Anda di halaman 1dari 13

Just In Time dan Supply Chain Management

Just In Time
Persediaan merupakan salah satu aset paling mahal. Harus ada keseimbangan antara
investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen. Karena itu timbul konsep yang disebut
Just In Time atau disebut juga Sistem produksi tepat waktu.
Just In Time (JIT) adalah suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas
produksi didatangkan dari pemasok (suplier) tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh
proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan
barang, penyimpanan barang dan stocking cost.
JIT didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap
bagian proses produksi bekerjasama dengan komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja
langsung dalam lingkungan JIT dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang
berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi.
Pengertian JIT
Sistem produksi tepat waktu/Just In Time (JIT) adalah suatu sistem produksi yang dirancang
untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien
mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi
sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai
kehendak konsumen tepat waktu.
Prinsip dasar Just In Time adalah peningkatan kemampuan perusahaan secara terus menerus
untuk merespon perubahan dengan minimisasi pemborosan.
Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang memusatkan pada aktivitas
yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu organisasi. JIT
mempunyai empat aspek pokok, yaitu:
1. Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus
dieliminasi.
2. Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi.
3. Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan dalam meningkatkan
efisiensi kegiatan.
4. Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman terhadap
aktivitas yang bernilai tambah.

Tujuan Strategis JIT

Tujuan dari adanya manajemen menggunakan dan mengembangkan konsep manajemen Just
In Time dalam perusahaan dapat dirangkum atas beberapa aspek. Adapun tujuan tersebut
diantaranya:
Meningkatkan efisiensi proses produksi
Biaya persediaan ini sangat tinggi, berkisar antara 20 persen40 persen dari harga barang
pertahun. Efisiensi didapat juga dengan cara mendesain pabrik sedemikian rupa sehingga
proses produksi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan aman.
Meningkatkan daya kompetisi
Hal ini dianggap salah satu tujuan yang paling penting, yaitu suatu tujuan strategis, karena
peningkatan efisiensi berarti penurunan biaya dan ini memungkinkan perusahaan untuk tetap
bertahan dalam persaingan pasar.
Meningkatkan mutu barang
Mutu tinggi dari suku cadang atau komponen yang dipasok oleh pemasok pada gilirannya
akan meningkatkan mutu barang yang diproduksi oleh perusahaan. Kemitraan penjual
pembeli memungkinkan melakukan pengendalian mutu suku cadang atau komponen dengan
lebih murah dan lebih handal.
Mengurangi pemborosan
Pengurangan pemborosan terutama dalam bentuk barang yang terbuang, karena pada
hakekatnya pemborosan adalah biaya.
*Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara :
1. Mengeliminasi atau mengurangi persediaan
2. Meningkatkan mutu
3. Mengendalikan aktivitas supaya biaya
4. Memperbaiki kinerja
Keuntungan dan Kelemahan JIT
Keuntungan JIT
1. Seluruh system yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih efisien.
2. Pabrik mengeluarkan biaya yang lebih sedikit untuk memperkerjakan para staffnya.
3. Barang produksi tidak harus selalu di cek, disimpan atau diretur kembali.
4. Kertas kerja dapat lebih simple.

5. Penghematan yang telah di lakukan dapat digunakan untuk mendapat profit yang
lebihtinggi misalnya, dengan mengadakan promosi tambahan.
Kelemahan JIT
Satu kelemahan sistem JIT adalah, tingkatan order ditentukan oleh data permintaan historis.
Jika permintaan naik melebihi dari rata-rata perencanaan historis maka inventori akan habis
dan akan mempengaruhi tingkat pelayanan konsumen. Pengimplementasian konsep JIT
dalam perusahaan juga tidak mudah. Kegiatan produksi akan terhenti dan tenggang waktu
pengiriman tidak terpenuhi apabila salah satu komponen bahan penting hilang atau
ditemukan cacat. Sedangkan pemasok harus mampu menyerahkan bhan baku yang bebas dari
cacat pada waktu dan jumlah yang tepat.
Ada 5 jenis pemborosan yang perlu diidentifikasi dalam JIT:
1. Waktu pemrosesan
Waktu aktual untuk menghasilkan suatu produk.
2. Waktu pindah
Waktu yang digunakan untuk memindahkan dari satu departemen ke depatemen yang lain.
3. Waktu inspeksi
Waktu yang digunakan untuk menentukan produk rusak atau mengerjakan ulang produk yang
rusak tersebut
4. Waktu tunggu
Waktu yang dihabiskan suatu produk karena menunggu untuk dikerjakan ketika sampai pada
departemen berikutnya
5. Waktu penyimpanan
Waktu yang dibutuhkan suatu produk baik dalam gudang penyimpanan persedianan setengah
jadi maupun setelah barang jadi sampai di gudang.
Pembelian dalam sistem JIT
Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa
sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas
pembelian dengan cara:

Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber


yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.

Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.

Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.

Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.

Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.

Produksi dalam sistem JIT


Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu,
mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau
sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:

Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun
kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).

Mengurangi atau meniadakan Lead Time (waktu tunggu) produksi (konsep waktu
tunggu nol).

Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup


mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).

Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi


yang tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.

Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung


Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung
tradisional dikurangi secara signifikan. Karenanya ada 2 akibat, yaitu:
1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi
berkurang.
2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.
Pengaruh JIT pada Penilaian Persediaan
Salah satu masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan
pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka
penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai, dan
penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT
diusahakan persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga
penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan.Dalam JIT,
keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk memuaskan tujuan manajerial.
Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat untuk membuat berbagai keputusan
misalnya :

penetapan harga jual berdasar cost-plus

analisis trend biaya,

analisis profitabilitas lini produk,

perbandingan dengan biaya para pesaing

keputusan membeli atau membuat sendiri, dsb.

Pengaruh JIT pada sistem akuntansi biaya dan manajemen

Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak
langsung
3. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja
dan overhead pabrik secara individual
4. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam work tickets
Perbandingan Sistem Just In Time (JIT) dan Tradisional
Just In Time
1. Sistem tarikan
2. Persediaan tidak signifikan
3. Basis pemasok sedikit
4. Kontrak jangka panjang dengan pemasok
5. Pemanufakturan berstruktur seluler
6. Karyawan berkeahlian ganda
7. Jasa terdesentralisasi
8. Keterlibatan karyawan tinggi
9. Gaya manajemen sebagai penyedia fasilitas
10. Total quality control (TQC)

Tradisional
1. Sistem dorongan
2. Persediaan signifikan
3. Basis pemasok banyak
4. Kontrak jangka pendek dengan pemasok
5. Pemanufakturan berstruktur departemen
6. Karyawan terspesialisasi
7. Jasa tersentralisasi
8. Keterlibatan karyawan rendah
9. Gaya manajemen sebagai pemberi perintah
10. Acceptable quality level (AQL)
Contoh Perusahaan yang menerapkan JIT
Stabilitas dan kelancaran produksi merupakan faktor utama keunggulan suatu perusahaan.
Apabila produksi tidak stabil dan kurang lancar maka produktivitas akan menurun bahkan
target produksi tidak dapat tercapai.
Contoh:
PT. Tri Dharma Wisesa merupakan salah satu vendor produsen rem yang ada di Indonesia dan
merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang memasok brake system untuk pelangganpelanggan seperti Yamaha, Toyota, Daihatsu, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu
lini produksi yang ada adalah lini produksi disc brake untuk konsumen tunggal yaitu Yamaha.
Pada perusahaan ini sering terjadi masalah khususnya bagian produksi, mulai dari mesin
rusak, target produksi kurang, komponen kurang, dll sehingga kegiatan produksi kurang
lancar. Tindakan yang berguna untuk mengurangi permasalahan tersebut adalah dengan
melakukan perubahan sistem produksi.
Pada sistem sekarang, masih menggunakan push system dan menghadapi masalah-masalah
seperti volume kegiatan Departemen Production Planning & Control yang besar,
ketidakcocokan rencana dan produksi aktual, kurang adaptif terhadap perubahan permintaan,
mekanisme informasi yang kurang baik, dan inventori yang menumpuk. Tindakan yang
diusulkan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah merancang system produksi JIT
untuk menggantikan sistem produksi sekarang.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1. Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
2. Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
3. Waktu perpindahan

4. Tenaga kerja langsung dan tidak langsung


5. Ruangan pabrik
6. Biaya mutu
7. Pembelian bahan
Kesimpulan
Just In Time merupakan suatu system yang dikembangkan atas dasar perbaikan dari
kekurangan pada system tradisional. Dimana dalam langkah Just In Time pemborosan yang
terjadi dalam system tradisional berusaha untuk mengeliminasi pemborosan-pemborosan
biaya yang timbul akibat banyaknya waktu yang digunakan dalam memproduksi suatu
barang sehingga perusahaan dapat meningkatkan laba dan memperbaiki posisi persaingan
perusahaan.

Supply Chain Management


Manajemen Rantai Suplai (Supply Chain Management) adalah sebuah proses payung di
mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah
supply chain (rantai suplai) merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang
mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi
dalam menyampaikan kepada konsumen. (Kalakota, 2000, h197)
Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan nilai yang
dihasilkan secara keseluruhan (Chopra, 2001, h5). Rantai suplai yang terintegrasi akan
meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut.

Pengertian
Manajemen Rantai Suplai adalah koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara
perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai suplai bisa juga berarti seluruh jenis
kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang
produk yang sudah dipakai.

Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui
rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan
pembuangan.

Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status
pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material
mentah.

Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal


pembayaran dalam penetapan kepemilikandan pengiriman. (Kalakota, 2000, h198)

Menurut Turban, Rainer, Porter (2004, h321), terdapat 3 macam komponen rantai suplai,
yaitu:

Rantai Suplai Hulu/Upstream supply chain

Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur
dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya)
dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan
para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material
(contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas
yang utama adalah pengadaan.

Manajemen Internal Suplai Rantai/Internal supply chain management

Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang
digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran
organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam
rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan
pengendalian persediaan.

Segmen Rantai Suplai Hilir/Downstream supply chain segment

Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman
produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan
pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Permasalahan Manajemen Suplai Rantai
Manajemen suplai rantai harus memasukan problem dibawah:

Distribusi Konfigurasi Jaringan: Jumlah dan lokasi supplier, fasilitas produksi, pusat
distribusi ( distribution centre/D.C.), gudang dan pelanggan.

Strategi Distribusi: Sentralisasi atau desentralisasi, pengapalan langsung, Berlabuh


silang, strategi menarik atau mendorong, logistik orang ke tiga.

Informasi: Sistem terintregasi dan proses melalui rantai suplai untuk membagi
informasi berharga, termasuk permintaan sinyal, perkiraan, inventaris dan transportasi
dsb.

Manajemen Inventaris: Kuantitas dan lokasi dari inventaris termasuk barang mentah,
proses kerja, dan barang jadi.

Aliran dana: Mengatur syarat pembayaran dan metodologi untuk menukar dana
melewati entitas di dalam rantai suplai.

Eksekusi rantai suplai ialah mengatur dan koordinasi pergerakan material, informasi dan dana
di antara rantai suplai tersebut. Alurnya sendiri dua arah.
Aktivitas/Fungsi
Manajemen rantai suplai ialah pendekatan antar-fungsi (cross functional) untuk mengatur
pergerakan material mentah kedalam sebuah organisasi dan pergerakan dari barang jadi
keluar organisasi menuju konsumen akhir. Sebagaimana korporasi lebih fokus dalam
kompetensi inti dan lebih fleksibel, mereka harus mengurangi kepemilikan mereka atas
sumber material mentah dan kanal distribusi. Fungsi ini meningkat menjadi kekurangan
sumber ke perusahaan lain yang terlibat dalam memuaskan permintaan konsumen, sementara
mengurangi kontrol manajemen dari logistik harian. Pengendalian lebih sedikit dan partner
rantai suplai menuju ke pembuatan konsep rantai suplai. Tujuan dari manajemen rantai suplai
ialah meningkatkan ke[percayaan dan kolaborasi di antara rekanan rantai suplai, dan
meningkatkan inventaris dalam kejelasannya dan meningkatkan percepatan inventori.
Secara garis besar, fungsi manajemen ini bisa dibagi tiga, yaitu distribusi, jejaring dan
perencaan kapasitas, dan pengembangan rantai suplai.[1]
beberapa model telah diajukan untuk memahami aktivitas yang dibutuhkan untuk mengatur
pergerakan material di organisasi dan batasan fungsional. SCOR adalah model manajemen
rantai suplai yang dipromosikan oleh Majelis Manajemen Rantai Suplai. Model lain ialah
SCM yang diajukan oleh Global Supply Chain Forum (GSCF). Aktivitas suplai rantai bisa
dikelompokan ke tingkat strategi, taktis, dan operasional.
Strategis

Optimalisasi jaringan strategis, termasuk jumlah, lokasi, dan ukuran gudang, pusat
distribusi dan fasilitas

Rekanan strategis dengan pemasok suplai, distributor, dan pelanggan, membuat jalur
komunikasi untuk informasi amat penting dan peningkatan operasional seperti cross
docking, pengapalan langsung dan logistik orang ketiga

Rancangan produk yang terkoordinasi, jadi produk yang baru ada bisa diintregasikan
secara optimal ke rantai suplai,manajemen muatan

Keputusan dimana membuat dan apa yang dibuat atau beli

Menghubungkan strategi organisasional secara keseluruhan dengan strategi


pasokan/suplai

Taktis

Kontrak pengadaan dan keputusan pengeluaran lainnya

Pengambilan Keputusan produksi, termasuk pengontrakan, lokasi, dan kualitas dari


inventori

Pengambilan keputusan inventaris, termasuk jumlah, lokasi, penjadwalan, dan definisi


proses perencanaan.

Strategi transportasi, termasuk frekuensi, rute, dan pengontrakan

Benchmarking atau pencarian jalan terbaik atas semua operasi melawan kompetitor
dan implementasi dari cara terbaik diseluruh perusahaan

Gaji berdasarkan pencapaian

Operasional

Produksi harian dan perencanaan distribusi, termasuk semua hal di rantai suplai

Perencanaan produksi untuk setiap fasilitas manufaktru di rantai suplai (menit ke


menit)

Perencanaan permintaan dan prediksi, mengkoordinasikan prediksi permintaan dari


semua konsumen dan membagi prediksi dengan semua pemasok

Perencanaan pengadaan, termasuk inventaris yang ada sekarang dan prediksi


permintaan, dalam kolaborasi dengan semua pemasok

Operasi inbound, termasuk transportasi dari pemasok dan inventaris yang diterima

Operasi produksi, termasuk konsumsi material dan aliran barang jadi (finished goods)

Operasi outbound, termasuk semua aktivitas pemenuhan dan transportasi ke


pelanggan

Pemastian perintah, penghitungan ke semua hal yang berhubungan dengan rantai


suplai, termasuk semua pemasok, fasilitas manufaktur, pusat distribusi, dan pelanggan
lain

Strukturisasi dan Tiering


Jika dilihat lebih dekat pada apa yang terjadi dalam kenyataannya, istilah rantai suplai
mewakili sebuah serial sederhana dari hubungan antara komoditas dasar dan produk akhir.
Produk akhir membutuhkan material tambahan kedalam proses manufaktur.
Arus Material dan Informasi

Tujuan dalam rantai suplai ialah memastikan material terus mengalir dari sumber ke
konsumen akhir. Bagian-bagian (parts) yang bergerak di dalam rantai suplai haruslah berjalan
secepat mungkin. Dan dengan tujuan mencegah terjadinya penumpukan inventori di satu
lokal, arus ini haruslah diatur sedemikian rupa agar bagian-bagian tersebut bergerak dalam
koordinasi yang teratur. Istilah yang sering digunakan ialah synchronous. (Knill, 1992)

Tujuannya selalu berlanjut, arus synchronous. Berlanjut artinya tidak ada


interupsi, tidak ada bola yang jatuh, tidak ada akumulasi yang tidak diperlukan.
Dan synchronous berarti semuanya berjalan seperti balet. Bagian-bagian dan
komponen-komponen dikirim tepat waktu, dalam sekuensi yang seharusnya,
sama persis sampai titik yang mereka butuhkan.
Terkadang sangat susah untuk melihat sifat arus "akhir ke akhir" dalam rantai suplai yang
ada. Efek negatif dari kesulitan ini termasuk penumpukan inventori dan respon tidak keruan
pada permintaan konsumen akhir. Jadi, strategi manajemen membutuhkan peninjauan yang
holistik pada hubungan suplai.
Teknologi informasi memungkinkan pembagian cepat dari data permintaan dan penawaran.
Dengan membagi informasi di seluruh rantai suplai ke konsumen akhir, kita bisa membuat
sebuah rantai permintaan, diarahkan pada penyediaan nilai konsumen yang lebih. Tujuannya
ialha mengintegrasikan data permintaan dan suplai jadi gambaran yang akuarasinya sudah
meningkatdapat diambil tentang sifat dari proses bisnis, pasar dan konsumen akhir. Integrasi
ini sendiri memungkinkan peningkatan keunggulan kompetitif. Jadi dengan adanya integrasi
ini dalam rantai suplai akan meningkatkan ketergantungan dan inventori minimum.

Backflushing Costing
Untuk beberapa kasus produksi adakalanya proses produksi berlangsung sedemikian
cepatnya sehingga pencatatan akuntansi tradisional dirasakan tidaklah memadai lagi, karena
selalu ketinggalan. Ketika akuntansi tradisional baru mencatat kejadian pembelian bahan
baku padahal pada saat yang hampir bersamaan, produk yang sedang dicatat bahan bakunya
itu sudah terjual dipasar sehingga menimbulkan masalah dalam pencatatannya.
Untuk menjawab persoalan tersebut, maka kemudian muncullah pendekatan akuntansi
terbaru berupa penyingkatan aliran biaya perusahaan manufaktur yang dikenal dengan konsep
Just in Time.

Karakteristik Backflushing Costing:


Bahan baku yang diterima dari pemasok, dicatat di debet akun RIP ( Raw and in Process )

Penggunaan tenaga kerja langsung, dicatat di debet akun Harga Pokok Penjualan
Komponen biaya bahan baku atas produk selesai di backflush dari RIP
Komponen biaya bahan baku atas produk terjual di backflush dari Barang Jadi
Diperlukan penyesuaian biaya konversi
Ilustrasi:
Pembelian bahan baku
Bahan baku diterima dari supplier Rp. 812.000
Jurnal :
D: RIP Rp. 812.000
K: Utang usaha Rp. 812.000
Penggunaan bahan tidak langsung Rp. 30.000
Jurnal:
D: Pengendali Overhead Pabrik Rp. 30.000
K: Perlengkapan Rp. 30.000
Beban gaji sebesar Rp. 320.000 dicatat dan dibayar
Jurnal :
D: Beban gaji Rp. 320.000
K: Utang gaji Rp. 320.000
Distribusi beban gaji dengan perincian : tenaga kerja langsung Rp. 50.000, tenaga kerja tidak
langsung Rp. 90.000, gaji bagian pemasaran Rp. 100.000 dan gaji bagian administrasi Rp.
80.000.
Jurnal:
D: Harga pokok penjualan Rp. 50.000
D: Pengendali overhead pabrik Rp. 90.000
D: Pengendali beban pemasaran Rp. 100.000
D: Pengendali beban administrasi Rp. 80.000
K: Beban gai Rp. 320.000
Overhead pabrik yang lain meliputi : penyusutan Rp. 580.000 dan asuransi dibayar dimuka
Rp. 18.000
Jurnal:
D: Pengendalian overhead pabrik Rp. 598.000
K: Akumulasi penyusutan Rp. 580.000
K: Asuransi dibayar dimuka Rp. 18.000
Overhead pabrik lain-lain meliputi: dibayar tunai Rp. 34.000 dan utang usaha sebesar Rp.
8.000
Jurnal:
D: Pengendali overhead pabrik Rp. 42.000
K: Kas Rp. 34.000

K: Utang usaha Rp. 8.000


Pengendali overhead pabrik dibebankan ke harga pokok penjualan
Jurnal:
D: Harga pokok penjualan Rp. 760.000
K: Pengendali overhead pabrik Rp. 760.000
Komponen biaya bahan baku atas produk yang telah selesai di backflush dari RIP:
Jurnal:
D: Barang jadi Rp. 809.000
K: RIP Rp. 809.000
catatan : RIP awal Rp. 40.200 + Rp. 812.000 - RIP akhir Rp. 43.200 = Rp. 809.000
Komponen biaya bahan baku atas produk yang terjual di backflush dari barang jadi.
Jurnal:
D: Harga pokok penjualan Rp. 805.400
K: Barang jadi Rp. 805.400
catatan: Barang jadi awal Rp. 168.000 + Rp.809.000 - Barang jadi akhir Rp. 171.600
= Rp. 805.400

Anda mungkin juga menyukai