Anda di halaman 1dari 34

I.

LAPORAN KASUS

No Register

: 02.06.01.201400011965.001

MRS

: 27 November 2014

No RM

: 390239

Pukul

: 22.00 WIB

1.1. ANAMNESA
A. Identitas
Nama

: Ny. MAA

Umur

: 32 tahun

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

Agama

: Islam

Kebangsaan

: Indonesia / Sunda

Alamat

: Dusun Bandar Dalam. Sidomulyo. Kalianda.

Ibu rumah tangga

Lampung Selatan
B. Keluhan
Utama

: Hamil cukup bulan dengan keluar darah dari


kemaluan

Tambahan

: anak tidak bergerak lagi

C. Riwayat penyakit sekarang


Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku keluar darah
dari kemaluan tanpa disertai nyeri, warna merah segar banyaknya 3 kali
ganti pembalut tiap harinya. Riwayat perut mulas yang menjalar ke
pinggang (-). Riwayat keluar darah lendir (-). Riwayat keluar air-air (-).
Pasien lalu ke bidan dan dirujuk ke RS Restu Bunda. Dikatakan tembuni
menutup jalan lahir. Pasien lalu dirujuk ke RSAM. Pasien mengaku
hamil cukup bulan dan gerakan janin tidak dirasakan lagi sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit

D. Riwayat haid
Haid pertama umur

: 15 tahun

Siklus

: 28 hari

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: normal

Warna

: merah

Bau

: (-)

Dismenorea

: (+)

E. Riwayat perkawinan
Pernikahan pertama dan sudah berlangsung selama 13 tahun
F. Riwayat obstetri
No

Tgl/Bln/Th
Persalinan

Tempat
pertolonga
n

2003

Dukun

2009

Dukun

Hamil Ini

Usia
kehamilan
Cukup
bulan (37
minggu)
Cukup
bulan (37
minggu)

Jenis
Persalinan

Penolon
g

JK

Berat
badan
(gram)

Ket

Spontan

Dukun

Sehat

Spontan

Dukun

Sehat

G. Riwayat peyakit
a. Penyakit dahulu
Tidak Ada
b. Penyakit dalam keluarga
Tidak ada
H. Riwayat operasi
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya
I.

Riwayat keluarga berencana/kontrasepsi

Menggunakan KB suntik 3 bulan tetapi tidak teratur


J.

Riwayat antenatal
a. Selama hamil diperiksa oleh:
Bidan
b. Keluhan dan kelainan:
Tidak ada

1.2. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Present
Keadaan umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Respiratory Rate

: 18 x/menit

Suhu

: 36,7oC

Keadaan gizi

: Cukup

Tinggi badan

: 158 cm

Berat badan

: 57 kg

B. Status Generalis
Kulit

: linea nigra (+)

Muka

: Pucat (+)

Mata

: Konjungtiva anemis(+), sklera ikterik (-),


penurunan visus (-)

Hidung

Deviasi septum (-), chonca hiperemis (-)

Leher

: JVP normal (5+2 cmHg), massa (-)

Jantung

: Ictus cordis tidak teraba, bunyi jantung I dan II


normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Bising usus (+), cembung, tidak ada tanda


cairan bebas

Punggung

: Dalam batas normal

C.

Rectum/anus

: Tidak dinilai

Ekstremitas

: Edema pretibia -/-, varises tidak ada

Reflex

: Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

Sensitibilitas

: Dalam batas normal

Hati

: Sulit dinilai

Limfa

: Sulit dinilai

Ginjal

: Tidak ada nyeri ketok ginjal

Kandung kemih

: Nyeri tekan suprapubik (-), nyeri berkemih (-)

Kel. Limfe

: Tidak ada pembesaran

Kepala

: Normocephal

Telinga

: Cairan keluar (-), nyeri tekan tragus (-)

Mulut/gigi

: Tidak dinilai

Dada

: Pergerakan nafas simetris

Paru

: Vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)

Pemeriksaan Obstetri
a. Pemeriksaan luar
a. Leopold I

Tinggi fundus uteri 3 jari

bawah processus xiphoideus (30 cm), Teraba satu


bagian besar, lunak, bokong
b. Leopold II

Kanan : teraba bagian keras

melebar seperti papan Kiri

: teraba bagian

bagian kecil janin


c. Leopold III :

Teraba

satu

bagian

besar,bulat, keras, kepala


d. Leopold IV :

Bagian terbawah janin masih

floating (belum masuk PAP) penurunan 5/5


His (-), DJJ (-), TBJ : 2635 gram
b. Pemeriksaan dalam

Inspekulo

Portio livide, OUE

tertutup, fluor (-), fluxus (+) darah tidak


aktif , E/L/P (-)
Vaginal toucher

Tidak

dilakukan
HPHT :22-2-2014
TP : 29-11-2014
1.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Hb
Hematokrit
LED
Leukosit
Trombosit
GDS

: 5,4 gr/dl
: 16 %
: 45 mm/jam
: 20.000/ul
: 330.000/ul
: 91 mg/dl

USG

Plasenta dinding depan menutupi seluruh OUI


Tanda-tanda solutio (-)

1.4. RESUME
Os datang dirujuk ke RSAM dari RS Restu Bunda karena tembuni yang
menutupi jalan lahir dan gerakan janin yang tidak dirasakan lagi. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan TD: 100/70, N: 88 x/m, RR: 18 x/m, T:
36,7oC. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan dari
pemeriksaan obstetri didapatkan pada pemeriksaan luar tinggi fundus uteri 3
jari bawah processus xiphoideus (30 cm), memanjang, punggung kanan,
presentasi kepala, penurunan 5/5

His (-), DJJ (-), TBJ : 2635 gram. Dan

dari pemeriksaan dalam inspekulo portio livide, OUE tertutup, fluor (-),
fluxus (+) darah tidak aktif , E/L/P (-). Vaginal toucher tidak dilakukan.
Dandari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb : 5,4 gr/dl
hematokrit 16 %. Dan dari hasil konfirmasi USG didapatkan plasenta
menutupi seluruh Ostium utero interna tanpa ditemukan tanda-tanda solutio
plasenta
5

1.5. DIAGNOSIS
G3P2A0 Hamil 39 minggu belum inpartu HAP e.c. Plasenta previa JTM
preskep.

1.6. PENATALAKSANAAN
1. Observasi TVI, His, Tanda inpartu
2. IVFD RL gtt xx/menit
3. Inj. Ampicilin 3x1 gr IV
4. Cek laboratorium DR, CM
5. R/ Transfusi PRC hingga Hb 10 gr/dl
6. R/ Terminasi perabdominam
1.7. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

1.8. FOLLOW UP
HARI/
TANGGAL
Rabu, 26 Nov
2014
Pkl 12.30 WIB

CATATAN
S/

INSTRUKSI
- Observasi TVI,

His,

Tanda inpartu
Keluhan: Hamil cukup bulan dengan keluar darah dari
- IVFD RL gtt xx/menit
kemaluan dan anak tidak bergerak lagi
- Inj. Ampicilin 3x1 gr
IV
RPP: Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien - Cek laboratorium DR,
mengaku keluar darah dari kemaluan tanpa disertai
CM
nyeri, warna merah segar banyaknya 3 kali ganti - R/
Transfusi PRC
pembalut tiap harinya. Riwayat perut mulas yang
hingga Hb 10 gr/dl
menjalar ke pinggang (-). Riwayat keluar darah - R/ USG konfirmasi
lendir (-). Riwayat keluar air-air (-). Pasien lalu ke - R/
Terminasi
bidan dan dirujuk ke RS Restu Bunda. Dikatakan
perabdominam
tembuni menutup jalan lahir. Pasien lalu dirujuk ke

RSAM. Pasien mengaku hamil cukup bulan dan


gerakan janin tidak dirasakan lagi sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit
O/ Status present
TD
Nadi
RR
T

: 100/70 mmHg
: 88 x/menit
: 18 x/menit
: 36.7 oC

Status ginekologi
PL
Leopold I

Tinggi fundus uteri

3 jari bawah processus xiphoideus (30 cm),


Teraba satu bagian besar, lunak, bokong
Leopold II

Kanan

teraba

bagian keras melebar seperti papan

Kiri

: teraba bagian bagian kecil


janin
Leopold III

Teraba satu bagian

besar,bulat, keras, kepala


Leopold IV
janin

masih

Bagian
floating

(belum

terbawah

masuk

PAP)

penurunan 5/5
His (-), DJJ (-), TBJ : 2635 gram
Inspekulo
- Portio livide
- OUE tertutup
- Fluor (-), fluxus (+) darah tidak aktif
- E/L/P (-)
VT
Tidak dilakukan
HPHT :22-2-2014
TP : 29-11-2014
Laboratorium
Hb
Hematokrit

:
:

5,4 gr/dl
16 %

LED
Leukosit
Trombosit
GDS

:
:
:
:

45 mm/jam
20.000/ul
330.000/ul
91 mg/dl

A/ G3P2A0 Hamil 39 minggu belum inpartu HAP e.c.


Suspect plasenta previa JTM preskep + anemia
berat.
Kamis, 27 Nov
2014
Pkl 09.30 WIB

S/ Keluhan: tidak ada..

O/ Status present
TD
Nadi
RR
T

: 110/70 mmHg
: 84 x/menit
: 18 x/menit
: 36.8 oC

Th/
-Perbaiki KU, Target
HB 10 gr/dl
-Rencana terminasi
perabdominam
-Tokolitik
-Antibiotik teruskan

Hasil USG
- Plasenta dinding depan menutupi seluruh OUI
- Tanda-tanda solutio (-)

Jumat,28 Nov
2014
Pkl 13.10 WIB

Jumat,28 Nov
2014

A/ G3P2A0 Hamil 39 minggu belum inpartu HAP e.c.


Plasenta previa totalis JTM preskep + anemia berat.
Lahir neonatus mati dengan SSTP, Perempuan BB :
2600 gr PB : dengan maserasi grade III

S/ Post op SSTP a.i. Plasenta previa totalis


O/ Status present
TD
: 100/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
RR
: 18 x/menit
T
: 37 oC
A/P3A0 Post SSTP a.i. Plasenta previa totalis

Th/
-Obs TVI, perdarahan
1. Tiap 15 pada
1 jam pertama
2. Tiap 30 pada
3 jam
selanjutnya
3. Tiap 60 pada
20 jam
selanjutnya
-Cek Hb Postoperasi,
bila Hb < 10 gr/dl
transfusi hingga Hb
10 gr/dl
-IVFD RL gtt xx/menit
-Kateter menetap catat
input output
-Diet biasa
-Imobilisasi 24 jam

-Obat
1. Inf metronidazol
3x500 mg drip
gtt xxx/menit
2. Inj. Ampicilin
3x1 gr IV
3. Inj. Tramadol
3x100 mg IV

II. ANALISIS KASUS


2.1. PERMASALAHAN

Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada

kasus ini sudah tepat?


Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat?
Apakah yang menyebabkan janin mati di dalam kandungan?
Apakah penatalaksanaan sudah tepat?

1.

Apakah anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan


penunjang sudah tepat?
Anamnesis
Anamnesis telah mencakup keluhan utama dan keluhan tambahan,
dari keluhan-keluhan tersebut juga telah diperdalam dengan
menanyakan

lokasinya,

onsetnya,

kualitas

dan

kuantitas.

Anamnesis dilengkapi dengan identitas pasien, riwayat haid,


riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,

riwayat penyakit pasien terdahulu, riwayat penyakit keluarga,


riwayat operasi dan riwayat kontrasepsi.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku keluar
darah dari kemaluan, warna merah segar banyaknya 3 kali ganti
pembalut tiap harinya. Riwayat perut mulas yang menjalar ke
pinggang (-). Riwayat keluar darah lendir (-). Riwayat keluar airair (-). Pasien lalu ke bidan dan dirujuk ke RS Restu Bunda.
Dikatakan tembuni menutup jalan lahir. Pasien lalu dirujuk ke
RSAM. Pasien mengaku hamil cukup bulan dan pasien tidak
merasakan gerakan janin tidak lagi sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit.

Anamnesis mesti merujuk pada diagnosa sementara, yang dibuat


berdasarkan keluhan utama yang disampaikan oleh pasien. berupa
keluar darah dari kemaluan yang berulang selama satu minggu terakhir
tanpa disertai rasa nyeri pada perut, warna darah merah segar dan
keluhan tambahan berupa tidak merasakan gerakan janin lagi.
menunjukkan bahwa pasien ini mengalami Hemoragic Ante Partum e.c.
Plasenta previa disertai Intra uterine fetal death
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sudah tepat, yaitu dilakukan
pemeriksaan fisik head-toe, kemudian di titik beratkan pada
pemeriksaan obstetrik yang dilakukan untuk penegakkan diagnosis.
Pemeriksaan obstetrik yang dilakukan mencakup pemeriksaan luar
dan pemeriksaan dalam berupa inspekulo. Dari hasil pemeriksaan
fisik tanda vital didapatkan nadi 88 x/menit dan tekanan darah
100/70 mmHg menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami syok
pada kasus ini, namun pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis yang menunjukan bahwa pasien telah
mengalami anemia. Dari pemeriksaan obsetri luar didapatkan DJJ

10

yang sudah tidak ada dan dari hasil inspekulo ditemukan Portio
livide, OUE tertutup, fluxus (+) darah tidak aktif.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan lab
darah rutin. Pemeriksaan darah rutin pada pasien ini ditujukan
untuk melihat kadar sel darah. Selain itu pada pemeriksaan darah
rutin ini juga dapat menentukan apakah pasien ini termasuk dalam
anemia yang membutuhkan tranfusi atau tidak. Didapatkan kadar
Hb pada pasien saat masuk rumah sakit 5,4 gr/dl dimana
menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia berat karena
perdarahan yang terjadi. Dan juga dilakukan pemeriksaan USG
untuk memastikan diagnosis. Didapatkan plasenta menutupi
seluruh ostium utero interna tanpa ada tanda solutio yang berarti
plasenta previa totalis
2.

Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat?


Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pada saat pasien masuk didiagnosa G3P2A0 Hamil 39 minggu belum
inpartu HAP e.c. Plasenta previa JTM preskep + anemia berat. Hal ini
sudah tepat karena pada saat awal masuk dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik mengarahkan pasien ini pada perdarahan antepartum
diakibatkan oleh plasenta previa totalis dan disertai intrauterine fetal
death. Dan setelah dikonfirmasi melalui pemeriksaan penunjang berupa
hasil laboratorium dan USG abdomen plasenta menutupi ostium utero
interna sehingga diagnosis menjadi tegak yaitu G3P2A0 Hamil 39
minggu belum inpartu HAP e.c. Plasenta previa totalis JTM preskep.

3.

Apakah yang menyebabkan janin mati di dalam kandungan?


Kematian janin atau Intrauterine Fetal Death ialah janin yang mati
dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin
dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Penyebab dari

11

kematian janin dapat berasal dari faktor maternal, fetal, maupun


kelainan pada plasenta. Kematian janin pada kasus ini disebabkan oleh
faktor kelainan pada plasenta, yaitu plasenta previa. Pada plasenta
previa tempat implantasi plasenta terjadi pada segmen bawah rahim
yang pada normalnya plasenta berimplantasi pada segmen atas uterus.
Segmen bawah uterus tidak seperti korpus uterus yang merupakan
tempat plasenta berimplantasi seharusnya yng kaya akan nutrisi dan
vaskularisasi oleh arteri spiralis. Hal ini menyebabkan berkurangnya
suplai nutrisi dan terutama oksigen pada janin. Ditambah dengan
perdarahan yang terjadi pada kasus ini, perdarahan telah terjadi selama
satu minggu sampai terjadi anemia berat semakin mengurangi suplai
oksigen terhadap janin, keadaan ini menyebabkan hipoksia pada janin
yang dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan kematian pada janin.
4.

Apakah penatalaksanaan dari kasus ini sudah tepat?


Pada penatalaksanaan kasus ini sudah sesuai dengan teori. Perdarahan
ante partum harus dipantau tanda-tanda vitalnya, karena yang
ditakutkan dari perdarahan ini adalah keadaan syok hipovolemik. Untuk
itu, saat ada tanda-tanda dehidrasi dapat langsung datasi dengan
rehidrasi menggunakan cairan kristaloid. Pada pasien ini dehidrasi tidak
terjadi. Cairan pengganti menggunakan RL gtt xx/menit dianggap
cukup. Dan juga segera cek laboratorium berupa darah rutin dan cross
match untuk segera mengetahui apakah pada pasien membutuhkan
transfusi darah segera atau tidak. Lalu diberikan injeksi antibiotik
spektrum luas, ini dimaksudkan untuk mencegah infeksi nosokomial
pada pasien. dan setelah mengetahui hasil laboratorium didapatkan Hb
pasien 5,4 gr/dl hal ini menunjukkan pasien sudah kehilangan banyak
darah. Untuk memperbaiki keadaan pasien maka dilakukan transfusi
pada pasien hingga Hb nya mencapai 10 gr/dl. Darah yang digunakan
adalah PRC karena dapat dilihat dari hasil lab, komponen darah lainnya
masih dalam batas normal sehingga yang harus dikoreksi hanya
eritrosit. Selain dari memperbaiki keadaan umum juga dilakukan

12

pemeriksaan USG ini dimaksudkan untuk mengkonfirmasi diagnosis.


Dan setelah mendapatkan diagnosis pasti dari USG dilakukan rencana
tindakan berupa terminasi kehamilan perabdominam. Hal ini sesuai
dengan teori, yaitu sectio caesarea dikerjakan pada kasus-kasus dengan
perdarahan banyak, pada plasenta previa totalis dan pada derajat
plasenta lainnya dengan pembukaan serviks yang masih kecil, kurang
dari 5 cm. Dan hal ini dikerjakan untuk keselamatan ibu, meskipun
pada kasus ini fetus telah meninggal, karena tujuan dari sectio caesarea
ialah untuk melahirkan janin segera sehingga uterus berkontraksi dan
dapat menghentikan perdarahan. Dan juga mengurangi kemungkinan
robekan serviks uteri jika dilahirkan secara per vaginam. Dan sambil
menunggu dilakukan SC dilakukan perbaikan keadaan umum berupa
perbaikan keadaan umum hingga HB 10 gr/dl dan agar hal tersebut
tercapai diakukanlah pemberian tokolitik hal ini dimaksudkan untuk
mencegah persalinan hingga dilakukannya SC dan juga untuk
mencegah berkontraksinya uterus yang akan menyebabkan semakin
lebarnya segmen bawah rahim dan pendataran dan pembukaan serviks
yang dapat menyebabkan bagian tapak plasenta yang terlepas sehingga
terjadinya perdarahan.

13

III. TINJAUAN PUSTAKA


3.1.
Perdarahan Antepartum
3.1.1. Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28
minggu. Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan di atas 28
minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester
ketiga.1
Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga,
akan tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena
sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks mulai membuka.
Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen
uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang
melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus.pada
saat itu mulailah terjadi perdarahan.1
Perdarahan yang keluar dari vagina pada usia kehamilan lebih dari 24
minggu diklasifikasikan sebagai perdarahan antepartum, namun perbedaan
sebenarnya antara abortus dan perdarahan antepartum didasarkan atas
kondisi janin.2
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan
plasenta biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi O2
dan CO2 serta nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan perdarahan yang
14

tidak bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya


relatif tidak berbahaya. Oleh karena itu, pada setiap perdarahan antepartum
pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada
kelainan plasenta.1
3.1.2. Etiologi
Perdarahan antepartum seringkali disebabkan oleh:3

Perdarahan plasenta (75%), termasuk kedalamnya plasenta previa

dan solusio plasenta.


Penyebab di luar plasenta (5%), antara lain lesi serviks dan vagina,

polip serviks, karsinoma serviks, trauma.


Penyebab yang tidak diketahui (25%), selain perdarahan plasenta
dan lesi pada jalan lahir.

3.1.3. Klasifikasi
Peradaran yang melalui vagina dapat disebabkan oleh:2
-

Perdarahan yang berasal dari letak plasenta dan kavum uteri


Lesi di vagina atau serviks
Perdarahan fetus yang berasal dari vasa previa

Perdarahan Antepartum

Plasenter

Non-Plasenter
Unclassified

Letak normal

Letak abnormal

Solusio plasenta Plasenta previa


Ruptur sinus marginalis
Vasa previa
Plasenta sirkumvalata

Ruptur uteri
Lesi serviks dan vagina
Polip serviks
Karsinoma serviks
Trauma jalan lahir

15

Tidak ada definisi yang pasti mengenai derajat keparahan dari perdarahan
antepartum,

namun

RCOG

(Royal

College

of

Obstetricians

and

Gynaecologists) mengklasifikasikan berbagai derajat perdarahan dengan


mengkombinasikan dari volume yang hilang dengan keadaan klinis pasien4

Bercak

pada celana atau kain pembalut


Perdarahan minor
: Kehilangan darah kurang dari 50 ml
Perdarahan mayor
: Kehilangan darah antara 50-1000 ml, tanpa

tanda syok
Perdarahan masif

: Bercak atau pewarnaan darah yang tertera

: Kehilangan darah lebih dari 1000 ml

dengan atau tanpa tanda syok


3.1.1.

Plasenta Previa

Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium
uteri internum.5,6,7 Pada normalnya plasenta berimplantasi pada segmen atas
uterus.6
Sejalan dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah
rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah
rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik
mendatar dan meluas dalam persalinan kala I bisa mengubah luas
pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
terhadap derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan
dilakukan baik dalam masa antenatal ataupun intranatal, baik dengan
ultrasonografi maupun pemeriksaan digital.oleh karena itu, pemeriksaan
ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun
intranatal.5

16

Insidensi
Terjadi pada 0,3-1 % kehamilan.2,6,8 Hanya 10% dari plasenta yang
teridentifikasi berimplantasi pada letak rendah pada usia kehamilan 16-20
minggu secara USG akan tetap berimplantasi pada letak rendah pada saat
usia kehamilan aterm. Penyebab utama dari mortalitas dan morbiditas dari
ibu dan janin dari plasenta previa adalah terjadinya perdarahan dan
persalinan preterm.8 Beberapa faktor resiko terjadinya plasenta previa
adalah5,8 :
1. Multiparitas dan umur lanjut ( >/ = 35 tahun).
2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan

terjadi

akibat perubahan atrofik dan inflamatorotik.


3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas
pembedahan (SC, Kuret, dll).
4. Chorion leave persisten.
5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum
siap menerima hasil konsepsi.
6. Konsepsi dan nidasi terlambat.
7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops
fetalis
Etiologi
Plasenta previa disebakan karena keterlambatan implantasi dari blastokista
sehingga blastokista berimplantasi di segmen bawah rahim. Hal ini sering
terjadi pada paritas tinggi dan pada kondisi di mana area plasenta luas,
seperti pada kehamilan ganda.2
Penyebab blastokista berimplantasi ke segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang
mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah
vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya
bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi , dan sebagainya berperan dalam

17

proses peradanagn dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat


dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas
bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada wanita
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia

akibat

karbon

monoksida

hasil

pembakaran

rokok

menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.


Plasenta terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritoblastosis fetalis
bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostuim uteri internum.5
Klasifikasi
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepi nya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plaseta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak lebih dari 2 cm
dianggap plasenta letak normal.5,6

Dilihat dari manajemen plasenta previa dibagi menjadi 3 derajat: 2


1. Lateral, plasenta berada segmen bawah rahim tetapi tidak mencapai
ostium uteri internum
2. Marginal, plasenta berada pada atau menutupi ostium uteri internum
sebelum serviks berdilatasi
3. Sentral, plasenta seluruhnya menutupi ostium uteri internum ketika
serviks berdilatasi.2

18

Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan juga
mungkin lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui
tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis
yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta
previa betapapun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di
tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen
otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah di

19

tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang
besar dari plasentapada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak
dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang
kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu
sebab yang lain. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri
(painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim
terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri
internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut
perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada
kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan dekat dengan
ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim
dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak
jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.5
Hal lain yang diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta
dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya
bisa menembus ke buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta
akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek
oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini
berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta

20

previa, misalnya pada kala tiga karena plasenta suakr melepas denga
sempurna (retensio plasentae), atau setelah uri lepas karena segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.5

Gambaran Klinik
Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan melalui vagina tanpa rasa
nyeri. Kadang-kadang dijumpai rasa nyeri pada abdomen bagian bawah
dengan kualitas nyeri di bawah solusio plasenta. Tanda dari plasenta previa
adalah perdarahan melalui vagina, malpresentasi, dan hipotonus uterus.2
Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri.
Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa
waktu kemudian, jadi berulang. Pada pengulangan terjadi perdarahan yang
lebih banyak bahkan seperti mengalir. Berhubung plasenta terletak pada
bagian bawah, maka palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah janin
masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak
memanjang.
Diagnosis
a. Gejala klinis
Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa rasa
nyeri dari biasanya berulang darah biasanya berwarna merah segar.
Bagian terdepan janin tinggi (floating). sering dijumpai kelainan letak
janin. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak
dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya,
sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan
berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. Janin biasanya
masih baik.2,5,6,8
b. Pemeriksaan inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina.
21

Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta


harus dicurigai.5
c. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop dan ultrasonografi. Akan
tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin
dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan.
Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri
dan

cara

ini

dianggap

sangat

tepat untuk menentukan letak

plasenta.2,5,6,8
d. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan PDMO
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi.
Perabaan forniks. Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba
tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari kita.
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Jari di masukkan hati-hati
kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan plasenta.5
e. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pertengahan trimester II, plasenta menutup ostium internum
pada 30% kasus. Dengan perkembangan segmen bawah rahim,
sebagian besar implantasi yang rendah tersebut terbawa ke lokasi
yang lebih atas. Penggunaan color Doppler dapat menyingkirkan
kesalahan pemeriksaan. USG
menentukan adanya

transvaginal

plasenta letak rendah

secara

akurat

dapat

pada segmen bawah

uterus.5
Penanganan
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester
ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam
keadaan syok karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki
keadaan

umumnya

dengan

pemberian

infus

atau

tranfusi darah.

Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada5 :


- Keadaan umum pasien, kadar hb.
- Jumlah perdarahan yang terjadi.
- Umur kehamilan/taksiran BB janin.
- Jenis plasenta previa.
22

Paritas dan kemajuan persalinan

Penanganan Ekspektatif
Kriteria:

Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.


Perdarahan sedikit
Belum ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.

Rencana Penanganan :
a) Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis
b) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta,
usia kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin
c) Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.
d) Awasi tanda vital ibu, perdarahan, dan detak jantung janin.
e) Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
- MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
- Nifedipin 3 x 20 mg/hari
- Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru
janin
1. Uji pematangan paru janin dengan test kocok dari hasil amniosentesis
2. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada
disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi
jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk
menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat
3. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila
rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih
dari 2 jam)
4. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang
maturitas janin.
Penanganan Aktif
Kriteria :
23

umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.


Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
Ada tanda-tanda persalinan.
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.

Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum,


dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah
terpasang.
Indikasi Seksio Sesarea :
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa pada primigravida.
Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
Anak berharga dan fetal distres
Plasenta previa lateralis jika :
Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan

cepat.
Partus per vaginam.
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara
dan anak sudah meninggal atau prematur.
a. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah
(amniotomi) jika his lemah, diberikan oksitosin drips.
b. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
c. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan
perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin
terhadap plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak
masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan
operasi.
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan,
umur kehamilan dan derajat plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai
plasenta previa hams dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk
transfusi darah dan

operasi. Sebe- lum penderita syok, pasang infus

24

NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan


pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak
perdarahan dan menyebabkan infeksi.
Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF < 2500 g: Perdarahan sedikit
keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif
sampai

umur

kehamilan

aterm. Penanganan berupa tirah baring,

hematinik, antibiotika dan tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tak ada
perdarahan pasien mobilisasi bertahap. Bila setelah pasien berjalan
tetap tak ada perdarahan pasien boleh pulang. Pasien dianjurkan agar tidak
coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
Nasihat ini juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis plasenta
previa

dengan

USG

namun

tidak

mengalami

perdarahan.

Jika

perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka


dilakukan resusitasi cairan dan penanganan secara aktif Bila umur
kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF 2500 g maka dilakukan penanganan
secara

aktif

yaitu

segera

mengakhiri

kehamilan,

baik

secara

pervagina/perabdominal.5
Persalinan
plasenta

pervagina
previa

diindikasikan

pada

plasentaprevia

marginalis,

letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan

pembukaan 4 cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan


maka dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak
dapat masuk pintu atas panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his
tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada
maka dilakukan seksio sesar. Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan
untuk plasenta previa totalis baik janin mati atau hidup, plasenta previa
lateralis dimana perbukaan <4 cm atau servik belum matang, plasenta previa
dengan perdarahan yang banyak dan plasenta previa dengan gawat
janin. Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat
kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik.

25

Bentuk pertolongan pada plasenta previa adalah:

Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan

ibu dan anak atau untuk mengurangi kesakitan dan kematian.


Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan

untuk dapat melukakan pertolongan lebih lanjut.


Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil
sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai
fasilitas yang cukup.

Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi


dengan:
- Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan
- Sedapat mungkin diantar oleh petugas
- Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah.
Pertolongan persalinan seksio sesaria merupakan bentuk pertolongan yang
paling banyak dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:
a. Cunam Willet Gausz
Menjepit kulit kepala bayi pada plasenta previa yang

ketubannya telah dipecahkan


Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat
Diharapkan persalinan spontan
Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.

b. Versi Braxton Hicks


- Dilakukan versi ke letak sungsang
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan
pemberat
-

untuk

mempercepat

pembukaan

dan

menghentikan perdarahan.
Diharapkan persalinan spontan
Janin sebagian besar akan meninggal

c. Pemasangan kantong karet metreurynter


kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan
dan mempercepat pembukaan
segera

berlangsung.Dengan

sehingga persalinan dapat


kemajuan

dalam operasi

26

kebidanan,

pemberiam

transfusi,

dan

cairan

maka

tatalaksana pertolongan perdarahan plasenta previa hanya


dalam bentuk :
- memecahkan ketuban
- melakukan seksio sesaria
- untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga
mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.
3.2. Kematian Janin
3.2.1.
Definisi
WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995)
menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari
gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,atau infeksi.5,9
3.2.2.

Etiologi

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin
dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik
plasenta.5,9,10,11
Faktor Plasenta

Cord accident (kelainan tali pusat)

Abruptio Plasenta (lepasnya plasenta)

Plasenta previa

Insufisiensi plasenta

Ketuban pecah dini

Vasa previa

Perdarahan Feto-maternal

27

Faktor Maternal

Kehamilan post-term ( 42 minggu).

Diabetes Mellitus tidak terkontrol

Systemic lupus erythematosus

Infeksi

Hipertensi

Pre-eklampsia

Eklampsia

Hemoglobinopati

Penyakit rhesus

Ruptura uteri

Antiphospholipid sindrom

Hipotensi akut ibu

Kematian ibu

Umur ibu tua

Faktor fetal

Kehamilan ganda

Intrauterine growth restriction (Perkembangan Janin Terhambat)

Kelainan kongenital

Anomali kromosom

Infeksi (Parvovirus B-19, CMV, listeria)

28

3.2.3.

Klasifikasi

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian


janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 9,12,13
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh (early fetal death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal
death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal
death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahanperubahan sebagai berikut : 12
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan setengah matang
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan
serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai
air ketuban menjadi merah coklat

5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)


Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi.
Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar
dan terdapat oedem dibawah kulit.

3.2.4.

Diagnosis13
29

1)

Anamnesis :

Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.

Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak

seperti

biasanya )

Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan

Penurunan berat badan


2) Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi

Tinggi fundus uteri berkurang

atau lebih rendah dari usia kehamilannya. Tidak


terlihat

gerakan-gerakan

janin

yang

biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus.


Palpasi

Tonus uterus menurun, uterus

teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-gerakan


janin.
Auskultasi

: Tidak terdengarnya denyut jantung

janin setelah usia kehamilan 10-12 minggu pada

30

pemeriksaan ultrasonic Doppler merupakan bukti


kematian janin yang kuat.
3)

Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :


a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)
yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang
tengkorak, yang terjadi akibat likuefaksi massa otak dan
melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk tengkorak.
Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian. Namun ciriciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin
dengan janin hidup.
b. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)
c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)
4) Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan
hypofibrinogenemia 25%.
5) Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi
janin, pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara
komprehensif

untuk mencari penyebab kematian janin termasuk

hal-hal yang berhubungan dengan penyakit maternal, yaitu perlunya


diperiksa kadar TSH, HbA1c dan

TORCH.

Sehingga

dapat

mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya.


3.2.5.

Komplikasi 12
Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak.

Plasenta yang rusak akan menghasilkan tromboplastin. Tromboplastin masuk


kedalam peredaran darah ibu yang mengakibatkan pembekuan intravaskuler
yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit sehingga terjadi
pembekuan darah yang meluas (Disseminated intravascular coagulationatau
DIC).

31

Dampak dari adanya DIC tersebutadalah terjadinya hipofibrinogenemia.


Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu
sesudah IUFD. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300700mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi perdarahan post
partum. Perdarahan post partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah
janin mati.
Selain dari komplikasi fisik yang serius pada ibu, dampak secara
kejiwaan pun dapat terjadi. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah
lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kesehatan jiwa ibu. Faktor resiko terjadinya depresi pada ibu
hingga psikosis dapat terjadi

3.2.6.

Penatalaksanaan 13,14

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat


janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.
1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5
hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi
columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.
2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan
ketuban berkurang.
3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien
selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan
besar dapat lahir pervaginam.
4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan
hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi

32

6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan


penanganan aktif.
7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu
a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi
karena berisiko infeksi
c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6
jam
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali
dan jangan melebihi 4 dosis.
9.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati
11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi .

1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :

Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi
pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat
diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
33

pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus
dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan
kecepatan 30 tetes per menit.
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan
menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus
dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu
yang sama.
Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan
resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah
pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder
harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan.

Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior
sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang.
Pemberian dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah
dengan pemberian oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)


Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus
yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.

34

Anda mungkin juga menyukai