2. Sindrom Loeffler
Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia,
dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
3. KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat
mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh.
Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi
aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya,misalnya
deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium
lebih kecil dibandingkan dengan kortisol.
Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol
respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu glukokortikoid
dan mineralokortikoid.
1. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan
pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti.
Prototip untuk golongan ini:, yang merupakan
Glukokortikoid alam adalah kortisol dan kortison
Glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.
2. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen
hepar sangat kecil.
Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak
mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun
demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid topikal.
A. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik banyak digunakan dalam bidang dermatologi karena obat
tersebut mempunyai efek imunosupresan dan anti inflamasi. Sediaan kortikosteroid dapat
dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, antara lain kerja singkat (<12
jam), kerja sedang (12-36 jam), dan kerja lama (>36 jam).
Tabel 1. Perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid
Kortikosteroid
Potensi
Mineralokortikoi Glukokortikoid
Dosis
ekuivalen
(mg)*
d
1
20
0,8
15
0,5
125
0,8
0,35
5
10
S
S
I
I
25
4
-
I
I
I
L
L
L
5
5
4
2
0,75
0,75
Kortisol
(hidrokortison)
Kortison
Kortikosteron
6--metilprednisolon
Fludrokortison
Lama
kerja
(mineralokortikoid)
sPrednisone
0,8
4
Prednisolon
0,8
4
Triamsinolon
0
5
Parametason
0
10
Betametason
0
25
Deksametason
0
25
Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam);
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam);
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam).
Efek Samping
Adapun efek samping kortikosteroid sistemik secara umum dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Efek samping kortikosteroid sistemik
1.
Tempat
Saluran
cerna
2.
Otot
3.
Susunan
saraf pusat
4.
Tulang
tulang panjang.
Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis,
5.
Kulit
purpura, telangiektasis.
Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
6.
Mata
7.
Darah
8.
Pembuluh
darah
9.
Kelenjar
adrenal
kortek
10.
Metabolis
Elektrolit
12.
Sistem
immunitas
Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik
Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping
yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:
Gangguan tidur
kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis
aseptik yang pinggul.
Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).
Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan
dan gagal jantung.
Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya
tuberkulosis).
Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi dan depresi.
B. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu.
Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan
banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit,
melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat. (Tabel 4)
Tabel 4. Potensi Kortikosteroid Topikal
Nama
Potensi Sangat Tinggi
Dosis
Clobetasol Propionate
Halcinonide
Potensi Tinggi
Amcinonide
Beclometasone
2 - 3 x/hari
0,1% krim
0,025% krim
2 -3 x/hari
2 x/hari
dipropionate
Betamethasone
dipropionate
Betamethasone valerate
Betamethasone valerate
Desoximetasone
Difluocortolone valerate
Difluocortolone valerate
solution
0,05% gel, 0,025% krim, salep
1 - 3 x/hari
0,3% salep berlemak
2x/ hari
0,1% krim, salep berlemak, 1 - 3 x/hari
Fluclorolone acetonide
Fluocinolone acetonide
salep
0,025% krim
2 x/hari
0,025% krim, gel, salep 0,03% 1 - 3 x/hari
Fluocinolone acetonide
Fluocinolone acetonide
salep
0,2% krim
2 - 3 x/hari
0,005% krim 0,01% krim, salep 1 - 3 x/hari
Fluocinonide
Fluocortolone/
0,0125% krim
0,05% krim, salep
0,25%/0,25% krim
2 - 3 x/hari
1 - 3 x/hari
fluocortolone caproate
Fluocortolone
pivalate/ 0,25%/0.25% salep
1 - 3 x/hari
fluocortolone caproate
Fluticasone propionate
Hydrocortisone aceponate
Methylprednisolone
aceponate
Mometasone furoate
Prednicarbate
Potensi Sedang
Alclometasone
1 x/hari
1 - 2 x/hari
2 - 3 x/hari
dipropionate
Clobetasone butyrate
Sampai
Desonide
Fluprednidene acetate
Triamcinolone acetonide
4 x/hari
0,05% krim, salep, lotion
2 x/hari
0,1% krim, solution
2 x/hari
0,1% krim, salep, lotion 0,2% 2 - 3x/hari
krim, 0,02% krim
Potensi Rendah
Hydrocortisone
Hydrocortisone acetate
2,5% krim
1% krim, salep 2,5% krim
2 - 3 x/hari
mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika
menggunakan yang lebih paten.
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi
dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara
konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang
terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya
akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi
lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
Albendazole mempunyai efek vermisidal, ovasidal dan larvasidal. Efek Antelmintik dengan
menghambat ambilan glukosa yang berperan penting dalam pengurangan persediaan glikogen
dan adenosine trifosfat, sehingga cacing tidak dapat bertahan hidup. Selain itu juga
membentuk ikatan tubulin sehingga mengganggu agregasi mikrotubula dan mengurangi
transport intraseluler.
Albendazole tidak dianjurkan penggunannya untuk anak dibawah usia 2 tahun dan
wanita hamil dan menyusui. Pada wanita hamil dan menyusui tidak dapat diberikan karena
pada uji albendazole pada hewan memperlihatkan efek teratogenik dan bersifat toksik
terhadap embrio, maka dari itu albendazole tidak dianjurkan pada wanita hamil atau diduga
hamil. Penggunaan albendazole pada wanita usia subur (15-40 tahun) dianjurkan pada waktu
7 hari setelah hari pertama menstruasi.
INDIKASI:
Albendazole digunakan untuk pengobatan penyakit cacingan atau infeksi tunggal atau
campuran yang disebabkan oleh ;
Strongyloides stercoralis
Dosis umum untuk dewasa dan anak anak diatas 2 tahun ; 1 tablet (400 mg) diberikan
sekaligus sebagai dosis tunggal. Selama 3 hari atau dua kali sehari sealam 5 hari.
Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan makanan.
Pada kasus dimana diduga atau terbukti adanya penyakit cacing pita atau
strongyloides : dosis 400 mg setiap hari diberikan selama tiga hari berturut-turut.