yang
bertentangan
dengan
kepentingan
warga-warga
masyarakat yang mempunyai kewibawaan. Hal ini berarti, bahwa golongan tersebut
merasa perlu untuk melindungi kepentingan-kepentingan kewibawaan.
Dengan lain perkataan, semakin banyak terjadinya konflik kepentingankepentingan, semakin banyak terjadi formulasi terhadap perikelakuan yang dianggap
jahat. Sudah tentu, bahwa faktor-faktor lain mungkin berpengaruh terhadap hal itu,
misalnya terjadi perubahan-perubahan kondisi soisal, timbulnya kepentingan-kepentingan
baru sesuai dengan perkembangan politik ekonomi dan agama, berubahnya konsepsikonsepsi tentang kepentingan-kepentingan umum, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, maka adanya kejahatan tersebut tergantung, antara lain pada
faktor-faktor seperti kesempatan-kesempatan, pengalaman belajar dari pihak lain, imitasi
dan identifikasi. Sebagai suatu kesimpulan sementara dapatlah dinyatakan, bahwa
realisasi social dari kejahatan dikonstruksikan oleh formulasi dan penterapan batasanbatasan dari kejahatan, perkembangan perikelakuan-perikelakuan yang berkaitan dengan
batasan-batasan tentang kejahatan dan kontruksi, daripada konsepsi-konsepsi kriminal.
B. Epidemiologi Kejahatan
Istilah epidemiologi seringkali ditemui dalam studi-studi kesehatan masyarakat
yang terutama adalah mengenai luasnya, distribusi dan cirri-ciri pelbagai bentuk penyakit.
Ahli kriminologi mempergunakan istilah ini dalam hubungannya dengan jumlah, tempat
dan ciri-ciri sosial penjahat. Data epidemiologis dibuthkan sebelum setiap usaha
dilakukan untuk menjelaskan kejahatan.
Salah satu langkah dalam memperdalam pemahaman tentang epidemiologi
kejahatan
adalah
mengembangkan
secara
cermat
pengamatan
atas
pola
dan
Stigmatisasi
Stigmatisasi terjadi apabila penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
diperhatikan dengan nyata atau ditonjolkan oleh bagian terbesar warga
masyarakat. Artinya, kedudukan dan jiwa seseorang yang melakukan
penyimpangan diperlakukan sedemikian rupa sehingga dia kehilangan
identitas sosialnya.