Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

Nama : Siska Firmanila


Nim : 0908151668
Dosen pembimbing : dr.Sukasihati, Sp.KK

1. 10 teknik pemeriksaan pada scabies :


1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan
scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di
gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
2. Usap (Swab kulit)
3. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan
digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung
jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian
tinggi.
4. Kuretasi terowongan (kuret dermal)
5. Burrow ink test
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta hitam. Papul skabies
dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol,
terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitar nya karena akumulasi tinta
didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbentuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis
menyerupai bentuk zigzag.
6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan
menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning
keemasan pada kanalikuli.
7. Epidermal shave biopsy
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik. Ini dilakukan dengan
cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial
dengan menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah
mikroskop
8. Pemeriksaan histopatologik
9. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE
10. Menyikat
Dengan sikat dilakukan penyikatan pada daerah yang terinfeksi dan ditampung diselembar kertas putih dan
dilihat dengan kaca pembesar.

2. Sindrom Loeffler
Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia,
dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.

3. KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat
mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh.
Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi
aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya,misalnya
deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium
lebih kecil dibandingkan dengan kortisol.
Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol
respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu glukokortikoid
dan mineralokortikoid.
1. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan
pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti.
Prototip untuk golongan ini:, yang merupakan
Glukokortikoid alam adalah kortisol dan kortison
Glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.
2. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen
hepar sangat kecil.
Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak
mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun
demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid topikal.
A. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik banyak digunakan dalam bidang dermatologi karena obat
tersebut mempunyai efek imunosupresan dan anti inflamasi. Sediaan kortikosteroid dapat
dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, antara lain kerja singkat (<12
jam), kerja sedang (12-36 jam), dan kerja lama (>36 jam).

Tabel 1. Perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid
Kortikosteroid

Potensi
Mineralokortikoi Glukokortikoid

Dosis
ekuivalen
(mg)*

d
1

20

0,8
15
0,5
125

0,8
0,35
5
10

S
S
I
I

25
4
-

I
I
I
L
L
L

5
5
4
2
0,75
0,75

Kortisol
(hidrokortison)
Kortison
Kortikosteron
6--metilprednisolon
Fludrokortison

Lama
kerja

(mineralokortikoid)
sPrednisone
0,8
4
Prednisolon
0,8
4
Triamsinolon
0
5
Parametason
0
10
Betametason
0
25
Deksametason
0
25
Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam);
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam);
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam).

Dosis dan Mekanisme Pemberian


Berikut pada tabel 2 ditampilkan berbagai penyakit yang dapat diobati dengan
kortikosteroid beserta dosisnya.
Tabel 2. Dosis inisial kortikosteroid sistemik sehari untuk orang dewasa pada berbagai
dermatosis
Nama penyakit
Dermatitis

Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari


Prednison 4x5 mg atau 3x10mg

Erupsi alergi obat ringan


SJS berat dan NET
Eritrodermia
Reaksi lepra
DLE
Pemfigoid bulosa
Pemfigus vulgaris
Pemfigus foliaseus
Pemfigus eritematosa
Psoriasis pustulosa
Reaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg


Deksametason 6x5 mg
Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Prednison 3x10 mg
Prednison 3x10 mg
Prednison 40-80 mg
Prednison 60-150 mg
Prednison 3x20 mg
Prednison 3x20 mg
Prednison 4x10 mg
Prednison 20-40 mg

Efek Samping
Adapun efek samping kortikosteroid sistemik secara umum dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Efek samping kortikosteroid sistemik
1.

Tempat
Saluran
cerna

Macam efek samping


Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus
peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis
ulseratif.
Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.

2.

Otot

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah

3.

Susunan

tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan

saraf pusat

bunuh diri), nafsu makan bertambah.


Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur

4.

Tulang

tulang panjang.
Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis,

5.

Kulit

purpura, telangiektasis.
Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

6.

Mata

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

7.

Darah

Kenaikan tekanan darah

8.

Pembuluh

Atrofi, tidak bisa melawan stres

darah
9.

Kelenjar
adrenal
kortek

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula

bagian meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

10.

Metabolis

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani,

me protein, KH aritmia kor)


dan lemak
11.

Elektrolit

12.

Sistem

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes


simplek, keganasan dapat timbul.

immunitas
Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik
Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping
yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:

Gangguan tidur

Meningkatkan nafsu makan

Meningkatkan berat badan

Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi


Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari

kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis
aseptik yang pinggul.

Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama

Pengurangan produksi kortisol sendiri.

Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang


yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah
paru-paru.

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.

Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).

Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).

Kenaikan lemak darah (trigliserida).

Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.

Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan
dan gagal jantung.

Kegoyahan dan tremor.

Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak


subcapsular posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,


kegembiraan, delirium atau depresi.

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya
tuberkulosis).

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.

Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi dan depresi.

B. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu.
Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan
banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit,
melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat. (Tabel 4)
Tabel 4. Potensi Kortikosteroid Topikal
Nama
Potensi Sangat Tinggi

Konsentrasi dan Bentuk


Sediaan

Dosis

Clobetasol Propionate
Halcinonide
Potensi Tinggi
Amcinonide
Beclometasone

0,05% krim, salep, aplikasi 1 - 2 x/hari


kulit kepala
0,1% krim, solution

2 - 3 x/hari

0,1% krim
0,025% krim

2 -3 x/hari
2 x/hari

dipropionate
Betamethasone

0,05% krim, salep, cair 0,064% 1 - 3 x/hari

dipropionate
Betamethasone valerate
Betamethasone valerate

krim, salep, solution


0,025% krim
2 - 3 x/hari
0,1% krim, gel, lotion, salep, 1 - 3 x/hari

Desoximetasone
Difluocortolone valerate
Difluocortolone valerate

solution
0,05% gel, 0,025% krim, salep
1 - 3 x/hari
0,3% salep berlemak
2x/ hari
0,1% krim, salep berlemak, 1 - 3 x/hari

Fluclorolone acetonide
Fluocinolone acetonide

salep
0,025% krim
2 x/hari
0,025% krim, gel, salep 0,03% 1 - 3 x/hari

Fluocinolone acetonide
Fluocinolone acetonide

salep
0,2% krim
2 - 3 x/hari
0,005% krim 0,01% krim, salep 1 - 3 x/hari

Fluocinonide
Fluocortolone/

0,0125% krim
0,05% krim, salep
0,25%/0,25% krim

2 - 3 x/hari
1 - 3 x/hari

fluocortolone caproate
Fluocortolone
pivalate/ 0,25%/0.25% salep

1 - 3 x/hari

fluocortolone caproate
Fluticasone propionate
Hydrocortisone aceponate
Methylprednisolone
aceponate
Mometasone furoate
Prednicarbate
Potensi Sedang
Alclometasone

0,05% krim, 0,005% salep


1 - 2 x/hari
0,127% krim
1 - 2 x/hari
0,1% krim, salep berlemak, 1 - 2 x/hari
salep
0,1% krim, salep, lotion
0,25% krim

1 x/hari
1 - 2 x/hari

0, 05% krim, salep

2 - 3 x/hari

dipropionate
Clobetasone butyrate

0,05% krim, salep

Sampai

Desonide
Fluprednidene acetate
Triamcinolone acetonide

4 x/hari
0,05% krim, salep, lotion
2 x/hari
0,1% krim, solution
2 x/hari
0,1% krim, salep, lotion 0,2% 2 - 3x/hari
krim, 0,02% krim

Potensi Rendah
Hydrocortisone

0,5% krim, 1% lotion, gel, krim 2 - 3 x/hari

Hydrocortisone acetate

2,5% krim
1% krim, salep 2,5% krim

2 - 3 x/hari

Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal


Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang.
Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :
1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup
memadai.
2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion, salep
berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di daerah
yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom yang
menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan melepaskan
sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi
kortikosteroid. Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti
radang bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat
bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan, penyakit akan
kambuh.
Efek Samping
Efek samping dapat terjadi apabila :
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya,
tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali
mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping
hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau

mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika
menggunakan yang lebih paten.
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu
Efek Epidermal

Ini termasuk :

1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi
dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara
konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.

Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini

menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang
terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya
akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi
lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

4. Dosis Albendazol untuk anak anak


Albendazole adalah salah satu antelmintik ( obat cacingan) spektrum luas dari
golongan benzimidazol carbamate. Uji pada hewan dan manusia menunjukkan hasil bahwa

Albendazole mempunyai efek vermisidal, ovasidal dan larvasidal. Efek Antelmintik dengan
menghambat ambilan glukosa yang berperan penting dalam pengurangan persediaan glikogen
dan adenosine trifosfat, sehingga cacing tidak dapat bertahan hidup. Selain itu juga
membentuk ikatan tubulin sehingga mengganggu agregasi mikrotubula dan mengurangi
transport intraseluler.
Albendazole tidak dianjurkan penggunannya untuk anak dibawah usia 2 tahun dan
wanita hamil dan menyusui. Pada wanita hamil dan menyusui tidak dapat diberikan karena
pada uji albendazole pada hewan memperlihatkan efek teratogenik dan bersifat toksik
terhadap embrio, maka dari itu albendazole tidak dianjurkan pada wanita hamil atau diduga
hamil. Penggunaan albendazole pada wanita usia subur (15-40 tahun) dianjurkan pada waktu
7 hari setelah hari pertama menstruasi.
INDIKASI:
Albendazole digunakan untuk pengobatan penyakit cacingan atau infeksi tunggal atau
campuran yang disebabkan oleh ;

Ascaris lumbricoides ( cacing gelang )

Trichuris trichiura ( cacing cambuk )

Enterobius vermicukaris ( Cacing Kremi )

Ancylosma duodenale ( cacing tambang )

Necator americanus ( cacing tambang )

Taenia ( cacing pita )

Strongyloides stercoralis

Dosis umum untuk dewasa dan anak anak diatas 2 tahun ; 1 tablet (400 mg) diberikan
sekaligus sebagai dosis tunggal. Selama 3 hari atau dua kali sehari sealam 5 hari.
Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan makanan.

Pada kasus dimana diduga atau terbukti adanya penyakit cacing pita atau
strongyloides : dosis 400 mg setiap hari diberikan selama tiga hari berturut-turut.

Anda mungkin juga menyukai