LANDASAN TEORI
2.1 lini Produksi
Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi
diatur secara berturut-turut dan material bergerak secara kontinu melalui operasi
yang terangkai seimbang
menurut karakteristiknya proses produksinya.lini produksi dibagi menjadi dua :
1. Lini fabriksai, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah
operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda
kerja.
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang tediri dari sejumlah
operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan
digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi
yang baik Sebagai berikut :
1. jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur
susunan dan tempat kerja.
2. aliran benda kerja (material),mencakup gerakan dari benda kerja yang
kontinyu.alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan dengan
jumlah spesifik.
3. pembagian tugas terbagi secara merata yang di sesuaikan dengan keahlian
masing-masing pekerjaan sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih
efisiensi.
4. pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat
yang sama di seluruh lintasan produksi.
5. operasti unit
6. gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dan bersifat tetap dari
lintasan dan bersifat tetap
7. proses memerlukan waktu yang minimum
Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelintasan lintasan
produksi antara lain :
line untuk memberikan Fairy consistent flow of work melalui assembly line itu
pada tingkat yang direncanakan. Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan
yang menempatkan fabricated parts secara bersama pada serangkaian work
stations yang digunakan dalam lingkungan repetitive manufactruring atau dengan
pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugastugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Sedangkan idle time adalah waktu
dimana operator/sumber-sumber daya seperti mesin,tidak menghasilkan produk
karena
setup,
perawatan
(maintenance),
kekurangan
material,
kurangan
Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masingmasing stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan
waktu yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus.
Waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka
waktu yang diperbolehkan untuk melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan
oleh kecepatan assembly line sehingga seluruh sehingga seluruh work center atau
staiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur (float time)
terjadi jika dari stasiun pekerjaan yag ditugaskan padanya membutuhkan waktu
yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing bertujuan juga
untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi pengerjaan pada
workcenter berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga keseimbangan
yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan
waktu menganggur.
Line Balancing juga merupakan metode memecahkan masalah penentuan
jumlah orang dan/atau mesin beserta tugas-tugas yang diberikan dalam suatu
lintasan produksi. Definisi lain dari line balancing yaitu sekelompok orang atau
mesin yang melakukan tugas-tugs sekuensial dalam merakit suatu produk yang
diberikan kepada masing-masing sumber daya secara seimbang dalam setiap
lintasan produksi,sehingga dicapai efisiensi kerja. Fungsi dari line balancing
adalah membuat suatu lintasan yang seimbang. Tujuan pokok dari penyeimbangan
lintasan adalah memaksimalkan kecepatan disetiap stasiun kerja,sehingga dicapai
efisiensi kerja yang tinggi di setiap stasiun kerja tersebut.
yang digunakan dalam proses kerja.Data yang diperlukan informasi tentang waktu
yang dibutuhkan untuk setiap assembly line dan precedence relationship. Di
antara aktivita-aktivitas yang merupakan susunan dan urutan dari berbagai tugas
yang perlu dilakukan,manajemen industri perlu menetapkan tingkat produksi per
hariyang di sesuaikan dengan tingkat permintaan total,kemudian membaginya ke
dalam waktu produktif yang tersedia per hari.Hasil ini adalah cycle time yang
merupakan waktu dari produk yang tersedia pada setiap stasiun kerja (work
station).
2.2.2 Tujuan Line Balancing
Tujuan Line Balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang
lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atau fasilitas,tenaga kerja
dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station,dimana
setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk di kelompokan sedemikian rupa
dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh
keseimbangan waktu kerja yang baik.permulaan munculnya persoalan line
balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya
work in process pada beberapa work station.
Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap
stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan lintasan maka dapat
mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja dimana diantara
stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang
tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut production line balancing,
assembly line balancing, atau hanya line balancing
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan
lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time)
dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay),
sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:
1. menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station
sehingga setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan
diinginkan dalam batas toleransi dari waktu (batas waktu yang yang
diijinkan).
7. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja atau mesin.
8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stasion) yang
dibutuhkan
untuk memproduksi output yang diinginkan.
9. Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
10. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaiki proses terus menerus
(continous process improvement).
2.2.3.1 Precedence Constraint
Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa
alternatif. Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul, yaitu:
1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses
pengerjaan, jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk
dilaksanakan pertama kali dan disini dibutuhkan prosedur penyeleksian
untuk untuk menentukan prioritas.
2. Apabila suatu komponen telah dipilih untuk disassembling maka urutan
untuk merakit komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan
precedence untuk pengerjaan komponen-komponen.
Ada beberapa cara untuk menggambarkan kondisi precedence untuk
menggambarkan kondisi ini secara efektif yaitu dengan menggunakan diagram
precedence. Maksud dari diagram ini adalah untuk menggambarkan situasi
lintasan yang nyata dalam bentuk diagram.
Precedence diagram dapat disusun menggunakan dua simbol dasar, antara
lain:
1. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen
terkandung di dalamnya. Elemen akan diberi nomor atau huruf berurutan
untuk menyatakan identifikasi.
2
b
atau
11
balancing
biasanya
dilakukan
untuk
meminimumkan
12
Ada beberapa istilah yang lazim digunakan dalam line balancing. Berikut
adalah istilah-istilah yang dimaksud (Baroto,2002):
1. Precedence diagram
Precedence diagram digunakan sebelum melangkah pada penyelesaian
menggunakan metode keseimbangan lintasan. Precedence diagram sebenarnya
merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan
pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolandan
perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya, adapun tanda yang dipakai dalam
precedence diagram adalah sebagai berikut:
1. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk
mempermudah
identifikasi asli dari suatu proses operasi.
2. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses
operasi. Hal ini operasi
2. Assemble Product
Assemble Product adalah produk yang melewati urutan workstation
dimana, setiap work station memberkan proses tertentuhingga selesai menjadi
produk akhir pada perakitan akhir.
3. Waktu operasi
Waktu operasi adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.
4. Cycle time
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu
stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu
siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi.
Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi
tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang
merupakan penyebab terjadinya bottleneck kemacetan dan waktu siklus juga
13
harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah
produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagi berikut
ti max CT
P
Q
Keterangan :
5. Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun kerja
(Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun kerja dapat
dirumuskan sebagai berikut:
efisiensi stasiun kerja=
Wi
x 100
Ws
6. Line efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan
siklus dikalikan jumlah stasiun kerja atau jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi
jumlah stasiun kerja. Line efficiency dapat dirumuskan sebagai berikut:
STi
=
i =1
( K ) (CT )
x 100
Keterangan:
7. Work Station merupakan tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan
dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja
yang efisien dapat ditetapkan dengan rumus:
n
ti
K min= i=1
C
Keterangan:
SI=
(STimaxSTi)2
i=1
T
CT
Keterangan :
10.Work element
Work element atau elemen kerja merupakan bagian dari seluruh proses
perakitan yang dilakukan.
11.Balance delay
Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensinan
lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan
karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja.
Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan:
15
( n x C ) ti
D=
i=1
(n x C)
x 100
keterangan:
n : jumlah stasiun kerja
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
ti : jumlah waktu operasi dari semua operasi
ti
: waktu operasi
16
Metode ini biasanya lebih dikenal dengan ranked positional weight system
(RPW). Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks
precedence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang
diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu
pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen tersebut.
: Waktu siklus
: Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan elemen k dimana
k = 1,2,3,...,k.
Sk(Pk) : Subset dari semua elemen kerja yang harus mendahului atau sebelum
k
: Subset dari semua elemen kerja yang ditugasi pada stasiun
I,I = 1,2,...,M
M
: Batas atas dari jumlah stasiun
Xki : 1, Jika elemen kerja ditugaskan pada stasiun I; 0, Jika lainnya
Jumlah stasiun yang dibutuhkan untuk melengkapi semua predecessor dan
Wi
Ek = 1, untuk tk +
0, k 1,2,..., k
dan
t
t
Sk
0, k 1,2,..., k
j pk
untuk lainnya.
j
Lk = M, untuk tk+
dan
untuk lainnya.
Notasi diatas yang pertama menyatakan integer yang paling kecil a. Definisi
I(M) dari Ek(Lk) dibutuhkan jika simbol dummy dipakai dalam diagram
precedence untuk permulaan atau akhir pekerjaan. Untuk perhitungan selanjutnya,
dibutuhkan batasan-batasan, antara lain:
a. Occurence Constrain
Kendala ini membatasi bahwa penugasan dari masing-masing elemen
kerja k hanya pada suatu stasiun dan ditulis sebagai berikut.
18
Lk
Xk 1, k 1,2,..., k
i Ek
b. Precedence Constrain
Untuk masing-masing hubungan precedence dimana mendahului dengan
tepat elemen b (a < b), dibuthkan precedence constrain dengan simulasi
sebagai berikut.
a
ix X
i Ea
jEb jx X bj
b
ai
dimana a < b
dengan i = 1,2,...,M
19
Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan waktu
nganggur (idle) secara merata (sama) untuk tiap-tiap stasiun melalui mekanisme
jual dan transfer elemen antar stasiun. Langkah-langkah pada step dua ini adalah
sebagai berikut.
1
Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari
2
3
4
Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL
dan ulangi langkah satu hingga enam.
2.2.5.2 Pendekatan Heuristik
1
metode
ini
diagram
precedence
dengan
elemen-elemennya
20
3. Task-task
kemudian
diatur
kedalam
suatu
daftar
berdasarkan
Gambar 2.4. Diagram Precedence untuk Contoh Kasus Metode Killbridge Wester
2
21
rata produksi diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya dalam
lintasan perakitan.
Keterkaitan dan kekompleksitasan berdasarkan masalah line balancing
diselesaikan dengan metode riset operasi. Ketika perakitan dirancang pada garis
lurus, umumnya berhubungan dengan traditional line balancing problem (TLBP).
Jika waktu proses untuk tiap tugas diasumsikan tetap, kita akan memperoleh visi
deterministic traditional line balancing problem (DTLBP). Ketika seminar
DTLBP oleh Ssalveson (1995), ada sejumlah artikel yang membahas mengenai
masalah ini. Artikel tersebut dapat dikategorikan dengan menggunakan prosedur
solusi untuk menyelesaikan masalah, termasuk program integer, program dinamik
dan pendekatan heuristik. Kilbridge dan Wester (1986) dan Ignal (1965)
menyediakan pengulangan yang terbaik untuk pendekatan ini. Dua puluh tahun
kemudian Talbot (1986) mengulangi secara khusus penggunaan pendekatan
heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini. Konsesus umum
terlihat dari sudut praktis, versi dari masalah ini telah terselesaikan jika waktu
proses dari masing-masing tugas diketahui dalam bentuk variabel, masalah ini
biasanya berhubungan dengan stochastic line balancing problem (SLBP). Versi
dari masalah line balancing sangat kompleks, prosedur pemecahan dikembangkan
untuk masalah ini bergantung kepada probabilitas distribusi normal yang
digunakan mewakili waktu proses acak algoritma. Algoritma yang dibuat oleh
Kao (1976) dilanjutkan dengan program dinamik dari Held (1963) diikuti proses
variabel waktu Carrwoy (1989) membuat dua algoritma yang dilanjutkan oleh
formula Held. Peningkatan tekanan kompetitif dihasilkan dalam pengingatan
ulang perakitan arsitektur pada beberapa level. Perakitan tradisional tidak
fleksibel dan biasanya dibuat untuk perakitan dalam jumlah besar dan keragaman
yang rendah. Bagaimanapun dengan peningkatan permintaan untuk ragam yang
tinggi, produk berjumlah tinggi seperti automobile, dan pemakaian elektronik
baru-baru ini diperlukan untuk dibuat lebih fleksibel sesuai permintaan konsumen.
Selanjutnya keberhasilan dari sistem seperti just in time dan didesain untuk
meminimalkan bahan mentah dan kerja dalam proses inventori, umunya
bergantung pada fleksibilitas penetapan perakitan.
22
Algoritma Genetik
Algoritma genetik ditemukan oleh John Holland. Saat ini algoritma genetik
mulai banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi.Algoritma
benetik merupakan metode optimisasi yang tidak berdasarkan matematika,
melainkan berdasarkan fenomena alam yang dalam penelusurannya mencari
titik optimal berdasarkan pada ide yang ada pada genetik, yaitu ilmu yang
membahas tentang sifat keturunan.
23
ini adalah didapatkan lebih banyak operasi seri yang digabungkan ke dalam satu
stasiun kerja.
2.2.6 Pola Aliran Bahan
Dalam perencanaan tata letak fasilitas, dikenal 5 jenis pola aliran bahan, yaitu:
1
mengakhiri proses pada tempat yang rel atif sama dengan awal proses. Pola aliran
bentuk U ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.
tempat waktu memulai proses. Pola aliran melingkar ini dapat dilihat pada
Gambar 2.9.
25
dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan sehingga jika pengukuran
dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, kita dapat memilih yang
terbaik dari segi waktu yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian yang
tersingkat. Adapun beberapa istilah di dalam metode pengukuran waktu, yaitu:
1
Waktu Siklus
Waktu Siklus merupakan data waktu sesungguhnya yang terukur oleh
pengamat yang diawali dan diakhiri oleh suatu elemen operasi yang sama.
Pengukuran waktu siklus haruslah mencakup seluruh elemen operasi
(gerakan) yang mungkin muncul pada saat pekerjaan dilakukan.
26
mungkin dengan membagi tugas dalam stasiun kerja. Dalam hal ini terkait dengan
penelitian yang akan saya kerjakan tentang Analisa Perbandingan Metode Ranked
Positional Weight (RPW),metode Killbridge Wester dan metode largest Candidate
Rulest pada permaslahan keseimbangan lintasan pada produk K25-6101 di
PT.Banshu Electric Indonesia. untuk perhitungannya dari berbagai metode yang
ada pada penelitian ini hanya digunakan tiga metode, yaitu metode Ranked
27
28