Anda di halaman 1dari 2

Airway (Jalan Nafas)

Jalan nafas adalah prioritas tertinggi dalam resusitasi karena jalan nafas yang terhalang merupakan
kondisi yang fatal. Obstruksi jalan nafas seringkali disebabkan oleh penurunan tonus otot ketika
penurunan kesadaran, menyebabkan lidah jatuh ke dinding posterior faring sehingga menghalangi
jalan nafas. Penyebab lain termasuklah adanya darah, mukus, vomitus, atau benda asing dalam lumen
jalan nafas, serta adanya edema, inflamasi, pembengkakan, atau pembesaran jaringan pada jalan
nafas. Obstruksi jalan nafas bagian atas ditandai dengan adanya stridor, aliran udara ekspirasi yang
buruk, retraksi interkostal, peningkatan distres pernafasan, dan pergerakan paradoks dari abdomen
dan toraks. Pada obstruksi total, bunyi nafas tidak kedengaran, dikarenakan aliran udara melalui laring
terhalang sepenuhnya. Refleks protektif melindungi patensi jalan nafas dan mencegah masuknya
benda asing ke dalam traktus respiratorius bagian. Pasien yang boleh menelan spontan dengan
percakapan normal mempunyai refleks protektif yang intak. Sebaliknya, pasien dengan penurunan
kesadaran mempunyai refleks protektif tidak adekuat.
Target dari penatalaksanaan awal jalan nafas adalah mempertahankan jalan nafas yang paten. Salah
satu intervensi yang dapat dilakukan untuk menjaga patensi jalan nafas adalah dengan melakukan
triple airway maneuver. Triple airway maneuver hanya dilakukan pada pasien tanpa kecurigaan cedera
pada tulang servikal. Komponennya terdiri atas ekstensi leher, elevasi mandibula (jaw thrust), dan
pembukaan mulut. Pada pasien dengan kecurigaan cedera tulang servikal, komponen ekstensi leher
ditiadakan. Setelah imobilisasi tulang servikal (C-spine control), misalnya dengan halo vest, elevasi
mandibula dan pembukaan mulut baru dikerjakan. (Kapita Selekta, 554)
Oropharyngeal airway (OPA) adalah alat bantu untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka pada
sumbatan akibat lidah yang jatuh menutupi laring. OPA diletakkan dengan bagian melengkung
menekan lidah, kemudian diputar 180o. Alat ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar atau
tidak memiliki refleks muntah (gag reflex). Apabila masih sadar atau masih memiliki refleks muntah,
pasien akan menolak atau bahkan muntah jika OPA dipaksakan. Sebagai alternatif, dapat digunakan
nasopharyngeal airway (NPA). NPA dapat ditolerir oleh pasien yang sadar (compos mentis) pasien
semiresponsif, dan sangat rendah kemungkinan untuk menstimulasi muntah. (Kapita Selekta, 555)
Indikasi pemberian jalan nafas yang definitf adalah apnea, kegagalan mempertahankan jalan nafas
(misalnya penurunan kesadaran), atau kegagalan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
face mask. Tiga metode pemberian jalan nafas definitif adalah intubasi orotrakeal, intubasi
nasotrakeal, dan pembedahan (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Laryngeal mask airway (LMA)
bukan alat bantu jalan nafas yang definitf. Pengecualian diberikan kepada intubating laryngeal mask
airway (ILMA), karena alat bantu jalan nafas definitf dapat dimasukkan melaluinya ke dalam trakea.

Bantuan jalan nafas melalui pembedahan dilakukan apabila metode intubasi lainnya gagal atau tidak
dapat dikerjakan. Pada kriotiroidotomi, laring dan trakea diimobilisasi dengan satu tangan sementara
satu insisi transversal dibuat pada membran krikotiroid. Handle dari pisau bedah kemudiannya
dimasukkan dan diputar 90o untuk membenarkan aliran udara masuk.
(Initial Assessment and Management. Trauma. David V. Feliciano, Kenneth L. Mattox, Ernest E.
Moore, 169 - 183)

Anda mungkin juga menyukai