Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 lini Produksi
Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi
diatur secara berturut-turut dan material bergerak secara kontinu melalui operasi
yang terangkai seimbang
menurut karakteristiknya proses produksinya.lini produksi dibagi menjadi dua :
1. Lini fabriksai, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah
operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda
kerja.
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang tediri dari sejumlah
operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan
digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi
yang baik Sebagai berikut :
1. jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur
susunan dan tempat kerja.
2. aliran benda kerja (material),mencakup gerakan dari benda kerja yang
kontinyu.alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan dengan
jumlah spesifik.
3. pembagian tugas terbagi secara merata yang di sesuaikan dengan keahlian
masing-masing pekerjaan sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih
efisiensi.
4. pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat
yang sama di seluruh lintasan produksi.
5. operasti unit
6. gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dan bersifat tetap dari
lintasan dan bersifat tetap
7. proses memerlukan waktu yang minimum
Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelintasan lintasan
produksi antara lain :

1. pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang


terdapat di dalam suatu lintasan produksi fabrkasi atau lintasan perakitan
yang bersifat manual
2. pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepatan yang
seregam,alirannya tergantung pada waktu operasi
3. arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran
dan mencegah waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja
4. produksi yang kontinyu guna menghindari adanya penumpukan benda
kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan
produksi secara kontinyu.
Keseimbangan lintasan,proses penyusunannya bersifat teoritis,dalam pabrik
persyaratan di atas mutlak untuk dijadikan dasar pertimbangan.
2.2 Line Balancing (Keseimbangan Lintasan)
2.2.1 Definisi Line Balancing
Line Balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke
dalam Stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan berhubungan dalam suatu
lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak
melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut.
Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan)
yang dipergunakan dalam pembuatan produk. Line balancing biasanya terdiri dari
sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang
atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan
bermacam-macam alat.
Gasperz (2000),Line Balancing merupakan penyeimbangan penugasan
elemen-elemen tugas dari suatu

assembly line ke work stations untuk

meminimumkan banyaknya work stations dan meminimumkan banyaknya harga


idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu,yang dalam
penyeimbangan tugas ini,kebutuhan waktu per unit produk yang di spesifikasikan
untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan.
Selain itu dapat pula dikatakan bahwa Line Balancing sebagai suatu
teknik untuk menentukan produk mix yang dapat dijalankan oleh suatu assembly

line untuk memberikan Fairy consistent flow of work melalui assembly line itu
pada tingkat yang direncanakan. Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan
yang menempatkan fabricated parts secara bersama pada serangkaian work
stations yang digunakan dalam lingkungan repetitive manufactruring atau dengan
pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugastugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Sedangkan idle time adalah waktu
dimana operator/sumber-sumber daya seperti mesin,tidak menghasilkan produk
karena

setup,

perawatan

(maintenance),

kekurangan

material,

kurangan

perawatan,atau tidak dijadwalkan.


Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap
stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan lintasan maka dapat
mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja dimana diantara
stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang
tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut production line balancing,
assembly line balancing, atau hanya line balancing.
Penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai pada proses perakitan pun
harus dilakukan. Demikian juga di dalam membeli dan merancang mesin-mesin
yang memiliki kapasitas yang diperlukan. Selain itu penyeimbangan mesinmesinyang dipakai baik itu dalam penggunaan dua mesin untuk mendapatkan
kapasitas yang dibutuhkan maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu
cepat atau menghidupkan atau mematikan mesin secara terputus-putus perlu
dilakukan. Selain itu penyeimbangan mesin-mesin yang dipakai baik itu dalam
penggunaan dua mesin untuk mendapatkan kapasitas yang yang dibutuhkan
maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat atau menghidupkan atau
mematikan mesin secara terputus-putus, dan lain-lain perlu dilakukan.
Area kerja atau stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator
dengan berbagai alat akan mengerjakan elemen kerja ketika unit produk melewati
stasiun kerjanya. Jadi dalam proses pengerjaan suatu produk, hampir semua
stasiun kerja terlibat dan item yang mengalami pengerjaan akan bertambah
lengkap pada setiap stasiun yang dilaluinya.

Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masingmasing stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan
waktu yang tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus.
Waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka
waktu yang diperbolehkan untuk melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan
oleh kecepatan assembly line sehingga seluruh sehingga seluruh work center atau
staiun kerja berbagi waktu siklus yang sama. Waktu menganggur (float time)
terjadi jika dari stasiun pekerjaan yag ditugaskan padanya membutuhkan waktu
yang sedikit daripada waktu siklus yang telah diberikan. Maka selain untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line balancing bertujuan juga
untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi pengerjaan pada
workcenter berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga keseimbangan
yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak menimbulkan
waktu menganggur.
Line Balancing juga merupakan metode memecahkan masalah penentuan
jumlah orang dan/atau mesin beserta tugas-tugas yang diberikan dalam suatu
lintasan produksi. Definisi lain dari line balancing yaitu sekelompok orang atau
mesin yang melakukan tugas-tugs sekuensial dalam merakit suatu produk yang
diberikan kepada masing-masing sumber daya secara seimbang dalam setiap
lintasan produksi,sehingga dicapai efisiensi kerja. Fungsi dari line balancing
adalah membuat suatu lintasan yang seimbang. Tujuan pokok dari penyeimbangan
lintasan adalah memaksimalkan kecepatan disetiap stasiun kerja,sehingga dicapai
efisiensi kerja yang tinggi di setiap stasiun kerja tersebut.

Gambar 2.1 contoh line balancing


Manajemen industri dalam menyelesaikan masalah line balancing harus
mengetahui tentang metode kerja,peralatan-peralatan,mesin-mesin,dan personil
8

yang digunakan dalam proses kerja.Data yang diperlukan informasi tentang waktu
yang dibutuhkan untuk setiap assembly line dan precedence relationship. Di
antara aktivita-aktivitas yang merupakan susunan dan urutan dari berbagai tugas
yang perlu dilakukan,manajemen industri perlu menetapkan tingkat produksi per
hariyang di sesuaikan dengan tingkat permintaan total,kemudian membaginya ke
dalam waktu produktif yang tersedia per hari.Hasil ini adalah cycle time yang
merupakan waktu dari produk yang tersedia pada setiap stasiun kerja (work
station).
2.2.2 Tujuan Line Balancing
Tujuan Line Balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang
lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atau fasilitas,tenaga kerja
dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station,dimana
setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk di kelompokan sedemikian rupa
dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh
keseimbangan waktu kerja yang baik.permulaan munculnya persoalan line
balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya
work in process pada beberapa work station.
Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap
stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan lintasan maka dapat
mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja dimana diantara
stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang
tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut production line balancing,
assembly line balancing, atau hanya line balancing
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan
lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time)
dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay),
sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:
1. menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station
sehingga setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan

mencegah terjadinya battle neck.battleneck adalah suatu operasi yang


membatasi output dan frekuensi produksi.
2. menjaga agar lintasan perakitan tetap lancar.
3. meningkatkan efisiensi atau produktivitas.
4. Untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka
memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan
melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station.
5. Untuk minimasi jumlah tenaga kerja
6. Untuk minimasi jumlah waktu menganggur di setiap stasiun kerja
2.2.3 pemecahan masalah
Dua permasalahan penting dalam penyeimbangan lini,yaitu penyeimbangan
antara stasiun kerja (work station) dan menjaga kelangsungan produksi di dalam
lini perakitan.adapun tanda-tanda ketidakseimbangan pada suatu lintasan
produksi,yaitu :
1. stasiun kerja yang sibuk dan waktu menganggur yang mencolok.
2. adanya produk setengah jadi pada beberapa stasiun kerja.
Masalah line balancing telah memberikan perhatian yang cukup besar
mungkun melebihi assembly line yang lazim. Beberapa teknik menghasilkan
solusi yang tepat untuk asumsi-asumsi yang telah diberikan. Teknik lain dirancang
untuk menghasilkan perkiraan solusi berdasarkan pertimbangan yang praktis.
Perhatian utama adalah tidak harus memperoleh kesimbangan yang sempurna
tetapi untuk memperoleh tata letak dan aliran yang optimal sehubungan dengan
operasi produksi lainnya. Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun kerja
dibatasi oleh dua kendala utama yaitu precedence constrain dan zoning constrain.
Terdapat 10 langkah pemechan masalah line balancing,kesepuluh langkah
pemecahan masalah line balancing adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan dilakukan.
2. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas itu.
3. Menetapkan precedence constraints, jika ada yang berkaitan dengan setiap
tugas itu.
4. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.
5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output.
6. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya: waktu diantara
penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk menyelesaikan output yang
10

diinginkan dalam batas toleransi dari waktu (batas waktu yang yang
diijinkan).
7. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja atau mesin.
8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stasion) yang
dibutuhkan
untuk memproduksi output yang diinginkan.
9. Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
10. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaiki proses terus menerus
(continous process improvement).
2.2.3.1 Precedence Constraint
Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa
alternatif. Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul, yaitu:
1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses
pengerjaan, jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk
dilaksanakan pertama kali dan disini dibutuhkan prosedur penyeleksian
untuk untuk menentukan prioritas.
2. Apabila suatu komponen telah dipilih untuk disassembling maka urutan
untuk merakit komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan
precedence untuk pengerjaan komponen-komponen.
Ada beberapa cara untuk menggambarkan kondisi precedence untuk
menggambarkan kondisi ini secara efektif yaitu dengan menggunakan diagram
precedence. Maksud dari diagram ini adalah untuk menggambarkan situasi
lintasan yang nyata dalam bentuk diagram.
Precedence diagram dapat disusun menggunakan dua simbol dasar, antara
lain:
1. Elemen simbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen
terkandung di dalamnya. Elemen akan diberi nomor atau huruf berurutan
untuk menyatakan identifikasi.
2

b
atau

Gambar 2.2.3.1. Elemen Simbol

11

2. Hubungan antar simbol biasanya menggunakan anak panah untuk


menyatakan hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen
lainnya. Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada
ekor panah harus mendahului elemen pada kepala panah.
1

Gambar 2.2.3.2 Hubungan Antar Simbol


2.2.3.2 Zoning Constraint
Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja
pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau
mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning
constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pada stasiun
kerja yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2
sebab bisa menyebabkan percikan atau konseling api maka tidak dapat disatukan
walaupun dari segi makna dapat disatukan. Sebaliknya zoning constraint yang
positif menghendaki pengelompokan elemen-elemen kerja pada 1 stasiun yang
sama dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang sama dan peralatan itu
mahal.
Line

balancing

biasanya

dilakukan

untuk

meminimumkan

ketidakseimbangan diantara mesin-mesin atau personel agar memenuhi output


yang diinginkan dari assembly line itu.Menyelesaikan masalah line balancing,
manajemen industri harus dapat mengetahui tentang metode kerja,peralatanperalatan,mesin-mesin,dan personel yang digunakan dalam proses kerja.
Selain itu, diperlukan informasi tentang waktu yang dibutuhkan untuk
setiap assembly line dan precedence relationship diantara aktivitas-aktivitas yang
merupakan susunan dan urutan dari berbagai tugas yang perlu dilakukan
(Gaspersz, 2004).
2.2.4 Istilah-Istilah Line Balancing

12

Ada beberapa istilah yang lazim digunakan dalam line balancing. Berikut
adalah istilah-istilah yang dimaksud (Baroto,2002):
1. Precedence diagram
Precedence diagram digunakan sebelum melangkah pada penyelesaian
menggunakan metode keseimbangan lintasan. Precedence diagram sebenarnya
merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan
pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolandan
perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya, adapun tanda yang dipakai dalam
precedence diagram adalah sebagai berikut:
1. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk
mempermudah
identifikasi asli dari suatu proses operasi.
2. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses
operasi. Hal ini operasi

yang ada di pangkal panah berarti

mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah.


3. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang
diperlukan untuk menyelesaikan setiap proses operasi.

2. Assemble Product
Assemble Product adalah produk yang melewati urutan workstation
dimana, setiap work station memberkan proses tertentuhingga selesai menjadi
produk akhir pada perakitan akhir.
3. Waktu operasi
Waktu operasi adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.
4. Cycle time
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu
stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu
siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi.
Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi
tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang
merupakan penyebab terjadinya bottleneck kemacetan dan waktu siklus juga

13

harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah
produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagi berikut
ti max CT

P
Q

Keterangan :

ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan


CT

: waktu siklus (cycle time)

: jam kerja efektif per hari

: jumlah produksi per hari

5. Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun kerja
(Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun kerja dapat
dirumuskan sebagai berikut:
efisiensi stasiun kerja=

Wi
x 100
Ws

6. Line efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan
siklus dikalikan jumlah stasiun kerja atau jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi
jumlah stasiun kerja. Line efficiency dapat dirumuskan sebagai berikut:

STi
=

i =1

( K ) (CT )

x 100

Keterangan:

STi: waktu stasiun dari stasiun ke-1


K: jumlah(banyaknya) stasiun kerja
CT: waktu siklus

7. Work Station merupakan tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan
dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja
yang efisien dapat ditetapkan dengan rumus:
n

ti

K min= i=1
C
Keterangan:

ti = Waktu operasi (elemen).


14

C = Waktu siklus stasiun kerja.


Kmin = Jumlah stasiun kerja minimal.
8. Smoothes index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif
dari penyeimbangan lini perakitan tertentu.

SI=

(STimaxSTi)2

i=1

Keterangan : St max : maksimum waktu di stasiun


Sti

: waktu stasiun di stasiun kerja ke-i

9.Output production (Q)


Output production adalah jumlah waktu efektif yang tersedia dalam suatu periode
dibagi dengan cycle time
Q=

T
CT

Keterangan :

: jam kerja efektif penyelesaiaan produk

: waktu siklus terbesar

10.Work element
Work element atau elemen kerja merupakan bagian dari seluruh proses
perakitan yang dilakukan.

11.Balance delay
Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensinan
lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan
karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja.
Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan:

15

( n x C ) ti
D=

i=1

(n x C)

x 100

keterangan:
n : jumlah stasiun kerja
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
ti : jumlah waktu operasi dari semua operasi
ti

: waktu operasi

: balance delay (%)

2.2.5 Metode-Metode line balancing


Untuk penyeimbangan lintasan perakitan, terdapat beberapa teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Secara garis besar, metode
ini dibagi dalam dua bagian, yaitu:
1 Pendekatan Heuristik
2 Pendekatan Analitis
Pada awalnya, teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan
matematis/ analitis yang akan memberikan solusi optimal, tapi lambat laun
akhirnya para ahli yang meneliti bidang ini mulai menyadari bahwa pendekatan
secara matematis tidak ekonomis.
Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik.
Metode ini didasarkan pada pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan
heuristik menyatakan pendekatan trial and error dan teknik ini memberikan hasil
yang secara matematis belum optimal tetapi cukup mudah untuk memakainya.
Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah dimengerti
dan mudah diterapkan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap, berikut
ini diberikan beberapa model analitis dan model heuristik untukpenyeimbangan
lintasan perakitan
2.2.5.1 Pendekatan Analitis
Penyeimbangan lintasan dengan pendekatan analitis, terbagi atas:
1.Ranked Positional Weight atau Hegelson and Birine

16

Metode ini biasanya lebih dikenal dengan ranked positional weight system
(RPW). Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks
precedence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang
diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu
pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen tersebut.

Gambar 2.3. Diagram Precedence untuk Menerangkan Metode RPW


Hubungan precedence juga dapat dibuat dalam bentuk matriks dimana setiap
hubungan bernilai -1,0,1. Hubungan precedence yang bernilai +1 jika elemen
yang hendak dihubungkan tersebut dikerjakan sebelum elemen yang mau
dihubungkan dengannya, bernilai -1 jika sebaliknya dan 0 jika tidak ada
hubungan.
Langkah-langkah dalam Metode ini adalah sebagai berikut:
1. Buat precedence diagram untuk setiap proses
2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan
dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai
operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya
3. Membuat ranking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di
langkah 2. Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakan pada
ranking pertama
4. Tentukan waktu siklus (CT)
5. Pilih elemen operasi dengan bobot tertinggi,alokasikan ke suatu stasiun
kerja,jika masih layak (waktu stasiun < CT),alokasikan operasi dengan
bobot tertinggi berikutnya,namun lokasi ini tidak boleh membuat waktu
stasiun>CT
6. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT,maka sisa
waktu ini
17

(CT-ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan bobot paling


besar dan penambahannya tidak membuat ST < CT
7. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST<CT sudah
tidak ada,kembali ke langkah 5.
2. Metode 0-1 (Zero-One)
Kita dapat melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan
Albracht untuk memberikan bentuk matematis yang tepat bagi masalh
penyeimbangan lintasan perakitan. Dalam metode ini, kita dapat menggunakan
notasi:
C
tk

: Waktu siklus
: Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan elemen k dimana
k = 1,2,3,...,k.
Sk(Pk) : Subset dari semua elemen kerja yang harus mendahului atau sebelum
k
: Subset dari semua elemen kerja yang ditugasi pada stasiun
I,I = 1,2,...,M
M
: Batas atas dari jumlah stasiun
Xki : 1, Jika elemen kerja ditugaskan pada stasiun I; 0, Jika lainnya
Jumlah stasiun yang dibutuhkan untuk melengkapi semua predecessor dan
Wi

successor dari setiap tugas diberikan oleh formulasi sebagai berikut.


t k t j
j pk

Ek = 1, untuk tk +

0, k 1,2,..., k
dan

t
t

Sk

0, k 1,2,..., k

j pk

untuk lainnya.
j

Lk = M, untuk tk+
dan
untuk lainnya.
Notasi diatas yang pertama menyatakan integer yang paling kecil a. Definisi
I(M) dari Ek(Lk) dibutuhkan jika simbol dummy dipakai dalam diagram
precedence untuk permulaan atau akhir pekerjaan. Untuk perhitungan selanjutnya,
dibutuhkan batasan-batasan, antara lain:
a. Occurence Constrain
Kendala ini membatasi bahwa penugasan dari masing-masing elemen
kerja k hanya pada suatu stasiun dan ditulis sebagai berikut.

18

Lk

Xk 1, k 1,2,..., k

i Ek

b. Precedence Constrain
Untuk masing-masing hubungan precedence dimana mendahului dengan
tepat elemen b (a < b), dibuthkan precedence constrain dengan simulasi
sebagai berikut.
a

ix X

i Ea

jEb jx X bj
b

ai

dimana a < b

c. Batasan Waktu Siklus


Jumlah waktu pengerjaan elemen kerja dalam satu stasiun harus lebih kecil
atau sama dengan waktu siklus C.
t k X ki C
i W i

dengan i = 1,2,...,M

3.Metode Largest Candidate Rulest atau Moodie Young


Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu
adalah membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan
antar-task, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua, dilakukan
revisi pada hasil fase satu.
Fase satu: Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang
berurutan dalam lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate.
Aturan largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk
tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk
ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar
ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan, ketersediaan
elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai waktu untuk penugasan
selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P menunjukkan pengerjaan pendahulu
masing-masing elemen dan matriks F pengerjaan pengikut untuk tiap elemen
untuk tiap prosedur penugasan.

19

Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan waktu
nganggur (idle) secara merata (sama) untuk tiap-tiap stasiun melalui mekanisme
jual dan transfer elemen antar stasiun. Langkah-langkah pada step dua ini adalah
sebagai berikut.
1

Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari

2
3
4

penyeimbangan fase satu.


Tentungan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan (GOAL).
GOAL = (STmax STmin) / 2.
Menentukan elemen tunggal dalam STmax yang lebih kecil dari kedua

nilai GOAL dan yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu.


Menentukan semua penukaran yang mungkin dari ST max dengan elemen
tunggal dari STmin yang mereduksi STmax dan mendapatkan STmin akan

lebih kecil dari 2 x GOAL.


Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan

mutlak terkecil antara kandidat tersebut dengan GOAL.


Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun
terbesar dan terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada
pengerjaan berikut: N (stasiun ranking ke N memiliki jumlah waktu idle
terbesar), N-1, N-2, N-3, , 3, 2, 1.

Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL
dan ulangi langkah satu hingga enam.
2.2.5.2 Pendekatan Heuristik
1

Penyeimbangan lintasan dengan pendekatan heuristik terbagi atas:


Metode Kilbridge Wester (Region Approach)
Dalam

metode

ini

diagram

precedence

dengan

elemen-elemennya

dikelompokkan dalam sejumlah kelompok. Semua elemen yang tergabung dalam


sebuah kolom independent karenanya dapat permutasikan diantara mereka dalam
berbagai cara tanpa melanggar kaidah precedence. Elemen-elemen juga bisa
ditransferkan dari kolom satu ke kolom lain dikanannya tanpa mengubah
precedence dengan menjaga permutabilitas dalam kolom yang baru.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan salam metode ini, antara lain:
1. Buat precedence diagram
2. Task-task dalam precedence diagram diatur kedalam kolom-kolom

20

3. Task-task

kemudian

diatur

kedalam

suatu

daftar

berdasarkan

kolomnya,dimana task-task pada kolom pertama di daftar pertama


4. Jika suatu task dapat ditempatkan pada lebih dari 1 kolom,maka
daftarkanlah semua kolom untuk semua task trersebut
5. Task-task pada kolom yang sama diurutkan berdasarkan nilai Ti terbesar
seperti pada aturan largest candidate.hal ini akan membantu dalam
menugaskan task ke WS karena dapat memastiakan bahwa task terlama
akan dipilih lebih dulu,jadi meningkatkan kesempatan untuk membuat
jumlah Ti pada setiap WS mendekati batas waktu siklus/cycle time (CT)
yang diizinkan
6. Tentukan waktu siklus (CT)
7. Tugaskan task pada pekerja di WS 1 dengan memulai dari daftar paling
atas dan memilih task pertama yang memenuhi persyaratan presedens dan
tidak menyebabkan jumlah total Ti pada WS tersebut melebihi CT yang
diizinkan.ketika task sudah diupilih untuk ditugaskan pada WS,telusuri
kembali dari daftar paling atas untuk penugasan selanjutnya
8. Ketika tidak ada lagi task yang dapat ditugaskan tanpa melebihi
CT,lanjutkan ke WS berikutnya
9. Ulangi langkah 7 dan 8 untyuk semua WS sampai semua task telah
ditugaskan.

Gambar 2.4. Diagram Precedence untuk Contoh Kasus Metode Killbridge Wester
2

Metode Integer (berdasarkan formulasi masalah line balancing U)


Perakitan terdiri dari rangkaian stasiun kerja kumpulan dari tugas yang

dinyatakan berdasarkan rangkaian tugas-tugas. Masalah dalam pemilihan dan


pengelompokkan subjek pada rangkaian ini terdiri atas rangkaian stasiun kerja
yang diberikan berdasarkan langkah-langkah produksi atau pemaksimalan rata-

21

rata produksi diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya dalam
lintasan perakitan.
Keterkaitan dan kekompleksitasan berdasarkan masalah line balancing
diselesaikan dengan metode riset operasi. Ketika perakitan dirancang pada garis
lurus, umumnya berhubungan dengan traditional line balancing problem (TLBP).
Jika waktu proses untuk tiap tugas diasumsikan tetap, kita akan memperoleh visi
deterministic traditional line balancing problem (DTLBP). Ketika seminar
DTLBP oleh Ssalveson (1995), ada sejumlah artikel yang membahas mengenai
masalah ini. Artikel tersebut dapat dikategorikan dengan menggunakan prosedur
solusi untuk menyelesaikan masalah, termasuk program integer, program dinamik
dan pendekatan heuristik. Kilbridge dan Wester (1986) dan Ignal (1965)
menyediakan pengulangan yang terbaik untuk pendekatan ini. Dua puluh tahun
kemudian Talbot (1986) mengulangi secara khusus penggunaan pendekatan
heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini. Konsesus umum
terlihat dari sudut praktis, versi dari masalah ini telah terselesaikan jika waktu
proses dari masing-masing tugas diketahui dalam bentuk variabel, masalah ini
biasanya berhubungan dengan stochastic line balancing problem (SLBP). Versi
dari masalah line balancing sangat kompleks, prosedur pemecahan dikembangkan
untuk masalah ini bergantung kepada probabilitas distribusi normal yang
digunakan mewakili waktu proses acak algoritma. Algoritma yang dibuat oleh
Kao (1976) dilanjutkan dengan program dinamik dari Held (1963) diikuti proses
variabel waktu Carrwoy (1989) membuat dua algoritma yang dilanjutkan oleh
formula Held. Peningkatan tekanan kompetitif dihasilkan dalam pengingatan
ulang perakitan arsitektur pada beberapa level. Perakitan tradisional tidak
fleksibel dan biasanya dibuat untuk perakitan dalam jumlah besar dan keragaman
yang rendah. Bagaimanapun dengan peningkatan permintaan untuk ragam yang
tinggi, produk berjumlah tinggi seperti automobile, dan pemakaian elektronik
baru-baru ini diperlukan untuk dibuat lebih fleksibel sesuai permintaan konsumen.
Selanjutnya keberhasilan dari sistem seperti just in time dan didesain untuk
meminimalkan bahan mentah dan kerja dalam proses inventori, umunya
bergantung pada fleksibilitas penetapan perakitan.

22

U-line mempunyai keuntungan diatas konfigurasi garis lurus. Untuk lebih


cepat ada jarak penglihatan yang besar dari pengoperasian dan komunikasi
diantara operator dalam barisan, yang keduanya merupakan kunci untuk
meminimalkan jumlah dari kualitas dan pengawasan yang berhubungan dengan
kerusakan dalam lintasan.
3

Algoritma Genetik
Algoritma genetik ditemukan oleh John Holland. Saat ini algoritma genetik
mulai banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi.Algoritma
benetik merupakan metode optimisasi yang tidak berdasarkan matematika,
melainkan berdasarkan fenomena alam yang dalam penelusurannya mencari
titik optimal berdasarkan pada ide yang ada pada genetik, yaitu ilmu yang
membahas tentang sifat keturunan.

4.Large Candidate Rule


langkah-langkah penyeimbangan lini dengan menggunakan metode largest
candidate rule (LCR) ini adalah:
1. Mengurutkan semua elemen operasi dari yang memiliki waktu paling
besar hingga waktu yang paling kecil
2. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling
atas.elemen kerja dapat diganti atau dipindahkan ke stasiun kerja
berikutnya,apabila jumlah elemen kerja telah melebihi waktu siklus
3. Melanjutkan proses langkah kedua,hingga semua elemen kerja telah
berada dalam stasiun kerja dan memenuhi lebih kecil sama dengan waktu
siklus.
Dalam metode ini terdapat kelebihan serta kekurangan yang dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan penulis.kelebihan dalam penggunaan metode ini
adalah secara keseluruhan metode ini memiliki tingkat kemudahan yang lebih
tinggi daripada metode ranked positional weight (RPW), tetapi hasil yang
diperoleh masih harus saling dipertukarkan dengan cara trial and error untuk
mendapatkan penyusunan stasiun kerja yang lebih akurat.kelemahan dari metode

23

ini adalah didapatkan lebih banyak operasi seri yang digabungkan ke dalam satu
stasiun kerja.
2.2.6 Pola Aliran Bahan
Dalam perencanaan tata letak fasilitas, dikenal 5 jenis pola aliran bahan, yaitu:
1

Pola Garis Lurus (Straight Line)


Pola aliran ini dapat digunakan jika proses produksi relatif pendek, relatif

sederhana dan hanya mengandung sedikit komponen atau peralatan produksi


yang digunakan. Pola aliran garis lurus ini dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Pola Aliran Garis Lurus

Pola Zig-Zag (Serpenting)


Pola ini dapat diterapkan jika lintasan lebih panjang dari ruangan yang dapat

digunakan untuk ditempatinya, dan karenanya berbelok-belok dengan sendirinya


untuk memberikan lintasan aliran yang lebih panjang dalam bangunan yang luas,
bentuk, dan ukuran yang lebih ekonomis. Pola aliran zig-zag ini dapat dilihat pada
Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Pola Aliran Zig-Zag


24

Pola Aliaran U (U-Shaped)


Pola aliran ini dapat diterapkan jika produk diharapkan produk jadinya

mengakhiri proses pada tempat yang rel atif sama dengan awal proses. Pola aliran
bentuk U ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Pola Aliran U-Shaped

Pola Aliran Melingkar (Circulair)


Pola ini dapat diterapkan jika diharapkan barang atau produk kembali ke

tempat waktu memulai proses. Pola aliran melingkar ini dapat dilihat pada
Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Pola Aliran Melingkar


5

Pola Aliran Tak Tentu / Tak Beraturan


Pola aliran ini digunakan untuk memperpendek lintasan aliran antara kelompok
peralatan, stasiun kerja dan komponen lainnya.

25

2.2.7 Metode Pengukuran Waktu


Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian
pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.
Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah
waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlalu cepat atau
terlalu lambat.
Secara garis besar, metode pengukuran waktu terbagi ke dalam dua bagian,
yaitu:
1

Pengukuran secara langsung


Pengukuran yang dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang
bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk pengukuran langsung adalah
cara jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling).

Pengukuran secara tidak langsung


Pengukuran secara tidak langsung merupakan pengukuran waktu tanpa harus
berada ditempat kerja yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan
mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemenelemen gerakan. Yang termasuk pengukuran tidak langsung adalah data waktu
baku dan data waktu gerakan.
Dengan salah satu cara ini, waktu penyelesaian pekerjaan yang dikerjakan

dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan sehingga jika pengukuran
dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, kita dapat memilih yang
terbaik dari segi waktu yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian yang
tersingkat. Adapun beberapa istilah di dalam metode pengukuran waktu, yaitu:
1

Waktu Siklus
Waktu Siklus merupakan data waktu sesungguhnya yang terukur oleh
pengamat yang diawali dan diakhiri oleh suatu elemen operasi yang sama.
Pengukuran waktu siklus haruslah mencakup seluruh elemen operasi
(gerakan) yang mungkin muncul pada saat pekerjaan dilakukan.

26

Pengujian Kecukupan Data


Untuk memastikan data yang dikumpulkan adalah cukup secara objektif.

Pengujian Keseragaman Data


Ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang terkumpul berasal dari
suatu sistem yang sama.

Waktu Siklus Rata-rata (Ws)


Waktu diperoleh dari dengan cara menjumlahkan seluruh data waktu siklus,
kemudian dibagi dengan banyaknya data yang telah terkumpul.

Waktu Normal (Wn)


Dalam melakukan pekerjaannya, seorang operator dapat saja menunjukkan
kecepatan kerja yang tidak konsisten. Operator dapat bekerja secara
cenderung cepat, atau bahkan sebaliknya cenderung lambat. Data waktu yang
terukur dari cara kerja seperti ini, haruslah ditambah dengan rating factor
(Rf).
Rumus : Wn = Ws x Rf

Waktu Standar (Waktu Baku)


Disamping melakukan pekerjaan rutin, seorang operator mungkin saja hanya
melakukan aktivitas-aktivitas lain yang tidak berhubungan secara langsung
dengan pekerjaan. Aspek ini di koreksi dengan menambahkan suatu nilai
yang disebut dengan allowance (kelonggaran).
Rumus : Wb = Wn x (1 + allowance)
Waktu Baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja normal
untuk bekerja secara wajar dalam sistem kerja yang terbaik.
Line balancing ini digunakan untuk menekan waktu menganggur seminimal

mungkin dengan membagi tugas dalam stasiun kerja. Dalam hal ini terkait dengan
penelitian yang akan saya kerjakan tentang Analisa Perbandingan Metode Ranked
Positional Weight (RPW),metode Killbridge Wester dan metode largest Candidate
Rulest pada permaslahan keseimbangan lintasan pada produk K25-6101 di
PT.Banshu Electric Indonesia. untuk perhitungannya dari berbagai metode yang
ada pada penelitian ini hanya digunakan tiga metode, yaitu metode Ranked

27

Positional Weight (RPW) atau metode Higelson Birnie,metode Killbridge and


Wester dan Metode largest candidate rules.

28

Anda mungkin juga menyukai