.enpromer.eq.ufrj.br.
[24 Januari 2006].
Benkeblia, N. 2005. Free-radical scavenging capacity and antioxidant properties
of some selected onions (Allium cepa L.) and garlic (Allium sativum L.)
extracts. Di dalam: Braz. arch. biol. technol. vol.48 no.5 Curitiba
Sept. 2005. www.scielo.br. [26 Desember 2006].
Berghofer, E. dan T. Juntachote. 2005. Antioxidative properties and stability of
ethanolic extracts of holy basil and galangal. Di dalam: Food Chemistry,
2005 (Vol. 92) (No. 2) : 193-202. www.cababstractsplus.org. [3 Agustus
2007].
Bhattarai, S., V. H. Tran, dan C. C. Duke. 2001. The stability of gingerol and
shogaol in aqueous solutions. Di dalam: Journal of Pharmaceutical
Sciences Volume 90, Issue 10 : 1658 1664. www.interscience.wiley.com
[3 Agustus 2007].
38

Bintoro, M. H. 1986. Budidaya Cengkeh Teori dan Praktek. Lembaga Sumber


Daya Informasi IPB. Bogor. Di dalam: Regiyana, Y. 2000. Kajian Daya
Insektisida Campuran Ekstrak Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum)
dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap
Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch.
Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publ. Co., Inc.,
Westport, Connecticut.
Furham, B. dan M. Aviram. 2002. Polyphenols and flavonoids protect LDL
against atherogenic modification. Di dalam: Cadenas, E. dan L. Packer
(eds). Handbook of Antioxidants 2nd Edition Revised and Expanded.
Marcel Dekker, Inc. New York.
Gardner dan Cooke. 1971. Handbook of Chemical Synonims Trade Name.
Technical Press, Ltd. London. Di dalam: Regiyana, Y. 2000. Kajian Daya
Insektisida Campuran Ekstrak Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum)
dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap
Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch.
Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gordon, M. H. 2001. Measuring antioxidant activity. Di dalam: Pokorny, J., N.
Yanishlieva, dan M. Gordon (eds.). 2001. Antioxidants in Food : Practical
Applications. Woodhead Publ. Ltd. Cambridge, England.
Hadiwijaya, Y. 1986. Cengkeh, Data dan Petunjuk ke Arah Swasembada. Penerbit
PT Gunung Agung. Jakarta. Di dalam: Regiyana, Y. 2000. Kajian Daya
Insektisida Campuran Ekstrak Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum)
dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap
Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch.
Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harris, R. 1987. Tanaman Minyak Atsiri. Seri Pertanian XXXIX/118/87. Penebar
Swadaya. Di dalam: Regiyana, Y. 2000. Kajian Daya Insektisida
Campuran Ekstrak Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Ekstrak
Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap Perkembangan Serangga
Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hirasa, K. dan M. Takemasa. 1998. Spice Science and Technology. Marcel
Dekker, Inc. New Tork, Basel, Hong Kong.
Hudson, B. J. F. 1983. Evaluation of oxidative rancidity techniques. Di dalam:
Allen, J. C. dan R. J. Hamilton. 1983. Rancidity in Foods. Applied Science
Publishers. London, New York.

39

Hui, Y. H. (ed.) 1996. Baileys Industrial Oil and Fat Product Volume 2, 5th
edition. Edible Oil and Fat Products : Oils and Oil Seeds. John Wiley and
Sons, Inc. New York.
Kardiman, A., Ir. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Agromedia Pustaka.
Depok.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta. Di
dalam: Regiyana, Y. 2000. Kajian Daya Insektisida Campuran Ekstrak
Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Ekstrak Kayu Manis
(Cinnamomum burmannii) Terhadap Perkembangan Serangga Hama
Gudang Sitophilus zeamais Motsch. Skripsi. Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Khadambi. 2007. Extraction of phenolic compounds and quantification of the total
phenol and condensed tannin content of bran fraction of condensed tannin
and condensed tannin free sorghum varieties. http://upetd.up.ac.za.
[26 April 2007].
Lee, H. S. dan B. W. Widmer. 1996. Phenolic compounds. Di dalam: Nollet, L.
M. L. 1996. Handbook of Food Analysis Volume I. Marcel Dekker, Inc.
New York.
Lindsay, R. C. 1996. Food additives. Di dalam: Fennema, O.R. (ed.). Food
Chemistry, 3rd Edition. Marcel Dekker. New York.
Lliger, J. 1983. Natural antioxidants. Di dalam: Allen, J. C. dan R. J. Hamilton.
1983. Rancidity in Foods. Applied Science Publishers. London, New
York.
Maslimah, I. 2004. Bioaktivitas antiradikal bebas kurkuminoid dari rimpang
kunyit (C. Domestika L.) pada hewan coba kelinci berdasarkan
pengukuran perendaman serum. Post Graduate Airlangga University.
http://adln.lib.unair.ac.id. [26 Desember 2006].
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Oki, T., M. Masuda, M. Osame, M. Kobayashi, S. Furuta, Y. Nishiba, dan I. Sada.
2002. Radical scavenging activity of hot water extract from leaves of
sweet potato cultivar Simon-1. Di dalam: Nippon Shokuhin Kagaku
Kogaku Kaishi Vol 49. No. 10. pp: 683-687.
O'Sullivan, C. M., A. M. Lynch, P. B. Lynch, D. J. Buckley, dan J. P. Kerry.
2004. Assessment of the antioxidant potential off food ingredients in fresh,
previously frozen and cooked chicken patties. Di dalam: International
Journal of Poultry Science Vol. 3(5): 337-344, 2004. www.scialert.com
[26 Juni 2007].
Park, Y. W. 1996. Determination of moisture and ash contents of food. Prairie
View A & M University. Texas. Di dalam: Nollet, L.M.L. (ed.) 1996.
Handbook of Food Analysis Volume I. Marcel Dekker, Inc. New York.

40

Pokorny, J. 2001. Natural antioxidant functionality during food processing. Di


dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon (eds.). 2001.
Antioxidants in Food : Practical Applications. Woodhead Publ. Ltd.
Cambridge, England.
Purseglove, J. W., W. G. Brown, C. L. Green, dan S. R. J. Robbins. 1981. Spices
Volume 1 dan 2. Longmans Inc. London dan New York. Di dalam:
Regiyana, Y. 2000. Kajian Daya Insektisida Campuran Ekstrak Bunga
Cengkeh (Syzygium aromaticum) dan Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum
burmannii) Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus
zeamais Motsch. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Porter, W. L. 1979. Recent trends in food applications of antioxidants. Di dalam:
Simic, M. G. dan M. Karel (eds.). 1979. Oxidation in Food and Biological
Systems. Plenum Press. New York, London.
Schuler, P. 1990. Natural antioxidants exploited commercially. Di dalam: Hudson,
B.J.F (ed.). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York.
Shahidi, F. dan M. Naczk. 1995. Food Phenolics: Sources, Chemistry, Effects,
Applications. Technomic Publishing Co., Inc. Lancaster, Basel.
Simic, M. G. dan M. Karel (eds.). 1979. Autoxidation in Food and Biological
Systems. Plenum Press. New York, London.
Sizer, F. S. dan E. N. Whitney. 2000. Nutrition: Concepts and Controversies.
Wadsworth. Belmont.
Sowbhagya, H. B., S. Smitha, S. R. Sampathu, N. Krishnamurthy, dan S.
Bhattacharya. 2004. Stability of water-soluble turmeric colourant in an
extruded food product during storage. Di dalam: Journal of Food
Engineering Volume 67, Issue 3, April 2005 : 367-371.
www.sciencedirect.com [3 Agustus 2007].
Suresh, D., H. Manjunatha, dan K. Srinivasan. 2005. Effect of heat processing of
spices on the concentrations of their bioactive principles: Turmeric
(Curcuma longa), red pepper (Capsicum annuum) and black pepper (Piper
nigrum). Department of Biochemistry and Nutrition, Central Food
Technological Research Institute, Mysore, India. www.aseanfood.com.
[24 Juli 2007].
Sutarno, H., E. A. Hadad, dan M. Brink. 1999. Zingiber officinale Roscoe. Di
dalam: De Guzman, C.C. dan J.S. Siemonsma (eds.). Spices. Plant
Resources of South-East Asia (PROSEA) Foundation No. 13: 238-244,
Bogor.
Tewtrakul, S, S. Yuenyongsawad, S. Kummee, dan L. Atsawajaruwan. 2005.
Chemical components and biological activities of volatile oil of Kaemferia
galanga Linn. Di dalam: Songklanakarin J. Sci. Technol. 2005, 27
(Suppl.2) : 503-507.
The Grape Seed Method Evaluation Committee. 2001. Grape Seed Extract White
Paper. www.activin.com [20 Maret 2007].

41

Tiwari, V., R. Shanker, J. Srivastava, dan P. S. Vankar. 2006. Change in


antioxidant activity of spices-turmeric and ginger on heat treatment. Di
dalam: Electronic Journal on Environmental, Agricultural, and Food
Chemistry. http://ejeafche.uvigo.es. [27 Juni 2007].
Vankar, P. S., V. Tiwari, L. W. Singh, dan N. Swapana. 2006. Antioxidant
properties of some exclusive species of Zingiberaceae of Manipur. Di
dalam: Electronic Journal of Environmental, Agricultural, and Food
Chemistry. http://ejeafche.uvigo.es. [27 Juni 2007].
Vankar, P. S., V. Tiwari, R. Shanker. dan J. Srivastava. 2006. Change in
antioxidant activity of spices turmeric and ginger on heat treatment. Di
dalam: Electronic Journal of Environmental, Agricultural, and Food
Chemistry 5 (2) pp: 1313-1317. http://ejeafche.uvigo.es. [27 Juni 2007].
Wijayakusuma, H. 2002. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia: Seri Rempah,
Rimpang, dan Umbi. Milenia Populer. Jakarta.
Yanishlieva-Maslarova, N. V. dan I. M. Heinonen. 2001. Sources of natural
antioxidant: vegetables, fruits, herbs, spices and teas. Di dalam: Pokorny,
J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon (eds.). 2001. Antioxidants in Food:
Practical Applications. Woodhead Publ. Ltd. Cambridge, England.
Yu, T. H., and C. M. Wu. Stability of allicin in garlic juice. Di dalam:
J. Food Sci. 54(4): 977-981, 1989. www.allicin.com [27 Juni 2007].
Zaeoung, S., A. Plubrukarn, dan N. Keawpradub. 2005. Cytotoxic and free radical
scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes. Di dalam:
Songklanakarin J. Sci. Technol. 2005, 27 (4) : 799-812.

42

LAMPIRAN
Lampiran 1. Kadar air rempah segar basah dengan metode azeotropik (dry basis)

Nama sampel
Lengkuas

Jahe

Kencur

Kunyit

Bawang putih

Aquades

Berat
sampel
awal (g)
4.0115
4.1017
4.0347
4.0169
4.1114
4.1589
4.2727
4.0389
4.0025
4.0014
4.0269
4.1513
4.1830
4.1901
4.0653
4.0144
4.1491
4.0246
4.0130
4.0047

Volume
air (ml)
3.10
3.09
3.44
3.50
3.45
3.61
3.71
3.05
3.20
3.01
3.41
3.49
3.75
3.82
2.86
2.90
2.83
2.85
3.97
3.90

Volume
air x
FD*
3.16
3.15
3.51
3.57
3.52
3.68
3.78
3.11
3.26
3.07
3.48
3.56
3.83
3.90
2.92
2.96
2.89
2.91
1.01
1.03

Berat
sampel
akhir(g)
0.8495
0.9499
0.5259
0.4469
0.5924
0.4767
0.4885
0.9279
0.7385
0.9312
0.5487
0.5915
0.3580
0.2937
1.1481
1.0564
1.2625
1.1176

KA
(%d.b)
372.22
331.80
667.20
798.84
594.02
772.44
774.66
335.27
441.98
329.70
633.90
601.83
1068.44
1326.66
254.09
280.01
228.64
260.11

KA
rata2
(% d.b)
542.51

619.10

501.85

1197.55

255.71

* FD = Faktor destilasi = 1.02

43

Lampiran 2.

Sampel

Lengkuas

Jahe

Kencur

Kunyit

Bawang
putih
Cengkeh

Kadar air rempah segar kering dengan metode oven vakum (dry
basis)

Cawan
Kosong
(g)

Cawan +
sampel
awal (g)

Sampel
awal
(g)

Cawan +
sample
akhir (g)

0.4504
0.3443
0.4632
0.3412
0.4958
0.4501
0.3953
0.4974
0.4209
0.3928
0.4512
0.3550
0.3964
0.3817
0.3457
0.3310
0.3504
0.3527
0.3049
0.4847
0.3406
0.4449
0.3450
0.3654

0.9355
0.7066
0.7568
0.8317
1.7030
1.8593
1.5488
1.9685
1.0023
0.8251
0.8208
1.0190
1.7878
1.4373
1.5738
1.6242
2.7582
2.6531
2.6615
3.3201
4.6902
4.7640
4.7338
4.4936

0.4851
0.3623
0.2936
0.4905
1.2072
1.4092
1.1535
1.4711
0.5814
0.4323
0.3696
0.6640
1.3914
1.0556
1.2281
1.2932
2.4078
2.3004
2.3566
2.8354
4.3496
4.3191
4.3888
4.1282

0.8876
0.6712
0.7288
0.787
1.6974
1.8477
1.5442
1.9519
0.953
0.7934
0.7875
0.9634
1.7769
1.4204
1.5547
1.5937
2.6229
2.5193
2.5221
3.1448
4.0237
4.0959
4.1220
3.8234

Samp
el
akhir
(g)
0.4372
0.3269
0.2656
0.4458
1.2016
1.3976
1.1489
1.4545
0.5321
0.4006
0.3363
0.6084
1.3805
1.0387
1.2090
1.2627
2.2725
2.1666
2.2172
2.6601
3.6831
3.6510
3.7770
3.4580

Berat air
(g)
0.0479
0.0354
0.0280
0.0447
0.0056
0.0116
0.0046
0.0166
0.0493
0.0317
0.0333
0.0556
0.0109
0.0169
0.0191
0.0305
0.1353
0.1338
0.1394
0.1753
0.6665
0.6681
0.6118
0.6702

Kadar
air
(%d.b)

KA
rata2
(%d.b)

10.96
10.83
10.54
10.03
0.47
0.83
0.40
1.14
9.27
7.91
9.90
9.14
0.79
1.63
1.58
2.42
5.95
6.18
6.29
6.59
18.10
18.30
16.20
19.38

10.59

0.71

9.05

1.60

6.25

17.99

44

Lampiran 3. Kadar air rempah bubuk dengan metode oven vakum (dry basis)
Sampel

Lengkuas

Jahe

Kencur

Kunyit

Bawang
putih

Cengkeh

Cawan
Kosong
(g)
0.3775
0.3915
0.4375
0.4398
0.3692
0.5864
0.3261
0.4486
0.4089
0.4533
0.4496
0.4673
0.4399
0.6649
0.6255
0.5754
0.3154
0.5223
0.3366
0.3362
0.3657
0.4500
0.4395
0.3409

Cawan +
sampel
awal (g)
4.2864
4.3215
4.2316
4.1656
4.2620
4.4029
4.1368
4.3004
4.4105
4.4180
4.3911
4.3768
4.2176
4.7472
4.5032
4.5196
5.3887
4.4333
4.1374
4.2591
4.4795
4.5829
4.2121
4.2245

Sampel
awal
(g)
3.9089
3.9300
3.7941
3.7258
3.8928
3.8165
3.8107
3.8518
4.0016
3.9647
3.9415
3.9095
3.7777
4.0823
3.8777
3.9442
5.0733
3.9110
3.8008
3.9229
4.1138
4.1329
3.7726
3.8836

Cawan +
sampel
akhir (g)
3.9607
3.9928
3.9236
3.8600
3.8509
4.0527
3.7524
3.9333
4.0937
4.0344
4.0469
4.0241
3.8431
4.3511
4.1023
4.1248
5.0335
4.2020
3.8797
4.0310
4.0552
4.1944
3.8269
3.8654

Sampel
akhir
(g)

3.5832
3.6013
3.4861
3.4202
3.4817
3.4663
3.4263
3.4847
3.6848
3.5811
3.5973
3.5568
3.4032
3.6862
3.4768
3.5494
4.7181
3.6797
3.5431
3.6948
3.6895
3.7444
3.3874
3.5245

Berat
air (g)
0.3257
0.3287
0.3080
0.3056
0.4111
0.3502
0.3844
0.3671
0.3168
0.3836
0.3442
0.3527
0.3745
0.3961
0.4009
0.3948
0.3552
0.2313
0.2577
0.2281
0.4243
0.3885
0.3852
0.3591

Kadar
air
(%d.b)
9.09
9.13
8.84
8.94
11.81
10.10
11.22
10.53
8.60
10.71
9.57
9.92
11.00
10.75
11.53
11.12
7.53
6.29
7.27
6.17
11.50
10.38
11.37
10.19

KA rata
(%d.b)

9.00

10.92

9.70

11.10

6.82

10.86

Lampiran 4. Perhitungan uji kadar polifenol


A.

Kurva standar asam galat


mg asam galat/
mg asam galat/
ml etanol*
g etanol)
0.00
0.0000
0.02
0.0158
0.04
0.0316
0.06
0.0473
0.08
0.0631
0.10
0.0789
* Berat jenis etanol = 0.79 g/ml

Absorbansi
1
0.021
0.063
0.114
0.160
0.199
0.270

2
0.036
0.083
0.114
0.153
0.207
0.287

Rata2
0.029
0.073
0.114
0.157
0.203
0.279

45

B.

Sampel

Lengku
as
Jahe
Kencur
Kunyit
Bawang
putih
Cengke
h

Rempah segar
Ula
nga
n
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

FP*

100
100
100
10000
100
10000

A
Blanko
0.010
0.003
0.038
0.037
0.093
0.127
0.004
0.004
0.018
0.006
0.007
0.009

A Sampel
1
2
0.143
0.190
0.184
0.173
0.536
0.554
0.580
0.532
0.540
0.550
0.660
0.594
0.046
0.049
0.049
0.049
0.079
0.080
0.085
0.075
0.138
0.127
0.142
0.160

A (SampelBlanko)
1
2
0.133 0.180
0.181 0.170
0.498 0.516
0.543 0.495
0.447 0.457
0.533 0.467
0.042 0.045
0.045 0.045
0.061 0.062
0.079 0.069
0.131 0.120
0.133 0.151

Kadar Polifenol
(mg/ml pelarut)
1
2
Rata2
0.0363
0.0518
0.0472
0.0521
0.0485
0.1561
0.1620
0.1610
0.1709
0.1551
0.1394
0.1427
0.1489
0.1676
0.1459
0.0065
0.0074
0.0072
0.0074
0.0074
0.0127
0.0130
0.0149
0.0186
0.0153
0.0357
0.0321
0.0366
0.0363
0.0422

mg
PF/10ml
(hasil
pengenc
eran)

mg
PF/10ml
ekstrak

g
PF/25g
sampel
kering**

g
PF/1g
samp
el

Berat
air/1 g
sampel
kering

g PF/g
solid

mg PF/g
solid

2.358

235.8

0.236

0.009

0.106

0.009

8.53

8.051

805.1

0.805

0.032

0.007

0.032

31.98

7.444

744.4

0.744

0.030

0.091

0.027

27.31

0.360

3601.5

3.602

0.144

0.016

0.142

141.79

0.746

74.6

0.075

0.003

0.063

0.003

2.81

1.829

18286.7

18.287

0.731

0.180

0.620

619.94

* FP = faktor pengenceran
** 10 ml ekstrak 25 g sampel kering

46

Sampel

Lengku
as
Jahe
Kencur
Kunyit
Bawang
putih
Cengke
h

Rempah bubuk
Ula
nga
n
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

FP*

100
100
100
10000
100
10000

A
Blanko
0.032
0.029
0.034
0.021
0.009
0.007
0.005
0.007
0.001
0.001
0.002
0.008

A Sampel
1
2
0.312
0.337
0.476
0.514
0.630
0.624
0.760
0.804
0.081
0.092
0.079
0.077
0.032
0.048
0.040
0.039
0.030
0.030
0.029
0.024
0.118
0.133
0.224

0.168

A (SampelBlanko)
1
2
0.280 0.305
0.447 0.485
0.596 0.590
0.739 0.783
0.072 0.083
0.072 0.070
0.027 0.043
0.033 0.032
0.029 0.029
0.028 0.023
0.116 0.131
0.216

0.160

Kadar Polifenol (mg/ml


pelarut
1
2
Rata
0.0846
0.0928
0.1171
0.1394
0.1518
0.1883
0.1863
0.2148
0.2352
0.2496
0.0163
0.0199
0.0170
0.0163
0.0157
0.0015
0.0068
0.0038
0.0035
0.0032
0.0022
0.0022
0.0016
0.0019
0.0002
0.0307
0.0357
0.0438
0.0636

0.0452

mg
PF/10ml
(hasil
pengenc
eran)

mg
PF/10ml
ekstrak

g
PF/25g
sampel
kering**

g
PF/1g
samp
el

5.85

585.7

0.586

0.023

10.742

1074.2

1.074

0.852

85.2

0.188

Berat
air/1 g
sampel
kering

g PF/g
solid

mg PF/g
solid

0.0899

0.021

21.49

0.043

0.1092

0.039

38.74

0.085

0.003

0.0969

0.003

3.11

1878.7

1.879

0.075

0.1110

0.068

67.64

0.081

8.1

0.008

0.000

0.0682

0.000

0.30

2.190

21896.4

21.896

0.876

0.1086

0.790

790.06

* FP = faktor pengenceran
** 10 ml ekstrak 25 g sampel kering

47

Lampiran 5. Perhitungan metode AOM


A.

Pemilihan minyak sebagai media pada metode AOM


Jenis minyak
Happy Salad Oil
Tropicana Corn Oil
Mazola Corn Oil
Bernio Olive Oil

Ulangan

Berat
minyak
(g)

Periode
induksi
(jam)

1
2
1
2
1
2
1
2

3.0023
3.0157
3.0191
3.0444
3.0240
3.0292
3.0055
3.0133

7.69
7.65
12.80
12.39
18.75
20.95
>22.6
>22.6

Rata2
7.67
12.60
19.85
>22.6

48

B.

Faktor proteksi rempah segar

Sampel
Lengkuas 1
Lengkuas 2
Jahe 1
Jahe 2
Kencur 1
Kencur 2
Kunyit 1
Kunyit 2
Bawang putih 1
Bawang putih 2
Cengkeh 1

Berat
minyak+ekstrak (g)
Duplo 1
Duplo 2
3.0148
3.0300
3.0296
3.0229
3.0077
3.0168
3.0051
3.0198
3.0223
3.0175
3.0166
3.0230
3.0172
3.0205
3.1660
3.1612
3.0301
3.0451
3.0168
3.0303
3.0374
3.0526

Waktu infleksi (jam)


Duplo 1
Duplo 2
4.95
5.01
4.74
4.59
3.74
3.63
3.36
3.36
6.49
6.75
5.06
4.79
18.30
19.00
17.75
17.60
6.12
6.34
6.32
6.47
20.08
19.55

Berat
minyak
kontrol (g)
3.0153
3.0153
3.0263
3.0263
3.0188
3.0153
3.0212
3.0152
3.0411
3.0411
3.0529

t infleksi
kontrol
(jam)
3.94
3.94
1.62
1.62
4.81
3.94
8.90
6.65
5.12
5.12
8.98

t infleksi (sampel-kontrol)
Duplo 1 Duplo 2
Rata2
1.01
1.07
0.80
0.65
0.88
2.12
2.01
1.74
1.74
1.90
1.68
1.94
1.12
0.85
1.40
9.40
10.10
11.10
10.95
10.39
1.00
1.22
1.20
1.35
1.19
11.10
10.57
10.84

Faktor proteksi (%)


Duplo 1
Duplo 2
Rata2
6.46
6.85
5.12
4.16
5.65
48.51
46.00
39.82
39.82
43.54
10.75
12.41
7.17
5.44
8.94
60.14
64.62
71.02
70.06
66.46
6.40
7.81
7.68
8.64
7.63
71.02
67.63
69.32

49

C.

Faktor proteksi rempah bubuk

Sampel
Lengkuas 1
Lengkuas 2
Jahe 1
Jahe 2
Kencur 1
Kencur 2
Kunyit 1
Kunyit 2
Bawang putih 1
Bawang putih 2

Cengkeh 1

Berat
minyak+ekstrak (g)
Duplo 1
Duplo 2
3.0148
3.0300
3.0296
3.0229
3.0045
3.0177
3.0100
3.0064
3.0164
3.0128
3.0029
3.0538
3.1705
3.1730
3.1973
3.1688
3.0497
3.0388
3.0074
3.0119
3.0403
3.0226

Waktu infleksi (jam)


Duplo 1
Duplo 2
4.31
4.28
4.20
4.27
3.55
3.26
2.78
2.79
5.18
5.25
5.31
5.24
12.75
14.60
14.20
13.00
4.48
4.83
2.41
2.41
19.74
17.97

Berat
minyak
kontrol
3.0153
3.0153
3.0263
3.0073
3.0188
3.0188
3.0152
3.0152
3.0411
3.0435
3.0529

t infleksi
kontrol
3.42
3.42
1.62
1.28
4.81
4.81
6.65
6.65
5.12
3.27
8.98

t infleksi (sampel-kontrol)
Duplo 1 Duplo 2
Rata2
0.89
0.86
0.78
0.85
0.85
1.93
1.64
1.50
1.51
1.65
0.37
0.44
0.50
0.43
0.44
6.10
7.95
7.55
6.35
6.99
-0.64
-0.29
-0.86
-0.86
-0.66
10.76
8.99
9.88

Faktor proteksi
Duplo 1
Duplo 2
Rata2
5.69
5.50
4.99
5.44
5.41
44.16
37.53
34.32
34.55
37.64
2.37
2.82
3.20
2.75
2.78
39.03
50.86
48.30
40.63
44.71
-4.09
-1.86
-5.50
-5.50
-4.24
68.84
57.52
63.18

50

D. Kurva konduktivitas AOM dengan alat Rancimat

51

Anda mungkin juga menyukai