Disusun Oleh:
Gita Puspitasari 11.2014.147
Nama Mahasiswa
: Gita Puspitasari
NIM
: 112014147
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AF
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Suku Bangsa
: Betawi
Agama
: Islam
Pendidikan
:-
Tanggal masuk RS
: 20 Agustus 2015
Umur
Alamat
: 45 tahun
Tanda Tangan :
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Karyawan
Penghasilan
Umur
Alamat
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMK
Pekerjaan
Penghasilan
:(-)
: 42 tahun
Lima jam SMRS, pasien kembali mengalami demam. Demam naik secara perlahan.
Demam tidak disertai menggigil. Batuk dan pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), mencret
(-), nafsu makan dan minum menurun, BAK dan BAB lancar.
Dua jam SMRS pasien mengalami kejang, ibu pasien mengatakan kejang terjadi pada
pukul 15.00 WIB, lama kejang kurang lebih 5 menit. Selama kejang, seluruh tubuh pasien
kaku dan kedua mata mendelik ke atas. Badan kelojotan tidak ada, mulut terkunci dan tidak
mengeluarkan busa. Setelah kejang pasien sadar tetapi terlihat lemas dan keringat dingin di
sertai muntah. Muntah terjadi sebanyak 3 kali, cair, tidak ada ampas. Pada hari yang sama
dengan interval waktu 30 menit dari kejang pertama timbul kejang kedua kali pada pukul
15.30 WIB sifat kejang kaku pada seluruh tubuh dan mata mendelik ke atas, badan kelojotan
tidak ada dan muntah tidak ada sehingga ibu pasien memutuskan untuk membawa anaknya
ke IGD RSUD Koja.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Sepsis
(-)
Meningoencephalitis (-)
Kejang Demam
(+)
Tuberkulosis (-)
Pneumonia
(-)
ISK
(-)
Asma
(-)
Alergic Rhinitis
(-)
Amoebiasis
(-)
Polio
(-)
Difteri
(-)
Sindrom Nefrotik
(-)
Diare akut
(+)
Diare kronis
(-)
Disentri
(-)
Kolera
(-)
Tifus abdominalis
(-)
DHF
(-)
Cacar air
(-)
Campak
(-)
Batuk rejan
(-)
Tetanus
(-)
Glomerulonephritis(-)
Lain-lain:
Kecelakaan(-)
Pasien pernah mengalami kejang demam sebelumnya, lima hari SMRS pasien pernah
di rawat di RSUD Koja karena keluhan yang sama. Terjadi kejang yang di dahului dengan
demam, sifat kejang terjadi kaku pada seluruh tubuh, tubuh tidak kelojotan. Lamanya kejang
kurang dari 15 menit , mulut tidak terkkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang
anak langsung lemas.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Hipertensi
Ya
Tidak
Hubungan
Diabetes
Kejang Demam
Epilepsi
:
:
:
:
:
Rumah Bersalin
Bidan
Spontan
kurang bulan (36 minggu)
Berat badan lahir : 2600 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Lingkar kepala
: Ibu pasien tidak ingat
Nilai APGAR
: ibu pasien tidak tahu, tetapi bayi langsung
Kelainan bawaan
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Sektor personal sosial :
-
Sektor bahasa:
-
Ayah, kakak
Tengkurap = 4 bulan
Merangkak = 6 bulan
Duduk = 7 bulan
Berdiri = 9 bulan
Berjalan = 12 bulan
RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi dasar sudah, imunisasi lengkap belum
Waktu Pemberian
Imunisasi Dasar
Imunisasi
0
BCG
1
I
DPT
Polio (OPV)
Hepatitis B
Bulan
5
6
II
III
II
III
IV
II
Campak
Booster
9
12
18
Tahun
3
5
III
I
Riwayat Nutrisi
Susu
Makanan padat
Makanan sekarang
Variasi
: bervariasi
Jumlah
: 1 mangkok kecil
Frekuensi
: 3 kali/hari
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakak perempuan pasien. Rumah
kontrakan di kawasan padat penduduk. Terdapat penerangan listrik dan sumber air
berasal dari PAM. Sinar matahari banyak masuk ke dalam rumah karena ventilasi
baik.
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda-tanda vital
Frekuensi Nadi
Suhu
: 38,3o C
Data Antropometri
Berat badan
: 12 kg
Tinggi badan
: 84 cm
Status gizi
BB/U = 12 / 12 = 100%
gizi baik
TB/U = 84 / 86 = 97,6 %
baik
Lingkar Kepala
: 44 cm
Lingkar Dada
: 46 cm
Lingkar Lengan
: 15 cm
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
: supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-), pembesaran limpa
(-), pembesaran ginjal (-)
Perkusi
Sianosis
+5
+5
+5
+5
Edema:
Kulit
Kulit normal, tidak terdapat lesi di kulit
Rambut
Pertumbuhan rambut merata, rambut berwarna hitam
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran : GCS 15
Delirium: tidak ada
Tidak ada tremor, korea, ataksia
Rangsang meningeal: kaku kudu (-), Kernig (-), Brudzinsky (-), Laseque (-)
Saraf kranialis I-XII kesan dalam batas normal
Refleks patologis: babinsky -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 Agustus 2015
Darah Rutin
Hemoglobin
Jumlah Leukosit
Hematokrit
: 36,3% (33-43)
Jumlah Trombosit
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
RESUME
Anak perempuan berusia 2 tahun dengan berat badan 12 kg dan tinggi badan 84 cm
dengan status gizi baik datang dengan keluhan kejang 2 jam SMRS. Kejang terjadi 2 kali
dalam 1 hari dengan interval waktu kejang pertama dan kejang kedua 30 menit. Sifat kejang
kaku pada seluruh badan, badan tidak kelojotan, mata mendelik ke atas. Saat kejang anak
tidak sadarkan diri, lamanya kejang terjadi kurang lebih selama 5 menit, setelah kejang
berhenti anak muntah dan langsung lemas. Sebelum kejang, anak mengalami demam 5 jam
SMRS, demam meningkat secara perlahan disertai batuk dan pilek dengan lendir berwarna
jernih. Satu hari SMRS demam diseratai batuk dan pilek. 2 hari SMRS batuk (+), tidak
disertai pilek, dan demam.
Pasien memiliki riwayat kejang demam lima hari SMRS. Dan pasien sempat di rawat di
RSUD Koja dengan keluhan yang sama. Riwayat imunisasi lengkap dan teratur. Pemeriksaan
fisik HR: 138x/m, RR: 40x/m dan T:38,3C, Pada pemeriksaan lab didapatkan leukosit 14,33
103/L.
DIAGNOSIS
Kejang demam kompleks
Dasar diagnosis :
Kejang berulang dalam waktu 24 jam
Kejang tonik tanpa didahului adanya kejang parsial
Kejang didahului demam
DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam sederhana
Epilepsi
PENATALAKSANAAN
IVFD KaEN 1B 1200 cc/24 jam
Cefizoxim 2 x 500 mg (iv)
Ranitidin 2 x 10 mg (IV)
Paracetamol syrup 120mg/ml diberikan 3 x 1 cth jika demam saja
: dubia ad bonam
: Kejang (+), terjadi 2 kali dengan interval waktu 2 jam. Sifat kejang kaku seluruh
badan, mata mendelik ke atas, muntah setelah kejang (+). Saat kejang pasien tidak
sadar setelah kejang pasien kembali sadar. Demam (+), batuk dan pilek (+), BAK dan
BAB lancar, nafsu makan baik.
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari
sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron
sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari
luar otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering
dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.1
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu
yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,2
EPIDEMIOLOGI
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai
4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki. 1,2
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk
di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih
tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang
harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit
lebih banyak menyerang anak laki-laki.2
ETIOLOGI
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam
mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya.2
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media
akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak
akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam. 2
PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel. 3
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : 3
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat. 3
KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua3,4
Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut): 3,4
Berlangsung singkat
Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) : 3,4
sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit
tanpa adanya kelainan neurologik.1,5
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),
kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai
dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya
terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. 1,5
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan
mengalami berbagai macam gejala seperti : 1,5
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakitpenyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural
pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.6
Anamnesis
waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
sifat kejang, apakah kejang sebagian atau seluruh tubuh ?
Bentuk kejang apakah kaku, atau kelojotan ?
Kesadaran
sebelum
dan
sesudah
kejang
(menyingkirkan
diagnosis
meningoensefalitis)
Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik
turun)
Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam
atau epilepsi)
Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Trauma kepala
Pemeriksaan fisik 6
Tanda vital terutama suhu
Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindahpindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu
dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
OMA, GE)
Pemeriksaan refleks patologis
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
Pemeriksaan laboratorium6
Darah tepi lengkap penyebab demam
Elektrolit, glukosa darah diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu
Pemeriksaan penunjang6
Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur
DIAGNOSA BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab
itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang
masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan
neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal
harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi
lumbal.Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.7,8
Tabel Diagnosa Banding7,8
No
1.
2.
3.
Kriteri Banding
Kejang Demam
Epilepsi
Meningitis
Demam
Pencetusnya
Tidak berkaitan
Ensefalitis
Salah satu gejalanya
Kelainan Otak
Kejang berulang
demam
(-)
(+)
dengan demam
(+)
(+)
demam
(+)
(+)
4.
Penurunan kesadaran
(+)
(-)
(+)
PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah
berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis
0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 35 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang
sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan
dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3
tahun.1,9
Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan : 1,9
Terapi awal dengan diazepam
Usia
Dosis IV (infus)
< 1 tahun
15 tahun
510 tahun
> 10 years
(0.2mg/kg)
12 mg
3 mg
5 mg
510 mg
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif
dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya. 1,9
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua
pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung.
Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur
dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya
diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi
secara ketat. 1,9
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala
pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol
tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi
yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien
menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa
menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak
dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas,
anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita
tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. 1,9
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang
diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan
efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau
tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat
badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata
pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol.
Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit
dengan dosis yang sama. 1,9
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
sekurang-kurangnya
tahun
seperti
mengobati
epilepsi.
dalam 24 jam, frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun, EEG normal.
Epilepsi
Menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam adalah seperti
kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari
4 kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam
kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa
disebabkan karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang
mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi
adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan
tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam.
Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat
capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus KaEN 1 B. Hal ini untuk
memberikan kebutuhan glukosa, cairan dan elektrolit pada pasien yang saat demam tidak
terepenuhi lagi asupannya. Pasien masuk ke ruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang
lagi, sehingga seharunya diberikan obat anti kejang profilaksis intermiten yaitu diazepam
dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk
rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat
tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,8 0C hanya diberikan obat
profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat
pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam sebanyak
2 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa
asam valproat. Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu
yang lama (1 tahun), maka disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien
diberikan antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada saluran
pernapasan , sehingga untuk mengatasi demamnya selain diberikan obat penurun panas
berupa parasetamol juga diberikan antibiotik cefixime.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomenggolo TS. Kejang dema. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S. Vuku
ajar neurologi anak. Jakarta : IDAI ; 1991.h. 2444-53.
2. Ruslie RH, Darmadi. Diagnosis dan Tatalaksana terkini Kejang Demam. J.
Kedokt Meditek. 2012; 47 (18); 1-7.
3. Gatti S, Vezzani A, Bartfai T. Mechanisms of fever and febrile seizures. In:
Baram TZ, Shinnar S, eds. Febrile seizures. San Diego: Academic Press,
2002:16988.
4. Waruiru C, Appleton R. Febrile seizures. European Academy of Pediatrics. Rev.
2004; (89) 8; 751-756.
5. Fetveit A. Assessment of febrile seizures in children. Eur J Pediatr. 2008. 167 ;
17-27.
6. Behrman. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067.
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi 2. Blackwell
pulblishing ; 2006.h. 72-90.
8. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis. IDAI; Jakarta. 2010. h. 150-2.