DEFINISI
Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang
diketegorikan dalam DSM-V. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi somatik lainnya
oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman gejala fisik yang dirasakan oleh
penderitanya, dimana gangguan somatoform lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam
dirinya. Gejala yang timbul bisa saja merupakan pernyataan gejala fisik yang dilebihlebihkan, yang justru akan memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh keyakinan bahwa
pasien tersebut sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya. [1,2]
Hipokondriasis dan gangguan somatoform yang lain merupakan gangguan psikiatri
paling sulit dan kompleks untuk diterapi secara medis. Gangguan somatoform sendiri adalah
suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik dimana tidak ditemukan penjelasan
medis yang adekuat.
[2]
bahwa penderita mengalami penyakit serius dan preokupasi morbid terhadap tubuh atau
keadaan sehat, yang tidak sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul
hampir setiap saat. [1]
Istilah hipokondriasis juga digunakan untuk menunjukkan tidak hanya gangguan
independen primer, tetapi juga kepribadian atau gejala pada sejumlah gangguan psikiatrik
misalnya depresi. Gejala-gejala hipokondriasi sebenarnya paling sering terlihat sebagai
gambaran gangguan depresif. Istilah hipokondriasis berasal dari kepercayaan kuno bahwa
keadaan tersebut disebabkan oleh gangguan fisik nyata pada organ-organ di bawah (hipo-)
margo costalis (kondrika). [3]
Seperti kelainan psikiatri lain, gangguan somatoform, terutama hipokondriasis
membutuhkan perencanaan terapi yang kreatif, kaya dan bersifat biopsikososial oleh klinisi
yang meliputi dokter umum, sub-spesialis dan ahli psikiatri professional. Strategi
penatalaksanaan pada hipokondriasis meliputi pencatatan gejala, tinjauan psikososial dan
psikoterapi. [2]
II.
EPIDEMIOLOGI
Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi hipokondriasis dalam
enam bulan mencapai 4 sampai 6 persen dari keseluruhan populasi medis umum, namun
demikian angka presentase ini dapat mencapai 15 persen. Laki-laki dan wanita mempunyai
perbandingan yang sama untuk menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat
terjadi pada keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur 20
sampai 30 tahun. [2,3]
Gangguan hipokondrial primer lebih sering terjadi pada orang-orang golongan sosial
lebih rendah, orang muda, lansia dan bangsa Yahudi. Hipokondriasis juga didapatkan pada 3
persen mahasiswa kedokteran terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini
hanyalah hipokondriasis yang bersifat sementara. Beberapa bukti menyatakan bahwa
diagnosis adalah lebih sering diantara kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih. Status
perkahwinan tampaknya tidak mempengaruhi diagnosis. [1,2]
III.
MANIFESTASI KLINIK
Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan ketakutan dan
perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan dengan gejala yang dirasakan. Pasien dengan
hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang menderita suatu penyakit yang serius yang
belum pernah dideteksi dan tidak dapat menerima penjelasan akan gangguan yang
dideritainya. Mereka terus menyimpan keyakinan bahwa mereka memiliki penyakit yang
serius. Hipokondriasis biasanya disertai dengan gejala depresi dan anxietas dan biasanya
bersamaan dengan gangguan depresi dan anxietas. [4,5]
Pasien mempunyai ketakutan yang hebat dan menetap terhadap penyakit. Mereka
mewaspadai indikasi penyakit yang bahkan sangat ringan, tetapi bagi mereka menjadi sinyal
yang sangat kuat. Preokupasi tubuh mereka sangat berat dan meluas ke status kesehatan
umum mereka. Pasien meneliti sendiri tubuh mereka sendiri secara intens. Mereka
mempunyai kebiasaan mengujungi dokter umum dan klinik rumah sakit serta menumpuk
riwayat perawatan medis yang banyak. Akhirnya mereka tetap saja tidak puas akan kontak
mereka dengan profesi kedokteran yang sering mereka kritik dan salahkan atas keluhannya
yang berlanjutan. Hubungan dokter-pasien yang buruk seringkali terjadi. [1,4]
Walaupun pada DSM-V membatasi bahwa gejala yang timbul telah berlangsung
paling kurang 6 bulan keadaan hipokondriasis hipokondrial yang sementara dapat muncul
setelah stress yang berat, paling sering adalah akibat kematian atau penyakit yang sangat
serius dari seseorang yang sangat penting bagi pasien ataupun penyakit serius yang pernah
diderita oleh pasien namun telah sembuh yang dapat meninggalkan keadaan hipokondrial
sementara pada kehidupan pasien. Keadaan diatas dimana perlangsungannya kurang dari
enam bulan, maka didiagnosis sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan. [2,3,5]
IV.
DIAGNOSA
Diagnosis hipokondriasis(F45.2) berdasarkan PPDGJ-III, kedua hal ini harus ada: [6]
i.
Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang
tidak menunjang adanya alas an fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak
ii.
sampai waham);
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhankeluhannya.
Sementara itu, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth
Edition (DSM-V) mendefinisikan hipokondriasis (F45.2) berdasarkan kriteria berikut ini: [1]
i.
ii.
iii.
iv.
dismorfik).
Preokupasi yang menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau gangguan
v.
vi.
Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan yaitu kelainan dalam bidang
neurologik, endokrinologi dan penyakit sistemik lainnya. Diferensial diagnosis pada psikiatri
untuk hipokondriasis adalah gangguan somatoform lainnya, gangguan mood, cemas dan
gangguan psikotik.[1,2,6]
Gangguan somatik ditandai dengan onset yang dini (<30 hari), dapat kambuh
mencakup keluhan fisik yang multiple. Pada kelainan somatisasi, yang terjadi adalah
preokupasi tentang beberapa gejala yang timbul, bukan tentang penyakit yang mendasarinya.
Gejala yang timbul haruslah memenuhi pola yang spesifik untuk dapat diklasifikasikan
sebagai gangguan somatisasi yaitu perasaan nyeri yang terjadi pada empat tempat yang
berbeda, 2 gejala gastrointestinal yang berbeda, 1 gejala seksual dan 1 gejala neurologi. [1,6]
Gangguan somatisasi dibedakan dengan penyakit sistemik dari banyaknya keluhan
pada beberapa organ tanpa adanya keterkaitan dan hubungan dengan kelainan somatic yang
ada. Onset gangguan somatisasi lebih dini dari hipokondriasis (<15 hari pada 50% kasus).
Wanita lebih sering terkena, rasio wanita : laki-laki; 10:1. Perbedaan yang lain juga adalah
pada gangguan somatisasi, pasien lebih terfokus pada gejala dibandingkan dengan penyakit
yang mendasari. [6]
Kondisi medis non psikiatri khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang
tidak mudah didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati, miastenia
gravis, sklerosis multiple, penyakit degenerative pada sistem saraf, lupus eritematosus
sistemik dan gangguan neoplastik yang tidak jelas. [2,6]
Gejala-gejala hipokondrial paling sering terlihat pada gangguan depresif. Waham
somatik penyakit fisis dapat timbul pada gangguan psikotik, termasuk depresi dan
skizofrenia. Pada hipokondriasis, keyakinan khasnya tidak mempunyai intensitas waham,
yaitu pada keadaan ini seseorang mungkin akan menerima bahwa penyakitnya tidak ada,
meskipun ini sulit dibedakan, terutama pada awal keadaan. Kekhawatiran hipokondriasis juga
dapat timbul pada gangguan anxietas menyeluruh, gangguan panik dan gangguan somatisasi.
[1,4,5]
V.
PROGNOSIS
VI.
PENATALAKSANAAN
Pasien dengan hipokondriasis biasanya menolak pengobatan psikiatrik, namun
beberapa orang bersedia untuk menerima terapi apabila pengobatan diberikan dalam suasana
medis dan berfokus untuk mengurangi stress dan edukasi untuk menghadapi penyakit kronis.
Beberapa psikoterapi seringkali bermanfaat bagi pasien seperti ini, terutama karena adanya
dukungan sosial dan interaksi sosial yang mampu mengurangi kecemasan. Psikoterapi bentuk
lainnya, misalnya yang berorientasi pada pandangan per individu, terapi tingkah laku, terapi
kognitif, dan hipnotis dapat membantu.[2,7]
Obat antidepresan, terutama tipe SSRI, dianjurkan oleh beberapa orang ahli untuk
semua pasien seperti ini, terutama jika sebagian besar gejala hipokondrial dalam populasi
umum disebabkan oleh depresi. Terapi antidepresan tentu saja merupakan pilihan terapi lini
kedua jika terapi perilaku-kognitif gagal atau jika terdapat penyakit penyerta yang bermakna
atau gejala-gejala yang berat.[1,2]
VII.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1
2
3
4
2011
Maslim, Rusdi, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-