BLOK RESPIRASI
Skenario 5
Tutor
Ketua
1413010007
Sekretaris
1413010019
Anggota:
Yuanita Hasna Rahmadhani
1413010010
Hudaya Taufiq
1413010017
Ani Setyowati
1413010023
1413010025
1413010030
1413010035
1413010038
1413010040
DAFTAR ISI
BAB I KLARIFIKASI ISTILAH..................................................................................
BAB II IDENTIFIKASI MASALAH...........................................................................
BAB III ANALISIS MASALAH..................................................................................
BAB IV SKEMA.........................................................................................................
BAB V LEARNING OBJECTIVE.............................................................................
BAB VI PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE...............................................
Kesimpulan..................................................................................................................
Saran............................................................................................................................
Daftar Pustaka..............................................................................................................
BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1.1.
1.2.
Kavitas
Merupakan rongga atau lubang yang berada pada parenkim paru dengan
Bronkoskopi
Merupakan tekhnik pemeriksaan yang menggunakan alat bronkoskop yang
dimasukkan ke dalam saluran napas untuk enilai keadaan saluran napas dan
juga dapat mengambil spesimen untuk pemeriksaan sel kanker serta untuk
menilai apakah ada kegawatan. (Suryo, 2010)
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1.
Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit
infeksi.Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah
dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi
perdarahan. Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat
perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar
melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan
tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui
pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan
berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk
darah masif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu
pertukaran gas di paru dan dapat mengganggun kestabilan hemodinamik
penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa.
3.3.
Menurut Kalra dkk (2006) pengaturan pola makan kita diatur oleh
hipotalamus, dimana di dalam hipotalamus terdapat dua sistem. Sistem
tersebut yaitu melanocortin (pro-opiomelanocortin) yang merupakan system
syaraf serotonergik dan neuropeptide Y (NPY) yang merupakan system syaraf
prophagic.
6
Pasien mengalami mual muntah dan skera kuning sebabkan karena efek
samping dari OAT yng dikonsumsinya yaitu :
(PDPI, 2006)
Sedangkan ikterus merupakan akumulasi dari ke abnormalan pigmen
bilirubin dalam darah. Sering terlihat dalam mata karena sklera elastin.
Ikterus dapat terjadi karena :
a. Over Produksi: Keadaan dimana meningkatnya jumlah HB yang dilepas
dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis dan
disebut hiperbilirubinemia. Konjugasi dan transfer bilirubin normal,
tetapi suplai bilirubin tidak terkonjugasi melampui kemampuan sel hati.
Ketika terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma.
Jadi, penyerapan ke dalam sel hati, dan pengekresia bilirubin oleh hati
meningkat. Contoh : Circle Cell Anemia
8
3.6.
3.7.
pernafasan merupakan gumpalan basil (unit) yang terdiri dari 2-3 basil, yang
lebih besar dari itu biasanya tidak bias masuk karena terlalu besar dan
tertahan di bronkus/bronkiolus, saluran hidung, dan tidak menimbulkan
penyakit. Setelah berhasil masuk kesaluran pernafasan bagian bawah sampai
ke alveolus biasanya daerah yang disenangi oleh bakteri TB adalah di daerahdaerah yang memiliki tekanan oksigen yang tinggi yaitu di lobus tengah pada
paru-paru kanan, atau pada apex paru bagian bawah sampai lobus atas bagian
bawah, kemudian lobus inferior bagian atas. Basil tuberkel yang berada di
alveolus akan membangkitkan reaksi radang berupa odema mukosa,
pelebaran pembuluh darah, produksi cytokine, senyawa kimia yang bersifat
kemotaktik bagi PMN. PMN yang datang ke alveolus kemudian berkumpul,
berakumulasi dan bertambah bayak untuk memfagosit basil tersebut. Dalam
tubuh PMN basil tersebut tidak mati melainkan berkembang biak didalam sel
PMN. Sesudah hari pertama terjadinya infeksi leukosit yaitu PMN tadi
digantikan perannya oleh makrofag. Makrofag tersebut berkumpul menjadi
banyak akhirnya terjadilah konsolidasi alveolus akibat terdapatnya makrofag
dan PMN yang berkumpul disertai cairan-cairan dari pembuluh darah yang
vasodilatasi akibat reaksi peradangan tadi. Ketika terjadi konsolidasi inilah
ditemukan adanya tanda-tanda pneumonia akut. Bakteri yang difagosit oleh
makrofag yang seharusnya mati justru berkembang biak lagi di dalam
makrofag. Sampai pada proses ini banyak yang menamainya proses infeksi
primer Ghon. Basil yang sudah banyak ini melalui pembuluh darah yang
rusak dan aliran limfatik paru menyebar ke nodus limfatikus regional. Sampai
pada penyebaran ini dinamakan proses infeksi primer kompleks Ranke.
Proses ini berjalan dan memakan waktu 3-8 minggu. Pada tahap ini pada
sebagian orang dapat sembuh sendiri tanpa cacat. Sebagian orang
meninggalkan sedikit berkas-berkas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di hilus
yang berpotensi untuk kambuh lagi karena kuman yang dormant. Dan pada
sebagian
orang
lagi
ada
yang
terus
berlanjut
menyebar
secara
dapat cair yang membentuk kavitas baru. Komplikasi kronik kavitas adalah
apabila berinteraksi dan kolonisasi dengan fungus seperti Aspergillus dan
kemudian menjadi mycetoma. Selain itu komplikasi TB yang lain adalah
bronkiektasis yang ditandai dengan adanya gambaran sarang tawon. (Price
dan Standridge, 2006; Amin dan Bahar, 2007).
3.8.
13
BAB IV
SKEMA
14
BAB V
LEARNING OBJECTIVE
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
15
BAB VI
PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE
6.1
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari
luar paru (metastasis tumor di paru). (PDPI, 2003)
Etiologi
a. Merokok
meng ion kan materi genetika, sehingga menyebabkan mutasi yang kadang
menjadi bersifat kanker. Radon merupakan penyebab kanker paru paling
banyak kedua di AS, setelah rokok. Risikonya meningkat hinggga 816%
untuk setiap peningkatan konsentrasi radon sebesar 100Bq/m. United States
Environmental Protection Agency (EPA) memperkirakan satu dari 15 rumah
di AS memiliki tingkat radon lebih tinggi dari tingkat rekomendasi 4
picocurie per liter (pCi/l) (148 Bq/m).
d. Asbestos
Asbestos dapat menyebabkan berbagai penyakit paru-paru, termasuk
kanker paru. Merokok tembakau dan asbestos memberikan efek sinergis
dalam pembentukan kanker paru. Asbestos juga dapat menyebabkan kanker
pada pleura, yang disebut mesotelioma (yang berbeda dari kanker paru).
e. Genetika
Diperkirakan bahwa 8 hingga 14% dari kanker paru disebabkan oleh
faktor diturunkan. Pada orang dengan saudara yang terkena kanker paru,
risiko meningkat hingga 2.4 kali. Hal ini disebabkan oleh adanya kombinasi
gen.
Patofisiologi
17
(Price, 2006)
Manifestasi Klinis
Gejala tidak khas: batuk, sesak napas atau nyeri dada (gejala respirasi)
yang tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada kelompok
risiko. Suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan syaraf atau
gangguan pada pita suara. Gejala sistemik : penurunan berat badan dalam
waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul. Gejala
neurologis :sakit kepala, lemah/paresesering terjadi jika telah terjadi
penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala
awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang. (KNPK, 2015)
Deteksi DinI
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko
tinggi yaitu:
a. Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok
b. Paparan industri tertentu
Dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak napas,
nyeri dada dan berat badan menurun.Golongan lain yang perlu diwaspadai
adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atasdan
seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada,
penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota
keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor
pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini,
selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan
sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera
dirujuk ke spesialis paru. (PDPI, 2003)
Klasifikasi Ca Paru
1) Karsinoma skuamosa
Karsinoma sel skuamosa menjadi penyebab sekitar 30% kanker paru
2) Karsinoma sel kecil
Berkembang cepat dan menyebar di tahap awal perkembangan penyakit.
60%-70% memiliki penyakit metastatik saat penyakit mulai memberikan
gejala. sangat berkaitan dengan kebiasaan merokok.
3) Adenokarsinoma
18
a.
b.
c.
d.
19
Pemeriksaan Fisik
Tampilan umum biasanya menurun. Pemeriksaan fisis paru (suara napas
yang abnormal), benjolan suprafisial pada leher, ketiak atau di dinding dada ,
tanda pembesaran hepar atau tanda asites , nyeri ketok di tulang-tulang.
Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologis
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor
dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan
adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor
b. CT scan
Tehnik pencitraan ini dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil
dari 1 cm secara lebih tepat.
Pemeriksaan khusus
a.
Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat
dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan
20
c.
Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim
ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi.
Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan
apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua
bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.
(PDPI, 2003)
6.2
kerusakan epitel yang semakin berat, obstruksi, kerusakan jalur napas, dan
infeksi berulang.
napas pada kedua lobus dan lingual. Karakteristiknya yaitu bronchial tapering
menurun, bronkus terlihat 1 cm pada tepi paru, rasio ukuran bronkoarteri
meningkat. Pemeriksaan bronkoskopi fiberoptik dapat dilakukan untuk
mengetahui penyebab penyumbatan endobronkial. Pemeriksaan sputum atau
kultur sputum dapat ditemukan neutrofilia dan kolonisasi. Selain itu dapat
dilakukan tes resistensi antibiotic terutama pada infeksi pseudomonas
aeruginosa. (Hoffbrand, 2014)
6.3
Etiologi
Disebebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang dapat
menyerang paru dan ektra paru (pleura, tulang, usus, ginjal dan organ
lainnya)
a) Gejala sistemik/umum
a. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
b. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
c. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b) Gejala khusus
23
a. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paruparu) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
b. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan
tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru
tersebut dapat berupa:
a. Fokal
fremitus
meningkat,
perkusi
redup,
bunyi
napas
Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
24
c.
d.
Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicurigai Tb paru inaktif:
a. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
b. Kalsifikasi.
c. Penebalan pleura
6.4
25
6.5
26
a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak +1 ml
c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus
e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
f. Kantong
plastik
kemudian
ditutup
rapat
(kedap
udara)
dengan
yang
dihasilkan
sewaktu
membersihkan
tenggorokan,
kemungkinan berasal dari sinus, atau saluran hidung, bukan berasal dari
saluran napas bagian bawah.
2) Sputum banyak sekali & purulen proses supuratif (eg. Abses paru)
3) Sputum yg terbentuk perlahan & terus meningkat tanda bronkhitis/
bronkhiektasis.
4) Sputum kekuning - kuningan proses infeksi.
5) Sputum hijau proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan
adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum
hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena
penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
6) Sputum merah muda & berbusa tanda edema paru akut.
28
1) Eritrosit
Menurun (anemia), disebabkan karena:
a. Anemi penyakit kronis
b. Defisiensi asam folat sekunder karena anoreksia atau peningkatan
pemakaian folat
Efisiensi vitamin B12 sekunder karena keterlibatan ileum
Anemia hemolisis autotoimun
Anemia sideroblastik sekunder karena gangguan metabolisme B6
Fibrosis sumsum tulang
Aplasi sumsum tulang
Infiltrasi amiloid pada sumsum tulang
Hipersplenisme
Meningkat (polisitemi), disebabkan karena:
a. Tuberculosis ginjal menyebabkan penaingkatan eritropoietin (Lichtman
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
A, 2001)
Anemia hemolitik
Tuberkulosis dapat menimbulkan anemi hemolitik auotoimun yang bersifat
sementara dan reaksi tes Coombs postitif. Anemia hemolitik berat kadangkadang didapatkan pada tuberkulosis, beberapa di antaranya didapatkan pada
tuberkulosis milier atau tuberkulosis limpa.
Anemia sideroblastik
Gangguan metabolisme B6 dapat menimbulkan anemi sideroblastik
dengan pembentukan sel sideroblast bercincin. Pemberian isoniazid,
sikloserin
atau
pirazinamide
dapat
mencetuskan
terjadinya
anemi
2) Trombosit
Menurun, disebabkan karena:
a. Mekanisme imunologis
b. Koagulasi intravaskuler diseminata
c. Fibrosis sumsum tulang
d. Aplasia sumsum tulang
e. Hipersplenisme
Meningkat, disebabkan karena:
a. Reaksi fase akut
Trombositosis
Trombositosis adalah jumlah trombosit di atas 450000/mm3. Pada
tuberkulosis dapat terjadi trombositosis reaktif, kadang-kadang melebihi
1.000.000/mm3. (Lichtman A, 2001)
Trombositopeni
Trombositopeni adalah jumlah trombosit di bawah 100000/mm3.
Trombositopeni ditemukan pada 52 % penderita dengan infiltrasi tuberkulosis
pada sumsum tulang. (Lichtman A, 2001)
3) Limfosit
Menurun, karena:
a. Infeksi tuberculosis
Meningkat, karena:
a. Respon inflamasi
4) Leukosit
Leukositosis
5) Netrofilia
Netrofilia adalah peningkatan jumlah netrofil di atas 6000/mm3.
Netrofilia ditemukan pada 20 % penderita tuberculosis dengan infiltrasi ke
sumsum tulang. Netrofilia disebabkan karena reaksi imunologis dengan
mediator sel limfosit T dan membaik setelah pengobatan.
Pada infeksi tuberkulosis yang berat atau tuberkulosis milier, dapat
ditemukan peningkatan jumlah netrofil dengan pergeseran ke kiri dan granula
toksik (reaksi lekemoid).
6) Eosinofilia
Eosinofili adalah peningkatan jumlah eosinofil di atas 700/mm3.
Tuberkulosis dapat menimbulkan sindroma PIE (Pulmonary Infiltration with
30
terhadap
tuberkulosis.
Limfositosis
menunjukkan
proses
penyembuhan tuberculosis
10) Leukopeni
Lekopeni adalah penurunan jumlah lekosit di bawah 4000/mm3. Pada
umumnya lekopeni disebabkan karena penurunan jumlah netrofil (netropeni).
Infeksi mikobakterium tuberculosis dapat menimbulkan pansitopeni (anemi,
lekopeni, trombositopenia.
11) Netropeni
Netropeni adalah penurunan netrofil di bawah 2000 /mm3. Netropeni
biasanya merupakan bagian dari anemi dan disebabkan karena fibrosis atau
disfungsi sumsum tulang atau sekuestrasi di limpa. Defisiensi folat dan
vitamin B12 dapat menyebabkan netropeni.
12) Limfopeni
Limfopeni adalah penurunan jumlah limfosit di bawah 1500 /mm3.
Limfopeni menunjukkan proses tuberculosis aktif. Tuberkulosis yang aktif
menyebabkan penurunan total limfosit T sebagai akibat penurunan sel T4.
Limfopeni ditemukan pada 100 % penderita dengan infiltrasi tuberkulosis
pada sumsum tulang.
13) Monositopeni
31
6.7
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menentukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal
memberikan keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan tuberculosis
milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan
radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus
bawah (bagian inferior) atau daerah hillus menyerupai tumor paru (misalnya
pada tuberculosis endokondrial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batasbatas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai
tuberculoma.
Gambar 1: Bayangan berawan pada lapang paru
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak
sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat
seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian
atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
33
34
Gambar 4:
Gambaran
cavum pleura
sinistra
Pada
satu
foto
sering
dada
didapatkan
infiltrat,
garis-garis
fibrotik,
kalsifikasi,
kavitas
(non
radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan
dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat
mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan
dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal. (Amin, 2007)
6.8
36
digunakan
oleh
Program
Nasional
(PDPI, 2006)
1) KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan.
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan
tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk:
a. Penderita baru TB Paru BTA Positif
b. Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit berat
c. Penderita TB Ekstra Paru berat
(PDPI, 2006)
37
2) KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan
tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA (+) yang sebelumnya
pernah diobati, yaitu:
a. Penderita kambuh (relaps).
b. Penderita gagal (failure).
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
(PDPI, 2006)
38
3) KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk:
a. Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan.
b. Penderita TB ekstra paru ringan.
(PDPI, 2006)
4) OAT SISIPAN (HRZE)
39
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan
(HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Paduan OAT sisipan untuk penderita
dengan berat badan antara 33 50 kg yaitu 1 tablet Isoniazid 300 mg, 1
kaplet Rifampisin 450 mg, 3 tablet Pirazinamid 500 mg, 3 tablet Etambutol
250 mg Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1
dos kecil.
OBAT ANTI TUBERKULOSIS KOMBINASI TETAP
Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix
Dose Combination (FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat
kompipak, yaitu rejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang
ada sudah berisi 2, 3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan. WHO sangat
menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan dan
keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi
dalam bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC yaitu:
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu
kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan
penderita
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah
pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita
tidak bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan
lebih
mudah
40
Seorang wanita
41
42
(PDPI, 2006)
43
(PDPI, 2006)
44
Kesimpulan
Berdasarkan tanda-tanda yang diperlihatkan pasien pada skenario kali ini,
diagnosis yang mungkin pada pasien adalah tuberkulosis (TB). Tuberkulosis
adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium
tuberculosis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis pada skenario adalah pemeriksaan sputum, pemeriksaan darah,
pemeriksaan foto rongent thorax, dan pemeriksaan biopsi jarum halus
(BAJAH).
Penatalaksaan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan obat anti
TB yang berupa antibotik dan antiinfeksi sintetis untuk membunuh kuman
Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atastiga
mekanisme,
yaitu
45
Daftar Pustaka
A, Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika
Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Amin Z. Manifestasi Klinik Dan Pendekatan Pada Pasien Dengan Kelainan
Sistem Pernapasan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed 5. Jakarta:
InternaPublishing; 2009. h. 969-73
Arif, Mansjoer, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medica
Aesculpalu: FKUI
A.V. Hoffbrand, J.E. Petit, P.A.H. Moss. 2014. Kapita Selekta Hematologi Jilid 2
Edisi 4. Jakarta: EGC
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2000. Outbreak Of
Mesotherapy Associated Skin Reactions District of Columbia Area,
January - February 2000. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 54(44): 1127-30
Croft, J, Norman, H, Fred, M., 2002.Tuberkulosis Klinik. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Widya Medik
Darmanto Sp.P FCCP, 2009, Respirologi, Jakarta EGC
DR. R. Darmanto djojodibroto, SP. p, FCCP, 2009, Respirologi, Jakarta, EGC
KNPK.2015.Pedoman Nasional Penanganan Kanker Paru. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. Tuberculosis: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.
46
Price, S.A, Standridge, M.P, 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam: Price S.A., Wilson,
L.M., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Volume
1. Jakarta: EGC, 852-861.
Price, S.A, Standridge, M.P, 2006. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed.
Volume 2. Jakarta: EGC
Rasmin, Menaldi.2010.Editorial Hemoptisis. Departemen Pulmonologi & Ilmu
Kedokteran Respirasi FKUI SMF Paru RSUP Persahabatan
Seligsohn U. Disseminated Intravascular Coagulopathy. In : Beutler E. Lichtman
A,Coleer BS, Kipps TJ, Selingsohn U, eds. William Hematology, 6th ed. Vol
1.New York: Mc Graw-Hill, 2001 : 882.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Suryo, Joko. 2010. Herbal: Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: B First
Stoppler, M.C.2010.Lung Cancer. Available from: http://www.emedicinehealth
Zulkifli. (2006). Psikologi Perkembangan, Bandung: Rosdakarya
47