Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

Kejang Demam Kompleks

Disusun Oleh:
Gita Puspitasari 11.2014.147

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD KOJA Jakarta Utara
Periode 17 Agustus 2015 24 Oktober 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA - JAKARTA
Periode 17 Agustus 24 Oktober 2015

Nama Mahasiswa

: Gita Puspitasari

NIM

: 112014147

Dokter Pembimbing : dr. Dewi Iriani , Sp.A

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. AF

Tanggal Lahir (Umur) : 06 Agustus 2013


Umur

: 2 tahun 0 bulan 14 hari

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Ancol selatan II

Suku Bangsa

: Betawi

Agama

: Islam

Pendidikan

:-

Tanggal masuk RS

: 20 Agustus 2015

IDENTITAS ORANG TUA


Ayah

Nama lengkap : Tn. A

Umur

Suku Bangsa : Sunda

Alamat

: 45 tahun

: Jl. Ancol selatan II

Tanda Tangan :

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Karyawan

Penghasilan

: Rp. 3.000.000,-/ bulan

Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung


Ibu

Nama lengkap : Ny. S

Umur

Suku Bangsa : Sunda

Alamat

: Jl. Ancol selatan II

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMK

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Penghasilan

:(-)

: 42 tahun

Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung


II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada Jumat, 21 Agustus 2015, pukul 10.00 WIB.
Keluhan Utama
Kejang sejak 2 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Demam 5 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Dua hari SMRS pasien batuk berdahak, dahak tidak dapat di keluarkan . Keluhan
pilek dan sesak tidak ada. Keluhan demam tidak ada, nafsu makan dan minum baik, keluhan
mencert (-), BAK dan BAB lancar. Satu hari SMRS keluhan batuk masih ada dan di sertai
dengan pilek. Pilek di sertai keluar lendir berwarna jernih, keluhan sesak tidak ada. Ibu
pasien mengatakan anak mengalami demam. Demam naik secara perlahan, demam tidak di
sertai menggigil. Ibu pasien memberikan obat penurun panas dan demam menurun.

Lima jam SMRS, pasien kembali mengalami demam. Demam naik secara perlahan.
Demam tidak disertai menggigil. Batuk dan pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), mencret
(-), nafsu makan dan minum menurun, BAK dan BAB lancar.
Dua jam SMRS pasien mengalami kejang, ibu pasien mengatakan kejang terjadi pada
pukul 15.00 WIB, lama kejang kurang lebih 5 menit. Selama kejang, seluruh tubuh pasien
kaku dan kedua mata mendelik ke atas. Badan kelojotan tidak ada, mulut terkunci dan tidak
mengeluarkan busa. Setelah kejang pasien sadar tetapi terlihat lemas dan keringat dingin di
sertai muntah. Muntah terjadi sebanyak 3 kali, cair, tidak ada ampas. Pada hari yang sama
dengan interval waktu 30 menit dari kejang pertama timbul kejang kedua kali pada pukul
15.30 WIB sifat kejang kaku pada seluruh tubuh dan mata mendelik ke atas, badan kelojotan
tidak ada dan muntah tidak ada sehingga ibu pasien memutuskan untuk membawa anaknya
ke IGD RSUD Koja.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Sepsis

(-)

Meningoencephalitis (-)

Kejang Demam

(+)

Tuberkulosis (-)

Pneumonia

(-)

ISK

(-)

Asma

(-)

Alergic Rhinitis

(-)

Amoebiasis

(-)

Polio

(-)

Difteri

(-)

Sindrom Nefrotik

(-)

Diare akut

(+)

Diare kronis

(-)

Disentri

(-)

Kolera

(-)

Tifus abdominalis

(-)

DHF

(-)

Cacar air

(-)

Campak

(-)

Batuk rejan

(-)

Tetanus

(-)

Glomerulonephritis(-)

Lain-lain:

Batuk pilek (+)

Penyakit Jantung Bawaan(-)


Operasi (-)

Kecelakaan(-)

Pasien pernah mengalami kejang demam sebelumnya, lima hari SMRS pasien pernah
di rawat di RSUD Koja karena keluhan yang sama. Terjadi kejang yang di dahului dengan
demam, sifat kejang terjadi kaku pada seluruh tubuh, tubuh tidak kelojotan. Lamanya kejang
kurang dari 15 menit , mulut tidak terkkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang
anak langsung lemas.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Hipertensi

Ya

Tidak

Hubungan

Diabetes

Kejang Demam

Epilepsi

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


Kehamilan
Perawatan antenatal : Teratur ke puskesmas tiap bulan
Penyakit kehamilan : Kelahiran
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi

:
:
:
:
:

Rumah Bersalin
Bidan
Spontan
kurang bulan (36 minggu)
Berat badan lahir : 2600 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Lingkar kepala
: Ibu pasien tidak ingat
Nilai APGAR
: ibu pasien tidak tahu, tetapi bayi langsung
Kelainan bawaan

menangis, gerak aktif, kulit kemerahan


: Tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Sektor personal sosial :
-

Berusaha menggapai mainan = usia 5 bulan


Tepuk tangan = 7 bulan

Sektor motor halus adaptif:


-

Mengambil kubus = 7 bulan


Memegang dengan ibu jari dan jari = 8 bulan

Sektor bahasa:
-

Ayah, kakak

Mengoceh = sekitar 8 bulan


Memanggil papa mama = 12 bulan

Sektor motor kasar:


-

Tengkurap = 4 bulan
Merangkak = 6 bulan
Duduk = 7 bulan
Berdiri = 9 bulan

Berjalan = 12 bulan

RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi dasar sudah, imunisasi lengkap belum
Waktu Pemberian

Imunisasi Dasar
Imunisasi
0
BCG

1
I

DPT
Polio (OPV)

Hepatitis B

Bulan
5
6

II

III

II

III

IV

II

Campak

Booster
9

12

18

Tahun
3
5

III
I

Riwayat Nutrisi

Susu

: ASI sampai usia 6 bulan

Makanan padat

: pada usia 7 bulan pasien sudah mulai makan

Makanan sekarang

: nafsu makan baik

Variasi

: bervariasi

Jumlah

: 1 mangkok kecil

Frekuensi

: 3 kali/hari

Riwayat sosial personal

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakak perempuan pasien. Rumah
kontrakan di kawasan padat penduduk. Terdapat penerangan listrik dan sumber air
berasal dari PAM. Sinar matahari banyak masuk ke dalam rumah karena ventilasi
baik.

Higienitas keluarga cukup baik. Pasien aktif berinteraksi dengan lingkungan


sekitarnya. Pasien tinggal bersama ayah dan ibu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal: 21 Agustus 2015, pukul 10.00 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda vital

Frekuensi Nadi

: 138 x / menit (kuat)

Suhu

: 38,3o C

Frekuensi Nafas : 40 x / menit

Data Antropometri

Berat badan

: 12 kg

Tinggi badan

: 84 cm

Status gizi

BB/U = 12 / 12 = 100%

gizi baik

TB/U = 84 / 86 = 97,6 %

baik

BB/TB = 12 / 11,8 = 101,6% gizi baik

Lingkar Kepala

: 44 cm

Lingkar Dada

: 46 cm

Lingkar Lengan

: 15 cm

Pemeriksaan Fisik Sistematis


Kepala
Kepala
Mata

: normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata


: pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak
langsung +/+, konjungtica anemis -/-, sclera ikterik -/Hidung
: bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-,
sekret -/Telinga: normotia +/+, nyeri tekan tragus (-), serumen -/-, sekret -/Mulut
: mukosa mulut tidak hiperemis
Bibir
: bibir merah muda, tidak kering, sianosis (-), trismus (-),
Lidah
: normoglosia, warna merah muda, lidah kotor (-), tremor (-)
Gigi geligi
: karies (-)
Uvula
: simetris di tengah, tidak hiperemis
Tonsil
: T1-T1, tidak hiperemis
Tenggorok
: faring tidak hiperemis, granular (-)
Leher
KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak di tengah
Thorax
Inspeksi

: gerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi

: fremitus taktil simetris

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung


Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba

Perkusi

: tidak ada pembesaran jantung

Auskultasi : BJ I-II reguler, murni, gallop (-), murmur (-)


Abdomen
Inspeksi

: bentuk abdomen datar

Palpasi

: supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-), pembesaran limpa
(-), pembesaran ginjal (-)

Perkusi

: terdengar timpani di seluruh permukaan abdomen

Auskultasi : bising usus (+) normal


Anus dan rectum
Anus (+)
Genitalia
Tidak di lakukan
Anggota gerak
Tonus : normotonus
Sendi :
Kekuatan:

Sianosis

+5

+5

+5

+5

Edema:

Capillary Refill Time : < 3 detik


Tulang belakang
Tulang belakang normal dan lurus, tidak terdapat benjolan, gibbus (-)

Kulit
Kulit normal, tidak terdapat lesi di kulit
Rambut
Pertumbuhan rambut merata, rambut berwarna hitam
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran : GCS 15
Delirium: tidak ada
Tidak ada tremor, korea, ataksia
Rangsang meningeal: kaku kudu (-), Kernig (-), Brudzinsky (-), Laseque (-)
Saraf kranialis I-XII kesan dalam batas normal
Refleks patologis: babinsky -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 Agustus 2015
Darah Rutin
Hemoglobin

: 12,1 g/dL (11,5-14,5)

Jumlah Leukosit

: 14,33 103/L (4,00-12,00)

Hematokrit

: 36,3% (33-43)

Jumlah Trombosit

: 321.000 103/L (182-369)

Kimia Klinik
Glukosa sewaktu

: 112 mg/dL (<200)

Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida

: 139 mEq/L (135-147)


: 4,06 mEq/L (3,5-5,0)
: 99 mEq/L (96-108)

RESUME
Anak perempuan berusia 2 tahun dengan berat badan 12 kg dan tinggi badan 84 cm
dengan status gizi baik datang dengan keluhan kejang 2 jam SMRS. Kejang terjadi 2 kali
dalam 1 hari dengan interval waktu kejang pertama dan kejang kedua 30 menit. Sifat kejang
kaku pada seluruh badan, badan tidak kelojotan, mata mendelik ke atas. Saat kejang anak
tidak sadarkan diri, lamanya kejang terjadi kurang lebih selama 5 menit, setelah kejang
berhenti anak muntah dan langsung lemas. Sebelum kejang, anak mengalami demam 5 jam
SMRS, demam meningkat secara perlahan disertai batuk dan pilek dengan lendir berwarna
jernih. Satu hari SMRS demam diseratai batuk dan pilek. 2 hari SMRS batuk (+), tidak
disertai pilek, dan demam.
Pasien memiliki riwayat kejang demam lima hari SMRS. Dan pasien sempat di rawat di
RSUD Koja dengan keluhan yang sama. Riwayat imunisasi lengkap dan teratur. Pemeriksaan
fisik HR: 138x/m, RR: 40x/m dan T:38,3C, Pada pemeriksaan lab didapatkan leukosit 14,33
103/L.

DIAGNOSIS
Kejang demam kompleks
Dasar diagnosis :
Kejang berulang dalam waktu 24 jam
Kejang tonik tanpa didahului adanya kejang parsial
Kejang didahului demam
DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam sederhana
Epilepsi
PENATALAKSANAAN
IVFD KaEN 1B 1200 cc/24 jam
Cefizoxim 2 x 500 mg (iv)
Ranitidin 2 x 10 mg (IV)
Paracetamol syrup 120mg/ml diberikan 3 x 1 cth jika demam saja

Paracetamol rectal 125 mg jika demam lebih 38,5C


Diazepam rectal 5 mg jika kejang
EDUKASI
Untuk masalah kejang demam
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek
samping
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang
a. Tetap tenang dan tidak panic, kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
b. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
c. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
d. Tetap bersama pasien selama kejang.
e. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
f. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal 22 Agustus 2015 jam 10.00
S

: Kejang (+), terjadi 2 kali dengan interval waktu 2 jam. Sifat kejang kaku seluruh
badan, mata mendelik ke atas, muntah setelah kejang (+). Saat kejang pasien tidak
sadar setelah kejang pasien kembali sadar. Demam (+), batuk dan pilek (+), BAK dan
BAB lancar, nafsu makan baik.

: Keadaan umum: tampak sakit sedang


Kesadaran: compos mentis (GCS 15)

TTV: Frekuensi nadi 132x/m, frekuensi pernapasan 40x/m, suhu 39,1C


Kepala: normosefal
Mata: SI -/-, CA -/Hidung: sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut: mukosa lembab, sianosis (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, Wh-/-, Rh-/Jantung: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: lembut, BU (+) normal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran organ
di abdomen
Ekstremitas: akral hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik
A

: Kejang demam kompleks

: IVFD KaEN 1B 1300 cc/24 jam


Cefizoxim 2 x 500 mg (iv)
Ranitidin 2 x 10 mg (iv)
Paracetamol syrup 120mg/ml diberikan 3 x 1 cth jika demam saja
Paracetamol rectal 125 mg jika demam lebih 38,5C
Diazepam rectal 5 mg jika kejang

Tanggal 24 Agustus 2015 jam 07.00


S : Demam dan kejang tidak ada. Batuk jarang pilek (-), lendir bening. Kondisi anak makin
membaik. Nafsu makan baik, BAB dan BAK lancar.
O : Keadaan umum: tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TTV: Frekuensi nadi 120x/m, frekuensi pernapasan 32x/m, suhu 37,3C
Kepala: normosefal
Mata: SI -/-, CA -/Hidung: sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut: mukosa lembab, sianosis (-)
Paru: suara napas vesikuler +/+, Wh-/-, Rh-/Jantung: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: lembut, BU (+) normal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran organ
di abdomen

Ekstremitas: akral hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik


Pemeriksaan neurologis:
Rangsang meningeal: kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinsky (-), Laseque (-)
Refleks patologis: refleks Babinsky -/A : Kejang demam kompleks perbaikan
P

: IVFD KaEN 1B 1200 cc/24 jam STOP


Paracetamol syrup 120mg/ml diberikan 3 x 1 cth jika demam saja
Paracetamol rectal 125 mg jika demam lebih 38,5C
Cefixime suspensi 100mg/5mL diberikan 2 x cth
Obat rumatan Asam Valproat syrup 250mg/5ml 3 x 1 cth
boleh pulang
kontrol ke poliklinik anak

TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron
sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari
luar otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering
dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.1
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu

yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,2
EPIDEMIOLOGI
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai
4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki. 1,2
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk
di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih
tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang
harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit
lebih banyak menyerang anak laki-laki.2
ETIOLOGI
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam
mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya.2
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media
akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak
akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam. 2
PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat

dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel. 3
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : 3

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan


Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat. 3
KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua3,4
Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut): 3,4

Berlangsung singkat

Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit


Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
Tidak berulang dalam waktu 24 jam

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) : 3,4

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit


Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang

Menurut Livingstone: 3,4


1. Umur : 6 bulan- 4 tahun
2. Kejang tidak melebihi 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam.
Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang
mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah
seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut.
Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering
terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena
terkena sinar lampu yang tajam. 3,4
MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti

sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit
tanpa adanya kelainan neurologik.1,5
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),
kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai
dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya
terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. 1,5
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan
mengalami berbagai macam gejala seperti : 1,5
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakitpenyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural
pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.6

Anamnesis
waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
sifat kejang, apakah kejang sebagian atau seluruh tubuh ?
Bentuk kejang apakah kaku, atau kelojotan ?

Kesadaran

sebelum

dan

sesudah

kejang

(menyingkirkan

diagnosis

meningoensefalitis)
Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik

turun)
Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam

atau epilepsi)
Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Trauma kepala

Pemeriksaan fisik 6
Tanda vital terutama suhu
Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindahpindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu
dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus


dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di
retina terlihat pada sindom hiperviskositas.

Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,

OMA, GE)
Pemeriksaan refleks patologis
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

Pemeriksaan laboratorium6
Darah tepi lengkap penyebab demam
Elektrolit, glukosa darah diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu

keseimbangan elektrolit atau gula darah.


Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal gangguan metabolisme
Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS meningkat Ensefalitis akut /
Ensefalopati.

Pemeriksaan penunjang6
Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur

di antara 12-18 bulan dianjurkan.


EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi

terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK


CT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi
dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan
kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel

DIAGNOSA BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab
itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang
masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan
neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal
harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi
lumbal.Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.7,8
Tabel Diagnosa Banding7,8
No
1.
2.
3.

Kriteri Banding

Kejang Demam

Epilepsi

Meningitis

Demam

Pencetusnya

Tidak berkaitan

Ensefalitis
Salah satu gejalanya

Kelainan Otak
Kejang berulang

demam
(-)
(+)

dengan demam
(+)
(+)

demam
(+)
(+)

4.

Penurunan kesadaran

(+)

(-)

(+)

PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah
berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis
0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 35 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang
sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan
dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3
tahun.1,9
Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan : 1,9
Terapi awal dengan diazepam
Usia
Dosis IV (infus)
< 1 tahun
15 tahun
510 tahun
> 10 years

(0.2mg/kg)
12 mg
3 mg
5 mg
510 mg

Dosis per rektal


(0.5mg/kg)
2.55 mg
7.5 mg
10 mg
1015 mg

Jika kejang masih berlanjut : 1,9


1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang
infus, 0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut : 1,9
1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif
dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya. 1,9

2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua
pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung.
Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur
dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya
diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi
secara ketat. 1,9
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala
pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol
tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi
yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien
menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa
menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak
dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas,
anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita
tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. 1,9
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang
diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan
efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau
tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat
badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata
pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol.

Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit
dengan dosis yang sama. 1,9
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.

Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: 1,9


Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan
kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol
dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 510mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan
untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara
rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak
dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk
menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam. 1,9

Profilaksis jangka panjang


Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka
panjang ialah: 1,9
1) Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur
dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2) Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik
berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3) Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat


berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang
memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini
dilanjutkan

sekurang-kurangnya

tahun

seperti

mengobati

epilepsi.

Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan


jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dar kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi
traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat
dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan
kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan
pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak
misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan
yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap,
misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. 1,9
PROGNOSIS
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak
sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian berkisar 0,46 % s/d
0,74 %. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan
pertama dari serangan pertama. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari kejang demam
sederhana dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan
dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung kepada faktor
riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga, kelainan dalam perkembangan taau
kelainan sebelum anak menderita kejang demam dan kejang berlangsung lama atau kejang
fokal. 5
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami
serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak
sama sekali faktor di atas. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal.
Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat
flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % kejang demam
mengalami hemiparese sesudah kejang lama. Ditemuan dari 431 penderita dengan kejang
demam tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya

mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih


rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.1,5
ANALISA KASUS
Pada pasien anak perempuan berumur 2 tahun 0 bulan 14 hari dengan berat badan 12
kg dan panjang badan 84 cm dari anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 2 kali pada
sore hari, 5 jam SMRS yang didahului dengan demam. Kejang merupakan kejang kedua kali
dan berdurasi kurang dari 15 menit. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata mendelik ke
atas, mulut terkunci dan tidak mengeluarkan busa. pasien dalam keadaan sadar pada saat
sebelum dan setelah kejang. Kejang petama terjadi 3 hari SMRS dan pernah di rawat di
RSUD Koja dengan keluhan yang sama. Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada
pasien ini atas dasar serangan kejang yang terjadi 2 kali dalam 24 jam. Demam terjadi 5 hari
SMRS, demam tidak mendadak dan berlangsung terus-menerus. 2 hari SMRS ibu pasien
mengatakan pasien batuk, berdahak tetapi tidak dapat di keluarkan. Pilek (+) lenidr jernih.
Kemungkinan pasien telah terjangkit infeksi saluran napas dan ini telah memicu terjadinya
demam. Dari pemeriksaan fisik HR: 138x/m, RR: 40x/m dan T:38,3C. Pemeriksaan refleks
meningeal dengan hasil negatif menunjukkan tidak terdapat infeksi pada otak dan meningen.
Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 12,1 g/dL, Ht 36,3%, leukosit 14,33 103/L , trombosit
321.000/mm3, GDS 112 mg/dL, Na 139 mEq/L dan K 4,06 mEq/L, Cl 99 mEq/L. Pada hasil
pemeriksaa laboratorium menunjukan ada proses infeksi yang ditandai dengan demam
sebelum terjadinya kejang.
Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah kejang demam
sederhana dan epilepsi. Ada pun perbedaan antara kejang demam kompleks dengan kedua
penyakit ini adalah:

Kejang demam sedehana


Menurut kriteria Livingstone, gejala kejang demam sederhana adalah kejang bersifat
umum, kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, kejadian kejang hanya 1 kali

dalam 24 jam, frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun, EEG normal.
Epilepsi
Menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam adalah seperti
kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari

4 kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam
kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa
disebabkan karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang
mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi
adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan
tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam.
Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat
capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus KaEN 1 B. Hal ini untuk
memberikan kebutuhan glukosa, cairan dan elektrolit pada pasien yang saat demam tidak
terepenuhi lagi asupannya. Pasien masuk ke ruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang
lagi, sehingga seharunya diberikan obat anti kejang profilaksis intermiten yaitu diazepam
dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk
rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat
tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,8 0C hanya diberikan obat
profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat
pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam sebanyak
2 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa
asam valproat. Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu
yang lama (1 tahun), maka disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien
diberikan antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada saluran
pernapasan , sehingga untuk mengatasi demamnya selain diberikan obat penurun panas
berupa parasetamol juga diberikan antibiotik cefixime.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomenggolo TS. Kejang dema. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S. Vuku
ajar neurologi anak. Jakarta : IDAI ; 1991.h. 2444-53.
2. Ruslie RH, Darmadi. Diagnosis dan Tatalaksana terkini Kejang Demam. J.
Kedokt Meditek. 2012; 47 (18); 1-7.
3. Gatti S, Vezzani A, Bartfai T. Mechanisms of fever and febrile seizures. In:
Baram TZ, Shinnar S, eds. Febrile seizures. San Diego: Academic Press,
2002:16988.
4. Waruiru C, Appleton R. Febrile seizures. European Academy of Pediatrics. Rev.
2004; (89) 8; 751-756.
5. Fetveit A. Assessment of febrile seizures in children. Eur J Pediatr. 2008. 167 ;
17-27.
6. Behrman. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067.
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi 2. Blackwell
pulblishing ; 2006.h. 72-90.
8. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis. IDAI; Jakarta. 2010. h. 150-2.

Anda mungkin juga menyukai