Anda di halaman 1dari 41

Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia Berdasarkan Pancasila: Menuju Bangsa

Mandiri di Era Globalisasi


REP | 12 October 2012 | 18:57
Dibaca: 11385

Komentar: 0

Nihil

PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA :


MENUJU BANGSA MANDIRI DI ERA GLOBALISASI

Oleh:

Diah Ayu Intan Sari

100910101012

Hubungan Internasional

Abstrak

Tujuan dari jurnal ini adalah menganalisa pembangunan karakter bangsa


Indonesia berdasarkan pada pancasila untuk menjadi bangsa mandiri di era
globalisasi. Argumen utama dari jurnal ini adalah pembangunan karakter bangsa
Indonesia lebih berfokus pada peningkatan kesadaran generasi muda Indonesia
akan pentingnya menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki karakter
sesuai dengan nilai-nilai dasar pancasila. Pemerintah Indonesia bersama seluruh
elemen masyarakat lainnya terus berusaha untuk membangun karakter bangsa
Indonesia terutama bagi generasi muda agar Indonesia menjadi bangsa mandiri
di era globalisasi. Jurnal ini akan membuktikan hipotesis bahwa pembangunan
karakter bangsa Indonesia berdasarkan pancasila bertujuan untuk membuat
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri sesuai dengan cita-cita
pancasila. Pembangunan karakter bangsa Indonesia menuju bangsa yang
mandiri dalam menghadapi era globalisasi tersebut berfokus pada penanaman

nilai-nilai pancasila terhadap generasi muda penerus bangsa yang secara aktif
dilakukan oleh seluruh komponen bangsa bekerjasama dengan pemerintah.

Key words: pembangunan karakter bangsa, pancasila, mandiri, generasi muda,


globalisasi.

I. Pendahulan

Fenomena globalisasi merupakan dinamika yang paling strategis dan membawa


pengaruh terhadap perkembangan proses perubahan peradaban manusia.
Globalisasi juga membawa dampak pada semakin pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Selain itu, globalisasi memungkinkan
terjadinya perubahan lingkungan strategis yang berdampak luas terhadap
eksistensi dan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari aspek
internal, kondisi objektif bangsa Indonesia sejak diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945 merupakan negara dengan bangsa yang dibangun di atas
keragaman dan perbedaan, yaitu perbedaan suku, agama, ras, etnis, budaya,
bahasa dan lain-lain. Keragaman dan perdedaan tersebut apabila dikelola
dengan baik, maka keragaman itu akan menimbulkan keindahan dan harmoni
dalam berbangsa dan bernegara, tetapi apabila keragaman dan perbedaan
tersebut tidak dapat dikelola dengan baik maka akan berpotensi menimbulkan
perselisihan dan sengketa yang dapat menyebabkan perpecahan atau bahkan
disintegrasi bangsa Indonesia. Bila ditinjau dari aspek eksternal, globalisasi
menyebabkan pertemuan antar budaya (cultur encounter) bagi seluruh bangsa
di dunia, termasuk bagi bangsa Indonesia. Sehingga, globalisasi tersebut
berdampak pada terjadinya perubahan sosial (social change) secara besarbesaran pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan sosial yang
terjadi tersebut belum tentu kongruen dengan kemajuan sosial (social
progress) suatu bangsa. Sehingga bangsa Indonesia juga harus memiliki
antisipasi untuk mengatasi dampak dari perubahan sosial yang tidak kongruen
dengan bangsa Indonesia yang disebabkan oleh globalisasi yaitu dengan
berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Pancasila sebagai sebuah ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara


bagi bangsa Indonesia, semestinya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga menjadi landasan nilai dan prinsip yang terus mengalir bagi setiap
generasi. Namun dalam perjalanannya, pembangunan karakter bangsa Indonesia

yang telah dilaksanakan sejak lama sering mengalami hambatan-hambatan


dengan adanya sejumlah kasus yang melibatkan kehidupan antar umat
beragama sekaligus masih banyaknya kekerasan atas nama golongan dan
kelompok tertentu di Indonesia.[1] Terlepas dari masalah tersebut, penulis
melihat bahwa pancasila masih memiliki relavansi dan kesaktian sebagai
landasan pembangunan karakter bangsa Indonesia untuk menjadikan Indonesia
sebagai bangsa mandiri di era globalisasi.

Penulis menggunakan globalisasi sebagai acuan untuk mengkaji pembangunan


karakter bangsa terutama bagi generasi muda Indonesia menuju pada
kemandirian bangsa dengan berlandaskan pada pancasila untuk menghadapi
derasnya arus globalisasi. Dalam proses membangun karakter suatu bangsa,
salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah pendidikan baik itu
secara formal maupun non formal sehingga pengaruh negatif dari globalisasi
dapat dikurangi terutama bagi generasi muda sebagai generasi penerus bangsa
yang menentukan masa depan. Generasi muda sekaligus sebagai generasi yang
paling rentan terkena dampak negatif dari globalisasi sehingga peran pendidikan
karakter bangsa serta pembangunan karakter bangsa dengan berlandaskan
pancasila menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjadikan bangsa
Indonesia mandiri di era globalisasi.

II. Rumusan Masalah

Masalah yang akan penulis bahas dalam jurnal ini adalah: Bagaimanakah
membangun karakter bangsa Indonesia menuju bangsa yang mandiri di era
globalisasi dengan berlandaskan pada pancasila?

III. Kerangka Analisis

Pada awal 1960-an sosiologi pembangunan berkembang pesat dan sangat


dipengaruhi oleh pemikiran para ahli sosiologi klasik seperti Marx Weber dan
Durkheim. Sosiologi pembangunan juga membawa dampak pada lahirnya
dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Pembangunan adalah suatu
bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana melalui berbagai macam

kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.


Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila telah
mencantumkan tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia. Kesejahteraan
masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa
di dunia ini termasuk juga bangsa Indonesia.

Penulis menggunakan pendekatan sosiologi pembangunan untuk menganalisa


pembangunan karakter bangsa Indonesia yang berfokus pada pembangunan
karakter generasi muda Indonesia dengan berlandaskan pada nilai-nilai dasar
pancasila. Sosiologi pembangunan adalah suatu cara untuk menggerakkan
masyarakat supaya mendukung pembangunan dan masyarakat itu sendiri
sebagai tenaga pembangunan, sekaligus sebagai dampak dari pembangunan
yang dilaksanakan.[2]

Dalam teori sosilogi, pembangunan karakter bangsa merupakan salah satu unsur
penting karena dengan karakter yang bagus maka bangsa tersebut akan tumbuh
dan berkembang menjadi bangsa yang besar dan kuat.[3] Hal tersebut juga
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam pembangunan karakter generasi
muda bangsa Indonesia menuju pada kemandirian di era globalisasi yang
bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kuat.

IV. Pembahasan

Setiap bangsa yang melaksanakan pembangunan selalu menginginkan


perubahan yang mengarah pada kemajuan bangsanya. Dan keberhasilan
pembangunan tersebut tidak akan terlaksana tanpa adanya semangat juang dari
seluruh komponen bangsa untuk maju bersama-sama. Seperti misalnya
semangat perubahan Cina dan India yang dapat sukses membangun negaranya
berdasarkan pada pembangunan nasional yang kuat. Cina dengan reformasi
ekonomi gaya Deng Xiaoping, India dengan perpaduan serasi antara agama
dengan kasta serta meritrokasi. Semangat juang tersebut seharusnya ditiru oleh
bangsa Indonesia dengan pembangun karakter bangsa yang berdasarkan pada
Pancasila.[4]

Pembangunan karakter suatu bangsa tidak cukup dalam esensi pembangunan


fisik saja tetapi dibutuhkan suatu orientasi yang lebih kuat yaitu suatu landasan
dasar atau pondasi pembangunan karakter bangsa tersebut. Sehingga esensi

fisik dari pembangunan berawal pada internalisasi nilai-nilai untuk menuju pada
pembangunan tata nilai atau sebaliknya pembangunan yang berorientasi pada
tatanan fisik tersebut dijiwai oleh semangat peningkatan tata nilai sosiokemasyarakatan dan budaya. Dalam hal ini Indonesia memiliki landasan
pancasila sebagai dasar untuk melakukan pembangunan karakter bangsa
Indonesia.

Pembinaan Karakter Bangsa

Ketika suatu bangsa mulai membangun, maka yang pertama kali menjadi korban
adalah kelembagaan keluarga berikut seluruh tatanan nilai kekeluargaan yang
ada di dalamnya.[5]

Maksud dari penyataan diatas adalah pembangunan yang dilakukan oleh suatu
bangsa seringkali membutuhkan pengorbanan yang sangat besar termasuk
mengorbankan keluarga atau bahkan kebersamaan dalam keluarga. Bukti nyata
yang dapat kita lihat terutama berada di negara - negara industri maju, dimana
fenomena hilangnya kohesivitas keluarga terlihat sangat jelas sejalan dengan
semakin meningkatnya modernisasi di negara-negara maju tersebut.

Pembangunan yang baik tentu tidak harus mengorbankan keluarga atau bahkan
bangsanya sendiri. Sehingga dalam melaksanakan pembangunan dan
pembinaan karakter suatu bangsa dibutuhkan pemahaman yang lebih baik,
khususnya dalam menjadikan pembangunan fisik suatu bangsa sebagai salah
satu instrumen dalam pembinaan karakter bangsanya agar menjadi lebih baik
pula dengan berlandaskan pada suatu nilai.

Aspek lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan dalam melakukan
pembinaan karakter bangsa adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas berpikir
manusia itu sendiri yang pada umumnya diartikulasikan dalam bentuk kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu teknologi informasi dan telekomunikasi.
Kedua jenis teknologi tersebut secara radikal telah mengakselerasi proses
interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan memberikan dampak adanya
amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa (globalisasi).[6] Dan salah satu
unsur yang ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar manusia adalah
daya saing atau competitiveness. Pentingnya kemampuan daya saing bagi suatu
bangsa untuk dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi tersebut
sehingga dibutuhkan suatu pembinaan karakter bangsa termasuk juga bagi
bangsa Indonesia.

Menurut Michael Porter (1999), dalam bukunya Daya Saing sebuah Bangsa (The
Competitiveness of A Nation), pemahaman daya saing sebagai salah satu
keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya.
Keunggulan yang dimaksud dapat berkembang ke berbagai pengertian maupun
penerapan. Keunggulan tersebut dapat diartikan sebagai keunggulan ekonomi,
keunggulan politik, keunggulan militer dan lain-lain. Sedangkan, daya saing pada
esensinya dapat diartikan sebagai sebuah rantai dari suatu nilai proses yang
dapat dikendalikan dengan proses pembelajaran kontinyu atau continuous
learning. Sehingga, arti dan makna pembinaan karakter bangsa di era globalisasi
yang sarat dengan daya saing adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu:[7]

1. Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu pada tingkat peningkatan


kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk terus melakukan
pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya di era globalisasi.

2. Pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar kapasitas pengetahuan yang


terbangun dapat meningkatkan daya saing suatu bangsa, dengan kondisi dimana
daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau
kemajuan bersama bagi bangsa Indonesia.

3. Pemaknaan dari karakter positif bangsa seharusnya diarahkan untuk


mencapai dua hal pokok di atas.

Sebenarnya bangsa Indonesia telah memiliki karakter positif bangsa yang


seharusnya terus ditumbuh-kembangkan untuk menjadi bangsa yang mandiri di
era globalisasi ini. Karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia
tersebut antara lain adalah karakter pejuang yang juga telah diakui oleh
masyarakat internasional karena Indonesia mendaparkan kemerdekaannya
melalui perjuangan tumpah darah bangsa Indonesia. selain itu, bangsa Indonesia
juga memiliki karakter pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya yang
harus ditumbuh-kembangkan sebagai bekal untuk menjadikan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang kuat dan mandiri di era globalisasi. Seluruh karakter positif
yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut harus dimaknai dalam
konteks peningkatan daya saing untuk menghadapi globalisasi. Sehingga
pembinaan karakter positif bangsa dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing
bangsa Indonesia dalam era globalisasi.

Namun disisi lain, bangsa Indonesia masih didera oleh sejumlah permasalahan
dalam pembinaan karakter bangsa bahkan yang paling kritis justru yang

menyangkut masalah daya saing bangsa Indonesia, sebuah parameter yang


semakin meningkat nilai pentingnya di era globalisasi saat ini. Meskipun
demikian, pembinaan karakter bangsa Indonesia terus dilaksanakan secara
terus-menerus demi terciptanya generasi muda penerus bangsa yang memiliki
mental saing kuat dalam menghadapi globalisasi. Pembinaan karakter bangsa
Indonesia juga dilandasi oleh nilai-nilai dasar pancasila yang akan penulis kaji
dalam pembahasan berikutnya.

Pancasila sebagai Landasan Pembangunan

Pancasila sebagai landasan pembangunan berarti nilai-nilai dasar pancasila


secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi
logis terhadap pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi nasional.

Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara
Indonesia termasuk dalam melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilainilai dasar Pancasila dikembangkan atas dasar hakikat manusia.

Sedangkan Pembangunan nasional Indonesia diarahkan pada upaya


peningkattan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,
pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Sehingga, pembangunan nasional bangsa
Indonesia dapat dimaknai sebagai upaya peningkatan harkat dan martabat
manusia secara total atau menyeluruh berdasarkan pada nilai-nilai yang ada
dalam pancasila.

Dalam melaksanakan pembangunan sosial berdasarkan pancasila maka


pembangunan sosial tersebut harus bertujuan untuk mengembangkan harkat
dan martabat manusia secara total. Oleh karena itu, pembangunan yang
berdasarkan pancasila harus dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan dengan berlandaskan pada
pancasila tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan. Penulis akan dijelaskan mengenai pancasila sebagai
landasan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sesuai dengan
aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya pada pembahasan berikutnya.

Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Politik Indonesia

Pembangunan politik yang berdasarkan pada pancasila harus dapat


meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia dan meningkatkan harkat
dan martabat manusia tersebut adalah dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Sehingga, sistem politik Indonesia harus mampu menempatkan
kekuasaan tertinggi pada rakyat yang sesuai dengan pancasila yaitu sistem
politik demokrasi (kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).
Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan
atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan,
dan moral keadilan.

Sebagai konsekuensi logis dari sistem politik demokrasi yang berlandaskan pada
moral pancasila maka perilaku politik, baik perilaku politik warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.

Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Sistem dan pembangunan ekonomi yang sesuai dengan pancasila yaitu


berlandaskan pada nilai moral dari pancasila itu sendiri. Secara khusus, sistem
ekonomi pancasila harus didasari oleh moralitas ketuhanan dan kemanusiaan.
Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan kemanusiaan
(humanistis) akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.

Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik sebagai makhluk


individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk Tuhan adalah sistem ekonomi
pancasila. Sistem ekonomi pancasila harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan.

Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan


yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat
dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi bangsa
Indonesia harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan

bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan,
ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.

Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Sosial Budaya

Pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat


manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Manusia tidak
cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat
kemanusiaannya.

Berdasarkan sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya


dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya
di seluruh Indonesia menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa
Indonesia. Dengan kata lain, pembangunan sosial budaya berdasarkan pada
pancasila tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial.

Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Pertahanan Keamanan Indonesia

Sistem pertahanan dan keamanan sesuai pancasila adalah mengikut sertakan


seluruh komponen bangsa untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia.
Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).

Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,


wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut
untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
segenap bangsa dari segala ancaman.

Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas


hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan bangsa sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana

pemerintahan dari rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah
pertahanan negara dan bela negara.

UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara sangat sesuai dengan nilai-nilai
pancasila. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara
bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk
menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pembangun Kemandirian Bangsa

The core of any army is its soldiers, no matter how sophisticated its equipment,
its performance is solely dependent on its soldiers.

-Douglas MacArthur, General, US Army, 1945-.[8]

Penggalan kalimat di atas memberikan esensi pada peran Sumber Daya Manusia
sebagai unsur yang paling kritis dalam setiap proses pengembangan suatu
entitas tertentu. Penggalan kalimat tersebut ikut menekankan pentingnya faktor
manusia atau SDM sebagai komponen terpenting dalam setiap proses atau
rantai nilai apapun juga. Dalam kasus pembangunan karakter bangsa Indonesia,
Sumber Daya Manusia terutama generasi muda Indonesia juga merupakan
komponen penting bagi keberhasilan pembangunan karakter bangsa itu sendiri
dengan mengngimplementasikan rantai nilai dari pancasila.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu hal yang sangat krusial,
sekaligus potensi bangsa yang paling strategis yang harus dimobilisir dan
dikembangkan. Ralph S. Larsen (2004), CEO dari Johnson & Johnson mengatakan
bahwa, tingkat kedewasaan suatu organisasi ditentukan dari persepsinya
terhadap Sumber Daya Manusia yang dimilikinya.

Permasalahan utama bagi pembangunan karakter bangsa Indonesia adalah


bagaimana mendorong agar pengembangan sumber daya manusia tersebut
dapat menghasilkan suatu pencapaian yaitu tingkat kemandirian yang
berkesinambungan. Era globalisasi menuntut adanya parameter daya saing
sebagai satu hal penting untuk menjamin suatu kemandirian bangsa. Sehingga,
pembinaan karakter yang menuju pada mentalitas daya saing juga menuntut

adanya sejumlah prasyarat pokok yang harus dijadikan acuan dalam setiap
proses pembangunan sesuai dengan rantai nilai dalam pancasila.

Sejalan dengan hal tersebut, maka unsur pokok pembangunan kemandirian


bangsa terfokus pada tiga aspek penting yaitu:[9]

1. Peran kritis sumber daya manusia sebagai sumber daya yang terus terbarukan
untuk melakukan pembangunan bangsa yang berkesinambungan.

2. Peningkatan daya saing dari sumber daya manusia tersebut, sebagai jaminan
dari kemandirian bangsa yang berkesinambungan.

3. Pemahaman mengenai pentingnya mencetak mentalitas daya saing yang


berdasarkan pada suatu rantai nilai (pancasila) dengan tatanan dan urutan
tertentu. Sehingga keberhasilan pembangunannya tergantung dari tingkat
pemenuhan kriteria dan persyaratan tersebut.

Ketiga aspek pembangunan kemandirian bangsa tersebut tentu membutuhkan


suatu agents yang dapat mengimplementasikan hal tersebut diatas. Dan agents
itu adalah generasi muda yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Generasi muda
yang umumnya masih berusia produktif diharapkan dapat memiliki kemampuan
yang tanggap khususnya dalam mengakselerasi proses internalisasi
pengetahuan dan menjadi motor penggerak perubahan atau generator of
change sesuai dengan cita-cita pembangunan berdasarkan pada pancasila.

Peran Generasi Muda dalam Pembangunan Bangsa Mandiri

Pembentukan karakter generasi muda bangsa merupakan hal yang sangat


penting bagi suatu bangsa dan bahkan menentukan nasib bangsa itu di masa
depan termasuk juga Indonesia. Namun pada kenyataannya, di era globalisasi
yang telah menempatkan generasi muda Indonesia pada derasnya arus
informasi yang semakin bebas, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan
telekomunikasi sebagai akibat dari globalisasi.

Akibat dari globalisasi tersebut, nilai-nilai asing secara disadari maupun tidak
disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada
generasi muda Indonesia.

Sehingga upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda Indonesia
untuk menghadapi globalisasi adalah dengan melakukan sebuah koordinasi
gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan
ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak
luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Berikut 3 peran penting generasi muda
dalam melaksanakan koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan:[10]

1. Generasi muda sebagai pembangun-kembali karakter bangsa (character


builder). Di era globalisasi ini, peran generasi muda adalah membangun kembali
karakter positif bangsa seperti misalnya meningkatkan dan melestarikan
karakter bangsa yang positif sehingga pembangunan kemandirian bangsa sesuai
pancasila dapat tercapai sekaligus dapat bertahan ditengah hantaman
globalisasi.

2. Generasi muda sebagai pemberdaya karakter (character enabler).


Pembangunan kembali karakter bangsa tentu tidak cukup, jika tidak dilakukan
pemberdayaan secara terus menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut
untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter atau character enabler.
Misalnya dengan kemauan yang kuat dan semangat juang dari generasi muda
untuk menjadi role model dari pengembangan dan pembangunan karakter
bangsa Indonesia yang positif di masa depan agar menjadi bangsa yang mandiri.

3. Generasi muda sebagai perekayasa karakter (character engineer) sejalan


dengan dibutuhkannya adaptifitas daya saing generasi muda untuk memperkuat
ketahanan bangsa Indonesia. Character engineer menuntut generasi muda untuk
terus melakukan pembelajaran. Pengembangan dan pembangunan karakter
positif generasi muda bangsa juga menuntut adanya modifikasi dan rekayasa
yang sesuai dengan perkembangan dunia. Contohnya adalah karakter pejuang
dan patriotism yang tidak harus diartikulasikan dalam konteks fisik, tetapi dapat
dalam konteks lainnya yang bersifat non-fisik. Esensinya adalah peran genarasi
muda dalam pemberdayaan karakter tersebut.

Generasi muda Indonesia memiliki tugas yang berat untuk dapat melaksanakan
ketiga peran tersebut secara simultan dan interaktif. Tetapi hal tersebut bukan
suatu hal yang tidak mungkin sebab generasi muda mendapatkan dukungan dan

bantuan dari pemerintah dan seluruh komponen bangsa lainnya untuk


mrngaktualisasikan peran tersebut di era globalisasi ini.

Penutup

Demarkasi atau garis pembatas yang tegas untuk menghadapi dampak


globalisasi adalah daya saing bangsa (national competitiveness) yang kuat untuk
menjadi bangsa yang mandiri dengan berlandaskan pada pancasila.
Pembangunan berdasarkan pancasila yang dilakukan oleh bangsa Indonesia
melalui pembangunan di bidang ekonomi, politik, sosial-budaya dan pertahanankeamanan dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia
dalam menghadapi globalisasi. Namun untuk mencapai daya saing yang kuat
tersebut dibutuhkan upaya besar dan peran aktif seluruh komponen bangsa
Indonesia beserta pemerintah.

Salah satu komponen yang berperan penting dalam upaya besar tersebut adalah
pembinaan karakter generasi muda bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila,
khususnya karakter positif bangsa yang harus terus ditumbuh-kembangkan
untuk memperkuat kemampuan adaptif dari daya saing bangsa sehingga dapat
menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi.

Dalam upaya untuk mengaktualisasikan kemandirian tersebut, maka dituntut


peran penting dari generasi muda Indonesia sebagai character enabler,
character builders dan character engineer. Meskipun untuk menjalankan ketiga
peran tersebut, generasi muda masih membutuhkan dukungan serta bantuan
dari seluruh elemen bangsa termasuk pemerintah, namun esensi utama dari
pembangunan karakter bangsa Indonesia menuju bangsa mandiri adalah
pentingnya peran generasi muda sebagai komponen bangsa yang paling
strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai
pancasila di era globalisasi.[11]

http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/12/pembangunan-karakter-bangsaindonesia-berdasarkan-pancasila-menuju-bangsa-mandiri-di-era-globalisasi495200.html
EMPAT PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER BANGSA
Published by debby rf - On Rabu, Februari 20, 2013 - This post haved 0 komentar
digg

2.1.1

Pancasila

Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)


sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat yuridis formal
yang mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan berlandaskan pada
Pancasila (sering disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum), Pancasila
juga bersifat filosofis. Pancasila merupakan dasar filosofis dan sebagai perilaku
kehidupan. Artinya, Pancasila merupakan falsafah negara dan pandangan/cara
hidup bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional. Sebagai dasar
negara dan sebagai pandangan hidup, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur
yang harus dihayati dan dipedomani oleh seluruh warga negara Indonesia dalam
hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lebih dari itu,
nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter masyarakat Indonesia sehingga
Pancasila menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia.

Oleh karena kedudukan dan fungsinya yang sangat fundamental bagi negara
dan bangsa Indonesia, maka dalam pembangunan karakter bangsa, Pancasila
merupakan landasan utama. Sebagai landasan, Pancasila merupakan rujukan,
acuan, dan sekaligus tujuan dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam
konteks yang bersifat subtansial, pembangunan karakter bangsa memiliki makna
membangun manusia dan bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila.
Berkarakter Pancasila berarti manusia dan bangsa Indonesia memiliki ciri dan
watak religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan mengutamakan
kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai fundamental ini menjadi sumber nilai luhur yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa.

2.1.2

Undang-Undang Dasar 1945

Derivasi nilai-nilai luhur Pancasila tertuang dalam norma-norma yang terdapat


dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Oleh karena itu, landasan kedua
yang harus menjadi acuan dalam pembangunan karakter bangsa adalah norma
konstitusional UUD 1945. Nilai-nilai universal yang terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945 harus terus dipertahankan menjadi norma konstitusional bagi negara
Republik Indonesia.
Keluhuran nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memancarkan
tekad dankomitmen bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan pembukaan
itu dan bahkan tidak akan mengubahnya. Paling tidak ada empat kandungan isi
dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi alasan untuk tidak mengubahnya.
Pertama, di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma dasar universal bagi
berdiri tegaknya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam alinea
pertama secara eksplisit dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala
bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pernyataan itu dengan
tegas menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa dan oleh
karena itu, tidak boleh lagi ada penjajahan di muka bumi. Implikasi dari norma ini
adalah berdirinya negara merdeka dan berdaulat merupakan sebuah
keniscayaan. Alasan kedua adalah di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat
norma yang terkait dengan tujuan negara atau tujuan nasional yang merupakan
cita-cita pendiri bangsa atas berdirinya NKRI. Tujuan negara itu meliputi empat
butir, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita itu sangat luhur
dan tidak akan lekang oleh waktu. Alasan ketiga, Pembukaan UUD 1945
mengatur ketatanegaran Indonesia khususnya tentang bentuk negara dan
sistem pemerintahan. Alasan keempat adalah karena nilainya yang sangat tinggi
bagi bangsa dan negara Republik Indonesia, sebagaimana tersurat di dalam
Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan dasar negara yaitu Pancasila.

Selain pembukaan, dalam Batang Tubuh UUD 1945 terdapat norma-norma


konstitusional yang mengatur sistem ketatanegaraan dan pemerintahan
Indonesia, pengaturan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia, identitas negara,
dan pengaturan tentang perubahan UUD 1945 yang semuanya itu perlu
dipahami dan dipatuhi oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam
pengembangan karakter bangsa, norma-norma konstitusional UUD 1945 menjadi
landasan yang harus ditegakkan untuk kukuh berdirinya negara Republik
Indonesia.

2.1.3

NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Kesepakatan yang juga perlu ditegaskan dalam pembangunan karakter bangsa


adalah komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karakter

yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia adalah karakter yang
memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI, bukan karakter yang
berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI. Oleh karena
itu, rasa cinta terhadap tanah air (patriotisme) perlu dikembangkan dalam
pembangunan karakter bangsa. Pengembangan sikap demokratis dan
menjunjung tinggi HAM sebagai bagian dari pembangunan karakter harus
diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa
(nasionalisme), bukan untuk memecah belah bangsa dan NKRI. Oleh karena itu,
landasan keempat yang harus menjadi pijakan dalam pembangunan karakter
bangsa adalah komitmen terhadap NKRI.

2.1.4

Bhineka Tunggal Ika

Landasan selanjutnya yang mesti menjadi perhatian semua pihak dalam


pembangunan karakter bangsa adalah semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Semboyan itu bertujuan menghargai perbedaan/keberagaman, tetapi tetap
bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki
kesamaan sejarah dan kesamaan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dengan dasar negara
Pancasila dan dasar konstitusional UUD 1945.

Keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan suatu


keniscayaan dan tidak bisa dipungkiri oleh bangsa Indonesia. Akan tetapi,
keberagaman itu harus dipandang sebagai kekayaan khasanah sosiokultural,
kekayaan yang bersifat kodrati dan alamiah sebagai anugerah Tuhan yang Maha
Esa bukan untuk dipertentangkan, apalagi dipertantangkan (diadu antara satu
dengan lainnya) sehingga terpecah-belah. Oleh karena itu, semboyan Bhinneka
Tunggal Ika harus dapat menjadi penyemangat bagi terwujudnya persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia.

2.2 Pengertian Karakter, Karakter Bangsa, dan Pembangunan Karakter Bangsa


Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat
baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang
terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara
koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan
karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas

seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan,


kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang
khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan
perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa
dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa
Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khasbaik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku
berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila,
norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika,
dankomitmen terhadap NKRI.

Pembangunan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara


kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi
kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang
berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya,
dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pembangunan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses
sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan
kerja sama seluruh komponen bangsa dan negara.

Berikut ini merupakan beberapa sikap yang mencerminkan karakter bangsa,


diantaranya:
1.

Saling menghormati dan menghargai,

2.

Rasa kebersamaan dan tolong menolong,

3.

Rasa kesatuan dan persatuan,

4.

Rasa peduli dalam bermasyarakat berbangsa dan Negara,

5.

Adanya moral dan akhlak dan di landasi nilai-nilai agama,

6. Perilaku dan sifat-sifat kejiwaan dan saling menghormati dan


menguntungkan,.
7. Kelakuan dan tingkah laku menggambarkan nilai-nilai agama, hukum, dan
budaya, serta
8.

Sikap dan prilaku menggambarkan nilai-nilai kebangsaan, dan sebagainya.

Selain itu pula, untuk membangun karakter bangsa diperlukan sikap menjunjung
tinggi beberapa nilai, seperti:
Nilai kejuangan,
Nilai semangat,
Nilai kebersamaan atau gotong royong,
Nilai kepedulian atau solider,
Nilai sopan santun ,
Nilai persatuan dan kesatuan,
Nilai kekeluargaan, serta
Nilai tanggungjawab, dan sebagainya.

Faktor Membangun Karakter Bangsa, diantaranya sebagai berikut:


Agama,
Normatif (Hukum dan peraturan yang berlaku),
Pendidikan,
Ideologi,
Kepemimpinan,
Lingkungan,
Politik,
Ekonomi, dan
Sosial Budaya.

3.

Penutup

Berdiri kokohnya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih
menggunakan empat pilar kebangsaan. Pembangunan karakter bangsa yang
saling keterkaitan dengan pilar kebangsaan ini oleh karenanya haruslah dalam
aras yang berkesesuaian dan terintegrasi, yang bernafaskan Pancasila, yang
konstitusional, dalam kerangka NKRI, dan untuk menjamin keanekaragaman
budaya, suku bangsa dan agama. Jika salah satu foundasi pilar kebangsaan itu
tidak dijadikan pegangan, karakter bangsa yang dicita-citakan sekedar wacana

dan angan-angan belaka. Maka akan goyahlah negara Indonesia disebabkan oleh
hal tersebut. Jika penopang yang satu tak kuat, maka akan berpengaruh pada
pilar yang lain. Pada akhirnya bukan tak mungkin Indonesia akan ambruk secara
bertahap, bergantung pada seberapa jauh dan seberapa dalam kita
menggunakan empat pilar kebangsaan tersebut. Tentunya, ambruknya NKRI
merupakan sesuatu yang tak diinginkan dan tak terlintas sedikitpun dalam
benak kita sebagai bagian dari NKRI.

Sumber Referensi

Makalah yang disampaikanan dalam Sarasehan bertajuk Merenungkan


Kembali Empat Pilar Kebangsaan, di Rawalo, Kab. Banyumas, 20 Desember 2010
oleh Manunggal K. Wardaya (Sekretaris Bagian Hukum Tata Negara FH UNSOED,
Alumnus Monash University Australia, dan International Institute of Social
Studies, Erasmus University, Belanda).

Orientasi Nasional Partai Demokrat dan National Institute for Democratic


Governance bertajuk Bersiap Untuk Mengurus Negara, di Puncak, Selasa, 11
Agustus, 2009 oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH (Guru Besar Hukum Tata
Negara Universitas Indonesia, Pendiri/Ketua Mahkamah Konstitusi RI periode
2003-2008, Penasihat Komnas HAM, Ketua Dewan Kehormatan KPU, dan
Penasihat Senior BPP Teknologi.)

Materi Diklat bertajuk Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI yang


disampaikan oleh Aprianto Widyaiswara Pratama dalam Diklat Prajabatan
golongan III Departemen Agama.
http://debbyrfs.blogspot.com/2013/02/empat-pilar-kebangsaan-untukmembentuk.html
UPAYA MENDISIPLINKAN SISWA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER

Saya sedang mencari file-file atau informasi-informasi tentang pendidikan


karakter. saya coba cari disana-sini, akhirnya sampaii juga pada situs
http://www.puskur.net. kemudian saya download file-file yang saya butuhkan di
sana. file-file tersebut saya cetak dan saya berikan kepada dosen saya (sebagai
bahan pengajuan judul skripsi saya,red). Saya baca file-file tersebut (meskipun
belum semuanya, hehehehe. beberapa informasi dari file-file tersebut saya kutip
di dalam artikel saya (untuk tugas akhir matakuliah problematika pembelajaran
SD). Artikel saya ini tentu masih jauh dari sempurna, karena itu saran pembaca
sangat saya perlukkan. Berikut artikel saya tersebut.

UPAYA MENDISIPLINKAN SISWA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh Nur Wijayanto

Abstrak : Banyak terjadi masalah-masalah sosial di era reformasi ini. Masalahmasalah tersebut juga berimbas kepada kehidupan sekolah bahkan di sekolah
dasar. Masalah-masalah sosial tersebut mengerucut kepada kedisiplinan siswa.
Solusi atas kedisiplinan siswa tersebut adalah pendidikan karakter. Untuk dapat
melaksanakan pendidikan karakter, diperlukan pemahaman yang baik terhadap
pendidikan karakter, yaitu pemahaman tentang pengertian pendidikan karakter,
nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar.

Kata Kunci : kedisiplinan, pendidikan karakter, pelaksanaan pendidikan karakter

Masyarakat Indonesia saat ini berada di era reformasi. Era reformasi adalah era
baru setelah era era orde baru. Era reformasi ditandai dengan pelaksanaan hak
asasi manusia secara utuh, dalam arti semua hak-hak manusia dihargai dan
dijun-jung tinggi dengan memperhatikan hak-hak orang lain. Namun hal ini
disalah-artikan dalam pelaksanaannya. Hak-hak seseorang diminta untuk
dihargai dengan sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan hak-hak orang lain
serta norma dan aturan yang berlaku. akibatnya, banyak terjadi masalahmasalah sosial di masyarakat. Sebagai contoh adalah adanya tindak kekerasan
yang terjadi di mana-mana, tawuran antar pelajar, kurangnya rasa hormat dan
sopan santun kepada orang yang lebih tua dan lain sebagainya.

Masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat juga memberi imbas kepada


kehidupan di sekolah tidak hanya di sekolah-sekolah tingkat atas, bahkan di
sekolah dasar pun kerap terjadi masalah-masalah sosial tersebut. Adapun
masalah-masalah tersebut meliputi pelanggaran-pelanggaran terhadap normanorma yang berlaku di masyarakat. Masalah-masalah yang sering dijumpai
adalah adanya siswa yang kurang hormat kepada bapak/ibu guru, kekerasan
kepada siswa lainnya dan lain sebagainya.

Identifikasi masalah-masalah sosial di sekolah mengarah kepada adanya


kekurangdisiplinan siswa. Ditengarai penyebab-penyebab adanya kekurangdisiplinan siswa adalah kurangnya kepedulian pihak-pihak di sekitar siswa.

Penyebab lainnya adalah mudahnya siswa mendapatkan informasi tanpa


adanya penyaringan terlebih dahulu.

Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi adanya kekurangdisiplinan siswa


di sekolah. Pendidikan karakter dijadikan alat untuk mengkarakterkan siswa.
Melalui kegiatan ini, siswa dilatih bertindak sesuai dengan norma dan aturan
berlaku. Melalui kegiatan ini pula, siswa dibiasakan melaksanakan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat seperti gotong-royong, sopan santun, saling
menghormati, dan lain sebagainya.

Sejak Indonesia berdiri, pendidikan karakter terus dikumandangkan. Sebagai


bukti adalah Presiden Soekarno mencanangkan nation and character building
dalam rangka membangun dan mengembangkan karakter bangsa Indonesia
guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila (Puskur, 2010 : 1). Dilanjutkan pada masa orde baru,
Presiden Soeharto mencanangkan pelatihan atau penataran P 4. Pada masa
reformasi ini, pendidikan karakter juga menjadi prioritas pendidikan karakter
juga Adanya bukti-bukti tadi memberikan gambaran bahwa pendidikan karakter
bukan hal baru. Namun demikian, di era reformasi ini, pendidikan karakter juga
menjadi prioritas pembangunan SDM bangsa Indonesia. Hal ini tampak dalam UU
Sisdiknas. Namun demikian, pelaksanaannya nampak surut bahkan tidak ada
sama sekali. Untuk itu, diperlukan adanya penghidupan kembali pendidikan
karakter.

Diperlukan pemahaman lebih lanjut untuk melaksanakan pendidikan karakter.


Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas pengertian pendidikan karakter,
nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter dan penerapan
pendidikan karakter di sekolah dasar. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menjelaskan pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter,
ruang lingkup pendidikan karakter, dan pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah dasar.

PEMBAHASAN

Penjelasan tentang adalah meliputi pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan


karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan penerapan pendidikan karakter
di sekolah dasar. Masing-masing hal tersebut dijelaskan berikut ini.

Pengertian

Pengertian pendidikan karakter berkaitan dengan pengertian pendidikan dan


karakter. Pendidikan adalah Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan
sistematis dalam mengembangkan potensi siswa (Puskur, 2010: 4). Pengertian
karakter Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur,
berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Puskur, 2010 :
5). Bila dua pengertian tadi digabung, akan menjadi pendidikan yang
mengkarakterkan siswa. Lebih lanjut, pengertian pendidikan karakter adalah
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada
diri siswa sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,
menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota
masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif
(Puskur, 2010 : 4).

Pengertian pendidikan karakter memiliki dua kata kunci. Kata kunci yang
pertama adalah isi pendidikan karakter. Isi berkaitan dengan apa yang akan
dilaksanakan dalam pendidikan karakter. Isi pendidikan karakter meliputi nilai
nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia,
agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan
nasional (Puskur, 2010 : 6). Kata kunci yang kedua adalah pelaksanaan
pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter, perlu
diketahui fungsi dan tujuan pendidikan karakter. Adapun fungsi dan tujuan
pendidikan karakter adalah :

1. pengembangan: pengembangan potensi siswa untuk menjadi pribadi


berperilaku baik; ini bagi siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang
mencerminkan budaya dan karakter bangsa;

2. perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab


dalam pengembangan potensi siswa yang lebih bermartabat; dan

3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
bermartabat. (Puskur, 2010 : 7)

Sedangkan tujuan pendidikan karakter adalah:

1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan


warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan


dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;

3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi


penerus bangsa;

4. mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif,


berwawasan kebangsaan; dan

5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar


yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa
Kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). (Puskur, 2010 : 7)

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. nilai ini berlaku


universal, karena dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya
diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama,
Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasannya
adalah sebagai berikut.

1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,


kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama
dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada
nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai
pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan
kaidah yang berasal dari agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip


kehidupan Kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila
terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasalpasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,


kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa
bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu
warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai nilai
Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara (Puskur, 2010 : 8).

Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya.


Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilainilai pendidikan karakter di sekolah. adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan
karakter adalah sebagai berikut.

Tabel 1 Deskripsi Nilai Pendidikan KarakterNilai

Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakanajaran agama


yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan

pemeluk agama lain.


2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinyasebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam

perkataan, tindakan, dan pekerjaan.


3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang

berbeda dari dirinya.


4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuhpada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguhdalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,

serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.


6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan caraatau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung padaorang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai samahak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untukmengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu

yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.


10. Semangat Kebang-saan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
yangmenempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas

kepentingan diri dan kelompoknya.


11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkankesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik bangsa.


12.Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untukmenghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13.Bersahabat/KomuniktifTindakan yang memperlihatkan rasa senang


berbicara,bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. CintaDamai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan oranglain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. GemarMembaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagaibacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingku-ngan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegahkerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi.


17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuanpada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggun-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugasdan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,

sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Puskur (2010 :_)

Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter meliputi dua aspek aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek
ke dalam dan aspek keluar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek
kognitif (olah pikir), afektif (olah hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek ke luar
yaitu aspek manusia dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya dengan orang

lain yang meliputi interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masingmasing aspek memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter.
Penjelasan ruang lingkup pendidikan karakter terdapat pada bagan berikut ini.

Bagan 1 Ruang Lingkup Pendidikan Karakter (Puskur, 2011: 4)

Penerapan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar

Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah


pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan
pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler,
dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan
masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan pembelajaran

Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan


dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi
yang menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi
kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa
menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata.
Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia
nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang
komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran
afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga) (Puskur, 2011 :
8).

Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain (a)


pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran
berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis
kerja. Puskur (2011 : 9) menjelaskan bahwa kelima strategi tersebut dapat

memberikan nurturant effect pengembangan karakter siswa, seperti: karakter


cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.

2. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar

Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui


kegiatan pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan,
keteladanan, dan, pengkondisian. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai
berikut.

a. Kegiatan rutin

kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat.
Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus
menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan
rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan,
pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika
masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan
salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.

b. Kegiatan spontan

Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan
secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah
mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau
sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.

c. Keteladanan

Keteladanan merupakan sikap menjadi contoh. Sikap menjadi contoh


merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam
memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan
menjadi panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8). Contoh kegiatan ini misalnya
guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel.

d. Pengkondisian

Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik


maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya
pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah
mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan
pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam
kelas (Puskur, 2011: 8). Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya
mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau
bahkan menghilangkan konflik tersebut.

3. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan


pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga
mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya
sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap
diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi
kegiatan-kegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan
pendidikan karakter kepada siswa.

4. Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat

Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan karakter yang ada di


sekolah. rumah (keluarga) dan masyarakat merupakan partner penting
suksesnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. pelaksanaan pendidikan
karakter sebaik apapun, kalau tidak didukung oleh lingkungan keluarga dan
masyarakat akan sia-sia. Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan
terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan
pembiasaan di rumah dan masyarakat (Puskur, 2011: 8).

KESIMPULAN

Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter


bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan
karakter di sekolah dasar, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalahmasalah sosial yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran),

pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler


dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di
masyarakat.

http://nurwijayantoz.wordpress.
com/pendidikan-4/upayamendisiplinkan-siswa-melaluipendidikan-karakter/
Karakter Bangsa Mau Dibawa ke Mana?

administrator

1
2
3
4
5 ( 5 Votes )
User Rating: / 5
PoorBest

Berapa pun besar bantuan luar negeri dikucurkan, berapa pun utang luar negeri
diperoleh, berapa pun tenaga ahli
dikirimkan, akan sia-sia kalau bangsa Indonesia gagal melakukan character and
nation building.
Sejak jatuhnya Orde Baru, perekonomian Indonesia masih terpuruk dan
bergantung pada CGI. Kehidupan politik, budaya
dan ideologi bangsa juga sedang mengalami krisis. Kesatuan wilayah dan hati
bangsa Indonesia makin terpecah belah

setelah era reformasi. Upaya perbaikan nasib rakyat bukan makin baik tapi
makin menyedihkan. Lalu apa yang di perlukan
oleh bangsa Indonesia untuk keluar dari krisis?

Utang lebih banyak pada negara CGI seperti yang dilakukan tim ekonomi
Indonesia dari Soeharto hingga Yudhoyono.
Membuka pasar lebar-lebar kepada investor asing untuk menguras tambang di
Freeport dan blok Cepu dengan harapan
akan mendatangkan devisa? Lalu kalau investor didatangkan, apakah perlu
dipertaruhkan nasib buruh dan petani sebagai
tumbal bangsa demi mencapai pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional?
Apakah datangnya investor dan pinjaman
utang baru mampu mengakhiri krisis Indonesia bangsa yang multi dimensi?
Memang untuk membangun ekonomi Indonesia membutuhkan investor dan
sumber daya manusia dari luar. Tapi
mendatangkan investor dan utang lebih banyak tak akan banyak menolong
kalau karakter bangsa tidak diperbaiki. Krisis
utama bangsa Indonesia bukan sekadar krisis ekonomi dan negara kesatuan tapi
juga krisis kebangsaan khususnya
karakter bangsa.

Kebanggaan yang Sirna

Bagi banyak orang yang pernah hidup dalam tahun lima puluhan sampai tahun
enam puluh lima, betapa bangsa
Indonesia memiliki kebanggaan ketika Indonesia berhasil menyelenggarakan
konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun
1955. Disusul kemudian berbagai konferensi seperti konferensi wartawan AsiaAfrika, penulis Asia Afrika dan Konferensi
Mahasiswa Asia-Afrika. Semua orang Indonesia tak peduli dia itu Batak atau
Jawa, keturunan Tionghoa atau India, Kristen
maupun Islam merasa bangga menjadi bangsa Indonesia.

Semua merasa dilindungi dan bebas dari dianaktirikan karena agama dan
sukunya. Tidak ada pertikaian dan kekerasan
yang berarti di antara suku dan agama yang berbeda. Indonesia melalui
kepemimpinan Bung Karno bisa menjadi obor
yang memberikan harapan tidak hanya kepada bangsa Indonesia tapi juga
bangsa yang masih di bawah belenggu
penjajahan. Nama Bung Karno cukup hidup di benak hati rakyat di Asia, Afrika,
dan Amerika Latin.

Salah satu yang dilakukan Bung Karno pada waktu itu dan yang tidak dilakukan
oleh Soeharto dan penggantinya adalah
melakukan character and nation building. Siapa tak bangga pada waktu itu
memiliki Presiden Indonesia Bung Karno?
Pembangunan karakter bangsa adalah fondasi untuk memperbaiki krisis bangsa.
Kalau karakter bangsa sudah rusak
maka bangsa itu akan menjadi cemooh bangsa lain, diejek dan diremehkan oleh
kekuatan asing. Pembangunan sosial,
ekonomi, politik, kebudayaan memerlukan pembangunan karakter bangsa.

Berapa pun besar bantuan luar negeri dikucurkan, berapa pun utang luar negeri
diperoleh, berapa pun tenaga ahli
dikirimkan akan sia-sia kalau bangsa Indonesia gagal melakukan character and
nation building. Yang ada setelah enam
puluh tahun merdeka, utang makin membumbung, korupsi makin merajalela,
pejabat bisa dibeli, rasa persatuan sebagai
bangsa mulai luntur, ke- kerasan antarsuku dan antaragama menjamur. Bangsa
Indonesia diremehkan dalam percaturan
global.

Peran Agama dan Pendidikan

Agama dan pendidikan seyogianya menjadi pilar dalam pembangunan karakter


bangsa. Tapi sayang banyak pihak telah

menyalahgunakan peran agama dan pendidikan dalam kehidupan berbangsa


dan bernegara. Orang lebih
mengutamakan simbol, ritual, dan kekuasaan daripada hikmah dan makna
agama dalam membangun karakter bangsa.
Munculnya beberapa Perda atau Rancangan Undang-Undang yang bernuansa
keagamaan dan golongan telah
mengkhawatirkan banyak tokoh kebangsaan di tanah air. Rupanya negara
kebangsaan mulai diabaikan oleh beberapa
pemimpin politik dan agama. Mereka lebih mengutamakan simbol dan syariah
agama sebagai agenda politik dari pada
memajukan bangsa dan negara Indonesia. Simbol dan syariah agama dianggap
lampu Aladin yang mampu menyulap
karakter dan kemajuan bangsa. Banyak yang khawatir bahwa Indonesia di atas
kertas masih mengakui negara
kebangsaan tapi dalam praktek sedang menuju menjadi negara yang
berorientasi keagamaan.

Kemajemukan suku dan agama mulai diabaikan dan beberapa pemimpin mulai
menonjolkan dikotomi mayoritas dan
minoritas berdasarkan keagamaan atau suku. Kemayoritasan agama membuat
sekelompok pemimpin agama dan politik
menuntut agar pemerintah ikut campur tangan dalam menegakkan syariah
agama bagi pemeluknya melalui seperangkat
peraturan daerah. Ketika bencana alam terjadi di Aceh, Nias, dan Yogyakarta
solidaritas sebagai anak bangsa dan
manusia dinomorduakan dan yang muncul adalah prasangka keagamaan dan
golongan.

Dalam kehidupan berbangsa orang tak lagi melihat lagi apakah seseorang itu
mampu menunaikan tugas dan kewajiban
negara tapi pertanyaannya menjadi apakah seseorang itu seagama dengan
dirinya. Jabatan publik sering sulit diberikan
atau dipersoalkan ketika seseorang bukan merupakan bagian mayoritas agama
di negeri ini. Ketika ada pengusutan

terhadap pelaku korupsi dan kejahatan maka solidaritas golongan dan


keagamaan dimunculkan sehingga kasus
kejahatan dan korupsi harus dipetieskan dan mandeg di tengah jalan.

Untuk mengatasi krisis karakter bangsa memang tak mudah. Tak bisa
diselesaikan dalam sekejap mata. Di sinilah
peranan pemimpin bangsa, agama, masyarakat, dan pendidikan sangat
menentukan. Sejauh ini pemimpin agama dan
pemerintah gagal membangun karakter bangsa karena para pemimpinnya lebih
menonjolkan kepentingan partai, agama,
dan golongan.

Selain itu, lembaga agama dan pendidikan yang seyogianya menjadi tumpuan
untuk menjadi kawah candra di muka
gagal melaksanakan peran dan tugas mereka dalam membangun karakter dan
kemajuan bangsa. Dibutuhkan terobosan
untuk membangun Indonesia dari keterpurukan kalau bangsa Indonesia
berkehendak disegani dan dihormati oleh
bangsa di dunia.

Oleh: Josef P Widyatmadja, Penulis adalah pengamat sosial


Sumber: http://ob.or.id/beta2/?p=403
Kurikulum 2013: Solusi Untuk Mengatasi Krisis Karakter di Indonesia
Posted by: PaulaMay 21, 2013Tags: kurikulum 2013, pancasila, pendidikan
karakter, pendidikan pancasila, penilaian portofolioReply

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa dasar dari


pengembangan kurikulum baru (Kurikulum 2013) adalah untuk membangun

pendidikan karakter pada anak anak bangsa. Kurikulum 2013 lebih


menekankan pada pengembangkan karakter disamping ketrampilan dan
kemampuan kognitif karena Indonesia saat ini sedang mengalami krisis karakter
yang diperlihatkan dari banyaknya korupsi, tindak kejahatan terjadi dimana
mana, dan mudahnya anak anak bangsa menerima kebudayaan dari negara
lain tanpa menyaringnya apakah kebudayaan itu baik atau buruk untuk diri
mereka.

Menurut Hamid Muhammad, Direktur Jenderal Pendidikan Menengah dari


Kemendikbud ada tiga nilai utama yang akan dikembangkan dalam kurikulum
2013. Pertama adalah menghormati kembali norma norma yang menjadi
budaya bangsa diantaranya adalah pembangunan karakter jujur, disiplin, dan
bertanggung jawab.

Hal yang kedua adalah menumbuhkan nilai nilai keilmuan. Dalam hal ini
pemerintah berupaya untuk menumbuhkan semangat berinovasi, mencari ilmu,
dan berkreasi pada para siswa. Hal yang ketiga adalah menumbuhkan nilai
kebangsaan dan cinta tanah air, termasuk didalamnya menghargai kebudayaan
dan karya bangsa.

Hamid juga meminta agar para pendidik atau guru tidak perlu khawatir dengan
kehadiran kurikulum 2013 karena Kemendikbud akan melatih semua guru dan
pengawas dalam penerapan kurikulum baru ini. Pelatihan tersebut juga akan
memberikan pendampingan dalam pelaksanaannya. Selanjutnya, kurikulum baru
ini juga disusun untuk meningkatkan keseimbangan otak kanan dan otak kiri.

Hal tersebut natinya akan memasukkan kembali mata pelajaran Pendidikan


Pancasila yang dulu sempat dihilangkan. Pelajaran ini akan masuk ke dalam
pelajaran PPKn (Pendidikan Kewarganegaraan).

Dalam kurikulum 2013, empat pilar juga aka dimaksimalkan. Dalam semua mata
pelajaran yang akan diberikan akan ditambah dengan penanaman nilai
kebangsaan, terutama untuk pelajaran sejarah dan Bahasa Indonesia. Dengan
adanya hal ini, diharapkan anak anak Indonesia nanti bangga memiliki bahasa
Indonesia yang saat ini telah digunakan oleh hampir 300 juta penduduk
Indonesia, Malaysia, dan beberapa wilayah selatan Thailand.

Dalam kurikulum 2013, proses pembelajarannya akan memberi kesempatan


pada siswa untuk mengobservasi, menganalisis, mempertanyakan, dan

mengkomunikasikan pengetahuan. Sedangkan untuk proses penilaiannya,


kurikulum 2013 tidak hanya ditentukan oleh hasil tes saja tetapi menggunakan
penilaian portofolio
http://gelumbang.com/334/pendidikan/kurikulum-2013-solusi-untuk-mengatasikrisis-karakter-di-indonesia.htm
Benarkah Indonesia Mengalami Krisis Karakter?
Thu, 11/04/2013 - 07:45 WIB

Oleh: Ibnu Anshori*

Saat ini, bisa dibilang Indonesia tengah mengalami krisis karakter, baik dari
kalangan inferior maupun supperior. Mengapa demikian? Hal ini tentu
disebabkan oleh realitas yang marak terjadi dilapangan. Misalnya, aksi tawuran
dan pergaulan bebas yang kian meningkat dilakukan para remaja, kasus korupsi
yang diprakarsai oleh tokoh, elit politik, pejabat negara, bahkan pemerintahpun
terlibat dalam kasus yang senada.

Tindakan amoral seperti itu, tentunya dapat dijadikan sebagai saksi bisu bahwa
Indonesia memang layak disebut sebagai negara krisis karakter. Sebab,
diantara keduanya tidak ada perbedaan. Entah apa yang melatarbelakagi
permasalahan tersebut. Namun yang pasti, hal ini tidak mungkin terlepas dari
kurangnya kesadaran dalam bersikap pada setiap individu.

Kesadaran pada setiap individu memang hal yang sangat urgen, apalagi
dalam mengambil suatu kebijakan maupun keputusan. Tanpa kesadaran, mereka
akan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan moral. Dan hal
inilah yang menjadi indikator bangsa mengalami krisis karakter.

Merasakan carut marutnya keadaan bangsa saat ini akibat lemahnya


hukum, tidak dapat dielakkan lagi sangat mencemaskan bagi eksisitensi negara.
Jika terus demikian, perlahan tapi pasti, negara ini akan runtuh dengan
sendirinya.

Apalagi mengingat akhir akhir ini, diberbagi media dihantaui dengan kasus
terselubung para kaum elit yang kini mulai terungkap kebenarannya. Salah

satunya, dipecatnya Sekretaris Abraham Samad, yakni Ketua Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat tersangka sebagai pelaku utama
pembocoran draf surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum.

Jika dirasionalkan, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa, para kaum elit
hanyalah berorientasi pada perebutan kekuasaan, mereka menghalalkan segala
cara demi mencapai apa yang diinginkan, sehingga tidak bisa membedakan
antara kawan dan lawan, seperti halnya tragedi yang dilakukan WS untuk
menjatuhkan rekannya sendiri, yaitu AU.

Dengan demikian, nampak jelas bahwa Indonesia tengah mengalami krisis


karakter. Apalagi, jika melihat realitas dilapangan, justru kaum penguasalah yang
menodai kredibilitas negara Indonesia ini dengan tingkah laku mereka yang
bersifat individualisme.

Krisis Karakter Kepemimpinan

Bicara tentang kepemimpinan, tentu tidak terlepas dari faktor penggerakanya,


yakni pemimpin. Eksistensi seorang pemimpin bagi suatu negara memang
merupakan hal yang sangat urgen. Tanpa pemimpin, negara tersebut tidak akan
pernah bisa menggerakkan roda pemerintahan.

Akan tetapi, seorang pemimpin (leader) tidaklah sosok yang sekedar memimpin
saja, atau hanya mampu memberikan pengaruh terhadap orang lain, melainkan,
pemimpin harus bisa mengatur dan memberikan arahan, serta yang terpenting
adalah dapat mengangkat harkat martabat pengikut yang dipimpin.

Namun, diakui atau tidak, kepemimpinan Indonesia saat ini, jauh dari hakikat
kepemimpinan yang sebenarnya. Hal ini tercermin dengan pemimpin yang tidak
dapat memberikan pembaharuan dan perubahan yang signifikan. Tindak
kekerasan (tawuran), narkotika, minuman keras, sexsual, dan tindakan cacat
moral lainnya seakan menjadi identitas bangsa Indonesia.

Bahkan, tujuan utama seorang pemimpin dianak tirikan, mereka lebih


memprioritaskan kesenangan semu, yang hanya bisa dinikmati oleh dirinya
semata, tanpa memikirkan rakyatnya yang tengah menderita akibat ulah
pemimpinnya.

Ambil saja contoh dalam kehidupan bernegara, sampai saat ini tujuan
utama, yakni menegakkan keadilan dalam negara, mengayomi dan memberikan
perlindungan kepada rakyat, mensejahterahkan dan memakmurkan rakyat,
terlebih memajukan negara sama sekali belum teralisasi.

Realitas ini menambah keyakinan bahwa Indonesia memang tengah mengalami


krisis karakter kepemimpinan. Akibatnya berimplikasi terhadap gagalnya
pemimpin negara untuk mewujudkan tujuan kehidupan bernegara tersebut.

Seharusnya

Tidak dapat dipungkiri, pemimpin yang berkarakter merupakan dambaan


seluruh rakyat. Pemimpin yang demikian sangat diperlukan dalam menciptakan
kondisi negara yang stabil, adil, aman dan nyaman.

Seorang pemimpin yang berkarakter, tidak akan mudah terintervensi dari pihak
luar. Sebab, pada dirinya telah ada sikap independensi yang kokoh dan kuat, dan
senantiasa bersikap tegas dan bijak dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Selain itu, dengan eksistensi karakter, dapat menjaga kualitas, integritas, dan
kredibilitas pada diri seorang pemimpin, dan yang terpenting dapat menjaga
moralnya sebagai figur rakyat.

Hal ini terbukti pada pemerintahan masa orde baru dahulu, yakni pada masa
kepemimpinan Soeharto, yang pada saat itu, Indonesia menjadi salah satu
negara yang ditakuti di Asia dan martabat negara pun dijunjung tinggi.

Tentunya hal tersebut merupakan suatu keberhasilan dari sosok pemimpin yang
memang benar-benar memiliki karakter kepemimpinan, yang mampu
memberikan keistimewaan dan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia.

Namun, untuk mencontoh kepemimpinan ala Soeharto memang butuh


kesungguhan hati dan siap menerima konsekuensi apapun. Sebagaimana
ungkapan Kasman Singodimejo, yang mengatakan bahwa leider is lijden
(memimpin adalah menderita).

Memang harus diakui, beban menjadi pemimpin memang sangat berat. Seorang
leader harus berjuang demi rakyat dipimpinnya dan lebih memprioritaskan
kepentingan bersama (socity) dibandingkan dengan kepentingan pribadi
(individu).

Lebih dari itu, mengingat perkataanJohn Emerich Edward Dalberg Actonatau


yang sering disebut Lord Acton yang mengatakan Great man almost always bad
man, yang berarti, pemimpin harus nakal, nekad, serta berani melawan arus.
Sebab, dengan adanya keberanian tersebut, pemimpin tidak akan gentar untuk
menghadapi ancaman dari pihak manapun.Sehingga pada akhirnya, rakyat akan
hidup tentram dengan sosok teladan yang arif dan bijaksana, danharkat
martabat negarapun tetap terjaga dan tidak mudah diinjak-injak oleh negara
lain. Wallahu alam bi al-shawab.
3 Faktor Penyebab Krisisnya Nilai Karakter Bangsa
Posted by Masduki Zakariya on March 13th, 2013 11:40 PM | ARTIKEL
Share on facebook
Share on twitter
Share on delicious
Share on digg
Share on stumbleupon
Share on reddit
Share on email
More Sharing Services

Karakter adalah yang mendasari sebuah pribadi itu baik atau tidak. Karakter
yang baik menjadi dasar perilaku yang baik. Sebaliknya karakter yang buruk
menyebabkan chaos dalam berkehidupan. Demikian juga dalam bernegara nilainilai karakter bangsa seharusnya tidak terpisahkan dari aktifitas dan perilaku
bangsa. Timpangnya karakter menyebabkan bangsa kehilangan jati diri bahkan
harga dirinya. Berkarakter adalah harga pasti baik atau tidak suatu bangsa.
Karakter berbangsa akan diteruskan oleh para generasinya. Saat ini Indonesia
berada di bawah krisis multidimensi, termasuk karakter. Ada tiga hal yang
berasal dari dalam dan luar yang memengaruhi keadaan ini.

Era globalisasi tak pelak lagi telah mendatangkan krisis multidimensi karena
Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik, salah satunya adalah krisis
karakter. Terkhusus krisis karakter generasi muda yang akan meneruskan estafet
kepemimpinan. Saat generasi muda tidak mampu membentengi diri dengan
kebudayaan dan kearifan lokal maka dengan mudah terombang-ambing ke
pusaran arus globalisasi yang senantiasa berubah. Dalam skalanya, globalisasi
dapat menyebabkan krisis nilai karakter bangsa.

Arus globalisasi tidak dapat terlepas dari tren yang dimunculkan oleh raksasaraksasa kompetitor bisnis dunia, karena sebenarnya tren globalisasi yang muncul
adalah produk paham ekonomi kapitalisme zaman baru yang tengah membentuk
perilaku masyarakat dunia yang konsumtif. Generasi muda saat ini mudah
terjebak oleh tren negatif yang ditampilkan oleh media informasi. Tanpa filter
para muda dengan mudah menerima dan mengaplikasikan gaya yang dianggap
populer dan kehilangan karakter luhur bangsa yang seharusnya menjadi
identitas. Kemampuan memfilter informasi yang masuk tentunya menjadi
keahlian tersendiri untuk tetap dapat membumikan nilai luhur bangsa.

Menghindari arus globalisasi bukanlah hal yang memungkinkan dan tidak


seharusnya takut menghadapinya. Globalisasi menjadi term universal untuk
menduniakan kebudayaan suatu bangsa atau bahkan suatu kelompok.
Globalisasi ternyata hanyalah salah satu penyebab krisis karakter dari luar,
sedangkan penyebab dari dalam adalah krisis figur pemimpin yang ditandai
dengan menyeruaknya kasus-kasus korupsi yang menjerat pemimpin-pemimpin
bangsa saat ini. Mereka yang seharusnya menjadi teladan malah tertangkap
basah melakukan tindakan korupsi. Walaupun pelaku tindakan korup adalah
oknum dan bukannya instansi namun terseretnya pemimpin seakan mewakili
keburukan instansi. Demikian juga dengan para elit negara yang membawa
nama bangsa. Para muda sekarang lebih suka mengagumi figur di film dan musik
barat dibanding dengan bangsanya sendiri.

Indonesia memiliki sejarah buruk korupsi skala masif dari kepemimpinan rezim
junta militer Soeharto. Kemerosotan kepemimpinan saat ini masih merupakan
warisan dari kepemimpinan sebelumnya. Reformasi yang belum lama dilakukan
ternyata masih setengah hati. Gaungnya hanya sekedar pembuka dan tidak
meliputi reformasi dalam diri. Tentu pemimpin pengganti rezim memiliki
kekurangan contoh figur pemimpin yang berkarakter. Jika korupsi masih menjadi
tolok ukur buruknya sebuah kepemimpinan maka menurut KPK Indonesia baru
akan terbebas lima puluh tahun lagi, dan itu bukan waktu yang singkat
menunggu datangnya pemimpin yang berkarakter.

Krisis karakter juga dihembuskan oleh tema negatif lagu-lagu ngetop dalam
negeri. Diketahui bahwa belantika musik di Indonesia sudah menjadi gaya hidup
kalangan muda sekarang. Musik Indonesia bahkan diakui originalitasnya di
negeri jiran seperti Malaysia dan Singapura. Tren lagu yang mudah populer
adalah tentang percintaan. Namun muatan tema lagu yang putus asa, putus
harapan, kecewa, dikhianati, mengkhianati, gejolak traumatis, dan melanggar
etika nilai moral di masyarakat telah membentuk kepribadian yang pesimistis,
individualis, dan oportunis. Serbuan dari luar dan dalam inilah yang secara
langsung mengerdilkan karakter yang seharusnya dapat ditumbuhkembangkan.

Globalisasi, teladan kepemimpinan, dan lagu adalah bilah-bilah pisau yang bisa
berguna atau malah berbahaya. Globalisasi tidak mungkin dipersalahkan karena
merupakan bagian dari perkembangan zaman yang dinamis. Karakter
kepemimpinan semoga dapat ditemukan seiring proses pendewasaan politik di
Indonesia. Konstelasi politik di Indonesia sekarang menyebabkan jika
dimunculkan figur pemimpin berkarakter maka dengan mudah disabotase oleh
partai-partai politik. Seni adalah kemampuan artistik dengan kebebasan yang
tidak boleh dibatasi termasuk penciptaan lagu. Karena kuatnya pengaruh musik
terhadap gaya hidup anak muda saat ini diharapkan tema lagu yang diusung
dapat memperkuat kepribadian para pendengarnya. Sudah seharusnya sebagai
wakil Tuhan di bumi segala yang digagas oleh manusia bisa berdampak positif.
Termasuk diantaranya adalah penguatan karakter. Juga karena setiap pribadi
adalah pemimpin. Setidaknya untuk diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai