PENDAHULUAN
Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul
karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan
gangguan fungsi luhur multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan
mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan
fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku dan
motivasi. Merosotnya fungsi kognitif ini harus cukup berat sehingga mengganggu
fungsi sosial dan pekerjaan individu.
Demensia adalah suatu kondisi klinis yang perlu didiagnosis dan ditelusuri
penyebabnya. Penyebab demensia sangat banyak, namun tampilan gejala klinis
umumnya hampir sama. Enam puluh persen demensia adalah irreversibel (tidak
dapat pulih ke kondisi semula), 25% dapat dikontrol, dan 15% reversibel (dapat
pulih kembali). Penyakit penyebab demensia yang dapat diobati harus dapat
diidentifikasi dan dikelola sebaik-baiknya.
Prevalensi demensia pada populasi lanjut usia (> 65 tahun) berkisar 330%. Demensia tipe Alzheimer dilaporkan bertumbuh 2 kali lipat setiap
pertambahan usia 5 tahun, yaitu bila prevalensi demensia pada usia 65 tahun 3%
maka menjadi 6% pada usia 70 tahun, 12% pada 75 tahun dan 24% pada usia 80
tahun. Di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan ada 1 juta orang dengan
demensia untuk jumlah lanjut usia 20 juta orang.
Demensia vaskular adalah bentuk demensia kedua terbanyak setelah
penyakit Alzheimer. Demensia vaskular merupakan sindrom yang berhubungan
dengan mekanisme vaskular yang berbeda. Pasien yang pernah mengalami stroke
mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk demensia vaskular. Baru-baru ini, lesi
vaskular diduga telah memainkan peran dalam penyakitAlzheimer.Untuk
mengetahui perbedaan kedua tipe demensia tersebut, pada referat ini akan dibahas
mengenai demensia Alzheimer dan demensia vaskular.
BAB II
ISI
2.1 Demensia Vaskular
2.1.1 Definisi
Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan kemunduran fungsional
yangdisebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke hemoragik dan
iskemik, jugadisebabkan oleh penyakit substansia alba iskemik atau sekuale dari
hipotensi atau hipoksia.
Baru-baru ini terdapat kontroversi dalam diagnosis demensia vaskuler.
Pada abad ke 20,demensia pada orang lanjut usia diduga berasal dari vaskular
tetapi penelitian autopsi danneuroimaging menunjukkan banyak kasus demensia
pada orang lanjut usia di Eropa danAmerika Utara adalah dampak dari penyakit
Alzheimer. Walaupun begitu, beberapa individumengalami gangguan kognitif
sebagai akibat dari stroke. Kebanyakan dari pasien inimenunjukkan tanda klinis
seperti afasia atau disfungsi visual dan defisit neurologis ini jarangdikelirukan
dengan penurunan kognitif karena demensia.
Banyak orang lanjut usia dengan penurunan kognitif yang progresif
mempunyai vaskular yang patologi dan perubahan yang berhubungan dengan
Alzheimer secara bersamaan. Pada pasien ini, terdapat kombinasi patologi
penyakit Alzheimer dan vaskular sehingga sukar untuk menentukan penyebab
prinsip dari demensia.
2.2.2 Epidemiologi
a. Internasional
-
bagian di Asia.
Kadar prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan kurang
Usia lanjut
Hipertensi
Merokok
Penggunaan alkohol kronis
Aterosklerosis
Hiperkolesterolemia
Homosistein plasma
Diabetes melitus
Penyakit kardiovaskular
Penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis dan HIV)
Pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenik dan
aluminium)
Penggunaan obat-obatan (termasuklah obat sedatif dan analgetik) jangka
panjang
Tingkat pendidikan yang rendah
Riwayat keluarga mengalami demensia
2.2.4 Klasifikasi
Berbagai subtipe demensia vaskular yaitu:
-
periventrikuler)
Demensia vaskular akibat lesi hemoragik
Terdapat penyakit serebrovaskular hemoragik seperti hematoma subdural
atau intraserebral atau perdarahan subaraknoid
Demensia vaskular subkortikal
Demensia campur (kombinasi penyakit Alzheimer dan demensia vaskular)
2.2.5 Patofisiologi
Semua bentuk demensia adalah dampak dari kematian sel saraf dan/atau
hilangnya komunikasi antara sel-sel ini. Otak manusia sangat kompleks dan
banyak faktor yang dapat mengganggu fungsinya. Beberapa penelitian telah
menemukan faktor-faktor ini namun tidak dapat menggabungkan faktor ini untuk
mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana demensia terjadi. Pada demensia
vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek fokal atau difus pada otak dan
menyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular fokal terjadi sekunder
dari oklusivaskular emboli atau trombotik. Area otak yang berhubungan dengan
penurunan kognitif adalah substansia alba dari hemisfera serebral dan nuklei abuabu dalam, terutama striatum dan thalamus.Mekanisme demensia vaskular yang
paling banyak adalah infark kortikal multipel, infark single strategi dan penyakit
pembuluh darah kecil.
infark arteri serebral anterior, lobus parietal, thalamus dan satu girus
Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan dua sindrom major, penyakit
Binswanger
danstatus
lakunar.
Penyakit
pembuluh
darah
kecil
leukoencephalopati
dan
biasanyamenggambarkan
menjalankan aktivitas
harian
seperti
peningkatan
kesukaran
makan, berpakaian,
dalam
berbelanja dan
danmengorganisasi
Sering atau Inkontinensia urin dan alvi. Inkontinensia urin terjadi akibat
kandung kencing yang hiperrefleksi
emosional
(juga
dikenal
sebagai
afek
pseudobulbar)
Sukar menurut perintah
Bermasalah dalam menguruskan uang
2.3 Diagnosis
a. Anamnesis
-
Riwayat kesehatan
Ditanyakan faktor resiko demensia. Misalnya untuk demensia vaskular
ditanyakan riwayat seperti hipertensi, diabetes melitusdan hiperlipidemia.
antidepresangolongan trisiklik.
Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami
demensia
atau
riwayat
penyakitserebrovaskular.
b. Pemeriksaan fisik
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat
secara difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat melengkapkan
sindromdemensia. Apabila
manifestasi gangguan
korteks
piramidal
dan
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai
mengganggu kehidupan seharian seseorang seperti: mandi, berpakaian,
tilik diri (insight) dan daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.
Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap disertai adanya
gejala neurologis fokal meningkatkan kemungkinan diagnosis demmensia
vascular. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan CT-scan atau pemerikasaan neuropatologis
F01.3
DEMENSIA
VASKULAR
CAMPURAN
KORTIKAL
DAN
SUBKORTIKAL
-
dalam
fungsi
eksekutif
(yaitu
merencanakan,
10
Adanya kekeliruan dan perubahan status mental yang cepat. Individu ini
disorientasi, pusing, inkoheren. Delirium disebabkan keracunan atau
infeksi yang dapat diobati.Biasanya sembuh sempurna setelah penyebab
-
Terapi Suportif
Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang bagus, kacamata,
alat bantu dengar, alat proteksi (untuk anak tangga, kompor, obat-obatan)
dan lain-lain. Sewaktu-waktu mungkin perlu pembatasan/pengekangan
secara fisik.
11
yang berlebihan.
Terapi Simtomatik
Kondisi pasien psikiatrik memerlukan obat-obatan dengan dosis yang
sesuai :
Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi: Haloperidol 0,5 mg per
oral 3 kali sehari (atau kurang); Risperidon 1 mg peroral sehari.
Hentikan setelah 4-6 minggu.
Ansietas non psikotik, agitasi: Diazepam 2 mg per oral dua kali
sehari, venlafaxin XR. Hentikan setelah 4-6 minggu.
Agitasi kronik: SSRI (misal Fluozetine 10-20 mg/hari) dan atau
Buspiron (15 mg dua kali sehari); juga pertimbangkan Beta
Blocker dosis rendah.
Depresi: pertimbangkan SSRI dan anti depresan baru lainnya
dahulu; dengan Trisiklik mulai perlahan-lahan dan tingkatkan
12
2.5 Prognosis
13
BAB III
PENUTUP
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa
disertai gangguan kesadaran. Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur,
perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak, sifat klinisnya dan menurut
klasifikasi PPDGJ-III, DSM-IV.
Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer dan
demensia vaskular. Dimana prevalensi demensia semakin meningkat dengan
bertambahnya usia.
Terapi demensia disesuaikan berdasarkan tipe demensianya. Namun,
secara umum terapi yang digunakan adalah terapi simptomatik dan terapi suportif
karena potogenesis dari penyakit ini masih belum jelas.
14
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
(2010).
Demensia.
Diunduh
dari
http:
//www.scribd.com/doc//DEMENSIA
Brust, J.C.M. (2008). Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGrawHillCompanies, Inc. Singapore.
Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993).
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Jakarta. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Kaplan dan Saddock. (1993). Comprehensive Textbook of Psychiatry Vol. 26th
Edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
Maramis. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press :
Surabaya
Mardjono, M., Sidharta, P. (2006). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat.
Jakarta. Hal211-214
Nasrun Martina Wiwie S. Demensia. Dalam: Elvira Sylvia D, Hadisukanto. Buku
Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta: 2010:
494-504.
15