Anda di halaman 1dari 1

Kontroversi Kondom, Lokalisasi, dan Jarum Suntik, dalam Penanggulangan AIDS

Kasus HIV/AIDS setiap tahuan semakin meningkat jumlahnya. Jumlah kasus HIV di Indonesia secara kumulatif dari
tahun 1987 hingga Maret 2012 sebesar 82.870 kasus dan AIDS sebesar 30.430 kasus. Kasus yang paling banyak pada usia
produktif 20-29 tahun. Perlu dilakukan upaya pencegahan yang komprehensif dalam penanggulangannya ada beberapa
isu yang dapat menimbulkan kontraversi di masyarakat terkait kebijakan penanggulangan AIDS yakni penggunaan
kondom, lokalisasi dan anjuran jarum suntik di lapas.
Kebijakan penggunaan kondom pada remaja baru-baru ini menjadi suatu isu yang kontroversial sehingga membutuhkan
penjelasan menteri kesehatan lebih lanjut. Kondom adalah suatu alat kontrasepsi sekaligus dapat dimanfaatkan untuk
mencegah penularan HIV lewat hubungan seksual. Kondom menjadi suatu isu yang kontroversial karena masih
dipandang melegalkan seks bebas. Mempromosikan kondom bagi sebagian orang dianggap menganjurkan remaja untuk
melakukan seks bebas.
Hal ini tentunya menjadi perdebatan dan ditentang berbagai tokoh agama dan pemerhati sosial budaya bahkan belakangan
menjadi perdebatan secara politis karena terkait kebijakan dan peraturan. Sebenarnya program pemanfaatan kondom
secara konsisten terbukti dapat menurunkan kasus HIV/AIDS seperti yang dilakukan di Thailand dengan program
kondom 100%.
Penularan HIV/AIDS di Indonesia lebih banyak melalui hubungan seksual. Untuk itulah ada anjuran untuk menggunakan
kondom. Selama ini penggunaan kondom dirasa masih kurang sedangkan beberapa anak muda sudah melakukan seks
bebas tanpa menyadari risiko yang akan ditimbulkannya. Maka kepada orang yang melakukan seks berisiko tersebut
sebaiknya menggunakan kondom. Hal ini bertujuan mengurangi penyebaran HIV/AIDS. Selain isu penggunaan kondom
juga ada isu untuk melakukan lokalisasi dalam penanggulangan AIDS.
Melakukan lokalisasi pada pekerja seks juga menjadi isu yang kontroversial. Masyarakat kita dengan budaya timur dan
berasaskan agama serta pancasila sebenarnya tidak ada yang mengakui keberadaan tempat lokalisasi. Pekerja seks juga
dilarang karena tidak sesuai norma agama, hukum dan sosial masyarakat Indonesia. Selanjutnya daerah mana yang
bersedia disebut sebagai daerah lokalisasi ? apalagi disebut sarang pekerja seks. Maka yang akan timbul adalah
perlawanan dari berbagai lapisan masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
Kebijakan lokalisasi sebenarnya bertujuan untuk mempermudah mengontrol keberadaan pekerja seks sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan kesehatan serta memberikan pelayanan kesehatan. Kalau mereka mobilitasnya tinggi sering
berpindah-pindah dan keberadaanya sulit di deteksi justru akan mempersulit untuk melakukan pengawasan serta
pemeriksaan terhadap kondisi kesehatannya. Hal ini justru mempercepat penyebaran HIV/AIDS oleh sebab itulah ada
usulan untuk melakukan lokalisasi terhadap pekerja seks.
Program pemberian jarum suntik pada warga binaan di lembaga pemasyarakatan sampai saat ini menjadi isu yang
kontroversial. Di lembaga pemasyarakatan dilarang ada peredaran narkoba dengan demikian maka tidak perlu ada
penggunaan jarum suntik untuk injeksi narkotika sehingga program pemberian jarum suntik steril pada napi dianggap
tidak perlu. Bahkan beberapa menganggap memberikan jarum suntik terkesan menganjurkan penggunaan narkotika di
lembaga pemasyarakatan. Faktanya banyak warga binaan pemasyarakatan yang tertangkap menggunakan narkotika dan
psikotropika. Hal ini menunjukkan bahwa ada peredaran narkoba di lapas.
Penggunaan narkotika secara bersama-sama tanpa jarum suntik steril dapat mempercepat penyebaran virus HIV. Hal
itulah yang menyebabkan perlunya pembagian jarum suntik steril kepada warga binaan di lapas. Hal ini mengingatkan
kita kepada tokoh politik untuk berhati-hati dalam mengeluarkan isu politis terkait dengan kebijakan kesehatan terutam
isu kontroversial karena akan berdampak politis. Upaya penanggulangan HIV/AIDS memang diperlukan program yang
komprehensif namun demikian bukan berarti kita membuat keresahan di masyarakat.
Program pencegahan HIV/AIDS memerlukan kesadaraan semua pihak untuk bersama-sama melihat permasalahan dari
perspektif kesehatan masyarakat.
Sudut pandang kesehatan masyarakat
Prostitusi sebenarnya hampir di setiap negara melarang baik secara hukum maupun agama. Namun kenyataanya masih
tetap ada dan berkembang di masyarakat walaupun beberapa yang terselubung. Sekarang ini kondisinya semakin sulit di
kontrol karena terselubung dan beberapa bersifat on call. Upaya merubah perilaku masyarakat tidaklah mudah terutama
untuk tidak melakukan kegiatan yang berisiko untuk tertular HIV. Sampai saat ini HIV/AIDS belum ada obatnya sehingga
upaya pencegahan akan lebih efektif untuk penanggulanganya.
Ibu rumah tangga yang ada di rumah juga dapat berisiko tertular apabila suaminya suka jajan di luar. Oleh sebab itu
disarankan untuk mengetahui status HIV masing-masing pasangan sehingga bisa mencegah penularanya. Penularan HIV
melalui kontak cairan tubuh seperti darah dan sperma untuk itu kita dapat menghindarinya dengan rumus ABCDE dengan
A (abstinancy) yakni tidak melakukan hubungan seksual berisiko, B (be faithful) yakni setia pada pasangan, C (use
condom) mempergunakan kondom jika berhubungan seks berisiko, D (dont use drug) jangan mempergunakan
narkoba yang dapat meningkatkan perilaku berisiko apalagi berbagi jarum suntik tidak steril akan mempercepat
penyebaran HIV. E (Education) memberikan pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan pencegahan AIDS.

Anda mungkin juga menyukai