Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Rendi Muflih
110.2011.227
Pembimbing :
dr.Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta
salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta
pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis
dapat menyelesaikan presentasi kasus penyakit dalam ini dengan judul
HIPEROSMOLAR NON KETOTIK Pada DIABETES MELITUS TIPE II
sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Cilegon. Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis
hingga referat ini selesai tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak
pihak. Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun materil, maka
selanjutnya penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang tulus kepada seluruh pihak yag telah membantu penulis dalam
menyelesaikan presentasi kasus ini.
PRESENTASI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
Usia
: 61 tahun
Pekerjaan
: Karyawan swasta
Agama
: Islam
Alamat
:-
Jenis kelamin
: Laki-laki
Ruangan
No. CM
: 20XXXX
Tanggal Masuk
: 28 Oktober 2015
Pembiayaan
: BPJS II
II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran, kejang +/- 15 menit
Keluhan Tambahan :
Seluruh tubuh sebelah kiri kesemutan, tangan kiri tdk dapat digerakan dan
demam
Gula darah sewaktu : hi
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tuan S datang dengan penurunan kesadaran dan kejang +/- 15
menit pada pukul 16.30 WIB. Sebelum kejang os mengeluh badan sebelah
kiri kesemutan dan tangan kirinya tidak bias digerakan dan badan terasa
panas dingin .Pasien datang dengan penurunan kesadaran dibawa oleh
keluarga ke RSUD Cilegon pada tanggal 28 Oktober 2015. Pasien
mengaku sudah mengalami kejangnya 4x sebelum masuk rumah sakit.
Setelah sadar dan kondisi membaik dari IGD pasien dirawat ke Nusa
Indah.
Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret
Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir
(-) Gusi
4
(-)
(-)
Nyeri kepala
Nyeri sinus
(-)
(-)
(-)
Anemis
Gangguan penglihatan
Penurunan ketajaman penglihatan
(-)
(-)
(-)
Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran
(-)
(-)
(-)
Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek
(-)
(-)
Lidah
Gangguan pengecapan
(-)
Selaput
(-)
Stomatitis
(-)
Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan/ massa
(-)
Nyeri leher
Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada
(-) Berdebar-debar
(-) Ortopnoe
(+)
(-)
(-)
Sesak nafas
Batuk darah
Batuk
Abdomen
(-) Rasa kembung
(-) Mual
(-) Muntah
(-) Caput medusae
(-) Hepatomegali
(-) Nyeri perut
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Splenomegali
Muntah darah
Mencret
Melena
Tinja berwarna dempul
Pelebaran vena
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kencing nanah
Nyeri
Oliguria
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Kencing kuning keruh atau air teh
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan / syncope
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)
Ekstremitas
(+) Dingin
(-) Nyeri sendi
(-) Ikterik
(-)
(-)
(-)
Deformitas
Sianosis
Eritem palmar
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok
(-) Nyeri menelan
: Lemah
: Somnolen
: 110/70 mmHg
: 130kali/menit
: 26x kali/menit
: 35,20C
STATUS GENERALIS:
1. Kepala :
Normocephal, rambut beruban tidak lebat, dan tidak mudah
dicabut.
2. Mata :
Normal, Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Lebam
pada orbita dekstra, refleks cahaya langsung (+/+), refleks
cahaya tidak langsung (+/+)
3. Hidung :
Bentuk normal, deviasi septum (-), epistaksis (-/-), secret (-/-)
4. Telinga :
Membran timpani intak (+), serumen (-/-), secret (-/-)
5. Mulut :
Mukosa mulut basah dan lidah dalam batas normal, tidak
sianosis
6. Tenggorokan :
Uvula ditengah, tonsil normal, faring hiperemis (-)
7. Leher :
Tidak tampak pulsasi vena pada leher, tidak teraba adanya
massa atau pembesaran KGB.
8. Dada :
a. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke-5
sinistra
Perkusi :
dextra
Batas kiri jantung
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-),
gallop (-)
b. Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus vokal simetris
kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki +/+,
wheezing -/9. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
tidak
Perkusi
Palpasi
dullness (-)
:
Supel,
kuadran
lembut,
hepatosplenomegali
abdomen,
shifting
turgor
normal,
nyeri tekan.
10. Ekstremitas
Superior
Inferior
: Akral hangat, sianosis -/-, edema -/: Akral Dingin, sianosis -/-, edema -/-
o Hb
o Ht
o Leukosit
o Trombosit
o SGPT
o SGOT
o GDS
o Ureum
o Kreatinin
o Gol. Darah
o Natrium
o Kalium
o Chlorida
Urine Lengkap
o Warna (urine)
o Kekeruhan
o Berat Jenis (urine)
o PH
o Protein
o Glucosa (Urine)
o Keton
o Bilirubin Urine
o Urobilinogen
o Nitrit
o Darah Samar
o Sedimen : Kristal
o Sedimen : slinder
: 14,2g/dl
: 41 %
: 24.55/uL
: 336000/uL
: 43 u/l
: 33 U/L
: 803 mg/dl
: 34 mg/dl
: 1,9 mg/dl
: (Rh +)
: 129,2 mmol/L
: 3,83 mmol/L
: 85,7 mmol/L
: Kuning
: Jernih
: 1.015
: 6.0
: Negative
: Positive +3
: Negative
: negative
: Normal
: Negative
: Negative
: Positive
: Positive
: 31 mg/dl
o Kreatinin
: 1,1 mg/dl
GDS
Hb
Lekosit
Trombosit
Hematokrit
: 266 mg/dl
: 14,7 g/dl
: 11, 95
: 265000
: 43,5
ELEKTROKARDIOGRAFI
INTREPRETASI :
- Sinus, Rhythm, Reguler, Axis normal, ST depresi di lead II, III, AVF
(Tanda
V. Diagnosis
IGD
Loading Nacl 1000 cc
Stosilid 10 g IV
Loading 1 jam :
- I : 1000 cc
- II : 1000 cc
- III: 500 cc IVFD D5% 20
tpm
Pkl 23.30 GCS E4 V3 M6
Seeding Scale ss GDS
Output : 2000 cc
Inj Ceftriakson 1x2gr drip
Citicolin 3x500 mg (co: Sp.
NUSA INDAH
IVFD Nacl 24 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Betahistin 3x1
Flunarizine 3x1
PCT 3x1
Eperison 3x1
Sleeding Scale Novorapid ss
GDS
Citicolin 2x 1000mg
Inj.ranitidin 2x1 amp
10
S)
Inj Ranitidin 2x1
IX. Prognosis
Quo ad vitam
: ad Bonam
Quo ad functionam
: dubia ad Bonam
11
Follow Up
28 Oktober 2015 (IGD) 20.30 WIB
S:
Pasien datang dengan
penurunan kesadaran
disertai kejan +/15menit sebelum
kejang badan
kesemutan dan
tangannya tidak bias
digerakkan
O:
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
A:
KU: lemah
KS: CM
TD: 110/70
RR: 26
N: 130
S: 36,2oC
Kepala
:
normocephal
Mata
: CA -/
Si -/THT
: dbn
Wajah
:
Lebam Di orbita
dextra
Leher
: dbn
Dada
:
simetris, retraksi
(-)
Cor
: BJ III reg, m(-) g(-)
Pulmo
: ves +/
+, wh(-) rh(-)
Abd.
: supel,
NT(-), BU(+) N
hepatosplenomega
li(-)
Ext: dingin (+)
12
P:
- Penurunan
Kesadaran e.c
susp HONK
Stosilid 10 g IV
- Hiperglikemia
Pada DM II
Loading 1 jam :
- I : 1000 cc
- Obs. Konvulsi
- II : 1000 cc
- III: 500 cc
Pkl 23.30 GCS E4 V3 M6
Output : 2000 cc
Citicolin
3x500
(co: Sp. S)
Inj Ranitidin 2x1
mg
S:
Pasien mengeluh
Pusing berputar- putar
Sesak Nafas
berkurang, nyeri pada
punggung dan masih
terasa lemas
O:
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
KU: Lemah
KS: CM
TD: 100/70
RR: 20
N: 84
S: 36,8oC
Kepala
:
normocephal
Mata
: CA +/+
Si +/+
THT
: dbn
Wajah
: dbn
Leher
: dbn
Dada
:
simetris, retraksi
(-)
Cor
: BJ III reg, m(-) g(-)
Pulmo
: ves -/-,
wh(-) rh(-)
Abd.
: supel,
NT(-), BU(+) N
Ext.
: akral
+
+
hangat /+ /+
edema +/+ +/+
31 Oktober 2015
13
A:
P:
- LBP
- Vertigo
- Cetriaxone 1x 2 gr
- Koma
Hiperglikemia
S:
O:
Pasien mengeluh
Lemas, nyeri
punggung,
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
KU: TSR
KS: CM
TD: 110/70
RR: 18
N: 78
S: 36oC
Kepala
:
normocephal
Mata
: CA -/Si -/THT
: dbn
Wajah
:
Lebam paada
orbita dextra
Leher
: dbn
Dada
:
simetris, retraksi
(-)
Cor
: BJ III reg, m(-) g(-)
Pulmo
: ves -/-,
wh(-) rh(-)
Abd.
: supel,
NT(-), BU(+)
Ext.
: akral
+
+
hangat /+ /+
A:
P:
- Ensephalopati
DM II
-Vertigo
- Ceftriakson 1x2 gr
- LBP
- Ranitidin 2x1
- Sucralfat syr
ANALISA KASUS
1.
14
kejang. Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum,
local, maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat
reversible dengan koreksi defisit cairan dan juga ditemukan keluhan mual dan
muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien
datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,
kejang atau koma.
Dari pemeriksaan fisik Tn S didapatkan nadi 120 x/ menit suhu 36,2 c
Respirasi 24 x/ menit dan pada hasil laboraturium didapatkan gula darah
sewaktu 803 mg/dl hitung osmolar yang didapatkan 308, 65 mOsm/L. dari
seluruh pemeriksaan yang dilakukan sudah menunjang diagnosis dari HONK
yaitu seperti, konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi (> 600 mg per dL)
dan osmolaritas serum yang tinggi (> 320 mOsm per kg air [normal = 290
5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
lipolitik,
seperti hormon
pertumbuhan,
kortison, glukagon,
15
dimana
dapat
mengakibatkan
16
pembentukan
bekuan
darah,
IGD
Loading Nacl 1000 cc
Stesolid 10 g IV
Loading 1 jam :
- I : 1000 cc
- II : 1000 cc
- III: 500 cc IVFD D5% 20
tpm
Pkl 23.30 GCS E4 V3 M6
Seeding Scale ss GDS
Output : 2000 cc
Inj Ceftriakson 1x2gr drip
Citicolin 3x500 mg (co: Sp.
NUSA INDAH
IVFD Nacl 24 tpm
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Betahistin 3x1
Flunarizine 3x1
PCT 3x1
Eperison 3x1
Sleeding Scale Novorapid ss
GDS
Citicolin 2x 1000mg
Inj.ranitidin 2x1 amp
S)
Inj Ranitidin 2x1
Sudah Tepat, sesuai dengan Penatalaksanaan Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK) meliputi lima pendekatan
(Soewondo, 2009) :
a.
Rehidrasi intravena agresif
b.
Penggantian elektrolit
c.
Pemberian insulin intravena
d.
Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit
penyerta
e.
Pencegahan
Cairan
pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal saline per jam. Jika
pasiennya mengalami syok hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma
expanders. Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka
diperlukan monitor hemodinamik
17
a.
Elektrolit
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L),
pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan
1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3
mEq per L). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5,0 mEq per L (5,0
mmol per L), konsentrasi kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0
mEq per L, namun sebaiknya konsentrasi kalium ini perlu dimonitor
tiap dua jam. Jika konsentrasi awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L ,
maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan
intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat)
untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L (4,0
mmol per L) dan 5,0 mEq per L
b.
Insulin
Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara
intravena, dan diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam sampai
konsentrasi glukosa darah turun antara 250 mg per dL (13,9 mmol per
L) sampai 300 mg per Dl. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tidak
turun 50-70 mg/dL per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan.
Ketika konsentrasi glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL,
sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin
dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan
hiperosmolar
5. Bagaimana Prognosis Pada Pasien yang mengalami keadaan seperti
ini ?
Keadaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
(HHNK) merupakan salah satu komplikasi akut atau emergensi
Diabetes Melitus (DM). Kedaruratan ini pun masih merupakan
18
19
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah
komplikasi metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes
mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia
berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa disertai ketosis.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan
dehidrasi berat. Psien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak
segera ditanganin (Price, 2006).
B. EPIDEMIOLOGI
1. Statistik Amerika Serikat
Tidak ada studi berbasis populasi dari HHS yang telah dilakukan.
Menurut National Hospital Discharge Survey AS yang didanai oleh
Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika serikat, ada 10.800
kejadian tahunan untuk HNS di Amerika Serikat 1989-1991. HHS
mempengaruhi sekitar 1 dari 500 pasien dengan DM. Insiden
keseluruhan HHS kurang dari 1 kasus per 1000 orang-tahun, sehingga
secara
signifikan
kurang
umum
daripada
DKA
(Diabetes
awal dekade keempat kehidupan.. HHS juga dapat terjadi pada orang
yang lebih muda. Secara khusus, karena laju peningkatan obesitas pada
anak-anak, prevalensi DM tipe 2 juga meningkat pada kelompok usia
ini dan dapat menyebabkan peningkatan insiden HHS pada populasi
ini (Hemphill, 2012).
Masyarakat yang hidup di panti jompo beresiko untuk HHS. Hal
hal yang mendasari adanya pencegahan hidrasi yang memadai,
termasuk imobilitas, usia lanjut, kelemahan, demensia, agitasi, dan
aktivitas yang menurun, menempatkan pasien pada risiko. Gangguan
indera, seperti tuli dan kebutaan, dapat menyebabkan isolasi sosial dan
juga meningkatkan risiko HHS (Hemphill, 2012).
3. Demografi Sehubungan dengan Jenis Kelamin
Tidak ada predileksi seks dicatat dalam seri yang paling sering
dipublikasikan HHS. Namun, beberapa data menunjukkan bahwa
prevalensi sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada lakilaki. Dalam Survei Discharge US National Hospital (lihat di atas),
3700 orang adalah laki-laki dan 7100 adalah perempuan (Hemphill,
2012).
4. Demografi Sehubungan dengan Ras
Afrika Amerika, Hispanik, dan penduduk asli Amerika yang
terpengaruh oleh HHS sebagai konsekuensi dari peningkatan
prevalensi DM tipe 2 .Dalam Survey National Hospital Discharge AS
dari 10.800 buangan rumah sakit daftar HHS di Amerika Serikat antara
tahun 1989 dan 1991, ada 6300 pasien putih dan 2.900 pasien
Amerika-Afrika, sisa pembuangan orang-orang dari ras lain atau ras
tidak diketahui (Hemphill, 2012).
C. ETIOLOGI
Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut (Soewondo, 2009) :
1. Infeksi
a. Selulitis
b. Infeksi gigi
c. Pneumonia
d. Sepsis
e. Infeksi saluran kemih
2. Pengobatan
a. Obat kemoterapi
21
b. Glukokortikoid
c. Fenitoin
d. Diuretik tiazid
e. Propanolol
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes
Melitus terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal
mengkonsumsi makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan
jadwal penyuntikan, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta
a. Infark miokard akut
b. Tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin
c. Kejadian serebrovaskular
d. Sindrom cushing
e. Hipertermia
f. Hipotermia
g. Trombosis mesenterika
h. Pankreatitis
i. Emboli paru
j. Gagal ginjal
k. Luka bakar berat
l. Tirotoksitosis
D. PATOMEKANISME
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa
glukosa kedalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang
dikeluarkan
oleh
sel
pankreas.
Insulin
beta
di p u l a u - p u l a u
yang
dikeluarkan
langerhans
oleh
sel
di
b e t a di
22
hiperglikemia.
Selanjutnya
terjadi
diuresis
osmotik
yang
23
cairan
ternyata
intoleransi
glukosa
akan
diikuti
E. PATOFISIOLOGI
24
(Smeltzer, 2002).
Sindrome
Hiperglikemia
Hiperosmolar
Non
Ketotik
glukosa plasma.
hiperosmolar.
Kondisi
Peningkatan
kadar
hiperosmolar serum
glukosa
akan
mengakibatkan
menarik
cairan
25
ketotik
mengakibatkan
(HHNK)
adalah
kegagalan
pada
diuresis
glukosuria.
kemampuan
Glukosuria
ginjal
dalam
26
27
yang ringan (10 12). Jika anion gap nya berat (>12), harus
28
29
mengalami
syok
30
akan
menimbulkan
31
4. Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya
penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa
darah dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap
persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga
terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan
adanya perubahan status mental dan kemudian menghubungi dokter
jika hal tersebut ditemui (Soewondo, 2009).
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan
harus diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala
HHNK dan juga edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang
memadai dan pemantauan yang ketat (Soewondo, 2009).
Kemudian diet yang baik merupakan salah satu pencegahan dari
HHNK. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut :
a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat
badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensim insulin dan
memperbaiki respons sel-sel terhadap stimulus glukosa. Dalam salah
satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu
parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain
jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya
diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan
melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal
dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak
jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein
32
sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan
tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat
penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari.
Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan
berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu
mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko
masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat
seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan
mineral (American Diabetes Association, 2004).
Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan
dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah
raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi
olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu
olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan
sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (American Diabetes
Association, 2004).
Olahraga
yang
disarankan
adalah
yang
bersifat
CRIPE
33
H. PROGNOSIS
Keadaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)
merupakan salah satu komplikasi akut atau emergensi Diabetes Melitus
(DM). Kedaruratan ini pun masih merupakan penyebab tingginya
morbiditas dan mortalitas dari pasien penderita Diabetes Melitus (DM).
Angka kejadian Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik masih sulit
diperkirakan karena belum ada studi populasi tentang keadaan ini, namun
diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes yang dirawat di
Rumah Sakit. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Prognosis
dari kasus ini biasanya buruk, meskipun sebenarnya kematian dari pasien
bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar itu sendiri melainkan oleh
karena penyakit yang mendasarinya
atau menyertainya.
Angka
34
KESIMPULAN
A. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang
ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ditandai
adanya ketosis, disertai menurunnya kesadaran.
B. Faktor yang mempengaruhi koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
diantara adalah infeksi, diabetes mellitus yang tidak terdiagnosis dan
penyalahgunaan obat
C. Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non
ketotik (HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan
kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang
akan semakin memperberat derajat kehilangan air
D. Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, juga
dengan hasil laboratorium yang menunjukkan konsentrasi glukosa darah
yang sangat tinggi, osmolaritas serum yang tinggi dan juga pH lebih besar
dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
E. Penatalaksanaan medikamentosa dengan cara rehidasi intravena agresif,
penggantian elektrolit dan pemberian insulin intravena sedangkan
penatalaksanaan non medikamentosanya tidak bisa dilakukan hal ini
disebabkan karena pasien tidak koperatif
35
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes.
Diabetes Care. 2004;27(Suppl 1):S15-S35.
Foster, Daniel W. 2000. Diabetes Mellitus. Dalam : Harrison prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam edisi 13/ editor edisi bahasa inggris, Kurt J. Isselbacher et
al; editor bahasa Indonesia, Ahmad H. Asdie. Jakarta: EGC.
Hemphill, Robert R. 2012. Hyperosmolar Hyperglicemic State. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1914705-overview#a0156
Kurnia.
2010.
Mekanisme
Terjadinya
Diabetes.
Available
at
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-publichealth/2094446-mekanisme-terjadinya-diabetes/#ixzz1PmiprcMK
Mansjoer, Arif, Triyanti, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3. Jakarta :
Media Aesculapuis.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.
Soegondo S. Obesitas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Eds). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2007; 4;3:1919-25.
Soewondo, Pradana. 2009. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik.
Dalam : Aru W. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing.
36
Diabetes
Mellitus,
WHO
Http//www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html
37
Geneva,
Available
at