os zygomaticum (2 buah)
maksila (2 buah)
os nasale (2 buah)
os lacrimale (2 buah)
os vomer (1 buah)
os palatinum (2 buah)
os mandibula (1 buah)
fraktur
nasomaksila
dan
nasoorbita.
Fraktur
ini
dapat
robeknya duramater
5
pneumosefalus
laserasi otak
telekantus traumatika
epifora, ptosis
emfisema subkutis
Reduksi terbuka
Tulang zygoma yang patah tidak bisa diikat dengan kawat baja dari
Kirschner, harus ditanggulangi dengan reduksi terbuka menggunakan
kawat atau mini plate. Laserasi yang timbul di atas zygoma dapat dipakai
sebagai tanda untuk melakukan insisi. Adanya fraktur pada rima orbita
inferior, dasar orbita, dapat direkonstruksi dengan melakukan insisi di
bawah palpebra inferior untuk mencapai fraktur dis ekitar tulang orbita
tersebut. Tindakan ini harus dikerjakan hati-hati karena dapat merusak bola
mata.
10
Perdarahan yang keluar dari telinga, terutama pada fraktur condilus atau basis
kranii
Perdarahan yang keluar dari hidung atau dari mulut, terutama pada middle
third fracture
Gejala neurologis berupa pasien menjadi apatis, sakit kepala yang hebat, ingin
muntah-muntah
11
Ekimosis
12
Bila rahang atas tergeser ke atas tampak muka menjadi pendek dan terjadi
open bite
Ada perdarahan pada sinus maksilaris dan keluar melalui hidung, dapat
menyumbat jalan pernapasan
13
14
akibat
kerusakan n. mandibularis
4. Maloklusi
5. Gangguan mobilitas atau adanya krepitasi
15
Sakit pada tragus atau di depan tragus terutama pada waktu membuka dan atau
menutup mulut
Gejala khasnya open bite (gigitan terbuka) disebabkan bagian tulang rahang
bawah yang fraktur bergeser ke depan.
Pada fraktur unilateral, saat membuka mulut ada deviasi atau pergeseran ke
arah yang fraktur
Pada fraktur bilateral, tidak ada deviasi tetapi ditemukan open bite frontal dan
cross bite pada daerah gigi molar
16
17
Penggunaan mini atau mikroplate semakin populer sejak tahun 1970 an karena
tidak menimbulkan kalus. Mini plate dipasang dengan menggunakan skrup,
bersifat lebih stabil, tidak memberikan reaksi jaringan, dapat dipakai untuk waktu
lama, mudah dikerjakan. Kekurangannya sulit didapat dan harganya mahal.
Gejala Klinis
Secara garis besar, patah tulang wajah akan menimbulkan gejala:
-
Hematom lokal
Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa pada fraktur tulang wajah, diperlukan:
1. Anamnesis
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau trauma
sebelumnya. Mekanisme trauma perlu diketahui untuk mengetahui bagian tubuh
yang kemungkinan mengalami perlukaan. Lokasi nyeri untuk mencari
kemungkinan adanya kerusakan pada organ bagian dalam.
2. Pemeriksaan klinik
18
3. Plain Radiografi
Jika diduga ada fraktur wajah, X-Ray dilakukan dengan membandingkan kontur
sisi sebelahnya. Opasitas dan level cairan pada sinus maksilaris menunjukkan
adanya hematoma. Foto rontgen yang sering digunakan adalah proyeksi Waters
sehingga bayangan bagian wajah tidak terganggu atau disamarkan oleh struktur
tulang dasar tengkorak dan tulang servikal.
Pemeriksaan penunjang
19
Perdarahan sekunder; karena pengikatan atau penjahitan vena/ arteri yang putus
tidak baik
Infeksi; karena kurang steril dalam bekerja atau adanya gigi gangren pada garis
fraktur atau oral higiene penderita yang buruk
Trismus; karena fiksasi dan imobilisasi menyebabkan otot mulut menjadi kaku
Malunion; waktu dilakukan reposisi, oklusi gigi tidak diperhatikan atau penderita
banyak bergerak, alat fiksasi dan imobilisasi kendor
Delayed union; penyebabnya reposisi, fiksasi dan imobilisasi yang tidak baik,
daya penyembuhan penderita yang tidak baik, dan kondisi penderita tidak baik/
menderita penyakit kronis
Ununion; penyebabnya reposisi tidak baik, fiksasi dan imobilisasi tidak baik,
kondisi penderita tidak baik, ada oto atau fragmen tulang yang terjepit di antara
dua fragmen fraktur tulang, space atau jarak terlalu jauh antara dua fragmen
tulang, atau perawatan fraktur tulang terlalu lama ditangguhkan.
Penatalaksanaan8
Periksa ada/ tidak cedera pada saraf sensorik maupun motorik, kelenjar dan
saluran liur.
20
Kontrol fraktur atau fragmen fraktur dengan tindakan reposisi atau reduksi,
fiksasi, imobilisasi dan rehabilitasi. Reposisi bisa secara tertutup, pada fraktur
rahang yang baru terjadi dan tidak ada interlocking dari bagian-bagian tulang yang
patah. Sedangkan reposisi terbuka dilakukan bila ada interlock yang hebat pada
bagian-bagian tulang yang patah. Imobilisasi dengan menggunakan fiksasi
ekstraoral (head bandage, head cap, pin), intraoral (wiring, splint, arch bar)
ataupun fiksasi internal (wiring, plat dan sekrup). Yang sering digunakan adalah
mini plate.
Head Cap
21
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Burkitt HG, Quick CRG. Head and Maxillofacial Injuries. Dalam Essential
Surgery
Problems,
Diagnosis
and
Management.
Spanyol:
Churchill
Livingstone, 2002
2. Snell RS. Kepala dan Leher. Dalam Anatomi Klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran. Bagian 3. Edisi 3. Jakarta: EGC, 1997: 83-89
3. De Palma, AF. Fractures and Dislocations of the Ribs. Dalam The
management of fractures and dislocations an atlas. Volume 1, 2nd edition.
USA: WB Saunders, 1970: 460-470
4. Munir M, Widiarni D, M. Thamrin. Trauma Muka dan Leher. Dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Kelima.
Jakarta: FKUI, 2001:161-169
5. Sjamjuhidajat R, de Jong W. Sistem Muskuloskeletal. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: EGC,1997
6. Sjamjuhidajat R, de Jong W. Kepala dan Leher. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi Revisi. Jakarta: EGC,1997
7. www. Learningradiology. com
8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Fraktur. Dalam Kapita
Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius, 2000
9. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System.
Third edition. USA: Williams & Wilkins, 1999: 608
23