Komentar: 0
Nihil
Oleh:
100910101012
Hubungan Internasional
Abstrak
nilai-nilai pancasila terhadap generasi muda penerus bangsa yang secara aktif
dilakukan oleh seluruh komponen bangsa bekerjasama dengan pemerintah.
I. Pendahulan
Masalah yang akan penulis bahas dalam jurnal ini adalah: Bagaimanakah
membangun karakter bangsa Indonesia menuju bangsa yang mandiri di era
globalisasi dengan berlandaskan pada pancasila?
Dalam teori sosilogi, pembangunan karakter bangsa merupakan salah satu unsur
penting karena dengan karakter yang bagus maka bangsa tersebut akan tumbuh
dan berkembang menjadi bangsa yang besar dan kuat.[3] Hal tersebut juga
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam pembangunan karakter generasi
muda bangsa Indonesia menuju pada kemandirian di era globalisasi yang
bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kuat.
IV. Pembahasan
fisik dari pembangunan berawal pada internalisasi nilai-nilai untuk menuju pada
pembangunan tata nilai atau sebaliknya pembangunan yang berorientasi pada
tatanan fisik tersebut dijiwai oleh semangat peningkatan tata nilai sosiokemasyarakatan dan budaya. Dalam hal ini Indonesia memiliki landasan
pancasila sebagai dasar untuk melakukan pembangunan karakter bangsa
Indonesia.
Ketika suatu bangsa mulai membangun, maka yang pertama kali menjadi korban
adalah kelembagaan keluarga berikut seluruh tatanan nilai kekeluargaan yang
ada di dalamnya.[5]
Maksud dari penyataan diatas adalah pembangunan yang dilakukan oleh suatu
bangsa seringkali membutuhkan pengorbanan yang sangat besar termasuk
mengorbankan keluarga atau bahkan kebersamaan dalam keluarga. Bukti nyata
yang dapat kita lihat terutama berada di negara - negara industri maju, dimana
fenomena hilangnya kohesivitas keluarga terlihat sangat jelas sejalan dengan
semakin meningkatnya modernisasi di negara-negara maju tersebut.
Pembangunan yang baik tentu tidak harus mengorbankan keluarga atau bahkan
bangsanya sendiri. Sehingga dalam melaksanakan pembangunan dan
pembinaan karakter suatu bangsa dibutuhkan pemahaman yang lebih baik,
khususnya dalam menjadikan pembangunan fisik suatu bangsa sebagai salah
satu instrumen dalam pembinaan karakter bangsanya agar menjadi lebih baik
pula dengan berlandaskan pada suatu nilai.
Aspek lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan dalam melakukan
pembinaan karakter bangsa adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas berpikir
manusia itu sendiri yang pada umumnya diartikulasikan dalam bentuk kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu teknologi informasi dan telekomunikasi.
Kedua jenis teknologi tersebut secara radikal telah mengakselerasi proses
interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan memberikan dampak adanya
amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa (globalisasi).[6] Dan salah satu
unsur yang ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar manusia adalah
daya saing atau competitiveness. Pentingnya kemampuan daya saing bagi suatu
bangsa untuk dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi tersebut
sehingga dibutuhkan suatu pembinaan karakter bangsa termasuk juga bagi
bangsa Indonesia.
Menurut Michael Porter (1999), dalam bukunya Daya Saing sebuah Bangsa (The
Competitiveness of A Nation), pemahaman daya saing sebagai salah satu
keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya.
Keunggulan yang dimaksud dapat berkembang ke berbagai pengertian maupun
penerapan. Keunggulan tersebut dapat diartikan sebagai keunggulan ekonomi,
keunggulan politik, keunggulan militer dan lain-lain. Sedangkan, daya saing pada
esensinya dapat diartikan sebagai sebuah rantai dari suatu nilai proses yang
dapat dikendalikan dengan proses pembelajaran kontinyu atau continuous
learning. Sehingga, arti dan makna pembinaan karakter bangsa di era globalisasi
yang sarat dengan daya saing adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu:[7]
Namun disisi lain, bangsa Indonesia masih didera oleh sejumlah permasalahan
dalam pembinaan karakter bangsa bahkan yang paling kritis justru yang
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara
Indonesia termasuk dalam melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilainilai dasar Pancasila dikembangkan atas dasar hakikat manusia.
Sebagai konsekuensi logis dari sistem politik demokrasi yang berlandaskan pada
moral pancasila maka perilaku politik, baik perilaku politik warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan,
ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
pemerintahan dari rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah
pertahanan negara dan bela negara.
UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara sangat sesuai dengan nilai-nilai
pancasila. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara
bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk
menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
The core of any army is its soldiers, no matter how sophisticated its equipment,
its performance is solely dependent on its soldiers.
Penggalan kalimat di atas memberikan esensi pada peran Sumber Daya Manusia
sebagai unsur yang paling kritis dalam setiap proses pengembangan suatu
entitas tertentu. Penggalan kalimat tersebut ikut menekankan pentingnya faktor
manusia atau SDM sebagai komponen terpenting dalam setiap proses atau
rantai nilai apapun juga. Dalam kasus pembangunan karakter bangsa Indonesia,
Sumber Daya Manusia terutama generasi muda Indonesia juga merupakan
komponen penting bagi keberhasilan pembangunan karakter bangsa itu sendiri
dengan mengngimplementasikan rantai nilai dari pancasila.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu hal yang sangat krusial,
sekaligus potensi bangsa yang paling strategis yang harus dimobilisir dan
dikembangkan. Ralph S. Larsen (2004), CEO dari Johnson & Johnson mengatakan
bahwa, tingkat kedewasaan suatu organisasi ditentukan dari persepsinya
terhadap Sumber Daya Manusia yang dimilikinya.
adanya sejumlah prasyarat pokok yang harus dijadikan acuan dalam setiap
proses pembangunan sesuai dengan rantai nilai dalam pancasila.
1. Peran kritis sumber daya manusia sebagai sumber daya yang terus terbarukan
untuk melakukan pembangunan bangsa yang berkesinambungan.
2. Peningkatan daya saing dari sumber daya manusia tersebut, sebagai jaminan
dari kemandirian bangsa yang berkesinambungan.
Akibat dari globalisasi tersebut, nilai-nilai asing secara disadari maupun tidak
disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada
generasi muda Indonesia.
Sehingga upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda Indonesia
untuk menghadapi globalisasi adalah dengan melakukan sebuah koordinasi
gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan
ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak
luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Berikut 3 peran penting generasi muda
dalam melaksanakan koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan:[10]
Generasi muda Indonesia memiliki tugas yang berat untuk dapat melaksanakan
ketiga peran tersebut secara simultan dan interaktif. Tetapi hal tersebut bukan
suatu hal yang tidak mungkin sebab generasi muda mendapatkan dukungan dan
Penutup
Salah satu komponen yang berperan penting dalam upaya besar tersebut adalah
pembinaan karakter generasi muda bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila,
khususnya karakter positif bangsa yang harus terus ditumbuh-kembangkan
untuk memperkuat kemampuan adaptif dari daya saing bangsa sehingga dapat
menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi.
http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/12/pembangunan-karakter-bangsaindonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-di-era-globalisasi495200.html
EMPAT PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER BANGSA
Published by debby rf - On Rabu, Februari 20, 2013 - This post haved 0 komentar
digg
2.1.1
Pancasila
Oleh karena kedudukan dan fungsinya yang sangat fundamental bagi negara
dan bangsa Indonesia, maka dalam pembangunan karakter bangsa, Pancasila
merupakan landasan utama. Sebagai landasan, Pancasila merupakan rujukan,
acuan, dan sekaligus tujuan dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam
konteks yang bersifat subtansial, pembangunan karakter bangsa memiliki makna
membangun manusia dan bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila.
Berkarakter Pancasila berarti manusia dan bangsa Indonesia memiliki ciri dan
watak religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan mengutamakan
kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai fundamental ini menjadi sumber nilai luhur yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa.
2.1.2
2.1.3
yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia adalah karakter yang
memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI, bukan karakter yang
berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI. Oleh karena
itu, rasa cinta terhadap tanah air (patriotisme) perlu dikembangkan dalam
pembangunan karakter bangsa. Pengembangan sikap demokratis dan
menjunjung tinggi HAM sebagai bagian dari pembangunan karakter harus
diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa
(nasionalisme), bukan untuk memecah belah bangsa dan NKRI. Oleh karena itu,
landasan keempat yang harus menjadi pijakan dalam pembangunan karakter
bangsa adalah komitmen terhadap NKRI.
2.1.4
2.
3.
4.
5.
Selain itu pula, untuk membangun karakter bangsa diperlukan sikap menjunjung
tinggi beberapa nilai, seperti:
Nilai kejuangan,
Nilai semangat,
Nilai kebersamaan atau gotong royong,
Nilai kepedulian atau solider,
Nilai sopan santun ,
Nilai persatuan dan kesatuan,
Nilai kekeluargaan, serta
Nilai tanggungjawab, dan sebagainya.
3.
Penutup
Berdiri kokohnya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih
menggunakan empat pilar kebangsaan. Pembangunan karakter bangsa yang
saling keterkaitan dengan pilar kebangsaan ini oleh karenanya haruslah dalam
aras yang berkesesuaian dan terintegrasi, yang bernafaskan Pancasila, yang
konstitusional, dalam kerangka NKRI, dan untuk menjamin keanekaragaman
budaya, suku bangsa dan agama. Jika salah satu foundasi pilar kebangsaan itu
tidak dijadikan pegangan, karakter bangsa yang dicita-citakan sekedar wacana
dan angan-angan belaka. Maka akan goyahlah negara Indonesia disebabkan oleh
hal tersebut. Jika penopang yang satu tak kuat, maka akan berpengaruh pada
pilar yang lain. Pada akhirnya bukan tak mungkin Indonesia akan ambruk secara
bertahap, bergantung pada seberapa jauh dan seberapa dalam kita
menggunakan empat pilar kebangsaan tersebut. Tentunya, ambruknya NKRI
merupakan sesuatu yang tak diinginkan dan tak terlintas sedikitpun dalam
benak kita sebagai bagian dari NKRI.
Sumber Referensi
Abstrak : Banyak terjadi masalah-masalah sosial di era reformasi ini. Masalahmasalah tersebut juga berimbas kepada kehidupan sekolah bahkan di sekolah
dasar. Masalah-masalah sosial tersebut mengerucut kepada kedisiplinan siswa.
Solusi atas kedisiplinan siswa tersebut adalah pendidikan karakter. Untuk dapat
melaksanakan pendidikan karakter, diperlukan pemahaman yang baik terhadap
pendidikan karakter, yaitu pemahaman tentang pengertian pendidikan karakter,
nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar.
Masyarakat Indonesia saat ini berada di era reformasi. Era reformasi adalah era
baru setelah era era orde baru. Era reformasi ditandai dengan pelaksanaan hak
asasi manusia secara utuh, dalam arti semua hak-hak manusia dihargai dan
dijun-jung tinggi dengan memperhatikan hak-hak orang lain. Namun hal ini
disalah-artikan dalam pelaksanaannya. Hak-hak seseorang diminta untuk
dihargai dengan sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan hak-hak orang lain
serta norma dan aturan yang berlaku. akibatnya, banyak terjadi masalahmasalah sosial di masyarakat. Sebagai contoh adalah adanya tindak kekerasan
yang terjadi di mana-mana, tawuran antar pelajar, kurangnya rasa hormat dan
sopan santun kepada orang yang lebih tua dan lain sebagainya.
PEMBAHASAN
Pengertian
Pengertian pendidikan karakter memiliki dua kata kunci. Kata kunci yang
pertama adalah isi pendidikan karakter. Isi berkaitan dengan apa yang akan
dilaksanakan dalam pendidikan karakter. Isi pendidikan karakter meliputi nilai
nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia,
agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan
nasional (Puskur, 2010 : 6). Kata kunci yang kedua adalah pelaksanaan
pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter, perlu
diketahui fungsi dan tujuan pendidikan karakter. Adapun fungsi dan tujuan
pendidikan karakter adalah :
3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
bermartabat. (Puskur, 2010 : 7)
Deskripsi
Pendidikan karakter meliputi dua aspek aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek
ke dalam dan aspek keluar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek
kognitif (olah pikir), afektif (olah hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek ke luar
yaitu aspek manusia dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya dengan orang
lain yang meliputi interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masingmasing aspek memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter.
Penjelasan ruang lingkup pendidikan karakter terdapat pada bagan berikut ini.
1. Kegiatan pembelajaran
a. Kegiatan rutin
kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat.
Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus
menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan
rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan,
pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika
masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan
salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan
secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah
mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau
sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c. Keteladanan
d. Pengkondisian
KESIMPULAN
http://nurwijayantoz.wordpress.
com/pendidikan-4/upayamendisiplinkan-siswa-melaluipendidikan-karakter/
Karakter Bangsa Mau Dibawa ke Mana?
administrator
1
2
3
4
5 ( 5 Votes )
User Rating: / 5
PoorBest
Berapa pun besar bantuan luar negeri dikucurkan, berapa pun utang luar negeri
diperoleh, berapa pun tenaga ahli
dikirimkan, akan sia-sia kalau bangsa Indonesia gagal melakukan character and
nation building.
Sejak jatuhnya Orde Baru, perekonomian Indonesia masih terpuruk dan
bergantung pada CGI. Kehidupan politik, budaya
dan ideologi bangsa juga sedang mengalami krisis. Kesatuan wilayah dan hati
bangsa Indonesia makin terpecah belah
setelah era reformasi. Upaya perbaikan nasib rakyat bukan makin baik tapi
makin menyedihkan. Lalu apa yang di perlukan
oleh bangsa Indonesia untuk keluar dari krisis?
Utang lebih banyak pada negara CGI seperti yang dilakukan tim ekonomi
Indonesia dari Soeharto hingga Yudhoyono.
Membuka pasar lebar-lebar kepada investor asing untuk menguras tambang di
Freeport dan blok Cepu dengan harapan
akan mendatangkan devisa? Lalu kalau investor didatangkan, apakah perlu
dipertaruhkan nasib buruh dan petani sebagai
tumbal bangsa demi mencapai pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional?
Apakah datangnya investor dan pinjaman
utang baru mampu mengakhiri krisis Indonesia bangsa yang multi dimensi?
Memang untuk membangun ekonomi Indonesia membutuhkan investor dan
sumber daya manusia dari luar. Tapi
mendatangkan investor dan utang lebih banyak tak akan banyak menolong
kalau karakter bangsa tidak diperbaiki. Krisis
utama bangsa Indonesia bukan sekadar krisis ekonomi dan negara kesatuan tapi
juga krisis kebangsaan khususnya
karakter bangsa.
Bagi banyak orang yang pernah hidup dalam tahun lima puluhan sampai tahun
enam puluh lima, betapa bangsa
Indonesia memiliki kebanggaan ketika Indonesia berhasil menyelenggarakan
konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun
1955. Disusul kemudian berbagai konferensi seperti konferensi wartawan AsiaAfrika, penulis Asia Afrika dan Konferensi
Mahasiswa Asia-Afrika. Semua orang Indonesia tak peduli dia itu Batak atau
Jawa, keturunan Tionghoa atau India, Kristen
maupun Islam merasa bangga menjadi bangsa Indonesia.
Semua merasa dilindungi dan bebas dari dianaktirikan karena agama dan
sukunya. Tidak ada pertikaian dan kekerasan
yang berarti di antara suku dan agama yang berbeda. Indonesia melalui
kepemimpinan Bung Karno bisa menjadi obor
yang memberikan harapan tidak hanya kepada bangsa Indonesia tapi juga
bangsa yang masih di bawah belenggu
penjajahan. Nama Bung Karno cukup hidup di benak hati rakyat di Asia, Afrika,
dan Amerika Latin.
Salah satu yang dilakukan Bung Karno pada waktu itu dan yang tidak dilakukan
oleh Soeharto dan penggantinya adalah
melakukan character and nation building. Siapa tak bangga pada waktu itu
memiliki Presiden Indonesia Bung Karno?
Pembangunan karakter bangsa adalah fondasi untuk memperbaiki krisis bangsa.
Kalau karakter bangsa sudah rusak
maka bangsa itu akan menjadi cemooh bangsa lain, diejek dan diremehkan oleh
kekuatan asing. Pembangunan sosial,
ekonomi, politik, kebudayaan memerlukan pembangunan karakter bangsa.
Berapa pun besar bantuan luar negeri dikucurkan, berapa pun utang luar negeri
diperoleh, berapa pun tenaga ahli
dikirimkan akan sia-sia kalau bangsa Indonesia gagal melakukan character and
nation building. Yang ada setelah enam
puluh tahun merdeka, utang makin membumbung, korupsi makin merajalela,
pejabat bisa dibeli, rasa persatuan sebagai
bangsa mulai luntur, ke- kerasan antarsuku dan antaragama menjamur. Bangsa
Indonesia diremehkan dalam percaturan
global.
Kemajemukan suku dan agama mulai diabaikan dan beberapa pemimpin mulai
menonjolkan dikotomi mayoritas dan
minoritas berdasarkan keagamaan atau suku. Kemayoritasan agama membuat
sekelompok pemimpin agama dan politik
menuntut agar pemerintah ikut campur tangan dalam menegakkan syariah
agama bagi pemeluknya melalui seperangkat
peraturan daerah. Ketika bencana alam terjadi di Aceh, Nias, dan Yogyakarta
solidaritas sebagai anak bangsa dan
manusia dinomorduakan dan yang muncul adalah prasangka keagamaan dan
golongan.
Dalam kehidupan berbangsa orang tak lagi melihat lagi apakah seseorang itu
mampu menunaikan tugas dan kewajiban
negara tapi pertanyaannya menjadi apakah seseorang itu seagama dengan
dirinya. Jabatan publik sering sulit diberikan
atau dipersoalkan ketika seseorang bukan merupakan bagian mayoritas agama
di negeri ini. Ketika ada pengusutan
Untuk mengatasi krisis karakter bangsa memang tak mudah. Tak bisa
diselesaikan dalam sekejap mata. Di sinilah
peranan pemimpin bangsa, agama, masyarakat, dan pendidikan sangat
menentukan. Sejauh ini pemimpin agama dan
pemerintah gagal membangun karakter bangsa karena para pemimpinnya lebih
menonjolkan kepentingan partai, agama,
dan golongan.
Selain itu, lembaga agama dan pendidikan yang seyogianya menjadi tumpuan
untuk menjadi kawah candra di muka
gagal melaksanakan peran dan tugas mereka dalam membangun karakter dan
kemajuan bangsa. Dibutuhkan terobosan
untuk membangun Indonesia dari keterpurukan kalau bangsa Indonesia
berkehendak disegani dan dihormati oleh
bangsa di dunia.
Hal yang kedua adalah menumbuhkan nilai nilai keilmuan. Dalam hal ini
pemerintah berupaya untuk menumbuhkan semangat berinovasi, mencari ilmu,
dan berkreasi pada para siswa. Hal yang ketiga adalah menumbuhkan nilai
kebangsaan dan cinta tanah air, termasuk didalamnya menghargai kebudayaan
dan karya bangsa.
Hamid juga meminta agar para pendidik atau guru tidak perlu khawatir dengan
kehadiran kurikulum 2013 karena Kemendikbud akan melatih semua guru dan
pengawas dalam penerapan kurikulum baru ini. Pelatihan tersebut juga akan
memberikan pendampingan dalam pelaksanaannya. Selanjutnya, kurikulum baru
ini juga disusun untuk meningkatkan keseimbangan otak kanan dan otak kiri.
Dalam kurikulum 2013, empat pilar juga aka dimaksimalkan. Dalam semua mata
pelajaran yang akan diberikan akan ditambah dengan penanaman nilai
kebangsaan, terutama untuk pelajaran sejarah dan Bahasa Indonesia. Dengan
adanya hal ini, diharapkan anak anak Indonesia nanti bangga memiliki bahasa
Indonesia yang saat ini telah digunakan oleh hampir 300 juta penduduk
Indonesia, Malaysia, dan beberapa wilayah selatan Thailand.
Saat ini, bisa dibilang Indonesia tengah mengalami krisis karakter, baik dari
kalangan inferior maupun supperior. Mengapa demikian? Hal ini tentu
disebabkan oleh realitas yang marak terjadi dilapangan. Misalnya, aksi tawuran
dan pergaulan bebas yang kian meningkat dilakukan para remaja, kasus korupsi
yang diprakarsai oleh tokoh, elit politik, pejabat negara, bahkan pemerintahpun
terlibat dalam kasus yang senada.
Tindakan amoral seperti itu, tentunya dapat dijadikan sebagai saksi bisu bahwa
Indonesia memang layak disebut sebagai negara krisis karakter. Sebab,
diantara keduanya tidak ada perbedaan. Entah apa yang melatarbelakagi
permasalahan tersebut. Namun yang pasti, hal ini tidak mungkin terlepas dari
kurangnya kesadaran dalam bersikap pada setiap individu.
Kesadaran pada setiap individu memang hal yang sangat urgen, apalagi
dalam mengambil suatu kebijakan maupun keputusan. Tanpa kesadaran, mereka
akan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan moral. Dan hal
inilah yang menjadi indikator bangsa mengalami krisis karakter.
Apalagi mengingat akhir akhir ini, diberbagi media dihantaui dengan kasus
terselubung para kaum elit yang kini mulai terungkap kebenarannya. Salah
Jika dirasionalkan, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa, para kaum elit
hanyalah berorientasi pada perebutan kekuasaan, mereka menghalalkan segala
cara demi mencapai apa yang diinginkan, sehingga tidak bisa membedakan
antara kawan dan lawan, seperti halnya tragedi yang dilakukan WS untuk
menjatuhkan rekannya sendiri, yaitu AU.
Akan tetapi, seorang pemimpin (leader) tidaklah sosok yang sekedar memimpin
saja, atau hanya mampu memberikan pengaruh terhadap orang lain, melainkan,
pemimpin harus bisa mengatur dan memberikan arahan, serta yang terpenting
adalah dapat mengangkat harkat martabat pengikut yang dipimpin.
Namun, diakui atau tidak, kepemimpinan Indonesia saat ini, jauh dari hakikat
kepemimpinan yang sebenarnya. Hal ini tercermin dengan pemimpin yang tidak
dapat memberikan pembaharuan dan perubahan yang signifikan. Tindak
kekerasan (tawuran), narkotika, minuman keras, sexsual, dan tindakan cacat
moral lainnya seakan menjadi identitas bangsa Indonesia.
Ambil saja contoh dalam kehidupan bernegara, sampai saat ini tujuan
utama, yakni menegakkan keadilan dalam negara, mengayomi dan memberikan
perlindungan kepada rakyat, mensejahterahkan dan memakmurkan rakyat,
terlebih memajukan negara sama sekali belum teralisasi.
Seharusnya
Seorang pemimpin yang berkarakter, tidak akan mudah terintervensi dari pihak
luar. Sebab, pada dirinya telah ada sikap independensi yang kokoh dan kuat, dan
senantiasa bersikap tegas dan bijak dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Selain itu, dengan eksistensi karakter, dapat menjaga kualitas, integritas, dan
kredibilitas pada diri seorang pemimpin, dan yang terpenting dapat menjaga
moralnya sebagai figur rakyat.
Hal ini terbukti pada pemerintahan masa orde baru dahulu, yakni pada masa
kepemimpinan Soeharto, yang pada saat itu, Indonesia menjadi salah satu
negara yang ditakuti di Asia dan martabat negara pun dijunjung tinggi.
Tentunya hal tersebut merupakan suatu keberhasilan dari sosok pemimpin yang
memang benar-benar memiliki karakter kepemimpinan, yang mampu
memberikan keistimewaan dan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Memang harus diakui, beban menjadi pemimpin memang sangat berat. Seorang
leader harus berjuang demi rakyat dipimpinnya dan lebih memprioritaskan
kepentingan bersama (socity) dibandingkan dengan kepentingan pribadi
(individu).
Karakter adalah yang mendasari sebuah pribadi itu baik atau tidak. Karakter
yang baik menjadi dasar perilaku yang baik. Sebaliknya karakter yang buruk
menyebabkan chaos dalam berkehidupan. Demikian juga dalam bernegara nilainilai karakter bangsa seharusnya tidak terpisahkan dari aktifitas dan perilaku
bangsa. Timpangnya karakter menyebabkan bangsa kehilangan jati diri bahkan
harga dirinya. Berkarakter adalah harga pasti baik atau tidak suatu bangsa.
Karakter berbangsa akan diteruskan oleh para generasinya. Saat ini Indonesia
berada di bawah krisis multidimensi, termasuk karakter. Ada tiga hal yang
berasal dari dalam dan luar yang memengaruhi keadaan ini.
Era globalisasi tak pelak lagi telah mendatangkan krisis multidimensi karena
Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik, salah satunya adalah krisis
karakter. Terkhusus krisis karakter generasi muda yang akan meneruskan estafet
kepemimpinan. Saat generasi muda tidak mampu membentengi diri dengan
kebudayaan dan kearifan lokal maka dengan mudah terombang-ambing ke
pusaran arus globalisasi yang senantiasa berubah. Dalam skalanya, globalisasi
dapat menyebabkan krisis nilai karakter bangsa.
Arus globalisasi tidak dapat terlepas dari tren yang dimunculkan oleh raksasaraksasa kompetitor bisnis dunia, karena sebenarnya tren globalisasi yang muncul
adalah produk paham ekonomi kapitalisme zaman baru yang tengah membentuk
perilaku masyarakat dunia yang konsumtif. Generasi muda saat ini mudah
terjebak oleh tren negatif yang ditampilkan oleh media informasi. Tanpa filter
para muda dengan mudah menerima dan mengaplikasikan gaya yang dianggap
populer dan kehilangan karakter luhur bangsa yang seharusnya menjadi
identitas. Kemampuan memfilter informasi yang masuk tentunya menjadi
keahlian tersendiri untuk tetap dapat membumikan nilai luhur bangsa.
Indonesia memiliki sejarah buruk korupsi skala masif dari kepemimpinan rezim
junta militer Soeharto. Kemerosotan kepemimpinan saat ini masih merupakan
warisan dari kepemimpinan sebelumnya. Reformasi yang belum lama dilakukan
ternyata masih setengah hati. Gaungnya hanya sekedar pembuka dan tidak
meliputi reformasi dalam diri. Tentu pemimpin pengganti rezim memiliki
kekurangan contoh figur pemimpin yang berkarakter. Jika korupsi masih menjadi
tolok ukur buruknya sebuah kepemimpinan maka menurut KPK Indonesia baru
akan terbebas lima puluh tahun lagi, dan itu bukan waktu yang singkat
menunggu datangnya pemimpin yang berkarakter.
Krisis karakter juga dihembuskan oleh tema negatif lagu-lagu ngetop dalam
negeri. Diketahui bahwa belantika musik di Indonesia sudah menjadi gaya hidup
kalangan muda sekarang. Musik Indonesia bahkan diakui originalitasnya di
negeri jiran seperti Malaysia dan Singapura. Tren lagu yang mudah populer
adalah tentang percintaan. Namun muatan tema lagu yang putus asa, putus
harapan, kecewa, dikhianati, mengkhianati, gejolak traumatis, dan melanggar
etika nilai moral di masyarakat telah membentuk kepribadian yang pesimistis,
individualis, dan oportunis. Serbuan dari luar dan dalam inilah yang secara
langsung mengerdilkan karakter yang seharusnya dapat ditumbuhkembangkan.
Globalisasi, teladan kepemimpinan, dan lagu adalah bilah-bilah pisau yang bisa
berguna atau malah berbahaya. Globalisasi tidak mungkin dipersalahkan karena
merupakan bagian dari perkembangan zaman yang dinamis. Karakter
kepemimpinan semoga dapat ditemukan seiring proses pendewasaan politik di
Indonesia. Konstelasi politik di Indonesia sekarang menyebabkan jika
dimunculkan figur pemimpin berkarakter maka dengan mudah disabotase oleh
partai-partai politik. Seni adalah kemampuan artistik dengan kebebasan yang
tidak boleh dibatasi termasuk penciptaan lagu. Karena kuatnya pengaruh musik
terhadap gaya hidup anak muda saat ini diharapkan tema lagu yang diusung
dapat memperkuat kepribadian para pendengarnya. Sudah seharusnya sebagai
wakil Tuhan di bumi segala yang digagas oleh manusia bisa berdampak positif.
Termasuk diantaranya adalah penguatan karakter. Juga karena setiap pribadi
adalah pemimpin. Setidaknya untuk diri sendiri.